Saat Anakku Kaya 22Bab 22Bertemu Pak Johan (lagi)“Ibu, boleh saya bicara sesuatu?” Aku bertanya pada Bu Atika pagi harinya saat mengantar minuman jus buah dan sayur mix. Bu Atika menurunkan majalah yang sedang dibacanya dan melihatku dari balik kacamata. “Ngomong saja, Bu Ainun, ada apa?” Bu Atika menutup majalah, menaruhnya di meja dan duduk berpangku tangan melihatku. Aku menunduk. “Ada apa, Bu Ainun?” Kembali Bu Atika bertanya padaku. Harus mulai dari mana aku berkata? Tak enak rasanya mau meminta pekerjaan sama Bu Atika, sedangkan diq tidak pernah menawarkan. “Bu, apakah sudah dapat pembantu untuk bekerja di rumah Pak Johan?” Tanyaku pelan. “Ngomongnya keras sedikit, Bu?” Wajah Bu Atika tersenyum. “Ehe, anu, Bu … kalau nggak keberatan, saya ingin bekerja jadi pembantu di rumah Pak Johan,” ucapku meringis. Bu Atika menatap, kemudian melepas dan melipat kacamata baca miliknya. “Bu Ainun mau kerja?” Tanya Bu Atika menatapku lekat, seolah tidak percaya. “Tapi, kenapa?” “
Saat Anakku Kaya 23Bab 23Hari Pertama Bekerja sudah ada yang sirik Mbak Woro bolak balik mengangkat koper milik Karina dan Damian, suaminya. Hari ini, mereka berdua akan kembali ke Jakarta. Ternyata, pasangan suami istri muda ini, sudah memiliki seorang anak laki-laki berusia tiga tahun. Cucunya Pak Johan. Sekarang, anak tersebut sedang dititipkan sama orang tua Damian alias mertuanya Karin.Aku ingin juga membantu Mbak Woro, membawakan barang apa gitu punyanya Mbak Karin, tapi, Mbak Woro melarang. “Nggak usah!” Ketusnya saat aku hendak mengangkat kardus berisi oleh-oleh ke mobil. Akupun mundur teratur dan hanya jadi pengamat. Melihat Mbak Woro yang pontang-panting membawa koper, tas, kardus dan sebagainya. Karina dan Damian keluar dari kamar Pak Johan. Karina menutup kembali pintu kamar papanya. Rupanya, mereka berdua, habis berpamitan. “Saya berangkat sekarang, Bu Ainun. Pesawatnya take off jam dua an, biar nggak terlambat,’ kata Karina saat bertemu denganku di dekat meja ma
Saat Anakku Kaya 24Bab 24Hanya menjalankan tugas bukan berlebihan Malam sekitar jam sembilan, aku keluar dari kamar. Berdiri di depan pintu kamarku, mata ini mengedar ke sekeliling. Sebagian lampu ruangan sudah dipadamkan. Suasananya sunyi. Badanku sedikit merinding dengan besarnya rumah ini. Perabotannya yang berukuran besar dan terbuat dari kayu jati tua memberikan kesan mistis mendalam. Menepis rasa takut, aku kembali ke tujuan semula, yaitu ke kamar Pak Johan. Aku mau menanyakan apakah Pak Johan masih membutuhkan bantuanku, karena kalau malam, aku sudah beristirahat di kamarku sendiri.Berjalan cepat, aku ke kamar Pak Johan. Membuka perlahan pintu yang memang tidak dikunci. Hawa dingin dari air conditioner menyergap kulitku. Meskipun aku mengenakan baju panjang dan jilbab, tetap saja terasa dingin. Biar aku kecilkan dulu temperatur-nya. Pak Johan berbaring tak bergerak di tempat tidur. Dia sudah tertidur dengan nafas teratur. Melihat di samping, laptop Pak Johan ada di sebe
Saat Anakku Kaya 25Bab 25Pingin Umroh Tidak! Aku merasa biasa saja dan tidak berlebihan. Pekerjaan yang diamanatkan oleh Mbak Karin, adalah menjaga papanya, memantau kesehatan dan pola makannya. Aku bukan dokter atau perawat, jadi, ini yang dapat aku lakukan. Jika Pak Johan belum pulang, ya, aku nggak tidur. Bila perlu, aku harus meneleponnya. Semua ini atas perintah Mbak Karin, anaknya sendiri, bukan aku yang sok atau berlebihan. Kalau Pak Johan sakit lagi, Mbak Karin pasti mempertanyakan apa kerjaku? Nggak usah aku masukkan hati, perlakuan Pak Johan tadi. Bergegas aku masuk kembali ke rumah dan mengunci pintunya lagi. Tok tokAku mengetuk pintu kamar Pak Johan. Ini belum ada setengah sepuluh malam, mungkin Pak Johan mau mandi air hangat. Aku harus bertanya. Pak Johan melihatku yang memasuki kamarnya, kemudian dia berjalan memasuki ruang ganti. Aku terdiam menunggu di ujung tempat tidur. “Bapak, mau mandi? Biar saya siapkan air?” Tanyaku. “Boleh,” jawab Pak Johan yang kemudi
Saat Anakku Kaya 26Bab 26Pemborosan Yuda“Lina, Mama tolong bikinin kamar sendiri, dong, masa iya, sudah sebulan lebih di sini tidurnya sama Nungki?” Aku yang lagi lembur pekerjaan kantor di rumah, mendengar suara Ibu Mertua yang menggerutu minta dibuatkan kamar sendiri pada Lina. Memang rumahku ini tidak begitu besar, hanya ada 3 kamar tidur saja dan semuanya sudah digunakan. Satu kamar untukku dan Lina, satu lagi untuk Suster Rini dan Zidan dan yang lain dihuni Mama Sofi dan Nungki. Mertua dan iparku tinggal di sini sudah lebih dari satu bulan. Mama Sofi membuktikan omongannya untuk menuntut hak waris kepada keluarga Om Sapto. Dengan didukung Lina, mereka menyewa seorang Pengacara yang cukup handal di kota ini. Bayarannya? Jangan ditanya, pastinya selangit. Mama Sofi masih memiliki uang tabungan. Beruntung, anak-anak Om Sapto membiarkan mama menguasai rekening tersebut. Tidak mungkin Kak Levy dan adik-adiknya tidak tau isinya. Kak Levy membiarkan Mama Sofi menguasai rekeningn
Saat Anakku Kaya 27Bab 27Bertemu Yuda Menaiki bus antar kota ber-AC, aku duduk dekat jendela. Aku tidak tidur, sepanjang perjalanan, hanya melihat pemandangan di luar. Rasanya, sudah sangat lama aku tidak bepergian dengan kendaraan umum. Waktu masih ada Mas Riswan, aku selalu dibonceng dengan sepeda motornya jika bepergian. Terkadang, kita berboncengan sampai ke Semarang jika Mas Riswan disuruh bossnya untuk berbelanja bahan baku atau beli kaos kodian di Pasar Johar. Bis sudah hampir memasuki terminal Tingkir Salatiga. Aku segera bersiap. Berjalan berpegangan jok kursi penumpang, aku menuju pintu belakang bis. “Terminal, Bu?” Tanya Mas kondektur. “Iya.” aku mengangguk. Turun di terminal, aku masih harus naik ojek ke gedung pengajian. Masih jam setengah satu, di sana nanti, aku masih bisa menunaikan sholat dluhur. Sengaja aku tidak menuju rumah Bu Atika untuk berbarengan ke sini. Aku sudah memberitahu beliau lewat pesan WA tadi. Dadaku rasanya berdebar dan gugup. Bukan takut,
BuSaat Anakku Kaya 28Bab 28Air mata dan hujan Lina balas menatap dengan tatapan merendahkan. Memang, selama ini, aku miskin. Hidup hanya mengandalkan pemberian anak. Tetapi, apa salahku? Yuda adalah anak lelakiku yang seharusnya bertanggungjawab atas ibunya ini yang sudah Janda dan tak memiliki apa-apa. Menyesal aku mengandalkan anak. Terutama anak yang tidak tau membalas budi. Aku ikhlas merawat dan membesarkan Yuda dengan segala jerih payah dan keringat. Tetapi, aku juga manusia yang memiliki perasaan. Sakit hati? Sudah pasti. Tidak dendam dengan Yuda tapi, istrinya ini membawa pengaruh buruk untuk anakku. Lihat saja, Lina. Aku sudah bukan Mertua miskin yang sering kamu remehkan. Uangku sudah bukan seribu, dua ribu lagi tetapi, jutaan. Dengan tenang, aku membuka tas selempang yang aku bawa. Membuka resletingnya, tanganku menghitung uang di dalamnya. Aku membawa uang satu juta setelah, tetapi sudah berkurang 50 ribu untuk ongkos bis ke sini tadi. Nggak masalah, dengan uang in
Saat Anakku Kaya 29Bab 29Kelakuan Mbak Woro “Pak Johan, ke-kenapa bisa ada di sini?” aku bertanya dengan nafas yang masih tersendat-sendat. Pak Johan masih menatap, entah apa yang ada di pikirannya. “Kita pulang sekarang,” ajaknya. Aku mengangguk dan berjalan beriringan dengan Pak Johan. Dalam hati, aku masih bertanya-tanya, bagaimana Pak Johan bisa sampai kemari. “Masuk.” Pak Johan membukakan pintu mobil mewahnya. Aku terdiam ragu. “Baju saya basah, badan saya kotor, Pak, nanti mobil bapak ikut kotor,” ucapku sembari melihat Pak Johan.“Sudah, tidak usah dipikirkan. Ini cuma mobil, saya bisa beli baru lagi,” sahutnya tidak bercanda. Membungkukkan badan sedikit, aku masuk ke mobil. Pak Johan menutup pintunya dan berjalan memutar menuju pintu kemudi. Aku diam membeku. “Biar saya matikan AC nya.” Pak Johan menyentuh sebuah panel. Peka sekali, dia tau, aku menggigil kedinginan. Nafasku masih sesenggukan karena menyisakan tangis. Pak Johan membisu dan sesekali melirik padaku. S
Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol bab 85Secangkir kopi bikin syok Sore harinya, saat adzan Maghrib berkumandang, aku melihat Bu Sofi sedang sibuk di meja makan. Di hadapannya ada beberapa hidangan enak dan es kolak. Langkahku perlahan. Mata ini tanpa sadar menatap Bu Sofi yang seperti rakus menyantap makanan. Dia sedang berbuka puasa. “Tumben, Bu, makan saat adzan Maghrib seperti orang puasa saja,” ujarku berpura-pura. “Ah, iya memang saya puasa hari ini,” sahutnya menoleh. “Puasa apa hari Rabu, perasaan puasa sunah Arafah sudah lewat,” ujarku lagi. “Emang napa Bu Ainun? Kayanya ngga suka ya, lihat saya puasa, berbuat baik, ngumpulin pahala?” Bu Sofi membalas sewot. Aku tersenyum saja. Ngumpulin pahala gimana orang niatnya saja sudah busuk. “Oh, gitu? Bagus dong kalau Bu Sofi sekarang sudah rajin berpuasa. Tapi, lebih baik lagi kalau puasanya Senin Kamis, Bu, InshaAllah berkah,” jawabku menyungging senyum. Bu Sofi melirik tajam. Biar saja, aku segera kembali ke ka
Saat Anakku Kaya 84Bab 84Apakah suamiku terkena pelet? Rutinitas pagiku agak lain hari ini. Mas Johan sudah keluar dari jam setengah enam pagi tadi. Suamiku ke Counter club, mau main golf bersama teman teman sehobby. Meskipun demikian, aku tetap ke dapur untuk membuatkan kopi. Kemarin, aku sudah berpesan pada Mbak Woro untuk tidak beraktivitas pagi dulu di dapur. Hari ini, aku akan menjalankan rencanaku menjebak Bu Sofi. Orang jahat mesti diberi pelajaran. Aku tidak merasa berdosa jika mempermalukan Bu Sofi. Itu akibat ulahnya sendiri. Mas Johan pergi tanpa diketahui Bu Sofi, Lina maupun Yuda. Suamiku nggak ngopi di rumah sebab di country club ada cafetaria. Pernah juga aku diajak ke sana. Wuih, fasilitasnya kelas atas, mewah dan mahal. Keren memang country club tempat suamiku menjadi member. Selesai mengaduk kopi dalam cangkir, aku meninggalkan dapur begitu saja. Sampai kamar segera memantau CCTV. Rasanya menggebu untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya. Mbak Woro muncul be
Saat Anakku Kaya 83Bab 83Menjebak Bu Sofi Huh, huh, huh!Nafasku rasanya bekejaran usai mendengar sendiri rencana busuk Bu Sofi. Benar-benar perempuan j4h4n4m dia itu. Tubuhku bergetar dan tanganku juga gemetaran. Seumur umur, aku tak pernah tau ada orang sejahat ini. “Duduk dulu, Bu,” kata Pak Margono menunjuk sofa. Aku mengangguk. Pak Margono memasuki rumah, aku masih terdiam dengan dada yang berdebar. Ya Allah … segitunya Bu Sofi. Aku sudah menolongnya, memberinya tumpangan di rumah mewah, meminjamkan mobilku untuknya bepergian, memberinya makanan gratis, menyekolahkan Nungki juga, tetapi apa balasannya? Dia malah mengincar suamiku! Astaghfirullahaladziim. Menarik nafas dengan mata terpejam, aku mengurut dada sendiri. Apakah ini yang disebut air susu dibalas air tuba? “Minum air putih dulu, Bu.” Pak Margono datang dengan segelas air di tangannya. Bagai kerbau dicucuk, akupun menurut dan segera meneguk air tersebut. Ya Allah, aku benar-benar syok. Pak Margono kemudian terl
Saat Anakku Kaya 78Bab 78Segala cara POV Bu Sofi Semakin lama tinggal di sini semakin membuatku gusar saja. Bagaimana tidak? Rumah ini begitu besar seperti istana. Dipenuhi dengan barang dan perabot antik yang nilainya bisa diduga fantastis. Garasi mobilnya juga isinya nggak kaleng-kaleng. Dan yang membuat hatiku hangus karena terbakar api cemburu adalah, pemilik semua ini adalah Bu Ainun! Perempuan dekil yang dulu miskin, gembel dan aku hinakan. Tidak habis pikir kenapa nasib baik berpaling padanya. Perempuan kampung itu berhasil memikat hati seorang konglomerat dan sialnya, mereka menikah! Aku tidak terima. Bu Ainun tidak boleh melebihi aku. Meskipun usiaku dengan Bu Ainun hampir sebaya tetapi, penampilan kami jauh berbeda. Bumi dan langit jauhnya. Lihatlah aku. Di usiaku yang menginjak 55 tahun, aku masih cantik. Kulitku masih putih dan kesat, tidak kendor. Wajahku terlihat glowing dan licin seperti porselen. Body ku tinggi dan proporsional. Berbeda dengan Bu Ainun yang kun
Saat Anakku Kaya 81Bab 81Pasang CCTV untuk memantau “Mas, aku minta tolong untuk dipasangkan CCTV di area dapur,” kataku pada Mas Johan malam hari saat hanya berdua saja di kamar. “CCTV buat apa, dek? Bukannya sudah ada di dapur?” Mas Johan memalingkan wajah. Matanya memicing menatapku. “Maksudnya yang benar-benar menyorot area dapur, Mas. Jadi dapat mencakup semuanya misal area memasak, kompornya, wastafel, rak piring dan sebagainya,” ucapku lagi. “Maksudnya biar aku dapat melihatmu bila sedang memasak, gitu, dek?” Mas Johan menggaruk kepalanya dengan mimik wajahnya yang lucu. “Bukan!* aku menoleh dan menggeleng cepat. Ngapain juga aku pingin disyuting saat masak. “Terus?” “Pokoknya pasangin aja, Mas?” pintaku dengan bibir manyun. Suamiku malah tertawa. Sebenarnya, sudah ada CCTV di area ruang makan. Cakupannya juga sampai ke dapur tetapi hanya sebagian saja karena angle nya yang susah. CCTV itu memang dikhususkan untuk memantau suasana ruang makan dan pintu belakang. Semen
Saat Anakku Kaya 80Bab 80Target Pelet “Lumayan, lah, Mas … nggak jelek-jelek amat,” ujar Lina seusai melihat ruko yang disewa Yuda untuk usaha jasa cleaning service. “Iya, Lin, nggak terlalu sempit jugae,” timpalku mengangguk. Setuju dengan pendapat Lina. “Lantai tiga ini, nanti rencananya buat para karyawan yang mau menginap. Aku mengizinkan dengan gratis.” Senyum Yuda mengembang. “Betul, Mas, sambil menyelam minum air. Rukonya aman dan mereka dapat tempat tinggal cuma-cuma. Sama-sama untung,” ujar Lina. Hari ini, aku, Lina dan Bu Sofi diajak oleh Yuda melihat ruko yang sudah dia sewa. Letaknya di daerah atas kota Semarang. Menurut Yuda, harganya lebih miring dari pada yang ada di pusat kota. Yuda memang sengaja mencari yang murah demi menekan pengeluaran modal. Masuk akal sih, menurutku. “Apaan, ruko sempit, sumpek begini, siapa yang mau tinggal di sini? Yang ada meleleh seperti lilin.” Bu Sofi mengibaskan telapak tangan di depan wajahnya seolah merasa kepanasan. “Nanti dib
Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,
Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,
Saat Anakku Kaya 77bab 77Sok Akrab Bu Sofi melengos dan tidak menggubris pertanyaan ku. Rasain, sudah numpang masih sombong dan malah mengolokku. “Lina, jangan lupa nanti malam ya,” kataku pada Lina. “Zidan mau ikut Uti ke depan?” Tanyaku pada Zidan. “Mimik,” katanya. “Minta mimik? Haus ya, sayang? Uuhh, kaciaan.” aku tertawa. Lina segera mengambil Zidan dariku,”biar Lina buatkan susu dulu, Bu.” Aku mengangguk dan segera berlalu dari kamar Lina. Sempat kulihat wajah Bu Sofi yang ditekuk menahan marah. Hahaha.**Semuanya sudah berkumpul di meja makan untuk makan malam. Ada Mas Johan, aku, Lina, Yuda dan Bu Sofi. “Nungki mana?” Tanyaku saat tak melihat gadis abege putri bungsunya Bu Sofi. “Sudah makan katanya, Bu,” sahut Lina. “Lho, makan di mana?” Keningku mengerut melihat Lina. “Katanya tadi pulang sekolah pada nyeblak sama teman-temannya.” “Oh, begitu ….” Aku menganggukkan kepala dan mengambil piring Mas Johan untuk aku isi nasi. Karena tempat nasinya agak jauh, aku ja