Kakak kandung Alin memandang adiknya dengan saksama. Dia dapat melihat rona kekhawatiran tengah menyelimuti diri sang adik. “Kamu kenapa sampai bisa berpikir seperti itu, Dek?” “Aku hanya takut tidak bisa memberinya keturunan dalam jangka waktu yang cepat, Mbak. Mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi,” jawab Alin gusar. “Dek, apa kamu lupa kalau suami kamu itu orang yang sangat kaya? Bahkan hartanya tidak akan habis tujuh turunan sekalipun. Kalau hanya masalah keturunan, Mbak yakin dia akan mengusahakan yang terbaik jika dia ingin segera menimang momongan. Jangan bebani pikiranmu dengan hal yang tidak perlu dipikirkan, Dek,” ujar sang kakak menenangkan. Alin mengangguk dengan nasihat yang dilontarkan sang kakak. Meski begitu, dia tidak bisa menampik rasa kekhawatiran yang masih mendera dalam dirinya. *** Hari-hari telah berlalu, Alin menikmati peran sebagai ibu rumah tangga dengan bahagia. Walau di usia pernikahannya yang sudah menginjak satu tahun dan belum ada tanda-tand
Lagi-lagi seluruh tamu undangan yang berada di sana mengalihkan perhatian mereka ke arah Alin yang baru saja mengucapkan kalimat itu. Rendra merasa terhina dengan ucapan Alin meski kenyataan itu benar adanya.“Mentang-mentang punya perusahaan besar, sekarang kamu jadi semakin sombong saja, Lin. Apa kau lupa jika selama kita menjalin hubungan dulu akulah yang selalu mewujudkan semua keinginanmu? Dasar manusia tidak ingat balas budi,” cerca Rendra.“Biar kuingatkan jika kau lupa, Rendra. Selama kita menjalin hubungan dulu bukan kamu yang keluar uang melainkan aku. Aku yang terus mengeluarkan uang demi lelaki tidak tahu diuntung seperti kamu. Harusnya kamu malu dengan sikapmu selama ini, tapi kamu tidak pernah bisa menyadari kesalahanmu walau Tuhan sudah berulang kali menegurmu!” jawab Alin dengan lantang.“Lin, kenapa kamu jadi sekasar ini sekarang? Setelah menikah dengan seorang konglomerat sikapmu jadi berubah. Kamu bukan Alin yang dulu kukenal,” ucap Rendra berdrama.“Aku memang
Seluruh teman arisan mertua Alin saling sikut dan saling menatap satu sama lain. Mereka tidak enak dengan mertua Alin karena ucapan salah satu anggota mereka yang terkenal julid. “Jeng, bukannya menantu saya tidak mau membantu, tapi kan saat itu mungkin saja menantu saya juga masih memulai merintis usahanya,” sang ibu mertuanya Alin. Wanita paruh baya itu menggenggam erat tangan Alin. Sedangkan Alin berusaha setenang mungkin di hadapan seluruh teman ibu mertuanya. “Halah alasan saja Jeng ini. Mana mungkin seseorang bisa mendirikan perusahaan dan bisa sukses dalam waktu singkat?” ujarnya lagi. Karena mulai geram dengan kalimat pedas yang terus berusaha memojokkannya, Alin mulai membuka suaranya.. “Maaf menyela Tante, saya rasa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Buktinya saya juga bisa mendirikan perusahaan dan membawanya dalam puncak kesuksesan saat ini. Lagian, saya sebenarnya sudah sangat lama merintis perusahaan itu. Ya mau bagaimana lagi, dulu saat saya masih memulai ma
Semua orang di sana terdiam tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Mereka cukup sadar diri dengan pengaruh keluarga Bimantara. Di antara mereka semua, hanya satu orang yang berani secara terang-terangan memusuhi istri dari pendiri Bimantara Group. Karena merasa situasi akan kembali memanas, ketua arisan mempercepat acara arisan mereka dan segera pulang. Alin menghirup nafas dalam-dalam untuk mengeluarkan sesak yang menghimpit dalam dadanya. “Huhh, ternyata banyak orang yang tidak menyukai kehadiranku di sini,” gumamnya namun masih dapat didengar ibu mertua. “Nak, jangan diambil hati, ya. Dia memang suka begitu pada setiap orang,” kata ibu mertua Alin. “Aku hanya jadi kepikiran Mama dan Papa saja, kalian pasti sudah sangat menantikan kehadiran cucu dari kami. Maafkan Alin ya, Ma karena belum bisa memberikan kalian cucu,” ucap Alin bersalah. Ibu mertua langsung memeluk Alin dengan penuh kasih. “Sudahlah, Nak jangan merasa bersalah. Anak itu rezeki. Semua sudah diatur, kita bisa
Entah mengapa tiba-tiba saja terlintas di pikiranku untuk memberi pelajaran pada sepupu pengacau itu. Aku merasa saat ini adalah waktu yang tepat untuk menyadarkan wanita ganjen itu. Dan sepertinya Dewi Fortuna sedang memihak padaku. Ahh, bukannya aku kejam dan pendendam, tapi mengingat dulu sepupuku itu kerap membullyku membuat jiwa kebencianku meronta-ronta. Dampak bullyng itu cukup membekas di dalam diriku hingga saat ini. “Bagaimana kalau kita biarkan saja dia tinggal di rumah kita?” usulku pada suamiku. “Bukannya kamu sendiri tadi bilang kalau tidak mau sepupumu ikut tinggal sama kita, Sayang?” ujar suamiku penuh tanya. “Aku berubah pikiran Sayang,” jawabku. Suamiku menatapku dengan saksama. Beliau tampak mencari jawaban dari manik mataku. “Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan, Sayang?” Ahh suamiku memang sangat pandai menebak isi hatiku. Aku harus bisa meyakinkan suamiku agar dia mendukung rencanaku. “Aku hanya ingin mengetahui saja apa motif dia ingin ikut sama kita
Semua orang yang ada di ruangan itu refleks memandang Indah dengan tatapan yang sulit diartikan. “Indah, jaga sikapmu! Tidak pantas kamu meminta untuk tinggal bersama Alin. Alin itu sudah punya keluarga sendiri!” tegur ayah Indah. “Tapi aku ingin dekat dengan Alin, Yah. Pokoknya aku nggak mau tahu, aku mau tinggal serumah sama Alin, Yah. Kalau sampai kalian nggak mengizinkan, lebih baik aku mau pergi saja!” ujarnya mengancam. “Om, Tante, biarkan saja jika Indah ingin tinggal dengan kami,” ujar Alin. “Kalian nggak masalah, Nak?” tanya tante Alin. Wanita paruh baya itu merasa tidak enak dengan permintaan anaknya yang terkesan ngelunjak. Namun Alin dan Devan tampaknya hanya biasa saja dan tidak mempermasalahkan keinginan sepupunya itu. Ibu Alin heran dengan sikap anak dan menantunya yang berubah pikiran. ‘Kenapa mereka malah memberikan peluang pada Indah?’ gumamnya dalam hati. *** Keesokan harinya, kedua orang tua Indah ikut mengantar anaknya untuk pindah ke rumah Devan. Saat mere
Alin dan Devan tetap bersikap tenang menghadapi ibunya yang tengah mengomel. Alin paham dengan kekhawatiran yang ditunjukkan mertuanya merupakan salah satu bentuk perhatiannya kepada anak-anaknya.“Mama tenang saja, kami tidak sedang menggali lubang kami sendiri. Justru kami sedang menggiring ular untuk masuk ke lubang kematian,” ujar Alin santai.“Apa maksud kalian, Nak? Apa kalian sedang merencanakan sesuatu?” tanya ibu Devan tidak paham.Alin menjawab pertanyaan Alin dengan anggukan.“Iya, Ma. Kami sedang menyelidiki dalang lain dari bangkrutnya perusahaan Papi. Masih ada tersangka utama yang smpai saat ini berkeliaran. Alin mencurigai Om Rustam lah otak dari hancurnya bisnis Papi. Alin takut, dia akan kembali berulah setelah tahu Mas Devan menolong perusahaan Papi dari kebangkrutan.” Gadis itu menghela nafasnya, “mereka harus mendapatkan balasan atas perbuatan mereka dan kami akan memberikan mereka kejutan yang tidak akan pernah mereka sangka!” jawab Alin dengan sorot mata penuh d
Alin tidak menghiraukan pesan yang barusan Indah kirimkan padanya. Dia tahu persis siapa orang yang saat ini sedang bersama Devan. “Sudah mulai berani berulah kau rupanya, Ndah. Berani sekali kau mempengaruhiku. Kau salah orang jika ingin memanas-manasiku, jangankan panas, hangat saja tidak. Tapi tidak masalah, aku akan tetap mengapresiasi kepedulianmu ini,” gumam Alin sambil tersenyum miring. Setelah membalas pesan Indah, Alin meletakkan kembali ponselnya dan melanjutkan kegiatannya di depan layar laptop. Dia kembali berkutat menyelesaikan pekerjaannya sebelum memasak makan siang untuk devan. Tapi tiba-tiba gerakannya terhenti ketika dia mengingat tentang pesan yang dikirimkan oleh sepupunya tadi. “Kenapa aku jadi kepikiran dengan wanita yang sedang bersama Mas Devan tadi, ya? Aku harus segera menyelidikinya. Sepertinya gadis itu juga menyukai Mas Devan,” gumam Alin. Karena hari sudah beranjak siang, Alin menyudahi pekerjaannya dan segera menyiapkan bekal makan siang sebelum menyu
Tak berselang lama, polisi dan Reno datang meringkus Rendra dan juga sepupunya. Mereka juga mengamankan preman-preman itu ke kantor polisi. Sedangkan Devan dan Alin segera pergi dari tempat itu.Sepanjang perjalanan, Devan tak tahan dengan rasa ingin tahunya. Dia segera bertanya pada sang istri mengenai keadaan sang istri saat ini."Sayang, sejak kapan ingatanmu kembali?" tanya Devan."Sejak saat putra kita menghilang, Mas. Tapi saat itu aku memutuskan untuk diam dulu sambil mengamati keadaan. Aku bergerak dalam diam dan aku sengaja mengecoh orang-orang agar mereka mengira aku masih hilang ingatan," jawab Alin."Untuk apa?" tanya Devan."Untuk mengetahui siapa saja yang hendak memanfaatkan keadaanku untuk mencari keuntungan." "Apapun itu, aku bahagia karena kamu sudah mengingat semuanya Sayang. Aku bisa lebih fokus untuk mencari keberadaan putra kita sekarang," jawab Devan dengan lega.Alin tersenyum tenang, "Mas jangan khawatir. Aku sudah tahu di mana keberadaan putra kita."Devan m
Tanpa pikir panjang, Devan langsung berlari ke dalam mencari keberadaan Alin. Dia masuk ke salah satu bilik tersebut. Akan tetapi, bilik tersebut ternyata dijaga oleh beberapa preman. Devan memancing preman tersebut untuk menjauh dari depan pintu dan berkelahi di luar.Tidak sulit mengalahkan para preman itu karena Devan sangat jago ilmu bela diri. Dalam sekejap, para preman itu langsung tumbang tak sadarkan diri. "Apa hanya segitu saja kemampuan kalian? Cih payah sekali kalian ini. Badan saja besar, tapi kemampuan nol. Ayo bangun dan serang saya. Hitung-hitung pemanasan," ejek Devan.Saat salah satu preman hendak bangun dan kembali menyerang, dalam satu pukulan saja preman tersebut sudah tidak mampu lagi bergerak. Devan segera masuk ke dalam setelah memastikan seluruh preman bayaran itu tumbang. Di depan pintu, dia mengendap-endap masuk dan mendengarkan percakapan dua orang yang sedang berada di ruangan tempat Alin di sekap."Ren, menurutmu, apakah Tuan Devan akan benar-benar datan
Setelah menempuh perjalanan laut selama lima hari, akhirnya akhirnya mereka sampai di kota A di pulau seberang. Mereka sengaja membawa bayi itu jauh dari pulau asalnya agar tidak mudah terlacak. Mereka langsung membawa bayi itu ke panti asuhan setempat. Mereka disambut baik oleh pemilik panti."Mari silakan masuk Bapak, Ibu."Setelah mereka dipersilahkan duduk dan disuguhi minuman, pemilik panti langsung bertanya maksud dan tujuan keduanya datang."Kalau boleh saya tahu, ada tujuan apakah Bapak dan Ibu datang ke sini?" "Kami ingin menitipkan bayi ini di sini, Bu," jawab Wina.Pemilik panti tersebut heran dengan sikap pasangan di depannya ini. Tega-teganya mereka hendak menitipkan bayi mungil tak berdosa itu di panti asuhan."Maaf Bapak, Ibu, tapi kenapa? Bukankah itu darah daging kalian? Apa kalian benar-benar tega meninggalkan mereka di sini?" tanya wanita setengah baya tersebut. "Bayi ini bukan anak kami, Bu. Kami menemukannya secara tidak sengaja di depan rumah kami. Jadi kami me
Rendra hanya menyunggingkan senyumnya saat ibu Alin menuduhnya sebagai pelaku penculikan putra Alin. Dia terlihat santai saja dengan tuduhan yang terlontar dari mulut ibu Alin. Sedangkan Alin hanya diam saja tanpa menanggapi lelaki itu. "Atas dasar apa Anda menuduh saya dalang dibalik penculikan cucu Anda Tante? Lihatlah, Alin saja tidak banyak bicara. Kenapa Anda malah terlihat sensi sekali Tante?" tanya Rendra dengan santai."Karena Lindra adalah cucuku!" jawab ibu Alin dengan penuh emosi."Lin, kenapa dari tadi kamu diam saja? Apa kamu tidak merasa kehilangan bayimu? Atau kamu malah senang jika bayimu tidak ditemukan?" tanya Rendra pada Alin."Sebenarnya Anda ini siapa? Saya perhatikan sejak tadi Anda selalu membicarakan hal yang berbau provokasi," jawab Alin dengan tenang."Lin, aku Rendra, Lin. Orang yang pernah ada di hatimu. Tidak mungkin kamu lupa denganku, kan?" "Apa maksudnya kalau kamu pernah ada di hatiku? Dan sebenarnya, apa tujuanmu datang ke sini? Aku sungguh tidak me
Wina tampak berpikir sejenak dengan gagasan yang disampaikan lelaki itu."Baiklah, kita harus bergerak cepat malam ini juga," kata Wina."Apa? Malam ini? Apa kau sudah gila? Tidak mungkin kita jalan malam ini. Apa kamu nggak kelelahan dengan pertempuran kita tadi? Apa kamu nggak mau mengulanginya lagi?" tanya lelaki itu—menaik turunkan alisnya."Kita tidak punya banyak waktu, Tuan Tama yang terhormat. Kalau kita menunda-nunda, mereka pasti akan menemukan dan menangkap kita," ucap Wina penuh penekanan."Sepertinya kau sangat takut sekali dengan si Devan itu ya?" tanya lelaki itu."Bagaimana aku tidak takut? Aku pernah menjalin hubungan dengannya, sudah pasti aku tahu bagaimana watak Devan. Kau sendiri saudaranya tapi malah tidak memahami bagaimana karakter saudaramu sendiri," ujar Wina meremehkan."Aku memang tidak tahu banyak tentang kehidupan Devan karena aku jarang bertemu dengannya. Aku juga sangat jarang berinteraksi dengannya selama ini karena aku sering berada di luar negeri. Wa
"Sialan, siapa kau? Berani-beraninya mengancam ku!" sentak lelaki itu."Kau tidak perlu tahu siapa aku, cukup kau dengarkan saja perintahku. Jangan pernah mengusik keluarga Alin atau kau akan menyesal."Setelah mengatakan itu, penelepon itu memutuskan panggilan secara sepihak. "Siapa yang menelepon?" tanya wanita itu."Nomor tidak jelas. Berani-beraninya dia mengancam ku agar tidak mengganggu Devan dan Alin.""Kurang ajar, sepertinya mereka mengutus mata-mata untuk mengawasi kita," jawab wanita itu."Aku tidak yakin, tapi sepertinya orang itu bukan suruhan Devan. Lelaki itu tidak mungkin bisa mengendus gerak gerik kita. Kita harus berhati-hati, jangan melakukan hal yang bisa membuat mereka curiga dan kedok kita terbongkar," kata orang itu.***Sedangkan di sisi lain, Rendra dan sepupunya saat ini sedang mencari informasi tentang Alin."Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan informasi?" tanya sepupu Rendra."Alin sudah melahirkan, tapi sekarang penjagaan semakin diperketat. Sangat suli
Hari demi hari mereka lalui dengan sukacita. Devan juga sudah mulai beraktivitas di luar rumah. Dia yang berpikir semua sudah aman mulai lengah dari penjagaan. Lelaki itu tidak menyadari jika bahaya sedang mengintai keluarga kecil mereka. Hari ini, dia harus berangkat ke Surabaya karena salah satu klien berpengaruh meminta mengadakan pertemuan dengan Devan secara langsung di Surabaya."Tidak apa-apa Mas, berangkatlah. Aku bisa menjaga diri dan anak kita," kata Alin meyakinkan Devan."Kalau ada apa-apa segera hubungi Mas. Mas sudah mengabari Mami agar ke sini menemanimu," kata Devan.Lelaki itu mengecup kening sang istri dengan penuh cinta sebelum meninggalkannya pergi ke Surabaya."Jagoan Daddy baik-baik di rumah sama Mommy ya. Jangan nakal dan jangan rewel, kasihan Mommy. Daddy tinggal sebentar ke Surabaya," ucap Devan pada bayi mungil itu.Dengan berat hati, Devan meninggalkan mereka. Bertepatan dengan itu, hari ini baby sitter yang di rekomendasikan oleh salah satu saudara Devan d
Devan langsung menuju ruang perawatan bayi untuk memastikan keadaan sang anak. Setelahnya, lelaki itu langsung memanggil seluruh suster, dokter dan pihak keamanan yang bertugas menjaga sang anak. Sang kakak pun tidak mengira jika mereka lalai. “Apa saja pekerjaan kalian? Menjaga bayi saja kalian tidak becus. Untung saja anakku tidak hilang,” kata Devan marah. “Ampuni kami, Tuan, kami lalai menjaga bayi Tuan. Tadi ada seseorang yang menyamar sebagai suster hendak masuk ke ruangan Tuan kecil. Kami kira, dia memang benar-benar suster yang hendak memeriksa Tuan kecil. Tapi ternyata dia hendak membawa kabur Tuan kecil. Andai kami tahu dari awal, kami pasti tidak akan membiarkannya membawa Tuan kecil, Tuan. Ampuni kami,” ucap penjaga dengan gemetar. Devan mengangguk, “ya sudah tidak apa-apa. Jangan diulangi lagi, dan aku ingin kalian perketat keamanan di sini. Aku tidak mau hal seperti ini terulang kembali,” kata Devan.Setelah mengatakan hal itu, Devan langsung pergi meninggalkan mereka
Sang sepupu sangat menyayangkan sikap Rendra yang cenderung lembek. Wanita itu sangat dendam dengan Alin dan juga sang suami karena gara-gara mereka kini dia kehilangan pekerjaannya."Ndra, kamu itu laki-laki jangan lembek seperti ini. Apa kamu nggak kasihan sama kedua orang tua kamu? Apa kamu nggak mikirin mereka juga?" Rendra tampak terdiam dan menimbang-nimbang. Sedangkan sang sepupu terus saja meracuni pikiran Rendra agar mau bekerja sama dengannya."Apa kamu tidak sakit hati melihat kebahagiaan Alin di sana, sedangkan kamu di sini menderita? Lihatlah, mereka tertawa di atas kesedihan dan penderitaanmu. Pikirkan itu baik-baik," ujar sang sepupu sebelum berlalu pergi."Tunggu, apa ada yang bisa menjamin keamanan dan keselamatan kita jika kita kembali membuat ulah dan mengusik keluarga mereka? Kau tentu belum lupa kan bagaimana manusia-manusia itu menyingkirkan mu dari perusahaan? Bagi mereka, melenyapkan orang seperti kita bukanlah hal yang sulit dilakukan. Apalagi kita tidak puny