Saat Anakku Kaya 33Bab 33Kejutan Detik berikutnya, waktu terasa merambat pelan. Aku berdebar menunggu kalimat pungkas Pak Johan. “Maukah Bu Ainun menerima semua barang peninggalan istri saya ini?” Pak Johan memandang dengan mata berharap.Aku menyerap ludah, menatap lekat manik mata kecoklatan milik Pak Johan. Ada permohonan yang tergambar di sana. Tidak. Kata itu yang muncul pertama di benakku. Tidak mungkin aku menerima semua barang berharga ini. Pak Johan mungkin saja sedang kalut pikirannya sehingga membuat keputusan yang tidak masuk akal. Semua itu barang berharga puluhan atau mungkin ratusan juta, diberikan cuma-cuma padaku? Pasti Pak Johan sedang tidak sehat. “Bapak, semua ini adalah kenangan dari mendiang ibu. Mbak Karin sengaja menyisakan semua ini, berharap agar bapak tidak melupakan mamanya,” ucapku dengan tersenyum. Pak Johan terdiam kemudian mende sah nafas berat. “Saya siapkan sarapan, ya, Pak,” dengan cepat, aku pergi meninggalkan Pak Johan yang masih berdiri me
Saat Anakku Kaya 34Bab 34Kena batunya Matahari semakin meninggi, suasana rumah semakin ramai. Satu persatu penghuni kamar mulai menampakkan batang hidungnya. Ada Mama dan Papa mertuanya Karin. Anak lelakinya yang bernama Kenzo beserta dengan baby sitter-nya. Mereka semua berkumpul dan saling melempar canda tawa di ruang keluarga. Bergegas aku menata minuman yang sudah siap di nampan lebar. Aku tidak tau mereka mau minum apa, tetapi aku membuat satu teko teh manis hangat saja. “Silakan minumannya,” ucapku seraya menaruh nampan di meja. Semua orang tersenyum menatapku. “Bu Ainun, sini, dulu.” Karina menahan langkahku dengan memanggil namaku. “Iya, Mbak?”“Kenalin nih, Mama sama Papa Mertua aku.” Karina menunjuk sepasang suami istri paruh baya yang duduk bersebelahan. Aku datang menghampiri untuk bersalaman. “Sarita,” kata Mamanya Damian dengan bibir menyungging senyum. “Pandu.’ demikian nama suaminya. Mama Damian cantik dan berkulit putih. Papanya juga ganteng dengan hidung
Saat Anakku Kaya 35Bab 35Mendadak dilamar “Assalamualaikum … halo halo Bandung hahaha.” Bu Atika tertawa ceria bertemu dengan Karin dan mertuanya. Sepertinya, Bu Atika dan Bu Sarita sudah berkenalan sebelumnya. Mereka tampak akrab dan cipika-cipiki. “WaalaikumSalaam, Tante … akhirnya, sampai juga,” ujar Karin memeluk Bu Atika.“Iya, macet sedikit di tol tadi,” jawab Bu Atika mengurai pelukan. “Astaga, siapa ini, kok cantik sekali?” Bu Atika menatap cermin seolah terpukau. Aku menyembunyikan senyum malu-malu. “Bu Ainun, selamat yaa!” Cerocos Bu Atika seraya melangkah ke maju untuk melihat wajahku. Sekarang, Bu Atika membelakangi cermin, dia menatapku dengan mata membulat.“Selamat hari apa, Bu?” Tanyaku tak tau. Kupikir, Bu Atika sedang bercanda. “Selamat buat ….”“Selamat Ulang Tahun Bu Ainun, horee.” Karina bertepuk tangan. Aku bengong. Mata Bu Atika melihat Karin dengan kening mengerut dalam. Ting!Ponsel Bu Atika tiba-tiba mengeluarkan bunyi seperti notif. Bu Atika segera
Saat Anakku Kaya 36Bab 36Aku dan Pak JohanMbak WoroBerdiri dalam jarak aman dari ruang tengah di mana sedang dilangsungkan sebuah acara, aku berdiri dan mengamati. Memasang telinga baik-baik agar dapat mendengarkan apa yang sedang dibahas di sana.Ngapain itu si Bu Ainun pakai didandani seperti badut segala? Huh! Dipikir cantik apa? Kemayu. Aku penasaran, sebenarnya, apa peran Bu Ainun dalam acara ini. Sebagai sesama pembantu, aku merasa sakit hati melihat Bu Ainun diperlakukan istimewa begitu. Apa hebatnya dia? Miskin dan sudah tua. Apa? Bu Ainun dilamar? Hah? Aku terkejut sampai membuka mulut, beruntung tidak berteriak. Kenyataan apa ini? Aku mengusap dada yang tiba-tiba terasa panas dan terbakar. Tidak! Aku pasti sedang bermimpi. Plak plakAku menampar pipi sendiri berkali-kali. Aduh! Rasanya perih. Bagaimana mungkin, Pak Johan melamar Bu Ainun, pembantu yang baru beberapa bulan bekerja di sini? Kenapa bukan aku yang sudah bertahun-tahun mengabdi bahkan ikut membantu mera
Saat Anakku Kaya 37Bab 37POV YudaMalu dengan Ibu Aku tersenyum memegang surat sertifikat rumah milikku. Akhirnya, lunas juga perjuanganku menyicil rumah setiap bulan selama sepuluh tahun. Rumah impian yang aku beli dari keringatku sendiri semenjak aku lajang. Bagaimana tidak? Kedua orang tuaku, tak pernah memiliki rumah sendiri sampai akhir hayat. Ayah dan ibu hidup menggelandang dari satu kontrakan ke kontrakan lain. Sedangkan aku, hidup ngekos selama jadi mahasiswa. Aku tidak akan berbicara dulu dengan Lina tentang sertifikat yang sudah di tanganku ini karena aku akan langsung memasukkannya ke Bank sebagai jaminan hutang. Rumah seharga tiga ratus juta ini, mungkin sekarang sudah naik harganya menjadi sekitar lima ratus jutaan. Aku sudah merenovasi bahkan membangun menjadi dua lantai. Dulunya memang hanya perumahan biasa, tanahnya tidak luas. Bangunannya juga standar, tetapi, berada di kawasan dekat perkotaan. Dekat ke segala akses. Aku butuh mobil baru untuk menunjang kegiat
Saat Anakku Kaya 38Bab 38Pura-pura Miskin“Bu Ainun, pakai pelet apa?” Mbak Woro yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingku bertanya dengan muka masam. “Pelet apa, maksudnya?” Tanyaku seraya membuat kopi untuk Pak Johan. “Heleh, sok jaim. Pelet pengasihan lah, apa lagi. Pembantu kok bisa memikat hati Majikan, pasti nggak beres.” Mbak Woro mencebikkan bibir.“Tidak ada, Mbak Woro.”aku mengulum senyum, “saya hanya percaya sama Allah, bukan hal syirik seperti itu.”Mbak Woro melirik jahat. Mengambil nampan dan menaruh gelas kopi di atasnya, aku berjalan meninggalkan Mbak Woro di dapur. Meskipun aku sudah dilamar oleh Pak Johan, tetapi bukan berarti aku berlagak terhadap Mbak Woro. Masih seperti biasanya, setelah mengurus keperluan Pak Johan, aku membantu pekerjaan Mbak Woro. Tidak ada yang berubah. Tok tokMengetuk pelan pintu kamar Pak Johan, aku lalu membukanya perlahan. Pak Johan terlihat sedang berdiri di depan cermin besar dan sibuk memasang dasi di kerah kemejanya. “Kirain
Saat Anakku Kaya 39Bab 39Dihina habis-habisan“A … Ibu tadi naik taksi, Lina,” sahutku dengan bibir tersenyum. “Naik taksi? Nggak punya mobil apa?” Lina mengangkat kedua alisnya. Aku menggeleng. “Ya Ampun, Bu … hari gini, nggak punya mobil. Kasihan amat.” Lina tertawa mengejek. Aku melirik Pak Johan yang menatap dengan mengatupkan rapat bibirnya. Ini baru permulaan, tetapi, kulihat Pak Johan sudah kesal. Menantuku duduk di sebelah Yuda. Lina melihat aku dan Pak Johan bergantian. “Jadi ini, calon suami Ibu?” Tanyanya dengan sorot mata sinis. “Iya, Yud, Lina. Kenalkan, ini, Pak Johan, calon suami Ibu,” kataku masih dengan wajah ramah dan senyum yang tak lepas dari bibir. Pak Johan tersenyum pada Yuda dan Lina. Yuda menganggukkan kepala, sedangkan Lina terlihat tak acuh. “Saya Yuda, Om, anaknya Bu Ainun. Kalau boleh tau, Om Johan ini, kerjanya apa, ya?” Yuda langsung bertanya. “Bu Ainun sudah bercerita sedikit tentang kamu, Yuda.” Pak Johan mulai membuka percakapan. “Om kerj
Saat Anakku Kaya 40Bab 40Penipu Bu Sofi“Nungki, cepat berkemas. Kita harus segera pergi dari sini!” Dengan tergesa-gesa, aku memasukkan pakaian dan barang berharga milikku ke dalam koper. “Cepat sedikit, Nungki! Kenapa hanya melihat saja!” Mataku melebar pada anak bungsuku Nungki yang baru saja pulang sekolah. “Mau ke mana, Ma?” Tanyanya tak mengerti. “Dengar!” Aku menghentikan berkemas sejenak dan melihat Nungki yang masih mematung. “Mama sedang dalam masalah. Tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sementara, kita pergi dulu dari sini agar aman,” kataku. Masalah apa, Ma? Jangan bilang Mama menipu orang.” Nungki menatap tajam. Aku menggeleng, “tidak! Mana tidak menipu, hanya memakai uang orang. Nanti juga dikembalikan,” sahutku dan kembali mengemasi barang-barang. “Sama aja, Ma.”bola mata Nungki memutar. “Nggak sama, lah.” aku berdiri dan mengambil lagi baju dari lemari sap atas. Nggak usah dibawa semua, bikin berat saja. “Terus, kenapa Mama mau lari?” Nungki yan