Setelah beberapa saat mendekam di dalam kamar, akhirnya Lisa memutuskan untuk keluar dari kamar dan bertekad untuk pulang ke rumah orang tuanya untuk menenangkan diri. Dengan langkah yang malas, dia memberanikan diri untuk berbicara kepada Riza yang kebetulan sedang duduk bersama Ibu mertuanya dan juga Kakak iparnya.
Kebetulan letak kamar Lisa berada di sebelah ruangan keluarga. Ketika melihat Lisa yang baru saja membuka pintu, Bu Karni kembali menyindir Lisa dengan ucapannya yang kasar."Sudah yang drama menangisnya? Sudah puas melihat Mita sakit hati gara-gara suaminya membela kamu? Ingat ya, awas saja kamu menjadi duri dalam rumah tangga Mita, tak segan-segan aku akan memecat kamu sebagai menantu. Biar saja kamu menjadi janda lapuk, siapa sih yang mau menerima wanita mandul sepertimu kecuali anakku! " sindir Bu Karni sambil melirik sinis ke arah Lisa yang baru saja menutup pintunya kembali setelah keluar kamar."Aku mengerti kok Bu, aku ke sini mau berbicara sama Mas Riza. Mas, aku meminta izin untuk pulang ke rumah Ibu hari ini. Aku akan tinggal di rumah Ibu untuk satu minggu. Apakah kamu mengizinkan?" tanya Lisa di hadapan keluarga Riza.Seketika semua anggota keluarga Riza termasuk Ibunya, tercengang mendengar ucapan Lisa yang ternyata sudah mulai sedikit berani melawan dan tidak takut akan ancaman yang telah di lontarkan Ibu mertuanya."Lisa, apakah aku harus ikut denganmu ke sana?" tanya Riza yang penasaran."Tidak usah Mas, aku akan pergi ke rumah orang tuaku sendiri saja. Kamu di sini menemani Ibu biar tidak sendirian di rumah. Kan kamu tidak pernah tega jika Ibu sendirian," balas Lisa dengan perkataan sindirannya."Apa kamu sudah tidak mencintaiku? Kenapa kamu berbicara seperti itu padaku?" Riza kembali melontarkan pertanyaannya karena merasa heran jika istrinya selama ini belum pernah berbuat seperti ini.Mendengar ucapan suaminya, Lisa hanya diam dan kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia hanya ingin menyiapkan pakaiannya dan ingin segera pergi ke rumah orang tuanya yang jaraknya memakan waktu satu setengah jam dari rumah Riza. Setelah semua pakaian telah di kemasnya, barulah dia pamit kepada Riza dan juga Ibu mertuanya. Tanpa berganti baju ataupun berdandan, Lisa pergi dari rumah Riza hanya mengenakan pakaian seadanya. Riza yang dari tadi hanya tercengang melihat tingkah istrinya yang tidak seperti biasanya, dengan rasa penasarannya dia pun bertanya kembali saat Lisa yang sudah berada di depan pintu."Lisa! Kamu belum menjawab pertanyaanku yang tadi, cobalah kamu menjawab sepatah kata!" "Baiklah Mas, aku akan menjawab apakah aku sudah tidak mencintaimu? Coba tanyakan pada dirimu sendiri, apakah kamu peduli dengan hatiku? Aku pamit Mas, sebelum tidak ada angkot yang lewat," balas Lisa sambil melangkahkan kakinya keluar rumah dan mengabaikan teriakan Riza yang terus memanggilnya."Lisa! Lisa! Kamu jangan menjadi istri yang durhaka! Aku belum mengizinkanmu keluar rumah! Lisa!" teriakan Riza berhasil terekam di telingan Lisa yang telah berjalan sampai di sebrang jalan.Sedangkan Hadi dan Bu Karni yang melihat Riza berteriak di teras rumah, mereka pun menghampiri Riza untuk menenangkannya."Riza! Jangan malu-maluin Ibu, ayo masuk ke dalam rumah. Buat apa kamu peduli dengan istri yang sudah durhaka padamu. Sudah, ayo masuk ke dalam rumah. Tidak enak di dengar oleh tetangga kita," ajak Bu Karni dengan rayuannya."Benar Riza, kita bicarakan semua ini di dalam saja. Soalnya banyak tetangga kita yang lewat. Alangkah baiknya jika kamu menyikapi sikap istrimu dengan kepala dingin. Kamu harus membayangkan menjadi di posisi Lisa. Betapa tertekannya dia yang selalu di salahkan. Memangnya kata bisa, menciptakan manusia? Tidak kan? Makannya jangan selalu menyalahkan salah satu pihak. Nyawa kita itu hanyalah titipan. Tidak ada satu orang yang meminta kekurangan, pasti semua orang menginginkan kelebihan dan itu mustahil bagi kita yang hanya sebagai manusia," Hadi kembali memberikan nasehat yang baik yang berhasil membuat hati Riza merasa bersalah atas sikapnya yang baru saja dia lakukan pada Lisa. Rasa menyesal tiba-tiba muncul di dalam benaknya.Sementara Bu Karni kurang suka dengan sikap bijak Hadi yang menasehati Riza dengan perkataan yang memang benar. Bahkan yang ada di pikirannya hanyalah cara untuk memisahkan Riza dengan Lisa. "Itu tidak benar yang di ucapkan Kakakmu Riza, selama ini kita kan sudah menerima kekurangan Lisa, jadi apa salahnya jika kesabaranmu sudah mulai habis? Lisa juga tidak bisa di banggakan, apa selama ini dia membantumu bekerja, tidak kan? Dia hanya meminta uangmu saja. Enak sekali hidupnya," sahut Bu Karni sambil mendengus kesal.Mendengar ucapan Ibunya dan juga Kakaknya, membuat pikirannya menjadi tambah pusing. Tanpa membalas ucapan Ibu dan Kakaknya, Riza langsung pergi ke kamarnya untuk merenungi semua yang telah dia lakukan kepada Lisa. Bahkan saat Rendi menyapanya, dia justru mengabaikannya. Hatinya benar-benar menyesal telah melukai istrinya. Tidak terasa air matanya menetes membasahi foto Lisa yang dia pegang. Biasanya saat ini Lisa menyiapkan makan siang untuknya dan selalu di iringi candaan manjanya. Setelah Lisa pergi, dia benar-benar merasa ada yang hilang dalam hidupnya. Bahkan saat ini pintu kamarnya dia kunci dan tidak menjawab teriakan Ibunya yang terus berteriak memanggil namanya."Riza! Ini sudah siang Nak, ayo kita makan. Sudah, jangan pikirkan Lisa. Nanti juga balik lagi kok, jika dia tidak balik, masih ada wanita subur di luar sana. Ayo keluar Riz, apa kamu mau jadi anak durhaka?" ucap Bu Karni dengan ancaman mautnya yang biasanya Riza akan luluh jika di bilang jadi anak durhaka tapi kali ini dia gagal membujuk anak lelakinya itu. Riza masih saja menatap foto Lisa sambil membayangkan masa-masa indah bersamanya dan mengabaikan ucapan Ibunya. Sampai pada akhirnya Bu Karni menyerah memanggil Riza dan memutuskan ke meja makan untuk makan bersama dengan Hadi dan juga Mita."Hadi, bagaimana ini dengan Riza. Dia tidak mau makan, bahkan besok kan dia juga sudah mulai bekerja di kantor tempatmu bekerja. Ibu harus bagaimana?" tanya Bu Karni sambil mengunyah kerupuk tengiri."Kalau menurut aku sih, biarkan Riza menginap di rumah Lisa beberapa hari sambil menunggu Lisa mau kembali ke sini lagi Bu, Ibu kayaknya harus mengalah dulu dalam hal ini. Katakanlah pada Riza jika Ibu mengizinkannya untuk tidur di rumah Lisa. Apa Ibu mau, jika Riza sakit dan tidak bisa bekerja untuk Ibu? Pasti tidak mau itu terjadi kan," balas Hadi dengan pendapatnya sendiri karena dia tau jika Ibunya tidak ingin kekurangan uang apalagi selama ini yang dia ketahui jika Riza yang paling banyak memberikan uang kepada Ibunya itu di banding dengan dirinya. Mendengar jawaban dari Hadi, membuat Bu Karni menjadi berpikir kembali bahwa yang di bilang anaknya itu ada benarnya. Sedangkan Lisa yang masih dalam perjalanan, di sepanjang jalan dia masih dalam membayangkan meninggalkan suami tanpa mendapatkan restu. Bukan keinginannya menjadi seperti ini, namun hatinya sudah terlalu sakit untuk tetap bertahan di rumah suaminya itu. Bahkan dia tidak tahu sampai kapan akan tetap tinggal di rumah kedua orang tuanya. Setelah satu setengah jam lamanya dalam perjalanan, akhirnya mobil angkot yanh di tumpanginya berhenti di gang jalan rumahnya. Setelah membayar ongkos, Lisa turun dari mobil dengan wajah yang lesu.Dengan langkah yang santai dan tatapan yang kosong, akhirnya langkahnya telah terhenti sampai di depan rumah yang kebetulan kedua orang tuanya, Pak Bambang dan Bu Leha sedang berbincang di teras rumah. Melihat anaknya dengan wajah yang lesu dan sendirian, Bu Leha langsung menghampiri anaknya."Lisa? Kamu kok datang ke sini sendirian, di mana suamimu? Wajahmu kenapa murung? Kamu habis menangis ya? Apa ada masalah?" tanya Bu Leha dengan sederet pertanyaan karena rasa penasarannya yang begitu tinggi."Ibu, Lisa kan baru saja datang. Biarkan dia masuk ke dalam rumah untuk bercerita. Ayo Nak, kita masuk ke dalam dulu," sambung Pak Bambang sambil menggandeng tangan Lisa.Masih dengan wajah yang lesu, Lisa pun masuk bersama kedua orang tuanya tanpa menjawab pertanyaan. Setelah Lisa duduk, barulah Pak Bambang bertanya kembali."Lisa, apa kamu sedang ada masalah dengan suamimu? Bapak dan Ibu bukannya mau ikut campur. Tapi kami hanya menebak dari raut wajahmu itu," tanya Pak Bambang dengan lembut."Apakah Bapak dan Ibu merasa malu memiliki aku yang belum bisa memberikan cucu?" bukannya menjawab pertanyaan, justru balik memberikan pertanyaan."Loh, kok kamu malah balik bertanya. Bapak dan Ibu ya jelas tidak malu lah Lis, apa yang mesti di maluin. Anak itu titipan rezeki, tiada manusia yang tau. Apa kamu ada masalah dengan suamimu dalam masalah anak? Apa itu benar? Jawab yang jujur Lis," Pak Bambang kembali memberikan pertanyaannya.Mendengar pertanyaan dari Bapaknya, Lisa bingung harus menjawab apa, dia tidak ingin jika masalah rumah tangganya sampai pada telinga kedua orang tuanya namun jika dia tidak jujur, lambat laun jika ada apa-apa, dia pasti sangat di salahkan karena tidak jujur. Seketika Pak Bambang dan Bu Leha diam sambil memperhatikan mulut Lisa yang akan mengatakan sesuatu. Setelah di pikir-pikir, akhirnya Lisa memberanikan diri untuk mulai bercerita. Namun, ketika hendak mengucapkan kata, ponselnya berdering tanda ada telfon masuk untuknya.Lisa yang tadinya akan memulai cerita, akhirnya dia memutuskan untuk mengangkat telfon yang masuk pada ponselnya. Dia membaca nama yang memanggilnya dan ternyata bertuliskan Bu Karni. Itu tandanya Ibu mertuanya yang menelfonnya saat ini. Selama ini, Ibu mertuanya tidak pernah menelfonnya kecuali ada hal penting yang akan dia bicarakan. Lisa pun meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk mengangkat telfon. Dia pun langsung mengawali percakapan dengan Ibu mertuanya di sebrang telfon."Halo Lis, Riza kabur dari rumah. Apa dia ada di sana?" tanya Bu Karni yang menanyakan anaknya masih dengan suara yang lantang meski lewat ponsel."Tidak Bu, aku saja baru sampai di rumahku, memangnya ada apa dengan Mas Riza?" Lisa membalas dengan rasa penasarannya."Riza tidak ada di rumah. Ibu hanya menyuruh dia makan saja, Hadi yang mendobrak pintu kamar dan ternyata suamimu tidak ada di rumah. Ini semua gara-gara kamu yang pergi dari rumah, anakku sampai nekat kabur entah kemana. Awas saja jika terjad
Ketika mereka keluar rumah betapa terkejutnya mereka mendapati bayangan seseorang yang jatuh dari kursi panjang. Seketika Bu Leha langsung masuk ke dalam rumahnya untuk menyalakan lampu teras rumahnya yang memang kelupaan dan belum dia nyalakan dari tadi."Lisa, kamu tunggu dulu di sana! Sepertinya orang itu tampak diam saja karena kesakitan," ucapnya sambil berlalu dari hadapan Lisa.Sedangkan di dalam hati Lisa di penuhi rasa ketakutan yang menyergap karena yang dia takutkan jika orang yang ada di hadapannya tiba-tiba berbuat jahat kepadanya.Namun, ketika orang itu mengucapkan suaranya karena dirinya merasa kesakitan, Lisa kembali di buat tercengang karena suaranya mirip dengan suara suaminya.Ketika lampu sudah menyala, sepasang matanya langsung terbelalak. Bahkan dia langsung terkejut seperti firasat yang sudah dari tadi datang menghantui pikirannya."Mas Riza? Kenapa Mas tidak mengetuk pintu?" ucapnya sambil berjalan ke arah Riza yang masib terduduk di lantai teras.Sedangkan Bu
Bab 7Bu Leha langsung menarik tangan Lisa untuk berjalan cepat mengikuti suaminya yang memang berjalan dengan jarak berjauhan dengannya. Bahkan di sepanjang jalan, hati Lisa di liputi rasa khawatir yang berlebihan. Sampai-sampai, perutnya berkali- kali merasakan mulas."Ibu, sebenarnya Bapak mengikuti Mas Riza kemana ya bu? Sepertinya kok serius banget, mana perutku terasa keram dan mulas ini mungkin karena terlalu panik," ucapnya dengan lirih."Tidak tau juga Ibu Lis, yang jelas kamu yang sabar ya Lis, ikuti saja Bapakmu itu, semoga saja tidak ada hal- hal yang tidak di inginkan, soalnya sepertinya dari tadi Ibu merasakan sesuatu yang tidak enak setelah melihat ekspresi Bapakmu yang seperti itu!" sahutnya yang terus memperhatikan suaminya yang berjalan dengan cepat.Sementara itu, posisi Riza sudah tidak terlihat dari pandangan Pak Bambang. Namun dia yakin jika menantunya itu pasti akan mendatangi jembatan gantung yang terletak di ujung desa."Aduh Riz, setan apa yang menghantuimu s
Karena terlalu risau dengan sahutan Riza yang dia lontarkan terus menerus, membuat Lisa merasa tidak tenang. Dia pun langsung berjalan menuju arah suaminya itu lagi sambil memasang wajah yang sangat kesal."Mas Riza, cobalah kamu berpikir secara dewasa sedikit! Pastinya kamu mengerti apa yang aku maksud kan, kamu itu seharusnya berpikir jernih sebelum melakukan sesuatu. Apalagi ini menyangkut harga dirimu! Apa kamu tidak malu ya, bersikap konyol seperti tadi?" sahut Lisa sambil memperhatikan wajah suaminya yang memucat."Maafkan aku Lisa, aku tidak akan mengulangi kesalahanku lagi, aku janji Lis," ucapnya dengan nada memohon.Ketika mendengar anak dan menantunya yang sedang berbincang dengan nada yang seperti orang bertengkar, seketika Pak Bambang langsung menghampiri ke arah Lisa untuk melerainya."Lisa, kamu ini seorang istri dan seharusnya menuruti apa kata suami. Coba saja kamu buka kembali hatimu dan memaafkan segala kesalahan suamimu, aku akan mendukung semua keputusanmu, tapi s
Bab 9Baru saja Lisa sampai di rumah, dia harus mengalami tekanan batin lagi. Sampai- sampai dia merasakan kurang sehat. Bahkan saat ini kepalanya berdenyut pusing karena akhir- akhir banyak.Sampai akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Saat dia berjalan menuju dapur, dia melihat suaminya yang saat ini sedang berbincang dengan Ibu mertuanya dan juga Kakak iparnya. Meskipun begitu, dia sama sekali enggan mengucapkan sesuatu.Tapi, Bu Karni yang melihatnya melintas di depannya, dengan nada ketus dia langsung memberikan sindiran pedas."Udah tuh yang lagi ngambek? Cuma di katain begitu saja sudah langsung ngambek, bagaimana dengan rumah tanggamu jika istri saja tukang ngambek?" sindir Bu Karni dengan sedikit mencibir.Mendengar ucapan Ibu mertuanya dia hanya diam dan menahan rasa sakit hati. Namun, hari ini rasa sakit hagi itu terkalahkan oleh rasa sakit di kepalanya yang terasa berat. Bahkan kali ini di sertai dengan perutnya yang keram.Ketika dia sampai di dapur, tiba- t
"Anak lagi, anak lagi, Riza! Ibu sampai malu selalu di tanyain sama tetangga kapan punya cucu! Kamu tau sendiri kan, pernikahanmu sudah delapan tahun dan sampai sekarang Lisa belum juga hamil!" ucap Bu Karni sambil meletakkan keranjang sayuran di meja.Riza yang baru saja pulang dari ladang pun segera duduk untuk menenangkan Ibunya dan kebetulan Lisa, istrinya sedang mencuci pakaian di belakang sehingga dia tidak mendengar apa yang telah di ucapkan oleh Ibunya dengan suara yang tidak terlalu lantang itu. Memang, pernikahannya yang kini telah delapan tahun bersama Lisa, dia belum juga di karuniai seorang anak. Menjadi bahan gosip tetangga pun sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya."Ibu, silahkan duduk dulu. Apa yang membuat Ibu tiba-tiba marah? Ibu kan tau sendiri jika aku dan Lisa sama-sama sehat!" balas Riza sambil menyeka peluh yang membasahi pipinya."Bagaimana Ibu tidak marah,Riza? Tadi, ketika Ibu jualan sayuran keliling, semua tetangga pada bertanya kapan punya cucu? Selal
Mendengar perintah dari Ibu mertuanya, Lisa langsung bergegas ke dapur tanpa mengucapkan kata permisi dengan Riza yang dari tadi ada di hadapannya. Sedangkan Riza, jika dengan Ibunya sama sekali tidak bisa melawan ucapan. Karena dia tidak ingin menjadi anak yang durhaka meski di dalam hatinya ingin sekali marah jika ada yang merendahkan Lisa. "Riza! Ngapain kamu jongkok di situ, ayo keluar menemui Kakakmu!" ajak Bu Karni sambil melangkah menuju ruang tamu.Riza yang masih tadinya jongkok pun langsung berdiri mengikuti langkah Ibunya. Sementara Lisa, di dapur hanya menahan kesedihan dan mempersiapkan mental jika nanti sewaktu-waktu saat dia menyuguhkan makanan dan minuman di luar, mendapatkan ucapan yang tidak mengenakkan hati. Jantungnya sudah berdebar ketika dia telah selesai membuat teh dan menaruh kue lapis di piring. Baginya, ini adalah detik-detik akan mendapatkan perkataan yang kurang enak di dengar. "Biar bagaimanapun, aku harus sabar dan kuat menghadapi ucapan mereka nanti.
Lisa berusaha menenangkan Rendi yang terus saja berteriak kesakitan sambil menyebut namanya. Namun pada akhirnya, perjuangan menenangkan Rendi sia-sia karena Mita telah sampai di dapur bersama Ibu mertuanya sambil melotot ke arahnya."Lisa! Kamu apakan cucuku!" bentak Bu Karni dengan mata melototnya."I-itu Bu, dia terkena letupan ikan lele yang ku goreng. Maaf ya Mbak, aku tidak tau jika Rendi ada di belakangku," dengan gugup Lisa menjawab pertanyaan Ibu mertuanya."Aduh Lisa, kamu harus perhatikan di sekelilingmu dong! Masak, ada anak kecil saja tidak sadar. Apa kamu sengaja ya, ingin melukai anakku? Kamu iri kan, aku punya anak dan kamu belum? Iri ya iri Lis, tapi jangan gitu juga kali," sambung Mita sambil mendekap Rendi yang masih menangis.Mendengar perkataan Kakak iparnya, membuat hati Lisa bertambah sesak. Rasanya dia tidak mampu untuk berdiri lama-lama di hadapan ipar dan Ibu mertuanya. Membela diri pun sudah tak mampu, pasti dia yang akan kalah. Akhirnya dia lebih memilih d
Bab 9Baru saja Lisa sampai di rumah, dia harus mengalami tekanan batin lagi. Sampai- sampai dia merasakan kurang sehat. Bahkan saat ini kepalanya berdenyut pusing karena akhir- akhir banyak.Sampai akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Saat dia berjalan menuju dapur, dia melihat suaminya yang saat ini sedang berbincang dengan Ibu mertuanya dan juga Kakak iparnya. Meskipun begitu, dia sama sekali enggan mengucapkan sesuatu.Tapi, Bu Karni yang melihatnya melintas di depannya, dengan nada ketus dia langsung memberikan sindiran pedas."Udah tuh yang lagi ngambek? Cuma di katain begitu saja sudah langsung ngambek, bagaimana dengan rumah tanggamu jika istri saja tukang ngambek?" sindir Bu Karni dengan sedikit mencibir.Mendengar ucapan Ibu mertuanya dia hanya diam dan menahan rasa sakit hati. Namun, hari ini rasa sakit hagi itu terkalahkan oleh rasa sakit di kepalanya yang terasa berat. Bahkan kali ini di sertai dengan perutnya yang keram.Ketika dia sampai di dapur, tiba- t
Karena terlalu risau dengan sahutan Riza yang dia lontarkan terus menerus, membuat Lisa merasa tidak tenang. Dia pun langsung berjalan menuju arah suaminya itu lagi sambil memasang wajah yang sangat kesal."Mas Riza, cobalah kamu berpikir secara dewasa sedikit! Pastinya kamu mengerti apa yang aku maksud kan, kamu itu seharusnya berpikir jernih sebelum melakukan sesuatu. Apalagi ini menyangkut harga dirimu! Apa kamu tidak malu ya, bersikap konyol seperti tadi?" sahut Lisa sambil memperhatikan wajah suaminya yang memucat."Maafkan aku Lisa, aku tidak akan mengulangi kesalahanku lagi, aku janji Lis," ucapnya dengan nada memohon.Ketika mendengar anak dan menantunya yang sedang berbincang dengan nada yang seperti orang bertengkar, seketika Pak Bambang langsung menghampiri ke arah Lisa untuk melerainya."Lisa, kamu ini seorang istri dan seharusnya menuruti apa kata suami. Coba saja kamu buka kembali hatimu dan memaafkan segala kesalahan suamimu, aku akan mendukung semua keputusanmu, tapi s
Bab 7Bu Leha langsung menarik tangan Lisa untuk berjalan cepat mengikuti suaminya yang memang berjalan dengan jarak berjauhan dengannya. Bahkan di sepanjang jalan, hati Lisa di liputi rasa khawatir yang berlebihan. Sampai-sampai, perutnya berkali- kali merasakan mulas."Ibu, sebenarnya Bapak mengikuti Mas Riza kemana ya bu? Sepertinya kok serius banget, mana perutku terasa keram dan mulas ini mungkin karena terlalu panik," ucapnya dengan lirih."Tidak tau juga Ibu Lis, yang jelas kamu yang sabar ya Lis, ikuti saja Bapakmu itu, semoga saja tidak ada hal- hal yang tidak di inginkan, soalnya sepertinya dari tadi Ibu merasakan sesuatu yang tidak enak setelah melihat ekspresi Bapakmu yang seperti itu!" sahutnya yang terus memperhatikan suaminya yang berjalan dengan cepat.Sementara itu, posisi Riza sudah tidak terlihat dari pandangan Pak Bambang. Namun dia yakin jika menantunya itu pasti akan mendatangi jembatan gantung yang terletak di ujung desa."Aduh Riz, setan apa yang menghantuimu s
Ketika mereka keluar rumah betapa terkejutnya mereka mendapati bayangan seseorang yang jatuh dari kursi panjang. Seketika Bu Leha langsung masuk ke dalam rumahnya untuk menyalakan lampu teras rumahnya yang memang kelupaan dan belum dia nyalakan dari tadi."Lisa, kamu tunggu dulu di sana! Sepertinya orang itu tampak diam saja karena kesakitan," ucapnya sambil berlalu dari hadapan Lisa.Sedangkan di dalam hati Lisa di penuhi rasa ketakutan yang menyergap karena yang dia takutkan jika orang yang ada di hadapannya tiba-tiba berbuat jahat kepadanya.Namun, ketika orang itu mengucapkan suaranya karena dirinya merasa kesakitan, Lisa kembali di buat tercengang karena suaranya mirip dengan suara suaminya.Ketika lampu sudah menyala, sepasang matanya langsung terbelalak. Bahkan dia langsung terkejut seperti firasat yang sudah dari tadi datang menghantui pikirannya."Mas Riza? Kenapa Mas tidak mengetuk pintu?" ucapnya sambil berjalan ke arah Riza yang masib terduduk di lantai teras.Sedangkan Bu
Lisa yang tadinya akan memulai cerita, akhirnya dia memutuskan untuk mengangkat telfon yang masuk pada ponselnya. Dia membaca nama yang memanggilnya dan ternyata bertuliskan Bu Karni. Itu tandanya Ibu mertuanya yang menelfonnya saat ini. Selama ini, Ibu mertuanya tidak pernah menelfonnya kecuali ada hal penting yang akan dia bicarakan. Lisa pun meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk mengangkat telfon. Dia pun langsung mengawali percakapan dengan Ibu mertuanya di sebrang telfon."Halo Lis, Riza kabur dari rumah. Apa dia ada di sana?" tanya Bu Karni yang menanyakan anaknya masih dengan suara yang lantang meski lewat ponsel."Tidak Bu, aku saja baru sampai di rumahku, memangnya ada apa dengan Mas Riza?" Lisa membalas dengan rasa penasarannya."Riza tidak ada di rumah. Ibu hanya menyuruh dia makan saja, Hadi yang mendobrak pintu kamar dan ternyata suamimu tidak ada di rumah. Ini semua gara-gara kamu yang pergi dari rumah, anakku sampai nekat kabur entah kemana. Awas saja jika terjad
Setelah beberapa saat mendekam di dalam kamar, akhirnya Lisa memutuskan untuk keluar dari kamar dan bertekad untuk pulang ke rumah orang tuanya untuk menenangkan diri. Dengan langkah yang malas, dia memberanikan diri untuk berbicara kepada Riza yang kebetulan sedang duduk bersama Ibu mertuanya dan juga Kakak iparnya.Kebetulan letak kamar Lisa berada di sebelah ruangan keluarga. Ketika melihat Lisa yang baru saja membuka pintu, Bu Karni kembali menyindir Lisa dengan ucapannya yang kasar."Sudah yang drama menangisnya? Sudah puas melihat Mita sakit hati gara-gara suaminya membela kamu? Ingat ya, awas saja kamu menjadi duri dalam rumah tangga Mita, tak segan-segan aku akan memecat kamu sebagai menantu. Biar saja kamu menjadi janda lapuk, siapa sih yang mau menerima wanita mandul sepertimu kecuali anakku! " sindir Bu Karni sambil melirik sinis ke arah Lisa yang baru saja menutup pintunya kembali setelah keluar kamar."Aku mengerti kok Bu, aku ke sini mau berbicara sama Mas Riza. Mas, aku
Lisa berusaha menenangkan Rendi yang terus saja berteriak kesakitan sambil menyebut namanya. Namun pada akhirnya, perjuangan menenangkan Rendi sia-sia karena Mita telah sampai di dapur bersama Ibu mertuanya sambil melotot ke arahnya."Lisa! Kamu apakan cucuku!" bentak Bu Karni dengan mata melototnya."I-itu Bu, dia terkena letupan ikan lele yang ku goreng. Maaf ya Mbak, aku tidak tau jika Rendi ada di belakangku," dengan gugup Lisa menjawab pertanyaan Ibu mertuanya."Aduh Lisa, kamu harus perhatikan di sekelilingmu dong! Masak, ada anak kecil saja tidak sadar. Apa kamu sengaja ya, ingin melukai anakku? Kamu iri kan, aku punya anak dan kamu belum? Iri ya iri Lis, tapi jangan gitu juga kali," sambung Mita sambil mendekap Rendi yang masih menangis.Mendengar perkataan Kakak iparnya, membuat hati Lisa bertambah sesak. Rasanya dia tidak mampu untuk berdiri lama-lama di hadapan ipar dan Ibu mertuanya. Membela diri pun sudah tak mampu, pasti dia yang akan kalah. Akhirnya dia lebih memilih d
Mendengar perintah dari Ibu mertuanya, Lisa langsung bergegas ke dapur tanpa mengucapkan kata permisi dengan Riza yang dari tadi ada di hadapannya. Sedangkan Riza, jika dengan Ibunya sama sekali tidak bisa melawan ucapan. Karena dia tidak ingin menjadi anak yang durhaka meski di dalam hatinya ingin sekali marah jika ada yang merendahkan Lisa. "Riza! Ngapain kamu jongkok di situ, ayo keluar menemui Kakakmu!" ajak Bu Karni sambil melangkah menuju ruang tamu.Riza yang masih tadinya jongkok pun langsung berdiri mengikuti langkah Ibunya. Sementara Lisa, di dapur hanya menahan kesedihan dan mempersiapkan mental jika nanti sewaktu-waktu saat dia menyuguhkan makanan dan minuman di luar, mendapatkan ucapan yang tidak mengenakkan hati. Jantungnya sudah berdebar ketika dia telah selesai membuat teh dan menaruh kue lapis di piring. Baginya, ini adalah detik-detik akan mendapatkan perkataan yang kurang enak di dengar. "Biar bagaimanapun, aku harus sabar dan kuat menghadapi ucapan mereka nanti.
"Anak lagi, anak lagi, Riza! Ibu sampai malu selalu di tanyain sama tetangga kapan punya cucu! Kamu tau sendiri kan, pernikahanmu sudah delapan tahun dan sampai sekarang Lisa belum juga hamil!" ucap Bu Karni sambil meletakkan keranjang sayuran di meja.Riza yang baru saja pulang dari ladang pun segera duduk untuk menenangkan Ibunya dan kebetulan Lisa, istrinya sedang mencuci pakaian di belakang sehingga dia tidak mendengar apa yang telah di ucapkan oleh Ibunya dengan suara yang tidak terlalu lantang itu. Memang, pernikahannya yang kini telah delapan tahun bersama Lisa, dia belum juga di karuniai seorang anak. Menjadi bahan gosip tetangga pun sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya."Ibu, silahkan duduk dulu. Apa yang membuat Ibu tiba-tiba marah? Ibu kan tau sendiri jika aku dan Lisa sama-sama sehat!" balas Riza sambil menyeka peluh yang membasahi pipinya."Bagaimana Ibu tidak marah,Riza? Tadi, ketika Ibu jualan sayuran keliling, semua tetangga pada bertanya kapan punya cucu? Selal