Beranda / Romansa / Diblokir Tetangga / 41. Musuh Dalam Selimut

Share

41. Musuh Dalam Selimut

Penulis: Amaliyah Aly
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-12 11:40:48

[Mas. Aku mau ke rumah. Kamu tunggu di ruang tamu, ya.]

Satu pesan masuk dari nomor tanpa nama. Lastri. Bram tersenyum. Ia lalu bergegas menuju ruang tamu rumahnya. Berpura sedang menyalakan televisi.

Inamah yang tengah menyiapkan air hangat untuk Kia mandi. Tak melihat gerak-gerik mencurigakan suaminya.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamualaikum." terdengar suara seseorang dari balik daun pintu.

Bram menoleh. Ya, itu adalah Lastri. Seperti pesannya tadi. Ia hendak bertamu ke rumah Inamah.

"Wa alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Iya?"

Dibukanya pintu sambil menjawab salam dari dalam.

Hati Bram berdesir kala kedua matanya menangkap satu wajah di ambang pintu. Lastri. Ia datang bersama Hasan. Perempuan itu tampak cantik dengan baju yang melekat di badannya. Pemberian Bram kemarin sore. Secara diam-diam. Tanpa sepengetahuan Rudi maupun Inamah.

"Mbak Inamahnya, ada?" tanya Lastri sambil tersipu. Ia tahu, Bram tengah memperhatikan dari atas kepa
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Diblokir Tetangga   42. Kamuflase Bunglon?

    "Dari mana kamu, Dek?"Tepat di ambang pintu. Rudi berdiri dengan muka memanas. "Nggak ada urusan sama kamu." Melenggang pergi. Tak menjawab pertanyaan Rudi. Lastri gegas memasuki kamar. Ingin menemui Hasan. Satu tarikan tangan membuat Lastri terhenti. "Ini apa?!" Rudi mendelik. Ditunjukkannya layar gawai yang menyala. Begitu banyak baris chat dari satu nomor tanpa nama. Lastri memicingkan ke dua matanya. Melihat dengan seksama. Dalam hati ia tersenyum. Tapi, mimikk wajahnya menunjukkan hal yang berbeda. "Ini nomor Mbak Inamah? Ya Allah. Dia godain, Mas?" Lastri terkejut. Ia membelalakkan matanya lebar-lebar.Mendustai diri sendiri. Padahal ia dalang dibalik semuanya. "Jawab! Aku tahu Inamah bukan perempuan seperti ini. Kamu ... Kamu punya rencana apa untuk dia? Jawab!" Rudi setengah membentak. "Aku nggak tahu, Mas. Mungkin dia benar suka sama kamu." Lastri membela diri. Begitu banyak baris pesan yang Inamah kirim ke nomor Ru

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-13
  • Diblokir Tetangga   43. Dendam

    Menyimpan dusta. Menjalin hubungan lain diatas pernikahan yang suci. Apa yang hendak diraih? Kepuasan semata. Mengikuti hawa nafsu sendiri. Sudah pasti merugi. Sungguh, tak ada yang menghentikan rasa ketidak puasan kecuali bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. Tak akan pernah puas. Jika secuil rasa syukur, tak tersimpan dalam hati. Sebab, rasa itu akan terus menuntut untuk dipenuhi. [Seperti biasa. Aku tunggu di dekat lampu merah. Jangan lupa pamit sama Rudi.]Satu pesan terkirim. Ke nomor Lastri yang sudah Bram hafal di luar kepala. Tak pernah menyimpan nomor tersebut. Karena khawatir Inamah curiga dan memergokinya. [Oke.]Satu kata balasan dari Lastri. Cepat, bukan? Betapa kedua orang itu sangat keterlaluan. Mempermainkan sebuah pernikahan. "Mandi dulu, Mas." Inamah membisik lembut. Gerimis tipis siang hari membuat hasrat Bram ingin dipenuhi. Mereka baru saja memadu kasih."Nanti dulu, Sayang. Masih ingin bersama kamu." Meraih

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-14
  • Diblokir Tetangga   44. Pion Menyerang Sendiri

    Hujan lebat membasuh Kota Pahlawan. Malam beranjak semakin matang. Tampak sangat gelap karena rembulan tertutup awan. Angin dingin menerobos melalui celah-celah kecil jendela. Malam yang sangat dingin. Inamah tertidur pulas di atas ranjang. Ia kelelahan karena Kia sedikit rewel hari ini. Sore tadi, seperti kata Bram. Inamah akhirnya pergi ke rumah Ibu mertua. Seperti yang sudah-sudah. Ibu mertuanya itu lebih sering mendiamkannya. Meski berusaha terus berbakti. Namun, Inamah jarang sekali dibalas kebaikannya. Di sisi ranjang. Bram mengusap kepala Inamah. Dipandanginya perempuan yang sangat ia cintai itu dalam-dalam. "Maaf, Dek." Pelan bahkan nyaris tak terdengar. Bram mengucap dua kata itu. Bagaimana pun ia tahu apa yang dilakukannya selama ini adalah salah. Tapi, ia tak bisa memilih. Hatinya telah kembali terbagi. Merasakan sentuhan di kepalanya. Inamah lantas terbangun. Ia mengerjap pelan. "Belum tidur, Mas?" tanyanya saat melihat Bram s

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-15
  • Diblokir Tetangga   45. Tukar Pasangan

    [Mas Rudi sudah mentalakku. Ia pasti tergoda oleh istrimu itu. Lihat, betapa banyak pesan dan foto genit yang ia kirim ke pada Mas Rudi. Mungkin, bertukar pasangan adalah jawaban terbaik. Ceraikan Inamah, Mas. Berikan hakku secara utuh.] Satu pesan masuk di gawai Bram. Ia yang baru selesai mandi tampak sangat terkejut. Tak menyangka. Semalaman ia kepikiran. Karena Lastri dan Rudi mendadak meninggalkan rumah. Pindah tanpa sedikit pun berpamitan. Benarkah semua karena ulah Inamah? Bram bertanya dalam hati. Pada siapa? Entahlah. Ting!Ting!Ting!Ting! Bunyi gawai berdenting. Bertubi-tubi, dengan nomor yang Bram kenali. Rudi. Ada banyak sekali pesan yang masuk dari nomor pria itu. Dengam satu sentuhan, Bram membuka isi pesan di dalamnya. Matanya terbelalak. Dadanya bergemuruh. Panas. Didapatinya tangkapan layar berisi foto-foto Inamah juga baris chat yang seperti sengaja menggoda Rudi. Ia naik pitam. "Inamah? Sejak kapan kam

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-16
  • Diblokir Tetangga   46. Pesan Misterius

    Sudah satu minggu berlalu sejak kepindahan Lastri. Bram sering berlaku kasar pada Inamah. Demi menutupi kesalahannya sendiri. Juga cemburu saat melihat kembali isi pesan dari nomor Rudi. Antara ingin percaya atau mengabaikannya. Bram masih mencerna segala keganjilan yang ada. Inamah bukan perempuan gampangan. Apalagi sampai membuka hijab dan menunjukkan di depan lelaki yang bukan mahram. Bukan. Istriku bukan perempuan seperti itu! Bram meyakinkan diri. Sore hari saat Bram pulang kerja. Inamah menunjukkan satu wajah yang berbeda. Bram merasa risih dan tak nyaman. Biasanya Inamah selalu menemani ia saat makan malam. Tapi, kali ini. Ia tampak mendiamkan.Sudah?" Inamah bertanya tepat saat Bram mengakhiri ritual makan malamnya dengan segelas air. "Iya," jawab Bram tenang. Hatinya berdetak tak keruan. Seperti ada firasat tak enak. Deg!Mata Bram berhenti berkedip. Inamah mengeluarkan sebuah mini recorder. Lalu menyerahkan langsung pada Bram.

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-17
  • Diblokir Tetangga   47. Meminjam Ponsel

    [Besok jam sembilan kita ketemuan. Mbak harus tahu semuanya. Ini penting! Tolong, jangan abaikan pesan ini. Demi kebaikan Mbak dan semuanya. Aku tunggu di taman edukasi.] Baris pesan itu membuatku semakin yakin. Ada yang tak beres memang antara suamiku dan mantan tetangga tak tahu diri itu. Kecurigaanku tentang berbalas komen Mas Bram dan Mbak Lastri. Juga akun watsapp Mas Bram yang tak juga diblokirnya. Aku butuh jawaban dari itu semua. "Ya, aku harus datang!"Kusentuh lagi layar gawai. Mengetik balasan untuk pesan barusan. "Dek, lagi liatin apa?" Deg!Kuangkat wajah menatap ke arah Mas Bram. Ia memandangiku dengan intens. Juga sorot mata yang setengah memicing. Dia, dia terbangun?Tapi, sejak kapan? Kenapa aku tak menyadarinya?"A--anu, Mas. Ini lagi balasin pesanan customer," kilahku. Aku menelan saliva. Gugup mendera. Membuat tengkuk leherku seketika merinding. Jemariku kaku. Bahkan mematikan layar yang menyala saja aku tak sang

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-18
  • Diblokir Tetangga   48. Pembicaraan Rahasia

    Kulangkahkan kaki melewati jalanan yang becek lagi basah. Sisa hujan semalam. Mas Bram bilang ingin sarapan nasi pecel. Kuturuti keinginannya itu. Membawa diri ini menuju kedai Bulek Siti. Penjual nasi pecel di persimpangan gang. "Bungkus berapa, Mbak?" tanya Bulek Siti."Tiga Bulek. Yang satu bumbunya dipisah saja, nggih. Buat Ibu," ujarku."Siap!" Ya, mau bagaimana pun perlakuan tak sukanya Ibu padaku. Aku harus berbakti bukan? Apalagi beliau tinggal seorang diri. Usai dilayani. Kuserahkan lembaran uang berwarna hijau pada Bulek Siti. Satu porsi nasi pecel seharga lima ribu rupiah. Murah sekali."Makasih, ya, Mbak.""Nggih, sama-sama, Bu." Kutinggalkan kedai Bulek Siti menuju rumah Ibu mertua lebih dulu. Mengantar sarapan untuknya.Sepanjang jalan kulihat beberapa orang yang lalu lalang. Kami saling menyapa satu sama lain. Meski hanya dengan seulas senyum. Atau menyapa dengan memanggil nama. Tapi, rasanya senang sekali. Langkahku t

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-19
  • Diblokir Tetangga   49. Andin

    Bagaimana jika ini hanya sebuah tipuan? Atau ... mungkin Mas Rudi ingin menjebakku seperti yang istrinya lakukan kemarin-kemarin? Tidak! Aku tidak mau tertipu lagi! "Maaf, Mbak. Saya pulang saja!" Aku menghentikan langkah untuk mengekori Andin. Berbalik cepat berlawanan arah dengannya. Teringat kembali kejadian kapan hari. Saat Ibu mertua bilang bahwa Mas Rudi mengakui, aku telah menggodanya. Juga saat Mas Bram bilang bahwa Mas Rudi sudah menceritakan semuanya. Terkait chat dan foto tanpa hijabku itu. Astagfirullah! Bahkan ... suamiku sampai menatapku penuh rasa jijik. Aku tak sudi. Jelas, ini pasti jebakan. Aarrgh! Aku frustasi!"Mbak, tunggu!" Andini terus memanggil.Abaikan Inamah!Abaikan!Kupercepat langkahku. Semakin jauh meninggalkan perempuan itu. "Mbak! Mbak!" Ia masih terdengar mengejar. Tak peduli. Aku takut jika ini semua sengaja direncanakan untuk menjebakku.Jika saja tak ada Mas Rudi di sana. Mungkin, aku akan tet

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-20

Bab terbaru

  • Diblokir Tetangga   129. ENDING

    Waktu bergulir kian cepat. Jejak-jejak masa lalu tinggallah serpihan yang tak perlu diingat. Aku bahagia dengan kehidupanku. Menikmati peran menjadi seorang istri, ibu dan juga menantu.Lima belas tahun lebih berselang. Usiaku sudah melewati kepala empat bahkan hampir lima. Hidupku begitu bahagia. Tinggal di bawah atap yang dinaungi dengan iman dan taqwa. Masih di kediaman Abah Yai. Hati dan jiwaku seakan tertahan. Enggan untuk pergi dari sini. Bude Ningsih tutup usia dua tahun yang lalu.  Beliau tak mengalami sakit. Tepat saat sedang salat Magrib berjamaah. Tiba-tiba saja sudah tak sadarkan diri. Ketika dibawa ke rumah sakit. Ternyata beliau sudah tak ada.Mas Fatih menepati janjinya. Hatiku sakit, saat tahu bahwa kedai warung milikku bukan mengalami kebakaran secara sendirinya. Melainkan ada dalang di balik itu. Suami Mbak Daya, namanya Mas Hilal, entah dendam apa yang ia miliki. Entah motif apa yang membuat ia tega membakar kedaiku. Pada

  • Diblokir Tetangga   128. Hasil USG

    Mas Fatih menuntunku berjalan dengan hati-hati. Perhatian dan perlakuannya selalu membuatku nyaman. Kami sudah tiba di tempat praktik dokter kandungan. Seperti rencana awal, hendak melakukan USG untuk mengetahui jenis kelamin anak kami. "Duduk di sini dulu ya, Dek," ucapnya.Aku mengangguk. Mas Fatih berjalan menuju tempat pendaftaran. Sambil menunggu, kuedarkan pandangan ke sekeliling. Ada pula pasangan suami istri yang mengantri sama sepertiku. Seorang perempuan berkerudung lebar tersenyum ramah. Kulihat perutnya sedikit membuncit, mungkin tengah hamil.  "Mau periksa ya, Mbak?" tanya perempuan yang sedari tadi kuperhatikan. Ia duduk tepat di sebelahku. "Iya, Mbak. Mbak periksa juga, ya?" tanyaku balik.Perempuan itu mengangguk. "Sudah berapa bulan?" Aku bertanya lagi. Sebuah senyum kecut kulihat. Perempuan itu menggeleng. Seperti ada kepedihan yang tersirat di wajahnya. Ya Allah,

  • Diblokir Tetangga   127. Pamit

    "Rumah ini milik bersama, Nduk. Jangan merasa sungkan. Ummi sama Abah hanya ingin yang terbaik buat kamu dan calon cucu kami." Aku terharu mendengar ucapan Ummi. Tak ada yang kurang. Semua begitu menghargai dan menyayangiku. Namun, hati ini masih berat jika harus tinggal seterusnya di sini. "Terima kasih banyak Ummi.""Sama-sama, Nduk. Sudah sekarang istirahat saja, ya. Ummi mau nemenin Abah dulu.""Nggih, Ummi."Mertuaku itu berlalu meninggalkan kamar. Tinggal aku di sini bersama Kia dan Bude Ningsih. *** Mencoba bicara dari hati ke hati. Aku paham sekali bagaimana watak Bude Ningsih. Beliau orangnya nggak enakan. Lebih sering merendahkan diri. "Bude," panggilku."Iya, Nduk?""Semisal kita benar jadi tinggal di sini bagaimana?" "Horeee! Asiiiik! Tinggal di sini seterusnya, Mi?" Pertanyaan kulempar pada Bude Ni

  • Diblokir Tetangga   126. Melebur Bersama Duka

    Dalam hidup, kita tidak pernah bisa membuat semua orang menjadi suka. Sedikit banyak, akan  ada saja orang-orang yang membenci. Entah itu sebuah penyakit hati berupa iri dengki, atau Allah memang tengah menguji kesabaran hambanya. *** Pagi telah kembali tiba. Di sebuah klinik dokter spesialis kandungan. Inamah dan Fatih menunggu dengan harap-harap cemas hasil pemeriksaan. Beruntung karena klinik yang Fatih kunjungi buka selama 24 jam. Inamah langsung cepat ditangani. Tanpa menunggu-nunggu lagi. Satu hal yang lagi-lagi patut disyukuri. Karena kecekatan Inamah selama ini. Fatih tak perlu dipusingkan dengan noda pakaian yang membekas darah di belakang gamis Inamah. Karena Inamah selalu menyimpan stok ganti di bangku belakang. "Jadi, bagaimana, Dok?" tanya Fatih dengan raut cemas. Begitupun dengan Inamah, ia tengah berbaring di atas brankar pasien. Pasca menjalani pemeriksaan usg. "Sudah saya cek. Usia kehamilan memasuki tujuh

  • Diblokir Tetangga   125. Hancur dan Berserakan

    Malam beranjak semakin matang. Udara yang dingin, perlahan menerobos masuk lewat celah lubang angin. Sesekali dengung bunyi binatang malam masih terdengar. Meski bersahutan dengan riuh dedaunan yang tergesek angin. Kamar yang sedang ditempati Kia berada di sisi sebelah kiri. Di mana, halaman sampingnya ditumbuhi dua pohon mangga yang berdaun lebat. Jika Kia dan Bude Ningsih sudah terlelap dalam tidurnya, serta terbuai dalam mimpi mereka masing-masing. Hal tersebut tidak berlaku untuk Inamah. Pertanyaan Kia yang terus terngiang di telinga, membuat Inamah sedikit banyak kepikiran. Bram, masa lalunya yang bahkan kini keberadaannya sudah tak ada lagi di dunia, justru menghantui isi kepala. Inamah bangun dari posisi berbaring. Ia duduk lalu sedikit memundurkan posisinya, berganti menyender ke dinding. Ia sedang berpikir, bagaimana mencari cara agar bisa menjelaskan pada putrinya kelak. Sebuah penghianatan, haruskah ia ulas pada gadis yang bahkan usianya saja

  • Diblokir Tetangga   124. Wejangan Ibu Mertua

    Semilir angin malam yang sejuk membelai lembut wajah Inamah. Ia duduk di teras rumah. Seorang diri dengan kepala yang bersandar di dinding. Sesekali dilihatnya gawai, memastikan bahwa jam sembilan malam belumlah datang. Ia menunggu, kabar dari suami bahwa Kia masih hidup membuatnya teramat bahagia. Hingga ia lupa diri. Menyiapkan aneka makanan kesukaan sang putri sejak sore tadi. "Nunggunya di dalam saja, Nduk." Inamah menoleh. Di dekat pintu, dilihatnya Bu Nyai mendekat. Setibanya di samping Inamah. Bu Nyai menyentuh pelan pundak kanannya. "Di sini dingin," ujar Bu Nyai lagi. Kedua matanya menatap hangat. Tahu bahwa menantunya itu sedang tak sabar, tapi mengingat kondisinya yang sedang hamil muda juga pingsan berulang kali sejak pagi. Membuat Bu Nyai lebih khawatir akan kesehatan Inamah. "Nggih, Ummi."Merasa tak enak. Inamah lantas menurut. Ia bangkit dari duduk. Mengikuti ajakan Bu Nyai, yang kini menggirin

  • Diblokir Tetangga   123. Menjemput Jenazah Putriku

    Lebih cepat. Ingin segera sampai. Berpacu bersama sang waktu. Diselingi sudut-sudut hati yang menjerit. Doa tak lupa sentiasa terselip. Sebentar saja, tak ingin sampai kedatangannya terlambat dan berakhir dengan sia-sia. Fatih menghela napas berat berkali-kali. Pikirannya bercabang menjadi dua. Di satu sisi, ada Inamah yang terpaksa ia tinggalkan dalam keadaan pingsan. Di sisi lain, ada Kia dan juga Bude Ningsih. Yang saat ini, entah bagaimana keadaan dua orang itu. Pasca kecelakaan bus yang ditumpangi saat rekreasi."Hallo, saya minta tolong segera kirimkan alamat rumah sakitnya."Fatih menghubungi salah seorang guru Kia. Percuma jika menunggu respon, ia ingin segera tahu kabar putrinya itu secara langsung. Meski bukan anak kandungnya, Fatih begitu tulus menyayangi seperti anak sendiri. "Di rumah sakit umum Bakti Husada Batu Malang, Pak. Saya kirimkan alamat lokasinya di pesan, ya.""Iya. Saya tunggu dengan seg

  • Diblokir Tetangga   122. Bahagia Sekejap Saja

    Hatiku resah. Ada yang tak nyaman di dalam sini. Bagaimana bisa aku tergerak untuk mengizinkan seseorang menempati 'rumah kami'. Karena meski jarang ditempati, tapi jika sudah menyangkut tentang hak milik. Rasanya aku tak bisa. Sudah masuk ranah privasi.  "Dek." Panggilan Mas Fatih kembali membuyarkan lamunanku. Seulas senyum tersungging di bibir. Ia mendekat lalu mengusap puncak kepala. Matanya melebar, lalu jemari tangannya mencolek hidungku gemas. "Mas bercanda, Sayang. Khalid sudah punya rumah sendiri kok. Tak mungkin juga Mas membagi tempat tinggal kita dengan yang lain," ujarnya. "Hem? Apa?" Aku membelalak. "Beneran, Dek. Khalid sudah punya tempat tinggal sendiri. Mas hanya menggoda Adek saja." "Ihh! Mas Fafih!"Aku menepuk lengannya dengan tangan kanan. Bukannya mengelak, ia malah mendekat. "Sebelah sini aja," ujarnya sambil menunjuk pipi kanan. "Masa iya di pipi?""Kalau di pipi

  • Diblokir Tetangga   121. Memangkas Jarak

    "Yang ini bagus nggak, Mas?" Kutunjukkan gawaiku pada Mas Fatih. Ia menoleh sekilas lalu menggeleng pelan. Kami sedang tiduran di atas ranjang dengan selimut tebal yang membungkus hingga sebatas perut. Kebetulan ini hari minggu. Mas Fatih sedang libur. Sementara Kia, sejak jumat pagi ia bersama Bude Ningsih. Ada acara rekreasi dari sekolahnya. Berhubung aku sedang hamil muda, jadi Bude yang menemani.Kusandarkan kepala di lengan kiri suamiku itu. Kedua mataku terbelalak setelah menggeser layar gawai. Di dalam layar tampak pakaian bayi berwarna putih polos dengan bulat-bulat kecil berwarna biru sebagai motifnya. Pasti kali ini Mas Fatih setuju. Mengingat, motifnya yang sedikit, tak sebanyak yang pertama tadi.Kuakui, saat ini aku berada dalam fase demam belanja online. Entah apa sebabnya. Mungkin, efek kehamilan yang kedua ini.Berbeda dengan kehamilanku yang dulu waktu mengandung Kia. Kali ini, entah kenapa aku lebih senang be

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status