BuSaat Anakku Kaya 28Bab 28Air mata dan hujan Lina balas menatap dengan tatapan merendahkan. Memang, selama ini, aku miskin. Hidup hanya mengandalkan pemberian anak. Tetapi, apa salahku? Yuda adalah anak lelakiku yang seharusnya bertanggungjawab atas ibunya ini yang sudah Janda dan tak memiliki apa-apa. Menyesal aku mengandalkan anak. Terutama anak yang tidak tau membalas budi. Aku ikhlas merawat dan membesarkan Yuda dengan segala jerih payah dan keringat. Tetapi, aku juga manusia yang memiliki perasaan. Sakit hati? Sudah pasti. Tidak dendam dengan Yuda tapi, istrinya ini membawa pengaruh buruk untuk anakku. Lihat saja, Lina. Aku sudah bukan Mertua miskin yang sering kamu remehkan. Uangku sudah bukan seribu, dua ribu lagi tetapi, jutaan. Dengan tenang, aku membuka tas selempang yang aku bawa. Membuka resletingnya, tanganku menghitung uang di dalamnya. Aku membawa uang satu juta setelah, tetapi sudah berkurang 50 ribu untuk ongkos bis ke sini tadi. Nggak masalah, dengan uang in
Saat Anakku Kaya 29Bab 29Kelakuan Mbak Woro “Pak Johan, ke-kenapa bisa ada di sini?” aku bertanya dengan nafas yang masih tersendat-sendat. Pak Johan masih menatap, entah apa yang ada di pikirannya. “Kita pulang sekarang,” ajaknya. Aku mengangguk dan berjalan beriringan dengan Pak Johan. Dalam hati, aku masih bertanya-tanya, bagaimana Pak Johan bisa sampai kemari. “Masuk.” Pak Johan membukakan pintu mobil mewahnya. Aku terdiam ragu. “Baju saya basah, badan saya kotor, Pak, nanti mobil bapak ikut kotor,” ucapku sembari melihat Pak Johan.“Sudah, tidak usah dipikirkan. Ini cuma mobil, saya bisa beli baru lagi,” sahutnya tidak bercanda. Membungkukkan badan sedikit, aku masuk ke mobil. Pak Johan menutup pintunya dan berjalan memutar menuju pintu kemudi. Aku diam membeku. “Biar saya matikan AC nya.” Pak Johan menyentuh sebuah panel. Peka sekali, dia tau, aku menggigil kedinginan. Nafasku masih sesenggukan karena menyisakan tangis. Pak Johan membisu dan sesekali melirik padaku. S
Saat Anakku Kaya 30Bab 30Jalan Berdua “Bu Ainun, nanti temani saya ke supermarket.” Pak Johan berkata malam itu sepulang kerja. “Iya, Pak,” sahutku sembari membawakan tas kerja Pak Johan masuk. “Memangnya, mau beli apa, Pak?” Tanyaku. “Besok, saya mau ada rapat dengan Pak Mentri PU, di Jakarta. Undangannya mendadak, jadi, saya harus membeli keperluan malam ini.” Pak Johan menjawab sambil duduk dan membuka sepatunya. Lelaki itu berdiri, sambil berjalan ke kamar, dia melepas dasi yang mengikat lehernya. Akupun, segera ke kamar. Setelah sholat Maghrib, aku segera berganti baju dan merias wajah. Bukan ganjen, tapi, aku menghargai Pak Johan. Aku nggak mau terkesan awut-awutan seperti pembantu yang biasa mengikuti nyonyanya ke pasar. Pakai daster apa adanya, sendal jepit, terkadang belum mandi. Maaf. Pak Johan ini direktur, setidaknya, aku harus bersih dan rapi bila diajak pergi. Mengenakan celana kain coklat susu lentur semi baggy, blouse berwarna putih serta dipadukan dengan long
Saat Anakku Kaya 31Bab 31Pembantu Halu “Mbak, kamu ngapain?” Tanyaku pada Mbak Woro yang terlihat kembali sibuk mengemasi barang di dapur. Mbak Woro mengeluarkan barang-barang dapur dari kabinet bawah. Kali ini, ART berambut ikal dan berkulit gelap itu tak lagi membawa tas jalin plastik seperti kemarin, melainkan membawa karung plastik. Melihat ke dalamnya, aku melihat ada panci, wajan, teflon, sendok, garpu, baskom dal lain-lain. “Mau dibawa ke mana ini?” Tanyaku dengan mata melebar. Mbak Woro berdiri. Mengusap kasar celana panjang yang dikenakan, Mbak Woro lalu berdiri persis di hadapanku. “Bukan urusanmu, Bu Ainun. Asal kamu tau, semua barang di rumah ini adalah milikku,” kata Mbak Woro dengan menggerakkan kepala, melihat seisi rumah. “Punya Mbak Woro, gimana?” Keningku mengerut dalam. Mbak Woro tak menjawabnya, malah berjalan memutariku. Aku yang bingung menggerakkan bola mata mengikuti gerak-gerik Mbak Woro. “Bu Ainun, ternyata, kamu itu Janda, ya?” Tanyanya setelah ke
Saat Anakku Kaya 32Bab 32Menghapus Kenangan Yuda “Sial! Aku kalah!” Aku menoleh pada Mama Sofi yang berteriak mengomel saat melangkah lebar memasuki rumah. Mertuaku itu berdiri dan berkacak pinggang di ruang tengah, tempat aku duduk dan memangku Zidan. “Padahal sudah habis banyak uang untuk bayar pengacara!” Lina, istriku yang berjalan di belakangnya kemudian menjatuhkan bobot di kursi depanku dengan wajah kesal dan terlihat lesu. Istriku bahkan tidak menyapa Zidan, anaknya. Aku hanya melihat Mama Sofi yang berjalan mondar-mandir dengan sesekali mengumpat, sedangkan Lina, duduk dengan muka ditekuk. Mereka berdua habis menghadiri sidang putusan melawan keluarga Om Sapto. Mama Sofi menuntut hak waris untuk dirinya dan kedua anaknya, Lina dan Nungki. Kak Levy, selaku wakil dari keluarga Om Sapto, meladeni tuntutan Mama Sofi. Dari mula, aku sudah tidak yakin mereka menang. Meskipun dari tes DNA menyatakan Lina dan Nungki adalah anak kandung Om Sapto. Berbicara tentang pengadilan
Saat Anakku Kaya 33Bab 33Kejutan Detik berikutnya, waktu terasa merambat pelan. Aku berdebar menunggu kalimat pungkas Pak Johan. “Maukah Bu Ainun menerima semua barang peninggalan istri saya ini?” Pak Johan memandang dengan mata berharap.Aku menyerap ludah, menatap lekat manik mata kecoklatan milik Pak Johan. Ada permohonan yang tergambar di sana. Tidak. Kata itu yang muncul pertama di benakku. Tidak mungkin aku menerima semua barang berharga ini. Pak Johan mungkin saja sedang kalut pikirannya sehingga membuat keputusan yang tidak masuk akal. Semua itu barang berharga puluhan atau mungkin ratusan juta, diberikan cuma-cuma padaku? Pasti Pak Johan sedang tidak sehat. “Bapak, semua ini adalah kenangan dari mendiang ibu. Mbak Karin sengaja menyisakan semua ini, berharap agar bapak tidak melupakan mamanya,” ucapku dengan tersenyum. Pak Johan terdiam kemudian mende sah nafas berat. “Saya siapkan sarapan, ya, Pak,” dengan cepat, aku pergi meninggalkan Pak Johan yang masih berdiri me
Saat Anakku Kaya 34Bab 34Kena batunya Matahari semakin meninggi, suasana rumah semakin ramai. Satu persatu penghuni kamar mulai menampakkan batang hidungnya. Ada Mama dan Papa mertuanya Karin. Anak lelakinya yang bernama Kenzo beserta dengan baby sitter-nya. Mereka semua berkumpul dan saling melempar canda tawa di ruang keluarga. Bergegas aku menata minuman yang sudah siap di nampan lebar. Aku tidak tau mereka mau minum apa, tetapi aku membuat satu teko teh manis hangat saja. “Silakan minumannya,” ucapku seraya menaruh nampan di meja. Semua orang tersenyum menatapku. “Bu Ainun, sini, dulu.” Karina menahan langkahku dengan memanggil namaku. “Iya, Mbak?”“Kenalin nih, Mama sama Papa Mertua aku.” Karina menunjuk sepasang suami istri paruh baya yang duduk bersebelahan. Aku datang menghampiri untuk bersalaman. “Sarita,” kata Mamanya Damian dengan bibir menyungging senyum. “Pandu.’ demikian nama suaminya. Mama Damian cantik dan berkulit putih. Papanya juga ganteng dengan hidung
Saat Anakku Kaya 35Bab 35Mendadak dilamar “Assalamualaikum … halo halo Bandung hahaha.” Bu Atika tertawa ceria bertemu dengan Karin dan mertuanya. Sepertinya, Bu Atika dan Bu Sarita sudah berkenalan sebelumnya. Mereka tampak akrab dan cipika-cipiki. “WaalaikumSalaam, Tante … akhirnya, sampai juga,” ujar Karin memeluk Bu Atika.“Iya, macet sedikit di tol tadi,” jawab Bu Atika mengurai pelukan. “Astaga, siapa ini, kok cantik sekali?” Bu Atika menatap cermin seolah terpukau. Aku menyembunyikan senyum malu-malu. “Bu Ainun, selamat yaa!” Cerocos Bu Atika seraya melangkah ke maju untuk melihat wajahku. Sekarang, Bu Atika membelakangi cermin, dia menatapku dengan mata membulat.“Selamat hari apa, Bu?” Tanyaku tak tau. Kupikir, Bu Atika sedang bercanda. “Selamat buat ….”“Selamat Ulang Tahun Bu Ainun, horee.” Karina bertepuk tangan. Aku bengong. Mata Bu Atika melihat Karin dengan kening mengerut dalam. Ting!Ponsel Bu Atika tiba-tiba mengeluarkan bunyi seperti notif. Bu Atika segera