Saat Anakku Kaya 30Bab 30Jalan Berdua “Bu Ainun, nanti temani saya ke supermarket.” Pak Johan berkata malam itu sepulang kerja. “Iya, Pak,” sahutku sembari membawakan tas kerja Pak Johan masuk. “Memangnya, mau beli apa, Pak?” Tanyaku. “Besok, saya mau ada rapat dengan Pak Mentri PU, di Jakarta. Undangannya mendadak, jadi, saya harus membeli keperluan malam ini.” Pak Johan menjawab sambil duduk dan membuka sepatunya. Lelaki itu berdiri, sambil berjalan ke kamar, dia melepas dasi yang mengikat lehernya. Akupun, segera ke kamar. Setelah sholat Maghrib, aku segera berganti baju dan merias wajah. Bukan ganjen, tapi, aku menghargai Pak Johan. Aku nggak mau terkesan awut-awutan seperti pembantu yang biasa mengikuti nyonyanya ke pasar. Pakai daster apa adanya, sendal jepit, terkadang belum mandi. Maaf. Pak Johan ini direktur, setidaknya, aku harus bersih dan rapi bila diajak pergi. Mengenakan celana kain coklat susu lentur semi baggy, blouse berwarna putih serta dipadukan dengan long
Saat Anakku Kaya 31Bab 31Pembantu Halu “Mbak, kamu ngapain?” Tanyaku pada Mbak Woro yang terlihat kembali sibuk mengemasi barang di dapur. Mbak Woro mengeluarkan barang-barang dapur dari kabinet bawah. Kali ini, ART berambut ikal dan berkulit gelap itu tak lagi membawa tas jalin plastik seperti kemarin, melainkan membawa karung plastik. Melihat ke dalamnya, aku melihat ada panci, wajan, teflon, sendok, garpu, baskom dal lain-lain. “Mau dibawa ke mana ini?” Tanyaku dengan mata melebar. Mbak Woro berdiri. Mengusap kasar celana panjang yang dikenakan, Mbak Woro lalu berdiri persis di hadapanku. “Bukan urusanmu, Bu Ainun. Asal kamu tau, semua barang di rumah ini adalah milikku,” kata Mbak Woro dengan menggerakkan kepala, melihat seisi rumah. “Punya Mbak Woro, gimana?” Keningku mengerut dalam. Mbak Woro tak menjawabnya, malah berjalan memutariku. Aku yang bingung menggerakkan bola mata mengikuti gerak-gerik Mbak Woro. “Bu Ainun, ternyata, kamu itu Janda, ya?” Tanyanya setelah ke
Saat Anakku Kaya 32Bab 32Menghapus Kenangan Yuda “Sial! Aku kalah!” Aku menoleh pada Mama Sofi yang berteriak mengomel saat melangkah lebar memasuki rumah. Mertuaku itu berdiri dan berkacak pinggang di ruang tengah, tempat aku duduk dan memangku Zidan. “Padahal sudah habis banyak uang untuk bayar pengacara!” Lina, istriku yang berjalan di belakangnya kemudian menjatuhkan bobot di kursi depanku dengan wajah kesal dan terlihat lesu. Istriku bahkan tidak menyapa Zidan, anaknya. Aku hanya melihat Mama Sofi yang berjalan mondar-mandir dengan sesekali mengumpat, sedangkan Lina, duduk dengan muka ditekuk. Mereka berdua habis menghadiri sidang putusan melawan keluarga Om Sapto. Mama Sofi menuntut hak waris untuk dirinya dan kedua anaknya, Lina dan Nungki. Kak Levy, selaku wakil dari keluarga Om Sapto, meladeni tuntutan Mama Sofi. Dari mula, aku sudah tidak yakin mereka menang. Meskipun dari tes DNA menyatakan Lina dan Nungki adalah anak kandung Om Sapto. Berbicara tentang pengadilan
Saat Anakku Kaya 33Bab 33Kejutan Detik berikutnya, waktu terasa merambat pelan. Aku berdebar menunggu kalimat pungkas Pak Johan. “Maukah Bu Ainun menerima semua barang peninggalan istri saya ini?” Pak Johan memandang dengan mata berharap.Aku menyerap ludah, menatap lekat manik mata kecoklatan milik Pak Johan. Ada permohonan yang tergambar di sana. Tidak. Kata itu yang muncul pertama di benakku. Tidak mungkin aku menerima semua barang berharga ini. Pak Johan mungkin saja sedang kalut pikirannya sehingga membuat keputusan yang tidak masuk akal. Semua itu barang berharga puluhan atau mungkin ratusan juta, diberikan cuma-cuma padaku? Pasti Pak Johan sedang tidak sehat. “Bapak, semua ini adalah kenangan dari mendiang ibu. Mbak Karin sengaja menyisakan semua ini, berharap agar bapak tidak melupakan mamanya,” ucapku dengan tersenyum. Pak Johan terdiam kemudian mende sah nafas berat. “Saya siapkan sarapan, ya, Pak,” dengan cepat, aku pergi meninggalkan Pak Johan yang masih berdiri me
Saat Anakku Kaya 34Bab 34Kena batunya Matahari semakin meninggi, suasana rumah semakin ramai. Satu persatu penghuni kamar mulai menampakkan batang hidungnya. Ada Mama dan Papa mertuanya Karin. Anak lelakinya yang bernama Kenzo beserta dengan baby sitter-nya. Mereka semua berkumpul dan saling melempar canda tawa di ruang keluarga. Bergegas aku menata minuman yang sudah siap di nampan lebar. Aku tidak tau mereka mau minum apa, tetapi aku membuat satu teko teh manis hangat saja. “Silakan minumannya,” ucapku seraya menaruh nampan di meja. Semua orang tersenyum menatapku. “Bu Ainun, sini, dulu.” Karina menahan langkahku dengan memanggil namaku. “Iya, Mbak?”“Kenalin nih, Mama sama Papa Mertua aku.” Karina menunjuk sepasang suami istri paruh baya yang duduk bersebelahan. Aku datang menghampiri untuk bersalaman. “Sarita,” kata Mamanya Damian dengan bibir menyungging senyum. “Pandu.’ demikian nama suaminya. Mama Damian cantik dan berkulit putih. Papanya juga ganteng dengan hidung
Saat Anakku Kaya 35Bab 35Mendadak dilamar “Assalamualaikum … halo halo Bandung hahaha.” Bu Atika tertawa ceria bertemu dengan Karin dan mertuanya. Sepertinya, Bu Atika dan Bu Sarita sudah berkenalan sebelumnya. Mereka tampak akrab dan cipika-cipiki. “WaalaikumSalaam, Tante … akhirnya, sampai juga,” ujar Karin memeluk Bu Atika.“Iya, macet sedikit di tol tadi,” jawab Bu Atika mengurai pelukan. “Astaga, siapa ini, kok cantik sekali?” Bu Atika menatap cermin seolah terpukau. Aku menyembunyikan senyum malu-malu. “Bu Ainun, selamat yaa!” Cerocos Bu Atika seraya melangkah ke maju untuk melihat wajahku. Sekarang, Bu Atika membelakangi cermin, dia menatapku dengan mata membulat.“Selamat hari apa, Bu?” Tanyaku tak tau. Kupikir, Bu Atika sedang bercanda. “Selamat buat ….”“Selamat Ulang Tahun Bu Ainun, horee.” Karina bertepuk tangan. Aku bengong. Mata Bu Atika melihat Karin dengan kening mengerut dalam. Ting!Ponsel Bu Atika tiba-tiba mengeluarkan bunyi seperti notif. Bu Atika segera
Saat Anakku Kaya 36Bab 36Aku dan Pak JohanMbak WoroBerdiri dalam jarak aman dari ruang tengah di mana sedang dilangsungkan sebuah acara, aku berdiri dan mengamati. Memasang telinga baik-baik agar dapat mendengarkan apa yang sedang dibahas di sana.Ngapain itu si Bu Ainun pakai didandani seperti badut segala? Huh! Dipikir cantik apa? Kemayu. Aku penasaran, sebenarnya, apa peran Bu Ainun dalam acara ini. Sebagai sesama pembantu, aku merasa sakit hati melihat Bu Ainun diperlakukan istimewa begitu. Apa hebatnya dia? Miskin dan sudah tua. Apa? Bu Ainun dilamar? Hah? Aku terkejut sampai membuka mulut, beruntung tidak berteriak. Kenyataan apa ini? Aku mengusap dada yang tiba-tiba terasa panas dan terbakar. Tidak! Aku pasti sedang bermimpi. Plak plakAku menampar pipi sendiri berkali-kali. Aduh! Rasanya perih. Bagaimana mungkin, Pak Johan melamar Bu Ainun, pembantu yang baru beberapa bulan bekerja di sini? Kenapa bukan aku yang sudah bertahun-tahun mengabdi bahkan ikut membantu mera
Saat Anakku Kaya 37Bab 37POV YudaMalu dengan Ibu Aku tersenyum memegang surat sertifikat rumah milikku. Akhirnya, lunas juga perjuanganku menyicil rumah setiap bulan selama sepuluh tahun. Rumah impian yang aku beli dari keringatku sendiri semenjak aku lajang. Bagaimana tidak? Kedua orang tuaku, tak pernah memiliki rumah sendiri sampai akhir hayat. Ayah dan ibu hidup menggelandang dari satu kontrakan ke kontrakan lain. Sedangkan aku, hidup ngekos selama jadi mahasiswa. Aku tidak akan berbicara dulu dengan Lina tentang sertifikat yang sudah di tanganku ini karena aku akan langsung memasukkannya ke Bank sebagai jaminan hutang. Rumah seharga tiga ratus juta ini, mungkin sekarang sudah naik harganya menjadi sekitar lima ratus jutaan. Aku sudah merenovasi bahkan membangun menjadi dua lantai. Dulunya memang hanya perumahan biasa, tanahnya tidak luas. Bangunannya juga standar, tetapi, berada di kawasan dekat perkotaan. Dekat ke segala akses. Aku butuh mobil baru untuk menunjang kegiat
Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol bab 85Secangkir kopi bikin syok Sore harinya, saat adzan Maghrib berkumandang, aku melihat Bu Sofi sedang sibuk di meja makan. Di hadapannya ada beberapa hidangan enak dan es kolak. Langkahku perlahan. Mata ini tanpa sadar menatap Bu Sofi yang seperti rakus menyantap makanan. Dia sedang berbuka puasa. “Tumben, Bu, makan saat adzan Maghrib seperti orang puasa saja,” ujarku berpura-pura. “Ah, iya memang saya puasa hari ini,” sahutnya menoleh. “Puasa apa hari Rabu, perasaan puasa sunah Arafah sudah lewat,” ujarku lagi. “Emang napa Bu Ainun? Kayanya ngga suka ya, lihat saya puasa, berbuat baik, ngumpulin pahala?” Bu Sofi membalas sewot. Aku tersenyum saja. Ngumpulin pahala gimana orang niatnya saja sudah busuk. “Oh, gitu? Bagus dong kalau Bu Sofi sekarang sudah rajin berpuasa. Tapi, lebih baik lagi kalau puasanya Senin Kamis, Bu, InshaAllah berkah,” jawabku menyungging senyum. Bu Sofi melirik tajam. Biar saja, aku segera kembali ke ka
Saat Anakku Kaya 84Bab 84Apakah suamiku terkena pelet? Rutinitas pagiku agak lain hari ini. Mas Johan sudah keluar dari jam setengah enam pagi tadi. Suamiku ke Counter club, mau main golf bersama teman teman sehobby. Meskipun demikian, aku tetap ke dapur untuk membuatkan kopi. Kemarin, aku sudah berpesan pada Mbak Woro untuk tidak beraktivitas pagi dulu di dapur. Hari ini, aku akan menjalankan rencanaku menjebak Bu Sofi. Orang jahat mesti diberi pelajaran. Aku tidak merasa berdosa jika mempermalukan Bu Sofi. Itu akibat ulahnya sendiri. Mas Johan pergi tanpa diketahui Bu Sofi, Lina maupun Yuda. Suamiku nggak ngopi di rumah sebab di country club ada cafetaria. Pernah juga aku diajak ke sana. Wuih, fasilitasnya kelas atas, mewah dan mahal. Keren memang country club tempat suamiku menjadi member. Selesai mengaduk kopi dalam cangkir, aku meninggalkan dapur begitu saja. Sampai kamar segera memantau CCTV. Rasanya menggebu untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya. Mbak Woro muncul be
Saat Anakku Kaya 83Bab 83Menjebak Bu Sofi Huh, huh, huh!Nafasku rasanya bekejaran usai mendengar sendiri rencana busuk Bu Sofi. Benar-benar perempuan j4h4n4m dia itu. Tubuhku bergetar dan tanganku juga gemetaran. Seumur umur, aku tak pernah tau ada orang sejahat ini. “Duduk dulu, Bu,” kata Pak Margono menunjuk sofa. Aku mengangguk. Pak Margono memasuki rumah, aku masih terdiam dengan dada yang berdebar. Ya Allah … segitunya Bu Sofi. Aku sudah menolongnya, memberinya tumpangan di rumah mewah, meminjamkan mobilku untuknya bepergian, memberinya makanan gratis, menyekolahkan Nungki juga, tetapi apa balasannya? Dia malah mengincar suamiku! Astaghfirullahaladziim. Menarik nafas dengan mata terpejam, aku mengurut dada sendiri. Apakah ini yang disebut air susu dibalas air tuba? “Minum air putih dulu, Bu.” Pak Margono datang dengan segelas air di tangannya. Bagai kerbau dicucuk, akupun menurut dan segera meneguk air tersebut. Ya Allah, aku benar-benar syok. Pak Margono kemudian terl
Saat Anakku Kaya 78Bab 78Segala cara POV Bu Sofi Semakin lama tinggal di sini semakin membuatku gusar saja. Bagaimana tidak? Rumah ini begitu besar seperti istana. Dipenuhi dengan barang dan perabot antik yang nilainya bisa diduga fantastis. Garasi mobilnya juga isinya nggak kaleng-kaleng. Dan yang membuat hatiku hangus karena terbakar api cemburu adalah, pemilik semua ini adalah Bu Ainun! Perempuan dekil yang dulu miskin, gembel dan aku hinakan. Tidak habis pikir kenapa nasib baik berpaling padanya. Perempuan kampung itu berhasil memikat hati seorang konglomerat dan sialnya, mereka menikah! Aku tidak terima. Bu Ainun tidak boleh melebihi aku. Meskipun usiaku dengan Bu Ainun hampir sebaya tetapi, penampilan kami jauh berbeda. Bumi dan langit jauhnya. Lihatlah aku. Di usiaku yang menginjak 55 tahun, aku masih cantik. Kulitku masih putih dan kesat, tidak kendor. Wajahku terlihat glowing dan licin seperti porselen. Body ku tinggi dan proporsional. Berbeda dengan Bu Ainun yang kun
Saat Anakku Kaya 81Bab 81Pasang CCTV untuk memantau “Mas, aku minta tolong untuk dipasangkan CCTV di area dapur,” kataku pada Mas Johan malam hari saat hanya berdua saja di kamar. “CCTV buat apa, dek? Bukannya sudah ada di dapur?” Mas Johan memalingkan wajah. Matanya memicing menatapku. “Maksudnya yang benar-benar menyorot area dapur, Mas. Jadi dapat mencakup semuanya misal area memasak, kompornya, wastafel, rak piring dan sebagainya,” ucapku lagi. “Maksudnya biar aku dapat melihatmu bila sedang memasak, gitu, dek?” Mas Johan menggaruk kepalanya dengan mimik wajahnya yang lucu. “Bukan!* aku menoleh dan menggeleng cepat. Ngapain juga aku pingin disyuting saat masak. “Terus?” “Pokoknya pasangin aja, Mas?” pintaku dengan bibir manyun. Suamiku malah tertawa. Sebenarnya, sudah ada CCTV di area ruang makan. Cakupannya juga sampai ke dapur tetapi hanya sebagian saja karena angle nya yang susah. CCTV itu memang dikhususkan untuk memantau suasana ruang makan dan pintu belakang. Semen
Saat Anakku Kaya 80Bab 80Target Pelet “Lumayan, lah, Mas … nggak jelek-jelek amat,” ujar Lina seusai melihat ruko yang disewa Yuda untuk usaha jasa cleaning service. “Iya, Lin, nggak terlalu sempit jugae,” timpalku mengangguk. Setuju dengan pendapat Lina. “Lantai tiga ini, nanti rencananya buat para karyawan yang mau menginap. Aku mengizinkan dengan gratis.” Senyum Yuda mengembang. “Betul, Mas, sambil menyelam minum air. Rukonya aman dan mereka dapat tempat tinggal cuma-cuma. Sama-sama untung,” ujar Lina. Hari ini, aku, Lina dan Bu Sofi diajak oleh Yuda melihat ruko yang sudah dia sewa. Letaknya di daerah atas kota Semarang. Menurut Yuda, harganya lebih miring dari pada yang ada di pusat kota. Yuda memang sengaja mencari yang murah demi menekan pengeluaran modal. Masuk akal sih, menurutku. “Apaan, ruko sempit, sumpek begini, siapa yang mau tinggal di sini? Yang ada meleleh seperti lilin.” Bu Sofi mengibaskan telapak tangan di depan wajahnya seolah merasa kepanasan. “Nanti dib
Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,
Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,
Saat Anakku Kaya 77bab 77Sok Akrab Bu Sofi melengos dan tidak menggubris pertanyaan ku. Rasain, sudah numpang masih sombong dan malah mengolokku. “Lina, jangan lupa nanti malam ya,” kataku pada Lina. “Zidan mau ikut Uti ke depan?” Tanyaku pada Zidan. “Mimik,” katanya. “Minta mimik? Haus ya, sayang? Uuhh, kaciaan.” aku tertawa. Lina segera mengambil Zidan dariku,”biar Lina buatkan susu dulu, Bu.” Aku mengangguk dan segera berlalu dari kamar Lina. Sempat kulihat wajah Bu Sofi yang ditekuk menahan marah. Hahaha.**Semuanya sudah berkumpul di meja makan untuk makan malam. Ada Mas Johan, aku, Lina, Yuda dan Bu Sofi. “Nungki mana?” Tanyaku saat tak melihat gadis abege putri bungsunya Bu Sofi. “Sudah makan katanya, Bu,” sahut Lina. “Lho, makan di mana?” Keningku mengerut melihat Lina. “Katanya tadi pulang sekolah pada nyeblak sama teman-temannya.” “Oh, begitu ….” Aku menganggukkan kepala dan mengambil piring Mas Johan untuk aku isi nasi. Karena tempat nasinya agak jauh, aku ja