Share

Bab 7 - Aku Akan Tidur Di Sini

Penulis: Almiftiafay
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tidak mau!" jawab Prims kemudian berlari pergi dari sana.

Sebelum godaan dunia yang nakal membujuknya untuk menyambut uluran tangan Arley, Prims keluar dari kamar mandi.

Dia putuskan untuk mandi di tempat lain saja.

Sembari berjalan, dia bicara dengan dirinya sendiri, "Aku pikir dia tidak punya sifat jahil seperti itu. Tapi apa yang barusan itu? Bergabung untuk mandi dengannya?"

Membayangkannya saja membuat tubuhnya menggigil.

Maka begitulah, pada akhirnya dia berjumpa lagi dengan Arley untuk makan malam.

Mengingat kecerobohannya yang fatal, Prims memutuskan untuk menahan diri dengan tidak mengajak Arley bicara.

Tapi, 'bencana' baru saja dimulai.

Saat Prims masuk ke dalam kamar, Arley berjalan mengikutinya.

“Kenapa Tuan Arley mengikutiku?” tanyanya ketakutan.

“Aku akan tidur di sini mulai sekarang,” jawabannya datar.

“Kenapa?”

“Ada yang bergosip kalau kamu aku campakkan saat tahu kita pisah kamar.”

Jantung Prims berdebar tak karuan rasanya. Dia memandang Arley yang berjalan melewatinya dan menuju ke ranjang.

“Tuan Arley akan tidur di ranjang juga?”

“Kendalikan fantasimu!” jawabnya dengan nada kesal.

Prims melihatnya mengambil bantal dan melemparkannya ke sofa.

“Tuan akan tidur di sofa?”

“Ya.”

Dia menghempaskan tubuhnya di atas sofa dengan keadaan kaki menjuntai tidak nyaman, tatapan matanya yang kesal membuat Prims tidak bertanya lagi.

Prims lebih memilih untuk menggulung tubuhnya dengan selimut dan berdoa dalam hati, 'Jangan ada godaan di antara kami!'

***

Hari demi hari terlewati, Prims mulai terbiasa hidup di dalam rumah ini.

Terbiasa dengan Arley yang pendiam, atau hanya bicara saat ada perlu.

Prims terbiasa melihatnya duduk membaca buku, atau berdiri di balkon saat Prims melihat bunga di taman.

Saat itu terjadi, Prims akan melambaikan tangan dari bawah, lalu Arley akan pergi seperti tidak menganggapnya ada. Tetapi bibirnya yang terbiasa mengatup itu akan mengatakan, "Masuk, Primrose! Sudah mau hujan."

Atau saat dia mengejutkan Prims dengan kalimatnya yang aneh, "Bunganya tidak tumbuh kalau kamu lihat setiap hari."

"Kenapa?"

"Takut denganmu."

"Apa wajahku semengerikan itu?"

Lalu dia menghilang seperti hantu. Dalam hati Prims akan bertanya, 'Apa dia diam-diam melihatku dari sana?'

Tapi mana mungkin, 'kan?

Bagi Prims, rumah ini adalah rumah yang memberinya rasa nyaman. Tanpa ada hati yang dirundung kebencian, atau iri dengki yang menyulut pertengkaran seperti di keluarga asalnya.

Dan sejauh ini, Prims masih berusaha untuk membuat Arley bicara, percakapan yang terjadi di antara mereka kebanyakan dirinyalah yang memulai.

Atau kadang Arley juga, tapi itu seperlunya. Seperti yang dia sampaikan pagi hari ini sebelum dia pergi bekerja, "Nanti malam kita akan datang ke peluncuran merek parfum baru milik Kings Cosmetics," selorohnya datar.

"Bersiaplah," imbuhnya singkat.

"Kamu mengajakku pergi?"

"Ya."

"B-baik," gagap Prims ternganga dan sukar menemukan kata untuk bertanya atau menolaknya.

***

Sebagai kemunculan pertamanya bersama dengan Arley, di sebuah momen yang tidak memungkinkan dirinya melakukan sebuah kesalahan, Prims bersolek dengan baik.

Dia bubuhkan tint warna pomegranate yang lembut di bibirnya. Memastikan tampilannya sekali lagi di depan cermin sebelum berlari untuk menuruni tangga dan menjumpai Arley yang berdiri menunggunya di bawah.

Mendengar derap kaki Prims membuatnya menoleh dengan enggan.

"Lama sekali kamu—"

Kalimatnya berhenti tepat saat Prims tiba di depannya. Menengadahkan kepalanya pada Arley yang menawan dalam balutan setelan jas hitam yang dia kenakan.

"Apa aku cantik?" tanya Prims menyambung berhentinya tutur pria tinggi menjulang ini, memutar tubuhnya, memamerkan gaun warna blue ice yang dia pilih.

Arley tak serta merta membuka suara, lisannya terkatup. Tapi sorot matanya menelisik sebagai sebuah pujian.

"Tidak buruk," jawabnya datar.

Meski wajahnya menghindari Prims, tapi matanya sukar berpaling.

‘Ekspresi yang aneh,’ batin Prims mengejek wajahnya yang seperti dibekukan formalin.

Dengan diantar sopir, memerlukan beberapa lama untuk mereka sampai di tempat launching produk parfum baru.

"Wah, cantik sekali." Prims tak henti mengedarkan pandangannya ke setiap sudut tempat yang tak dia temui cacat-celahnya.

Prims terkejut saat dia hampir lepas dan hilang di kerumunan sampai Arley meraih tangannya, menahannya untuk tetap di sisinya.

Dia tak bicara saat menuntun tangan Prims agar melingkar di lengannya sebelum mereka berjalan memasuki ruangan dengan dijemput oleh tim.

Satu tindakan yang membuat Prims termangu sebab lewat posisi ini, sejatinya Arley ingin mengatakan kepada semua orang bahwa dia tak datang sendirian.

"Arley, selamat buat parfumnya, aku sudah ambil sample tadi. Aku suka," ucap salah seorang pria begitu langkah mereka menapaki karpet magenta yang terbentang di dalam ruangan.

"Thanks, Shawn."

Dari sana, Prims dikenalkan Arley kepada teman-temannya. Jumlahnya sangat banyak sampai Prims tak hafal satu-persatunya.

"Arley," entah panggilan ke berapa yang membuat Arley menoleh pada si pemanggil.

Dari arah meja cocktail, Prims melihat seorang pria dalam jas biru gelap yang mendekat. Tapi bukan itu yang diperhatikan oleh Prims, melainkan wanita yang dia gandeng.

Seperti sebuah perjumpaan yang direncanakan takdir, ke manapun Prims pergi dia akan melihatnya di tempat yang sama dengannya.

Alice, adik tirinya.

Dia terlihat menurunkan kedua alisnya, menekuk dengan kesal saat tatap mereka bertemu.

Dari perkenalan yang mereka lakukan, pria yang bersama Alice itu adalah anak direktur pemasaran.

Prims tak perlu bertanya alasan kenapa Alice di sini.

Pergaulannya luas, dan dia memang suka mendekati pria kaya untuk menarik validasi orang yang melihatnya bahwa wanita anggun sepertinyalah yang pantas bersama pria kalangan atas.

"Kamu sudah datang?" ibunya Arley, Katie, ikut bergabung dengan mereka.

"Sudah," jawab Arley singkat.

Katie memandang Alice yang dikenalkan oleh pria berjas biru itu. Tatapannya penuh rasa kagum dengan manisnya cara bicaranya.

Prims tidak terkejut dengan reaksi Katie karena ibu mertuanya itu pernah mengatakan bahwa dia juga mengenal Alice.

Sedangkan adik tirinya yang mengenakan gaun berwarna merah menyala itu sibuk merangkai diksi sanjungan untuk dirinya sendiri setelah dia mengatakan di mana dia kuliah.

"Oh, sungguh kamu kuliah di sana?" tanya Katie bangga.

"Iya, Tante."

"Berapa umurmu?"

"Tahun ini dua puluh dua."

"Astaga, kamu masih sangat muda!"

"Muda bukan jadi alasan buat malas, aku sedang mencoba belajar bisnis dengan datang ke acara besar seperti ini."

"Kamu luar biasa, Alice."

"Tapi Kak Prims lebih luar biasa karena dia bisa menikahi pemilik Kings Group."

Alice melemparkan tatapan matanya pada Prims yang ada di samping Arley, tertunduk bisu.

Begitu juga dengan Katie, ia pun ikut menatap Prims.

Alice kemudian pergi setelah menyulut kebencian Katie pada Prims semakin besar dengan mengunggulkan dirinya serta pujiannya yang sebenarnya adalah hinaan.

Wanita paruh baya itu terdengar tertawa sebelum dia berujar pada Arley dengan kemarahan yang tertera, "Arley Miller pemilik Kings Group kalah sama anaknya direktur pemasaran?"

"Apa maksud Mama?" tanya Arley balik, dari samping, Prims bisa merasakan tubuhnya berdiri kaku.

"Dia bisa bawa perempuan yang lebih cantik, berkelas, dan lebih pantas dijadikan menantu keluarga kita. Kenapa kamu malah memilih Prims? Kenapa tidak memilih adiknya saja yang lebih cantik, muda, anggun, pendidikannya baik? Tidak seperti istrimu yang hanya barang buangan."

Prims menahan air matanya menerima segala hinaan itu. Karena sama sekali tak ada yang salah.

Seolah tahu hatinya sedang dirajam oleh ucapan Katie, Arley mengamati wajah Prims yang murung. Padahal selama ini, di samping Arley dia hangat dan ceria seperti matahari musim semi.

"Jangan pikirkan!" lirih Arley mensejajarkan bibirnya di samping telinga Prims, "Lidah memang tidak bertulang."

Meski nadanya datar dan terkesan membosankan, Prims tahu jika Arley ingin menghiburnya.

Tapi rasanya itu tak berhasil. Prims terlanjur terkurung dalam penjara tak kasat mata yang mengasingkannya padahal dia berada di tengah keramaian.

Alice benar saat mengatakan bahwa dia akan selamanya menjadi bayangan.

Hatinya sakit, sementara dia tak bisa melakukan apa-apa.

Acara terus berjalan, membuatnya semakin ingin cepat pergi dari sini.

Namun, Prims tahu ini tak akan usai begitu saja. Sebab dia mendengar pembawa acara yang mengatakan bahwa dansa akan dimulai sebentar lagi.

Dalam keinginannya pulang dan di antara hiruk-pikuk sekitar, variabel lain kembali mendekat di tempat Prims duduk bersama Arley.

Katie, dia dengan berbisik di telinga anak lelakinya yang samar didengar oleh Prims, "Berdansalah dengan Alice! Jangan ajak Prims dan membuat malu keluarga kita dengan mengakuinya sebagai istri sekarang ini, Arley!"

Komen (14)
goodnovel comment avatar
Ivat Jesi
Arley kok kamu diam saja pas ibumu bilang begitu 🥹 apa kamu akan menghancurkan ekspektasi saya
goodnovel comment avatar
Sonia Almaqhvira
katiek diem deh. kok udh kek ibu tiri si ngerundung anak mantu .... pliss lah Arley jangan mau d hasut SMA katiek...
goodnovel comment avatar
naura valencia
Katie di kehidupan selanjutnya akan lahir kembali dalam bentuk biji kopi luwak ಠ⁠益⁠ಠ
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 8 - Berdansa Dengan Arley, Siapa Yang Lebih Berhak?

    Prims terhening untuk mencerna kalimat Katie. ‘Sebegitu tidak sukanya kah beliau padaku?’ gumamnya dalam hati.Sejak awal, Prims tahu ibu mertuanya memang tidak menyukainya. Wanita itu lebih suka jika Alice yang bersanding dengan Arley.Namun, tetap saja, rasanya menyakitkan. Prims menahan diri agar tidak menjatuhkan tirai air mata. Apalagi di depan Arley yang menurutnya sudah terlalu banyak melihatnya tersudut.Gadis itu meremas kedua tangan yang ada di atas pangkuannya. Menunduk, pandangannya ia jatuhkan pada gaun blue ice yang sedang dia kenakan. 'Bukankah percuma aku bersolek sebelum bersua dengan banyak orang malam ini jika pada akhirnya yang diinginkan ada di samping Arley adalah Alice?' tanyanya pada diri sendiri. 'Tapi,' pikir Prims lagi, 'Kenapa aku harus berkecil hati? Aku yang menikah secara sah dan memiliki status sebagai istri, dan Arley yang memilihku. Tidak benar kalau aku membiarkan ibunya ikut campur kehidupan pernikahan kami.'Prims mengerling pada Katie yang masih

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 9 - Kemelut Di Pesta Dansa

    Prims menyeringai melihat reaksi adik tirinya yang tampak shock. Meski Alice tak menjawab, tapi dari sorot matanya, Prims tahu jika gadis itu sedang mengumpat dengan kata-kata kasar. Hanya saja, itu tak bisa dia lakukan sebab dia harus tetap terlihat anggun dan lembut di depan banyak orang.Kebencian yang keluar dari sorot matanya tak bisa berbohong. Kediamannya sedang berteriak, 'Primrose sialan! Beraninya kau bicara begitu!?'Prims kembali duduk ke tempat yang dia tinggalkan, melewati Alice. Membiarkannya tersiksa karena di sini dia tak bisa menunjukkan perangai aslinya.Prims menunggu hingga Arley mendekat dan hampir duduk di sebelahnya, tetapi Prims tidak memperbolehkannya melakukan hal itu."Jangan duduk dulu," cegahnya, membuat salah satu alis tegas pria itu terangkat."Kenapa?" tanya Arley bingung."Tolong ajaklah Alice berdansa. Dia pasti malu sekali karena kejadian yang tadi."Arley mendesah tak suka, kedua bola matanya berputar dengan malas. "Kenapa aku harus melakukannya?"

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 10 - Siapa Pria Yang Bersama Primrose?

    Setelah kesadarannya terkumpul, Prims segera melepaskan diri dari pria itu.Jika tak salah ingat, dia adalah teman semasa sekolahnya dulu. Tapi itu sudah sangat lama dan Prims hampir tak mengenalinya karena waktu seperti mengubahnya menjadi pria yang rupawan."Kamu baik-baik saja, Prims?" tanya pria yang ada di depannya ini sebelum Prims sempat menjawab sapaannya yang sebelumnya."I-iya," jawabnya tegang.Prims mungkin baik-baik saja. Tapi tidak dengan seorang staf pembawa baki yang tak sengaja bersentuhan dengannya.Karena baki yang dia bawa jatuh, gelas-gelas yang semula tertata di atasnya berserakan ke lantai, menimbulkan kekacauan di sudut ruangan.Perhatian semua orang beralih padanya, pandangan mereka penuh penghakiman dan kebencian atas kecerobohan yang dia perbuat.Di tengah lantai dansa, Arley juga mendengar suara berisik yang lantang itu. Ia langsung melepaskan tangannya dari Alice dan memastikan siapa gerangan yang be

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 11 - Aku Tak Seperti Yang Kau Tuduhkan

    Mendengar nada bicara Prims meninggi, apalagi dengan kata 'menyakiti' yang dia ucapkan dengan sedikit putus asa, membuat Arley akhirnya tersadar dengan apa yang telah ia lakukan. Arley langsung melepaskan tangan gadis itu dari cengkeramannya.Prims menarik tangannya ke depan dada dan menatap Arley tajam. Ia mengusap pergelangan tangannya yang terasa sakit dan perih.“Kenapa tiba-tiba menyeretku?” tanya Prims, menatap Arley yang tampak sedang mengatur napas. "Apa yang kamu lakukan dengan pria itu, Primrose?" Arley balik bertanya. Nada suara dan tatapannya sama-sama dingin.Prims tidak suka dengan cara Arley bertanya, seolah-olah Prims telah melakukan sebuah kejahatan dan saat ini tengah dihakimi. “Tidak ada,” sahut Prims kemudian. “Aku hanya mengobrol dengannya.” Prims berusaha agar tak terlihat emosional meski sebenarnya masih kesal karena Arley menyeretnya seperti tadi.“Mengobrol?” Arley mendenguskan tawa sinis. Ia bersedekap dan menatap Prims dengan tatapan yang sulit diartikan.

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 12 - Nona, Syarat Dan Ketentuan Berlaku

    “B-bukannya aku t-tidak mau di sampingmu, hanya saja ….” Prims menjeda kalimatnya, melepaskan diri dari Arley, mengambil jarak lebih lebar. Ia menyilangkan tangannya di depan bagian tubuh atasnya, secara tak langsung ingin mengatakan pada Arley bahwa sebaiknya mereka tidak terlampau dekat sebab gaun yang dikenakan oleh Prims itu kotor.Arley memperhatikannya, dengan tanpa kata melepas jas yang dia kenakan dan menyerahkannya pada Prims, “Pakai itu untuk menutupi gaunmu,” ucapnya lembut.Menunggu Prims melakukan yang dia minta lebih dulu kemudian mengatakan kalimat untuk terakhir kalinya sebagai penutup malam ini, “Ayo pulang.”Prims tak ingin menimbulkan keributan baru dan memilih untuk mengikutinya saja. Sebab mau menjawab atau menolak pun bibirnya gagap serta sukar membentuk kalimat.Mereka tidak saling bicara sepanjang perjalanan hingga mobil tiba di rumah.Prims berjalan di belakang Arley yang membiarkannya mengekor langkahnya di belakang. Disambut oleh Jodie, Kepala Pelayan di ru

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 13 - Mengapa Gelagatnya Aneh?

    "Prims? Kamu di sini juga?" sapa Richard dengan mata yang berbinar senang."H-halo," jawab Prims dengan ragu. Menoleh pada Arley yang berdiri di sebelah kanannya.Sekilas pandang saja Prims tahu jika Arley tak suka dengan pertemuan ini. Apalagi dengan bola matanya yang berputar dengan malas dan enggan itu.'Bagaimana kalau Arley mengira aku dan Richard sengaja bertemu di sini?' batin Prims tidak tenang, sedikit banyak menanggung kepanikan."Kamu datang dengan siapa?" tanya dari Richard mengakhiri pemikirannya."I-itu ...." Menatap pada Richard, Prims bingung harus menjawab apa. Dia hanya takut salah berucap.Dan barangkali Arley tak akan suka jika Prims mengatakan dia datang ke sini bersama dengan suaminya, atau Arley tidak ingin membawa status pernikahan mereka ke depan banyak orang.Kebimbangan yang menyergapnya dikejutkan oleh Arley yang lebih dulu mengenalkan dirinya, "Denganku. Arley Miller, suaminya Primrose."Deg!'Dia benar-benar mengatakan suami?' batin Prims tidak percaya.N

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 14 - Tersiksa Film ++

    “Tidak!” sanggah Arley dengan cepat menyadari kalimat Prims lebih terdengar seperti, ‘Anda sangat mesum, Tuan Arley!’Prims mengangkat salah satu sudut bibirnya mendengar sanggahan pria itu, tawa lirih ejekannya membuat Arley kembali mengelak. “Aku salah memilih film! Bukan film ini yang—” Arley berhenti bicara karena Prims membungkam mulutnya dengan sebelah tangan. “Ssshh ....” desis Prims dengan mata terpejam kesal karena Arley mengundang perhatian semua penonton yang ada di dalam sana dengan suara baritonnya yang menggema sangat keras.“Jangan bicara keras-keras,” lirih Prims hampir putus asa karena mereka menjadi pusat perhatian dari puluhan pasang mata yang sepertinya lebih tertarik dengan keributan mereka daripada film yang belum beranjak dari adegan dewasa di depan sana.Dan memandang tangannya yang tengah membungkam Arley membuat Prims sadar dia dalam masalah, ‘Oh astaga ... apa yang aku lakukan?!’ batinnya panik dan perlahan menarik tangannya dari bibir Arley.Mata pria itu

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 15 - Di Pangkuan Arley

    Prims terdiam, tenggelam dalam betapa membiusnya mata Arley yang menguncinya tepat setelah lengan kekarnya membuat Prims duduk di pangkuannya.Dan Arley memang benar jika rasanya nyaman, lebih nyaman ketimbang berdiri dan menggerutu merutuki sempitnya tempat di mana mereka berada ini.Prims terhening dengan tak melakukan apapun bahkan setelah menit bergulir, sibuk mencerna situasi yang menjeratnya secara tiba-tiba.“Kamu tidak akan mengambil fotonya?” tanya Arley yang membuat Prims sedikit terkejut. Dia menatap Arley yang wajahnya sekarang sedikit lebih rendah darinya.“T-t-tapi ini ....” gugup Prims dengan meremas tangannya yang terasa berkeringat. “Apa?” tanya Arley dengan kedua alisnya yang terangkat.“Apa tidak apa-apa aku duduk di sini seperti ini?” Prims sekilas menyentuh pipinya yang terasa semakin panas. Dia menghindari tatapan Arley yang tak beranjak dari irisnya sama sekali. Sedang pria itu tak berminat memberi Prims jawaban dan lebih memilih untuk mendesaknya, “Cepatlah!”

Bab terbaru

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 175 - Berhenti Di Tepi Danau Bagley

    || 29 Mei, tahun 2XXX Tahun berganti, tetapi aku merasa langkah kakiku berhenti pada masa di mana aku bisa melihatmu mengatakan bahwa kau akan ada di sisiku, dalam keadaan suka maupun duka, dalam sedih ataupun sengsara. Hari yang menjadi sebuah titik awal, bahwa aku akan mendapatkan hidupku yang baru, dan itu bersama denganmu. Arley Miller, untuk semua yang telah kau lakukan, terima kasih. Tidak ada kata yang lebih baik daripada itu untuk aku sampaikan padamu. Kedatanganmu adalah sebuah hadiah, untukku yang berpikir bahwa aku tidak akan lagi menemukan kata ‘bahagia’ dalam perjalananku menghabiskan sisa usia. Dalam hidupku yang hampir dipenuhi dengan jalan sendu, aku mendapatkanmu. Seorang pria yang menganggapku ada. Kamu yang merengkuhku saat dunia lepas dari genggamanku. Pria yang bersumpah dengan apapun yang dimilikinya untuk membuatku percaya bahwa masih ada dunia yang baik yang tidak menganggapku hanya sebagai bayangan dan kesia-siaan. Pada akhirnya, waktu menggerakkan ak

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 174 - Gambaran Masa Depan

    *** Ada undangan dari Jayden dan juga Lucia. Sebuah undangan makan malam yang digelar di rumahnya secara sederhana. Tidak akan menolak, mengingat mereka adalah sahabat baik, Arley dan Prims datang. Tetapi sebelum sampai di sana, mereka lebih dulu ingin membawakan hadiah. Prims bilang itu adalah buket bunga yang besar atau jika bisa bunga hidup yang bisa diletakkan di dalam rumah dan tidak perlu memrlukan banyak perawatan. Kaktus misalnya. Arley menyarankan kue yang manis, karena Jayden itu tipe gigi manis, ia bilang. Yah ... sebelas dua belas dengan Prims lah kira-kira ... gemar makanan yang manis. Mereka keluar dari Acacia Florist, toko bunga yang mereka lewati selama perjalanan. Bunga yang mereka bicarakan itu telah ada di tangan mereka sekarang. Dengan hati yang gembira Prims dan Arley menuju tempat selanjutnya, di toko kue sembari menggendong si kembar yang tadinya duduk anteng di baby car seat di bagian belakang mobil. Memasuki toko kue, Rhys dan Rose terlihat sangat sena

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 173 - Minggu Pagi Di Depan Nisan

    *** Seperti janji yang pernah ia katakan selepas Prims meninggalkan ruang kunjung tahanan beberapa saat yang lalu saat ia menjenguk ayahnya, Prims bilang ia akan datang ke tempat ini untuk mengabarkan perihal keadilan yang pada akhirnya telah ia terima. Sebuah pemakaman. Lokasi di mana Jasmine Harrick disemayamkan. Nisan salibnya menyambut kedatangan Prims yang menyaunkan kakinya lengkap dengan kedua tangannya yang mendekap buket bunga berukuran besar. Ia sendirian, ia sudah meminta izin pada Arley yang mengiyakannya untuk pergi di hari Minggu pagi ini. Saat anak-anaknya masih tertidur, Prims bergegas dengan diantar oleh Will. Ia tersenyum saat menjumpai foto Jasmine yang juga sama tersenyumnya. “Apa kabar, Mama?” ucapnya sembari meletakkan buket bunga itu di dekat fotonya. “Aku datang sendirian hari ini, Mama.” Prims duduk bersimpuh di sampingnya, mengusap nisan Jasmine yang bersih dan terawat karena memang selain ini di area yang bersih dan bagus, Arley meminta orangnya un

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 172 - Redemption

    *** Langkah kaki Prims terdengar berirama mengetuk, ia berjalan keluar dari mobil yang dikemudikan oleh Will, sopir milik Arley untuk tiba di tempat ini. Sebuah tempat yang barangkali Prims sama sekali tidak ingin menginjakkan kakinya meski hanya sebentar, pun tidak ingin ia datangi karena luka menganga masih terasa perih. Menyayat, menusuknya. Tak ada terbesit pikiran untuknya datang ke sini, sama sekali. Tetapi sepertinya takdir selalu memiliki rencana lain sehingga mau tak mau ia harus menguatkan diri untuk menghadapinya. Sebuah pesan dari kepolisian Seattle mengatakan bahwa ayahnya Prims, Aston Harvey sedang sakit dan ingin bertemu dengan anak perempuannya. Prims berpikir kenapa ayahnya itu tidak meminta Alice yang mendatangi atau menjenguknya? Kenapa malah dirinya yang sudah bertahun-tahun lamanya ini ia sia-siakan? Dalam kebencian yang masih kental itu, Prims menolak untuk datang. Namun, Arley mengatakan padanya dengan lembut, 'Datanglah, Sayangku ... siapa tahu sekarang

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 171 - Our Responsibility

    *** “Cepat turun ya panasnya, sayangku ....” Prims mengusap rambut hitam Rose setelah mengatakan demikian. Malam terasa dingin di luar tetapi di dalam sini sedikit chaos sebab si kembar sedang demam. Mereka baru saja imunisasi tadi siang di klinik khusus anak dan malam ini terasa efeknya. Rhys demam, begitu juga dengan Rose. Meski mereka tidak rewel, tetapi mereka tidak mau tidur di box bayi milik mereka sendiri melainkan minta digendong oleh ibunya. Prims yang menggendong Rose pertama. Mungkin sudah lebih dari satu jam dan setiap kali ia ajak duduk atau ingin ia baringkan, anak gadisnya itu akan menangis. Ia memandang Arley, tetapi tidak tega membangunkannya sebab tadi ia juga pulang bekerja cukup larut. Tetapi, Arley adalah Arley yang rasanya selalu bisa mengerti dan merasakan apa yang terjadi pada Prims. Sebab tak lama kemudian ia bangun. Saat Prims memeriksa anak lelakinya dengan meletakkan telapak tanganya di kening Rhys yang ternyata juga sama demamnya. “Anak-anak tidak

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 170 - I Know, Daddy

    Prims hampir saja menggoda Arley lebih banyak sebelum ia menyadari ia telah kehilangan keseimbangan sebab Arley merengkuh pinggangnya dan membuatnya jatuh dengan nyaman di bawahnya. "Aku tidak menginginkanmu?" ulang Arley dengan salah satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Ibu jarinya yang besar mengusap lembut bibir Prims sebelum berbisik di depannnya dengan, "Mana mungkin, Nona?" Arley menunduk, memberi kecupan pada bibir Prims sebelum kedua tangan kecil istrinya itu menahannya agar ia tidak melakukan apapun. "Tapi aku tidak mau," ucap Prims, memalingkan sedikit wajahnya. Satu kalimat yang membuat Arley mengangkat kedua alisnya penuh dengan rasa heran. "Kamu tidak mau?" Prims mengangguk, mengarahkan tangannya ke depan, jemarinya menyusuri garis dagunya yang tegas dan disukai oleh Prims. "Aku tidak mau kalau kamu melakukannya dengan masih marah," lanjutnya. "Kenapa aku marah?" "Soal Jeno Lee, aku tahu kamu sangat kesal barusan. Mata Tuan Arley Miller ini mengatakannya le

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 169 - Romantic Jealousy

    .... Setelah Jayden dan Lucia pulang, Prims kembali ke dalam kamar terlebih dahulu. Tak sesuai yang ia duga bahwa si kembar akan terbangun, ternyata Rhys dan Rose malah terlelap. Sama-sama miring di dalam box bayi milik mereka dengan lucunya. Ia meninggalkan Arley selama setengah jam lamanya hingga tak sadar prianya itu telah berada di dalam kamar dan melihatnya dari dekat box bayi si kembar. Prims tidak menoleh padanya sama sekali. Matanya tertuju pada layar ponselnya yang menyala dengan senyum yang tak bisa ia tahan. Kedua pipinya memerah, sama seperti jika Prims sedang malu karena digoda oleh Arley dengan mengatakan ia cantik atau saat Arley menyebut jika ia mencintainya. Seperti itulah keadaan wajahnya sekarang itu. Dan tentu saja itu menimbulkan tanya. ‘Apa yang dia lihat sampai dia tersenyum seperti itu?’ gumamnya dalam hati lalu melangkah mendekat ke arah ranjang seraya mengancingkan atasan piyama tidur yang ia kenakan. Bahkan sampai Arley naik ke atas ran

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 168 - Love, Dazzling

    “Aku benar, ‘kan?” desak Jayden masih tak ingin diam. Arley nyaris saja menjawabnya tetapi hal itu ia urungkan karena mereka mendengar dari belakang, suara Lucia yang bertanya, “Apa yang kalian bicarakan? Ayo masuk dan kita makan!” Mereka berhenti bertengkar dan memasuki rumah. Di ruang makan, Arley tidak menjumpai Prims yang tadi ia lihat sibuk bersama dengan Lucia. “Di mana Primrose, Lucia?” tanya Arley, mengedarkan pandangannya. Urung duduk karena Prims belum tampak. Sama halnya dengan Jayden dan Lucia yang juga urung menarik kursi mereka. “Nona Primrose sedang ke kamar sebentar, Pak Arley. Mau melihat si kembar katanya,” jawab Lucia yang lalu diiyakan oleh Arley. Baru selesai mereka bicarakan, Prims muncul dengan sedikit bergegas. “Kenapa?” tanya Arley begitu melihatnya. “Ah, aku pikir kalian sudah mulai dan aku terlambat makanya aku cepat-cepat ke sini,” jawabnya. “Belum, Sayang. Rhys dan Rose masih tidur?” Prims mengangguk membenarkannya. “Iya, Arley. Masih tidur.” “A

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 167 - Milk—But This Is Not About Ordinary Milk

    .... “Sayang-sayangnya Mama ....” Prims tidak bisa menahan diri saat melihat si kembar yang digendong oleh opa dan omanya sore ini. Prims sedang berada di halaman depan, melihat bunga bersama dengan Lucia yang datang ke rumahnya, memetiknya beberapa karena Lucia mengatakan ia suka dengan Sweet Juliet yang ada di halaman depan. Sementara Arley dan Jayden sedang bermain bulu tangkis sebelum mereka sama-sama melempar raket mereka saat melihat mobil milik Tom memasuki halaman rumah. Prims dan Lucia mendekat pada si kembar yang telah berpindah tangan pada Arleys serta Jayden. Prims rasa ... Jayden itu sangat suka dengan anak-anak. Dan belakangan ini ... ia tampak lebih gembira daripada hari biasanya. Sangat jauh dari bagaimana Prims melihatnya dulu saat mereka pertama kali bertemu. Alisnya yang tegas dan bibirnya yang lurus sebelas dua belas dengan Arley itu kini selalu tampak menunjukkan senyuman. Ia terlihat seperti sepasang adik dan kakak saat berdiri berdampingan dengan Arley.

DMCA.com Protection Status