Alin tersenyum penuh arti pada wanita itu. Keadaan semakin menegangkan karena wanita itu tidak terima dengan berbagai ucapan yang diucapkan Alin.“Di mana letak kalimat yang menunjukkan jika aku menyindirmu? Aku bahkan tidak menyebut namamu lho tadi. Kalau kamu tersindir, berarti itulah sikap yang kamu miliki saat ini,” sanggah Alin dengan tenang.“Van, ajari istrimu ini untuk menghormatiku. Kau tahu kan aku ini siapa bagi keluargamu?” ucap wanita itu sambil menuding Alin.“Harusnya kau sendiri bisa bersikap bijak dalam hal ini, jangan meminta di hormati jika kau sendiri tidak tahu caranya menghormati orang lain. Kalau kau memang tidak menyukai istriku, jangan pernah datang ke sini lagi!” “Kau berani mengancamku, Van?”“Memangnya kau ini siapa hingga harus kutakuti?” ujar Devan mengintimidasi.Wanita itu mengepalkan tangannya dengan kuat, “Baiklah kalau itu maumu, aku akan mengadukannya pada Tante!” ancam wanita itu.“Adukan saja kalau kau berani, aku akan menunggu aduanmu dengan sen
Malam harinya saat mereka berdua sedang menikmati makan malam, tiba-tiba Devan dan Alin merasakan pusing dan ingin muntah secara bersamaan. Mereka berdua segera menyudahi makan malam karena makin lama perut mereka juga ikut konslet. Devan terus menerus keluar masuk kamar mandi sedangkan Alin tak sadarkan diri akibat pusing yang tak kunjung reda. “Sialan, seperti ada yang sengaja menaruh racun di masakan tadi,” gumamnya.Devan segera mengambil kotak obat dan meminum obat diare. Dia lalu memindahkan Alin ke ranjang dan memanggil dokter untuk datang ke rumah. Setelah itu, dia bergegas menyalakan laptop dan melihat rekaman CCTV di area dapur. Dia memperhatikan dengan saksama mulai dari sebelum Alin masuk dapur hingga kedatangan Devan.‘Tidak ada yang mencurigakan, tapi kenapa bisa seperti ini? Tidak mungkin Alin sengaja ingin meracuni kami,’ gumamnya dalam hati.TokTokTokDokter
Beberapa hari setelah kejadian hari itu, rumah Devan sudah mulai kondusif. Mereka menjalankan aktivitas seperti biasa tanpa ada gangguan. Keadaan Alin dan Devan juga sudah membaik pasca keracunan. Dan Alin juga sudah menyelesaikan bulanannya.Hari ini Alin sangat sibuk mempersiapkan barang yang akan dibawa karena Devan akan mengajaknya berangkat ke Vila sore ini. Mereka akan mengadakan resepsi kedua mereka di vila.“Bawa apa saja, ya?” gumamnya.Gadis itu teringat jika sang suami baru saja membelikannya baju dan menyuruhnya untuk membawa baju itu.“Seperti apa ya baju yang dibelikan oleh Mas Devan? Aku harusnya membukanya,” namun Alin mengurungkan niatnya, “tapi kan aku dilarang membukanya sebelum sampai di vila,” gumamnya lagi. Akhirnya Alin tidak jadi membuka bungkusan berisi baju itu dan langsung memasukkan ke dalam koper. Setelah selesai mengemasi pakaian, gadis itu bergegas membersihkan diri dan beristirahat sejenak.***Sore harinya, Devan mengajak Alin untuk berangkat menuju
Keduanya saling memandang dan menerka siapa pengirim paket ini. Devan segera menelepon seseorang untuk mencari kurir tersebut. Dan tak berselang lama, Devan mendapat informasi jika ternyata kurir itu juga tidak tahu menahu siapa pengirim paket itu karena menolak menyebutkan namanya. “Mas, apa yang harus kita lakukan sekarang? Sepertinya orang itu mengikuti kita sampai ke sini,” ujar Alin cemas. “Kamu jangan cemas, aku pastikan kita aman di sini,” kata Devan menenangkan. *** Dua hari berlalu, kini Devan dan Alin kembali melaksanakan pesta yang kedua. Sesuai rencana Devan, pesta kali ini hanya dihadiri oleh kalangan keluarga kedua mempelai saja. Saat Devan dan Alin baru saja berfoto dengan salah satu saudara, sepupu Devan tiba-tiba datang dan menumpahkan minuman tepat ke tubuh Alin. “Upss, maaf aku tidak sengaja!” ucapnya enteng. “Alea, apa yang telah kamu lakukan?” ujar Devan mendesis. “Oh maaf sepupu, aku tidak sengaja melakukannya.” “Kau memang sengaja menumpahkan minumanmu di
Alin tersenyum misterius. Diam-diam sudah banyak rencana yang mengepung di kepalanya.“Lebih baik kita nikmati saja masa pengantin baru kita, Mas. Karena setelah ini, kita akan berjuang menghempas para musuh,” ujarnya– tersenyum smirk.Akhirnya mereka meneruskan kembali aktivitas mereka yang tertunda. Devan kembali mengajak Alin mereguk indahnya masa pengantin baru di kamar yang dingin itu.***Keesokan harinya saat mereka tengah sarapan pagi berdua, Alin teringat akan para pelayan mereka.“Mas, para pelayan kita kemarin bagaimana? Apakah kamu sudah mengecek CCTV?” “Aku sudah mengeceknya, dan aku sudah tahu siapa pengkhianat di rumah kita. Tunggu saja waktunya tiba, kita akan segera menangkapnya!” tutur Devan penuh misteri.“Syukurlah. Semoga setelah ini kita bisa hidup dengan tenang,” ucap Alin.Devan mengangguk, mereka kembali melanjutkan sarapan mereka sebelum berangkat ke perkebunan. Hari ini rencananya Devan akan mengajak Alin mengelilingi perkebunan lagi sebelum mereka kembal
Tiba-tiba bibi Devan datang membawa nampan berisi air dan camilan. Dia heran melihat ketegangan yang tercetak di wajah ketiganya.“Alea, kenapa kamu membiarkan tamu kita berdiri? Mari silakan duduk, Nak. Ini Tante buatkan minuman,” ujarnya.“Ma, Devan dan istrinya tega menuduh aku ingin meracuninya, Ma!” adu sang anak.Wanita paruh baya itu terperangah dengan aduan anaknya, “benarkan itu, Van?” tanya Tante memandang Devan.Devan langsung memutar kembali rekaman milik Alin. Tante mendengar rekaman itu dengan saksama hingga rekaman berakhir.Plakk!“Mama tidak mengira kau akan melakukan segala cara demi mencapai tujuanmu, Alea!” “Ma, kenapa Mama malah menamparku? Harusnya Mama membelaku!”“Kamu memang pantas ditampar, Alea. Devan, Alin maafkan perbuatan anak Tante ya, Nak!” ucap tante pada keduanya.“Maaf Tante, biarkan hukum yang akan memprosesnya karena ini sudah termasuk dalam kriminalitas. Kami permisi dulu, Tante. Mohon maaf telah mengganggu waktunya. Ayo, Lin kita pergi!” Devan
Alin mengerutkan keningnya kala melihat interaksi berlebihan yang dilakukan wanita di depannya terhadap sang suami.“Dia siapa, Mas?” tanya Alin.Wanita itu menengok ke arah Alin yang tengah menatap suaminya.“Perkenalkan, saya teman kuliah Devan dulu. Kami sering menghabiskan waktu bersama sebelum akhirnya Devan menyelesaikan kuliahnya dan tidak pernah kembali kesini lagi. Anda siapa? Apakah Anda adiknya Devan?” tanyanya lagi.“Saya istrinya!” ujar Alin ketus.Wanita itu terkesiap karena pengakuan Alin. “Benarkah itu, Van?” tanyanya sambil menatap Devan.Devan hanya mengangguk saja. Dia sedikit malas menanggapi wanita yang ada di depannya ini.“Kau tidak sedang bercanda kan, Van? Sejak kapan kau menyukai anak kecil?” Devan sedikit tersinggung saat wanita itu menyebut istrinya sebagai anak kecil.“Alin bukan anak kecil, dan aku tidak mempermasalahkan siapa dia. Jika kau tidak ada kepentingan, silakan tinggalkan meja kami karena kami akan segera makan!” titah Devan dingin.Wan
Alin membekap mulutnya kala mendengar percakapan sang suami dengan asistennya. Pandangan Alin mulai mengabur dan perlahan kesadarannya mulai hilang. Tanpa pikir panjang, Devan segera membaui Alin dengan aromatherapy yang dia bawa.“Mas, bagaimana keadaan Mami dan Papi sekarang? Kita harus pulang Mas, aku mau pulang sekarang!” ujar Alin setelah tersadar dari pingsan.“Iya kita pulang sekarang Sayang, tapi tenangkan dulu dirimu!” jawab Devan.Mereka berdua segera mengemasi barang yang mereka bawa dan check out malam itu juga. Selama perjalanan, tak hentinya Alin mengalirkan doa untuk kedua orang tuanya.“Mas, bagaimana bisa mereka mengalami kecelakaan?” tanyanya bergetar.“Aku juga tidak tahu pasti bagaimana kejadiannya, Sayang. Yang jelas, saat ini Mami dan Papi sedang di fase kritis,” jawab Devan.Air mata membanjiri pipi Alin, dia menangis sesenggukan memikirkan kedua orang tuanya. Berbagai macam pikiran buruk mulai hinggap di kepala Alin.“Mas, bagaimana jika mereka-““Sssttt su
Tak berselang lama, polisi dan Reno datang meringkus Rendra dan juga sepupunya. Mereka juga mengamankan preman-preman itu ke kantor polisi. Sedangkan Devan dan Alin segera pergi dari tempat itu.Sepanjang perjalanan, Devan tak tahan dengan rasa ingin tahunya. Dia segera bertanya pada sang istri mengenai keadaan sang istri saat ini."Sayang, sejak kapan ingatanmu kembali?" tanya Devan."Sejak saat putra kita menghilang, Mas. Tapi saat itu aku memutuskan untuk diam dulu sambil mengamati keadaan. Aku bergerak dalam diam dan aku sengaja mengecoh orang-orang agar mereka mengira aku masih hilang ingatan," jawab Alin."Untuk apa?" tanya Devan."Untuk mengetahui siapa saja yang hendak memanfaatkan keadaanku untuk mencari keuntungan." "Apapun itu, aku bahagia karena kamu sudah mengingat semuanya Sayang. Aku bisa lebih fokus untuk mencari keberadaan putra kita sekarang," jawab Devan dengan lega.Alin tersenyum tenang, "Mas jangan khawatir. Aku sudah tahu di mana keberadaan putra kita."Devan m
Tanpa pikir panjang, Devan langsung berlari ke dalam mencari keberadaan Alin. Dia masuk ke salah satu bilik tersebut. Akan tetapi, bilik tersebut ternyata dijaga oleh beberapa preman. Devan memancing preman tersebut untuk menjauh dari depan pintu dan berkelahi di luar.Tidak sulit mengalahkan para preman itu karena Devan sangat jago ilmu bela diri. Dalam sekejap, para preman itu langsung tumbang tak sadarkan diri. "Apa hanya segitu saja kemampuan kalian? Cih payah sekali kalian ini. Badan saja besar, tapi kemampuan nol. Ayo bangun dan serang saya. Hitung-hitung pemanasan," ejek Devan.Saat salah satu preman hendak bangun dan kembali menyerang, dalam satu pukulan saja preman tersebut sudah tidak mampu lagi bergerak. Devan segera masuk ke dalam setelah memastikan seluruh preman bayaran itu tumbang. Di depan pintu, dia mengendap-endap masuk dan mendengarkan percakapan dua orang yang sedang berada di ruangan tempat Alin di sekap."Ren, menurutmu, apakah Tuan Devan akan benar-benar datan
Setelah menempuh perjalanan laut selama lima hari, akhirnya akhirnya mereka sampai di kota A di pulau seberang. Mereka sengaja membawa bayi itu jauh dari pulau asalnya agar tidak mudah terlacak. Mereka langsung membawa bayi itu ke panti asuhan setempat. Mereka disambut baik oleh pemilik panti."Mari silakan masuk Bapak, Ibu."Setelah mereka dipersilahkan duduk dan disuguhi minuman, pemilik panti langsung bertanya maksud dan tujuan keduanya datang."Kalau boleh saya tahu, ada tujuan apakah Bapak dan Ibu datang ke sini?" "Kami ingin menitipkan bayi ini di sini, Bu," jawab Wina.Pemilik panti tersebut heran dengan sikap pasangan di depannya ini. Tega-teganya mereka hendak menitipkan bayi mungil tak berdosa itu di panti asuhan."Maaf Bapak, Ibu, tapi kenapa? Bukankah itu darah daging kalian? Apa kalian benar-benar tega meninggalkan mereka di sini?" tanya wanita setengah baya tersebut. "Bayi ini bukan anak kami, Bu. Kami menemukannya secara tidak sengaja di depan rumah kami. Jadi kami me
Rendra hanya menyunggingkan senyumnya saat ibu Alin menuduhnya sebagai pelaku penculikan putra Alin. Dia terlihat santai saja dengan tuduhan yang terlontar dari mulut ibu Alin. Sedangkan Alin hanya diam saja tanpa menanggapi lelaki itu. "Atas dasar apa Anda menuduh saya dalang dibalik penculikan cucu Anda Tante? Lihatlah, Alin saja tidak banyak bicara. Kenapa Anda malah terlihat sensi sekali Tante?" tanya Rendra dengan santai."Karena Lindra adalah cucuku!" jawab ibu Alin dengan penuh emosi."Lin, kenapa dari tadi kamu diam saja? Apa kamu tidak merasa kehilangan bayimu? Atau kamu malah senang jika bayimu tidak ditemukan?" tanya Rendra pada Alin."Sebenarnya Anda ini siapa? Saya perhatikan sejak tadi Anda selalu membicarakan hal yang berbau provokasi," jawab Alin dengan tenang."Lin, aku Rendra, Lin. Orang yang pernah ada di hatimu. Tidak mungkin kamu lupa denganku, kan?" "Apa maksudnya kalau kamu pernah ada di hatiku? Dan sebenarnya, apa tujuanmu datang ke sini? Aku sungguh tidak me
Wina tampak berpikir sejenak dengan gagasan yang disampaikan lelaki itu."Baiklah, kita harus bergerak cepat malam ini juga," kata Wina."Apa? Malam ini? Apa kau sudah gila? Tidak mungkin kita jalan malam ini. Apa kamu nggak kelelahan dengan pertempuran kita tadi? Apa kamu nggak mau mengulanginya lagi?" tanya lelaki itu—menaik turunkan alisnya."Kita tidak punya banyak waktu, Tuan Tama yang terhormat. Kalau kita menunda-nunda, mereka pasti akan menemukan dan menangkap kita," ucap Wina penuh penekanan."Sepertinya kau sangat takut sekali dengan si Devan itu ya?" tanya lelaki itu."Bagaimana aku tidak takut? Aku pernah menjalin hubungan dengannya, sudah pasti aku tahu bagaimana watak Devan. Kau sendiri saudaranya tapi malah tidak memahami bagaimana karakter saudaramu sendiri," ujar Wina meremehkan."Aku memang tidak tahu banyak tentang kehidupan Devan karena aku jarang bertemu dengannya. Aku juga sangat jarang berinteraksi dengannya selama ini karena aku sering berada di luar negeri. Wa
"Sialan, siapa kau? Berani-beraninya mengancam ku!" sentak lelaki itu."Kau tidak perlu tahu siapa aku, cukup kau dengarkan saja perintahku. Jangan pernah mengusik keluarga Alin atau kau akan menyesal."Setelah mengatakan itu, penelepon itu memutuskan panggilan secara sepihak. "Siapa yang menelepon?" tanya wanita itu."Nomor tidak jelas. Berani-beraninya dia mengancam ku agar tidak mengganggu Devan dan Alin.""Kurang ajar, sepertinya mereka mengutus mata-mata untuk mengawasi kita," jawab wanita itu."Aku tidak yakin, tapi sepertinya orang itu bukan suruhan Devan. Lelaki itu tidak mungkin bisa mengendus gerak gerik kita. Kita harus berhati-hati, jangan melakukan hal yang bisa membuat mereka curiga dan kedok kita terbongkar," kata orang itu.***Sedangkan di sisi lain, Rendra dan sepupunya saat ini sedang mencari informasi tentang Alin."Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan informasi?" tanya sepupu Rendra."Alin sudah melahirkan, tapi sekarang penjagaan semakin diperketat. Sangat suli
Hari demi hari mereka lalui dengan sukacita. Devan juga sudah mulai beraktivitas di luar rumah. Dia yang berpikir semua sudah aman mulai lengah dari penjagaan. Lelaki itu tidak menyadari jika bahaya sedang mengintai keluarga kecil mereka. Hari ini, dia harus berangkat ke Surabaya karena salah satu klien berpengaruh meminta mengadakan pertemuan dengan Devan secara langsung di Surabaya."Tidak apa-apa Mas, berangkatlah. Aku bisa menjaga diri dan anak kita," kata Alin meyakinkan Devan."Kalau ada apa-apa segera hubungi Mas. Mas sudah mengabari Mami agar ke sini menemanimu," kata Devan.Lelaki itu mengecup kening sang istri dengan penuh cinta sebelum meninggalkannya pergi ke Surabaya."Jagoan Daddy baik-baik di rumah sama Mommy ya. Jangan nakal dan jangan rewel, kasihan Mommy. Daddy tinggal sebentar ke Surabaya," ucap Devan pada bayi mungil itu.Dengan berat hati, Devan meninggalkan mereka. Bertepatan dengan itu, hari ini baby sitter yang di rekomendasikan oleh salah satu saudara Devan d
Devan langsung menuju ruang perawatan bayi untuk memastikan keadaan sang anak. Setelahnya, lelaki itu langsung memanggil seluruh suster, dokter dan pihak keamanan yang bertugas menjaga sang anak. Sang kakak pun tidak mengira jika mereka lalai. “Apa saja pekerjaan kalian? Menjaga bayi saja kalian tidak becus. Untung saja anakku tidak hilang,” kata Devan marah. “Ampuni kami, Tuan, kami lalai menjaga bayi Tuan. Tadi ada seseorang yang menyamar sebagai suster hendak masuk ke ruangan Tuan kecil. Kami kira, dia memang benar-benar suster yang hendak memeriksa Tuan kecil. Tapi ternyata dia hendak membawa kabur Tuan kecil. Andai kami tahu dari awal, kami pasti tidak akan membiarkannya membawa Tuan kecil, Tuan. Ampuni kami,” ucap penjaga dengan gemetar. Devan mengangguk, “ya sudah tidak apa-apa. Jangan diulangi lagi, dan aku ingin kalian perketat keamanan di sini. Aku tidak mau hal seperti ini terulang kembali,” kata Devan.Setelah mengatakan hal itu, Devan langsung pergi meninggalkan mereka
Sang sepupu sangat menyayangkan sikap Rendra yang cenderung lembek. Wanita itu sangat dendam dengan Alin dan juga sang suami karena gara-gara mereka kini dia kehilangan pekerjaannya."Ndra, kamu itu laki-laki jangan lembek seperti ini. Apa kamu nggak kasihan sama kedua orang tua kamu? Apa kamu nggak mikirin mereka juga?" Rendra tampak terdiam dan menimbang-nimbang. Sedangkan sang sepupu terus saja meracuni pikiran Rendra agar mau bekerja sama dengannya."Apa kamu tidak sakit hati melihat kebahagiaan Alin di sana, sedangkan kamu di sini menderita? Lihatlah, mereka tertawa di atas kesedihan dan penderitaanmu. Pikirkan itu baik-baik," ujar sang sepupu sebelum berlalu pergi."Tunggu, apa ada yang bisa menjamin keamanan dan keselamatan kita jika kita kembali membuat ulah dan mengusik keluarga mereka? Kau tentu belum lupa kan bagaimana manusia-manusia itu menyingkirkan mu dari perusahaan? Bagi mereka, melenyapkan orang seperti kita bukanlah hal yang sulit dilakukan. Apalagi kita tidak puny