Home / Romansa / Diblokir Tetangga / 56. Hasil Tes DNA

Share

56. Hasil Tes DNA

Author: Amaliyah Aly
last update Last Updated: 2023-01-27 09:52:30

Tepat seperti dugaanku. Rupanya, kedatangan ibu, ingin memberitahu bahwa Lastri sedang ada di rumahnya.

"Dia sedang terguncang. Rudi menjatuhkan talak tiga padanya. Mereka tak bisa rujuk. Bahkan sekarang pun, Rudi entah ada di mana. Lastri tak tahu."

Ucapan Ibu menambah berat beban dalam hatiku.

Kuembus napas kasar. Mungkin, sudah saatnya untuk jujur pada Inamah. Memberitahu semua fakta tentangku bersama Lastri. Lalu, meminta kelapangan hatinya agar mau menerima Lastri dan Hasan dalam rumah tangga kami.

Ya, itu kalau Inamah mau. Tapi, kalau tidak? Bagaimana?

"Aku butuh kamu, Mas." Lastri menatapku dalam. Aku sendiri bingung. Harus bagaimana setelah ini.

"Rudi, dia ..,"

"Lupakan Mas Rudi! Kami sudah berakhir! Aku, hanya mau sama kamu, Mas. Beri hakku. Juga hak Hasan secara utuh." Lastri menekan kalimatnya. Ia bukan lagi meminta. Tapi memaksa.

Kugaruk kepala yang tak gatal.

Aku bahkan belum bicara apa pun pada Inamah. Ya Allah. Harus ba
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Diblokir Tetangga   57. Pengakuan

    Dingin dan membeku. Tak ada kata yang terucap. Hanya kedua pandangan mata yang menyimpan sorot kesedihan. Inamah terdiam. Duduk di bibir kursi. Ia tak lagi mampu untuk berdiri. Tubuhnya memberi kode bahwa ia telah tumbang. Begitu pun hatinya. Hancur berserakan. "Dari sederet kisah masa lalumu itu. Kenapa bagian ini tak pernah kau ceritakan padaku, Mas? Kenapa kau menutupinya?" "Aku ... aku, bahkan sudah kau tipu sejak kita belum menikah." "Dan sekarang ...," Kalimat Inamah terhenti. Tenggorokannya tercekat. Ia lalu mengembus napas kasar. Beberapa menit terdiam, demi meredam gejolak amarah dalam hatinya.Sepi. Tak ada sedikit pun suara yang keluar dari bibir tipisnya itu. Sementara Bram, ia berdiri dengan lutut bergetar. Seolah tercabut tulang belulang dari dalam tubuhnya."Aku butuh waktu untuk mencerna ini semua, Mas. Aku butuh waktu," ujar Inamah. Sebelum akhirnya ia berlalu pergi. Kembali ke dalam kamar. Ditinggalkannya Bram sendiri.

    Last Updated : 2023-01-28
  • Diblokir Tetangga   58. Dia Tahu Semuanya

    [Mas, kamu di mana? Kenapa nggak ada kabar?][Mas, aku ingin bicara penting. Datanglah. Aku tunggu.][Mas!][Mas! Jangan buat kesabaranku hilang. Ini penting tentang Hasan!][Maaaaaasss!!] Kedua mata Inamah bergerak membaca pesan dari Lastri. Tak lagi ada rahasia di antara Bram dan Inamah. Gawai suaminya telah berada dalam genggamannya. Sejak perbincangan hingga larut malam itu. Inamah belum kembali tidur. Sementara, Bram sudah terbuai dalam mimpi indahnya. Tersenyum miris. Inamah lalu menggelengkan kepalanya. Pantas saja suamiku begitu perhatian. Rupanya Hasan selalu kau jadikan umpan.Rabbi ....Inamah membatin lirih.[Besok saja kita bertemu. Ada banyak hal penting yang ingin aku sampaikan padamu.] Inamah membalas pesan kepada Lastri. Tentu saja dari nomor Bram. Sementara di ujung sana. Lastri terus bersorak gembira. Ia tak tahu bahwa bukan Bram yang membalas pesannya barusan.***Mendidik kesabaran diri. Sejatinya begitu ba

    Last Updated : 2023-01-29
  • Diblokir Tetangga   59. Permintaan Lastri

    "Kamu beneran ingin tahu?" Bram menghentikan suapannya. Disingkirkannya piring yang masih berisi nasi goreng ke sisi kiri meja. Tak berselera."Pertanyaan kamu salah, Mas. Aku memang sudah tahu semuanya." Inamah menekan di akhir kalimat. Kilat matanya menyimpan luka. "Dek.""Sudahlah, Mas." Bram menatap iba. Berharap agar Inamah tak menghakiminya. Ia ingin meluruskan kesalah pahaman yang terjadi. Masalah Handoko dan Sarah. Ia tak terlibat sepenuhnya. "Kebohongan apalagi yang kamu sembunyikan dariku, Mas? Kamu dan ibumu. Kenapa kalian tega sekali? Apa salahku di sini?" "Bukan begitu, Dek. Dengarkan penjelasanku dulu.""Apanya yang mau dijelaskan?"Inamah meraih saku dalam gamisnya. Meraih sesuatu yang sudah ia siapkan sejak tadi pagi. Dapat! Selembar foto lalu ia sodorkan pada Bram. "Lihat! Apakah karena ini kalian membohongiku?" Inamah menyentak. Dadanya bergemuruh. Hatinya semakin panas dan tercabik-cabik. Meski begitu, ada perasaan lega tersendiri. Ia luapkan segalanya. Fakta

    Last Updated : 2023-01-31
  • Diblokir Tetangga   60. Aku Pergi

    Seminggu berselang ....Inamah tampak sangat sibuk menyuapkan makan malam untuk Ani. Sementara, Bram sedang duduk di ruang tamu memangku Kia. Sejak pulang dari rumah sakit, Ani kini tinggal satu atap bersama Inamah. Berbagi tugas. Saling membantu satu sama lain. Inamah dengan sangat hati-hati menyuap sendok demi sendok makanan ke dalam mulut Ani. "Enak, Bu?" tanya Inamah lembut. Sedikit kesulitan, Ani pun menjawab. Dengan bibir yang sedikit miring, pengaruh sakit stroke yang dideritanya. Drrrrtttt! Drrrrrttttt! Gawai Bram bergetar berkali-kali. Diliriknya sekilas benda pipih yang diletakkan di atas nakas itu. Hatinya resah. Ia sudah hafal betul. Sudah pasti itu nomor Lastri. Terakhir, ia menemui perempuan itu untuk memberinya sedikit bantuan berupa uang. Demi menyelamatkan agar tak sampai terusir dari rumah Bu Yuyun. Bram berusaha menjaga jarak. Meski dalam hati ia

    Last Updated : 2023-02-01
  • Diblokir Tetangga   61. Lembaran Baru

    Aku buka lembaran baru. Bukan karena kalah oleh godaan orang ke tiga. Tapi, karena yang kuperjuangkan hanyalah sampah. Sesuatu yang menjijikkan tak mungkin aku pungut ulang. Biarlah ia membusuk bersama dengan sampah yang ia simpan.Benar kata Anggi. Sebelum semuanya terlambat. Aku harus segera mengakhiri. Secepatnya. *** "Dek, tolong, Dek. Tinggallah di sini dulu. Maafin Mas, Dek." "Mas nggak mau pisah sama kamu. Mas sayang banget sama kamu dan Kia." Terus saja Mas Bram merayu. Menyebut Kia agar iba itu datang lagi padaku. "Sudahlah, Mas. Jangan semakin banyak berakting. Aku sudah muak. Enak bener kamu selingkuh sampai lupa sama aku dan Kia. Trus, giliran mau pergi. Sekarang anakmu kau bawa-bawa!""Bukan begitu, Dek. Mas khilaf waktu itu. Tolong, mengertilah.""Khilaf? Kamu bahkan sudah bersumpah atas nama Allah tidak melakukan perbuatan

    Last Updated : 2023-02-02
  • Diblokir Tetangga   62. Ternyata Licik

    "Kamu boleh bangga dengan kehidupanmu, Mas. Tapi, kamu lupa. Bahwa semuanya adalah titipan. Allah tak pernah tidur. Orang zalim sepertimu, tinggal menunggu waktunya untuk tersungkur."*** Keluar dari mobil online. Sambil menggendong Kia dalam dekapan. Inamah berjalan ke luar. Melangkahkan kaki menuju taman edukasi. Di depannya, tampak jalanan berpaving dengan pohon besar di sisi kiri dan kanan. Meneduhkan. Hati Inamah gusar. Ia bingung harus pergi ke mana.  Tak ada sanak saudara yang bisa dihubungi. Mau ke tempat Umi Safa, ia malu sekali.Sementara, diam saja di rumah Bram dan menerima segala pengkhianatan suaminya. Bukanlah solusi yang tepat. Ia jijik juga muak. Pada semuanya. Inamah berhenti saat Kia menggeliat dalam dekapan. Dipandanginya bayi mungil itu. Tergelincir sudah setitik air yang telah Inamah tahan sejak tadi. Tak menyangka dengan nasib yang dialaminya.Lebih-lebih pada Kia. Perceraia

    Last Updated : 2023-02-03
  • Diblokir Tetangga   63. Tempat Baru

    Inamah berdiri di depan sebuah bangunan besar yang menjulang tinggi. Dari tempat ia menjejakkan kaki, bangunan di depannya itu terlihat seperti huruf U yang mengelilingi halaman berumput. Tempat yang begitu banyak menyimpan kenangan hidupnya. Tempat ke dua setelah ia menyebut kata rumah. Pondok Pesantren As Salam. Letaknya persis di perbatasan antara Kota Surabaya dan Kota Gresik. Dekat dengan jalan besar hingga akses untuk menjangkaunya tidaklah susah. Masa remaja Inamah banyak sekali dihabiskan di tempat ini. Tempat ia mengenyam pendidikan juga mendalami ilmu agama.Bersama dengan santriwati yang lain. Segaris senyuman terlukis di bibir Inamah. Wajah yang dipayungi penuh luka itu mencoba menyamarkan perih dalam hati.  Tidak dipungkiri. Selama dua hari meninggalkan rumah Bram, Inamah masih berharap suaminya itu menghubungi nomornya. Setidaknya bertanya kabar tentang Kia, begitu. Namun, hingga kepergiannya men

    Last Updated : 2023-02-04
  • Diblokir Tetangga   64. Bahagia Untukmu

    Inamah berjalan bersama Mirna menuju kediaman Ustazah Shafa. Letaknya yang tak jauh dengan Pondok Pesantren As Salam. Membuat waktu yang digunakan tidaklah terlalu lama. "Anakmu kok anteng banget, ya, In?" tanya Mirna sambil menggendong Kia. Sebentar lagi mereka akan tiba. Setelah berputar menuju gerbang belakang ponpes, demi memangkas jarak ke  kediaman Ustazah Shafa."Iya, Mbak. Alhamdulillah," jawab Inamah pelan."Iya eh, beneran lho. Nggak rewel sama sekali." Senyum tipis terlukis di bibir Inamah. Sebuah keberkahan tersendiri baginya. Seolah Kia tahu apa yang  Inamah rasakan. Bayi mungil itu sedikit pun tak pernah menyusahkan. "Iya, Mbak. Alhamdulillah." Beberapa menit mereka lalui dengan berbincang sepanjang jalan.*** Di belakang pondok pesantren As Salam, terdapat pemukiman warga yang cukup padat. Sebuah desa dengan gang-gang yang tertata rapih. Rumah yang berb

    Last Updated : 2023-02-05

Latest chapter

  • Diblokir Tetangga   129. ENDING

    Waktu bergulir kian cepat. Jejak-jejak masa lalu tinggallah serpihan yang tak perlu diingat. Aku bahagia dengan kehidupanku. Menikmati peran menjadi seorang istri, ibu dan juga menantu.Lima belas tahun lebih berselang. Usiaku sudah melewati kepala empat bahkan hampir lima. Hidupku begitu bahagia. Tinggal di bawah atap yang dinaungi dengan iman dan taqwa. Masih di kediaman Abah Yai. Hati dan jiwaku seakan tertahan. Enggan untuk pergi dari sini. Bude Ningsih tutup usia dua tahun yang lalu.  Beliau tak mengalami sakit. Tepat saat sedang salat Magrib berjamaah. Tiba-tiba saja sudah tak sadarkan diri. Ketika dibawa ke rumah sakit. Ternyata beliau sudah tak ada.Mas Fatih menepati janjinya. Hatiku sakit, saat tahu bahwa kedai warung milikku bukan mengalami kebakaran secara sendirinya. Melainkan ada dalang di balik itu. Suami Mbak Daya, namanya Mas Hilal, entah dendam apa yang ia miliki. Entah motif apa yang membuat ia tega membakar kedaiku. Pada

  • Diblokir Tetangga   128. Hasil USG

    Mas Fatih menuntunku berjalan dengan hati-hati. Perhatian dan perlakuannya selalu membuatku nyaman. Kami sudah tiba di tempat praktik dokter kandungan. Seperti rencana awal, hendak melakukan USG untuk mengetahui jenis kelamin anak kami. "Duduk di sini dulu ya, Dek," ucapnya.Aku mengangguk. Mas Fatih berjalan menuju tempat pendaftaran. Sambil menunggu, kuedarkan pandangan ke sekeliling. Ada pula pasangan suami istri yang mengantri sama sepertiku. Seorang perempuan berkerudung lebar tersenyum ramah. Kulihat perutnya sedikit membuncit, mungkin tengah hamil.  "Mau periksa ya, Mbak?" tanya perempuan yang sedari tadi kuperhatikan. Ia duduk tepat di sebelahku. "Iya, Mbak. Mbak periksa juga, ya?" tanyaku balik.Perempuan itu mengangguk. "Sudah berapa bulan?" Aku bertanya lagi. Sebuah senyum kecut kulihat. Perempuan itu menggeleng. Seperti ada kepedihan yang tersirat di wajahnya. Ya Allah,

  • Diblokir Tetangga   127. Pamit

    "Rumah ini milik bersama, Nduk. Jangan merasa sungkan. Ummi sama Abah hanya ingin yang terbaik buat kamu dan calon cucu kami." Aku terharu mendengar ucapan Ummi. Tak ada yang kurang. Semua begitu menghargai dan menyayangiku. Namun, hati ini masih berat jika harus tinggal seterusnya di sini. "Terima kasih banyak Ummi.""Sama-sama, Nduk. Sudah sekarang istirahat saja, ya. Ummi mau nemenin Abah dulu.""Nggih, Ummi."Mertuaku itu berlalu meninggalkan kamar. Tinggal aku di sini bersama Kia dan Bude Ningsih. *** Mencoba bicara dari hati ke hati. Aku paham sekali bagaimana watak Bude Ningsih. Beliau orangnya nggak enakan. Lebih sering merendahkan diri. "Bude," panggilku."Iya, Nduk?""Semisal kita benar jadi tinggal di sini bagaimana?" "Horeee! Asiiiik! Tinggal di sini seterusnya, Mi?" Pertanyaan kulempar pada Bude Ni

  • Diblokir Tetangga   126. Melebur Bersama Duka

    Dalam hidup, kita tidak pernah bisa membuat semua orang menjadi suka. Sedikit banyak, akan  ada saja orang-orang yang membenci. Entah itu sebuah penyakit hati berupa iri dengki, atau Allah memang tengah menguji kesabaran hambanya. *** Pagi telah kembali tiba. Di sebuah klinik dokter spesialis kandungan. Inamah dan Fatih menunggu dengan harap-harap cemas hasil pemeriksaan. Beruntung karena klinik yang Fatih kunjungi buka selama 24 jam. Inamah langsung cepat ditangani. Tanpa menunggu-nunggu lagi. Satu hal yang lagi-lagi patut disyukuri. Karena kecekatan Inamah selama ini. Fatih tak perlu dipusingkan dengan noda pakaian yang membekas darah di belakang gamis Inamah. Karena Inamah selalu menyimpan stok ganti di bangku belakang. "Jadi, bagaimana, Dok?" tanya Fatih dengan raut cemas. Begitupun dengan Inamah, ia tengah berbaring di atas brankar pasien. Pasca menjalani pemeriksaan usg. "Sudah saya cek. Usia kehamilan memasuki tujuh

  • Diblokir Tetangga   125. Hancur dan Berserakan

    Malam beranjak semakin matang. Udara yang dingin, perlahan menerobos masuk lewat celah lubang angin. Sesekali dengung bunyi binatang malam masih terdengar. Meski bersahutan dengan riuh dedaunan yang tergesek angin. Kamar yang sedang ditempati Kia berada di sisi sebelah kiri. Di mana, halaman sampingnya ditumbuhi dua pohon mangga yang berdaun lebat. Jika Kia dan Bude Ningsih sudah terlelap dalam tidurnya, serta terbuai dalam mimpi mereka masing-masing. Hal tersebut tidak berlaku untuk Inamah. Pertanyaan Kia yang terus terngiang di telinga, membuat Inamah sedikit banyak kepikiran. Bram, masa lalunya yang bahkan kini keberadaannya sudah tak ada lagi di dunia, justru menghantui isi kepala. Inamah bangun dari posisi berbaring. Ia duduk lalu sedikit memundurkan posisinya, berganti menyender ke dinding. Ia sedang berpikir, bagaimana mencari cara agar bisa menjelaskan pada putrinya kelak. Sebuah penghianatan, haruskah ia ulas pada gadis yang bahkan usianya saja

  • Diblokir Tetangga   124. Wejangan Ibu Mertua

    Semilir angin malam yang sejuk membelai lembut wajah Inamah. Ia duduk di teras rumah. Seorang diri dengan kepala yang bersandar di dinding. Sesekali dilihatnya gawai, memastikan bahwa jam sembilan malam belumlah datang. Ia menunggu, kabar dari suami bahwa Kia masih hidup membuatnya teramat bahagia. Hingga ia lupa diri. Menyiapkan aneka makanan kesukaan sang putri sejak sore tadi. "Nunggunya di dalam saja, Nduk." Inamah menoleh. Di dekat pintu, dilihatnya Bu Nyai mendekat. Setibanya di samping Inamah. Bu Nyai menyentuh pelan pundak kanannya. "Di sini dingin," ujar Bu Nyai lagi. Kedua matanya menatap hangat. Tahu bahwa menantunya itu sedang tak sabar, tapi mengingat kondisinya yang sedang hamil muda juga pingsan berulang kali sejak pagi. Membuat Bu Nyai lebih khawatir akan kesehatan Inamah. "Nggih, Ummi."Merasa tak enak. Inamah lantas menurut. Ia bangkit dari duduk. Mengikuti ajakan Bu Nyai, yang kini menggirin

  • Diblokir Tetangga   123. Menjemput Jenazah Putriku

    Lebih cepat. Ingin segera sampai. Berpacu bersama sang waktu. Diselingi sudut-sudut hati yang menjerit. Doa tak lupa sentiasa terselip. Sebentar saja, tak ingin sampai kedatangannya terlambat dan berakhir dengan sia-sia. Fatih menghela napas berat berkali-kali. Pikirannya bercabang menjadi dua. Di satu sisi, ada Inamah yang terpaksa ia tinggalkan dalam keadaan pingsan. Di sisi lain, ada Kia dan juga Bude Ningsih. Yang saat ini, entah bagaimana keadaan dua orang itu. Pasca kecelakaan bus yang ditumpangi saat rekreasi."Hallo, saya minta tolong segera kirimkan alamat rumah sakitnya."Fatih menghubungi salah seorang guru Kia. Percuma jika menunggu respon, ia ingin segera tahu kabar putrinya itu secara langsung. Meski bukan anak kandungnya, Fatih begitu tulus menyayangi seperti anak sendiri. "Di rumah sakit umum Bakti Husada Batu Malang, Pak. Saya kirimkan alamat lokasinya di pesan, ya.""Iya. Saya tunggu dengan seg

  • Diblokir Tetangga   122. Bahagia Sekejap Saja

    Hatiku resah. Ada yang tak nyaman di dalam sini. Bagaimana bisa aku tergerak untuk mengizinkan seseorang menempati 'rumah kami'. Karena meski jarang ditempati, tapi jika sudah menyangkut tentang hak milik. Rasanya aku tak bisa. Sudah masuk ranah privasi.  "Dek." Panggilan Mas Fatih kembali membuyarkan lamunanku. Seulas senyum tersungging di bibir. Ia mendekat lalu mengusap puncak kepala. Matanya melebar, lalu jemari tangannya mencolek hidungku gemas. "Mas bercanda, Sayang. Khalid sudah punya rumah sendiri kok. Tak mungkin juga Mas membagi tempat tinggal kita dengan yang lain," ujarnya. "Hem? Apa?" Aku membelalak. "Beneran, Dek. Khalid sudah punya tempat tinggal sendiri. Mas hanya menggoda Adek saja." "Ihh! Mas Fafih!"Aku menepuk lengannya dengan tangan kanan. Bukannya mengelak, ia malah mendekat. "Sebelah sini aja," ujarnya sambil menunjuk pipi kanan. "Masa iya di pipi?""Kalau di pipi

  • Diblokir Tetangga   121. Memangkas Jarak

    "Yang ini bagus nggak, Mas?" Kutunjukkan gawaiku pada Mas Fatih. Ia menoleh sekilas lalu menggeleng pelan. Kami sedang tiduran di atas ranjang dengan selimut tebal yang membungkus hingga sebatas perut. Kebetulan ini hari minggu. Mas Fatih sedang libur. Sementara Kia, sejak jumat pagi ia bersama Bude Ningsih. Ada acara rekreasi dari sekolahnya. Berhubung aku sedang hamil muda, jadi Bude yang menemani.Kusandarkan kepala di lengan kiri suamiku itu. Kedua mataku terbelalak setelah menggeser layar gawai. Di dalam layar tampak pakaian bayi berwarna putih polos dengan bulat-bulat kecil berwarna biru sebagai motifnya. Pasti kali ini Mas Fatih setuju. Mengingat, motifnya yang sedikit, tak sebanyak yang pertama tadi.Kuakui, saat ini aku berada dalam fase demam belanja online. Entah apa sebabnya. Mungkin, efek kehamilan yang kedua ini.Berbeda dengan kehamilanku yang dulu waktu mengandung Kia. Kali ini, entah kenapa aku lebih senang be

DMCA.com Protection Status