Share

5. Gara-gara Motor

last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-10 12:51:42

Dinda terpaksa menunggu kedatangan Seno. Seno mengaku sedang membeli rokok di warung depan kampus saat ditelpon Dinda. Setengah jam berlalu, tapi batang hidung Seno belum juga tampak. Dinda mulai uring-uringan. Ia sendirian di kampus. Mita sudah pulang lebih dulu karena harus mengantarkan mamanya berobat.

Dinda kembali mencoba menghubungi Seno, setelah tujuh kali panggilannya ditolak. Kali ini, nada sambung terdengar cukup lama.

“Halo.” Akhirnya terdengar suara di ujung sana, akan tetapi suara yang terdengar bukanlah suara Seno.

“Ha-lo?” Dinda menjadi ragu-ragu. Ia kembali melihat nomor yang ia hubungi. Namanya tidak berubah. Tetaplah Seno sahabatnya, tapi mengapa suaranya lain? Apakah telah terjadi sesuatu pada sahabatnya? Apakah Seno telah mengalami kecelakaan dan sekarang yang menjawab telponnya adalah orang yang sedang berusaha menolong Seno?

“Iya, halo.” Suara itu benar-benar terdengar asing di telinga Dinda. “Apakah Seno baik-baik saja? Apakah ini orang lain? Atau …” Dinda tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Otaknya heng seketika.

“Sedang mencari siapa?” Arya sengaja bersikap seolah tidak tahu maksud pertanyaan Dinda. Mendengar suara Dinda yang begitu lembut di telpon, membuatnya ingin berlama-lama mendengar suara gadis itu.

“Anu- Itu- Kamu siapa?” Dinda akhirnya tidak dapat menahan kesabarannya. “Apa teman saya baik-baik saja? Tolong kirim lokasi biar saya segera meluncur ke sana.” Perasaan Dinda sangat kacau. Apa yang akan ia katakan pada orang tua Seno jika sampai bocah itu mengalami kecelakaan.

“Teman? Apakah kamu pemilik motor V***a putih?”

Dinda menganggukkan kepalanya dengan cepat, lupa jika mereka tidak saling berhadapan.

“Bukan?” suara di ujung meminta penegasan.

“I-I-Iya. Itu motor saya. Katakan ada dimana? Teman saya – Apakah dia terluka parah?”

Ingin rasanya Arya tertawa keras, tapi ia berusaha dengan keras untuk menahannya.

“Temanmu sedang bersembunyi. Dia takut denganmu, karena sudah menjadi teman yang tidak amanah.”

“Mak-Maksudnya?”Dinda menjadi semakin bingung. 

“Kamu tahu? Ia menawarkan motor ini kepada saya dengan harga yang sangat murah.” Arya semakin menjadi-jadi. Ia  enggan berhenti menggoda Dinda.

“APAAAA!!!!” Teriak Dinda begitu keras, membuat Arya segera menjatuhkan ponselnya. Telinganya menjadi pekak seketika.

‘Sialan! Gadis ini suaranya menggelegar sekali’, gumam Arya langsung cepat-cepat memungut kembali ponselnya.

Panggilan itu terhenti. Dinda menatap kesal layar ponselnya yang kini berwarna hitam. Ia kembali mencoba menghubungi Seno, tapi panggilan dari nomor asing lebih dulu masuk ke ponselnya.

“Dinda?” suara di sana menyapa telinga Dinda yang masih emosi mendengar penjelasan orang asing yang berbicara di ponsel Seno.

“IYA. ADA APA?!” Suara Dinda kini terdengar begitu galak. “Kamu siapa?”

“Saya akan mengantarkan motormu. Tetap di  tempat kamu berada sekarang. Jangan pindah sejengkal pun.”

“Tapi –“

Telpon itu telah mati. Dinda berdecak kesal. Ia menyebut nama Seno berulang kali dengan penuh amarah. “Apa yang sebenarnya telah terjadi dengan motor gua?”

Dinda mengangkat wajahnya yang sejak tadi tertunduk. Sebuah cahaya berwarna terang menyoroti wajahnya, membuatnya harus sedikit menyipitkan netranya agar dapat mengenali si pengendara.

Sekian menit berikutnya, motor itu sudah berhenti tepat di hadapannya. Dinda ternganga begitu melihat sosok yang tengah turun dari motornya.

‘Bukannya itu dosen baru yang pernah gua ajak ….’ Dinda tidak meneruskan kalimatnya.

“Terima kasih atas pinjamannya.” Arya memberikan kunci motor kepada Dinda yang masih duduk tercengang menatap ke arahnya.

“Bagai-mana bisa … Mengapa bisa?” tanya Dinda tak habis pikir.

“Saya tadi terlambat datang rapat di rektorat. Begitu melihat motor ini, saya langsung meminjam tanpa bertanya dulu siapa pemiliknya. Terima kasih ya… Bensinnya sudah diisi full.”

Arya meninggalkan Dinda yang masih duduk terdiam, menatap punggungnya yang mulai menjauh dari tempat Dinda berada. Arya berjalan sambil bersiul riang. Mimpi apa dia semalam hingga bisa berbicara dengan gadis yang akhir-akhir ini memenuhi kepalanya.

-0-

Dinda berguling ke sana kemari di atas kasurnya. Ia masih tidak percaya jika dirinya hari ini berbicara empat mata dengan pria tampan yang tempo hari ia ajak menikah.

“Emak-Emak!!!  Semoga tuh dosen nggak  ingat kalau  gua yang kemarin teriak-teriak  ngajakin dia nikah.” Dinda menutupi wajahnya dengan bantal. “Aaaargh! Kenapa sih ini mulut sembarangan aja kalau ngomong? Kalau udah begini, siapa coba yang susah? Kan gua juga jadinya yang menanggung malu.”

Dinda menjauhkan bantal yang sebelumnya ia letakkan di wajah. Ia kini menatap langit-langit kamarnya. Wajah sang dosen tiba-tiba tergambar jelas di sana. Tiba-tiba wajahnya terasa panas. Ia mendadak merasa malu.

Bukankah Mita kemarin mengatakan jika dosen tampan itu masuk dalam tim penguji yang mengujinya tempo hari? Mengapa dirinya bisa tidak menyadarinya? Orang setampan itu luput dari penglihatannya? Apa yang sedang dia pikirkan waktu itu? Bukankah itu berarti dosen tampan itu juga mengajukan pertanyaan padanya?   

‘Oh, Tuhan. Malu  gua. Satu-satunya yang nggak lulus sidang, dan dosen tampan itu pasti menyaksikan semua prosesnya.’ gumam Dinda pada dirinya sendiri. ‘Tidak!!!’. Lagi-lagi, Dinda menenggelamkan wajahnya di bantalnya.

Tok. Tok. Tok.

Suara ketukan di pintu kamar mengejutkan Dinda. Ia segera bangun dan buru-buru membuka pintu kamar.

“Ada apa, Ma?”

“Astaga, Nak! Ada apa dengan rambut kamu? Mengapa mengembang kaku begitu?” Sari terkejut melihat penampilan putrinya.

“Nggak kenapa-kenapa, Ma. Ada apa, Ma? Perlu bantuan Dinda?” Dinda segera merapikan rambut ala kadarnya.

“Mama mau pergi ke salon. Ada undangan nikahan nanti malam. Kamu bisa kan nganterin mama ke salon?”

“Nggak bisa dandan sendiri ya, Ma?”

“Mama lagi pengen pake sanggul, jadi harus ke salon. Ntar make up pake sendiri.”

“Oh, cuma nyanggulin rambut. Oke deh, tapi Dinda mandi bentar ya, Ma. Gerah banget soalnya.”

-0-

Sedan putih perlahan memasuki area parkir salon langganan keluarga Broto. Sari keluar lebih dulu sedangkan Dinda memarkir mobil. Di luar perkiraan, salon itu ternyata cukup ramai. Untungnya, Sari sudah membuat janji jadi masih ada waktu cukup untuk berdandan di rumah.

Saat Dinda menjejakkan kakinya di lantai marmer berwarna putih, ia seperti menangkap bayangan seseorang, yang membuat detak jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. Kepalanya berulang kali menggeleng, menolak kenyataan.

Sayangnya, kenyataan adalah sesuatu yang tidak dapat Dinda pungkiri. Ia melihat sang mama sedang berbincang dengan seorang wanita cantik, seumuran Sari, dengan seorang pria muda di samping mereka. Pria itu tersenyum lepas, sambil menggaruk kepalanya.

Sari mencari-cari putri semata wayangnya. Ketika sosok yang ia cari sedang terpaku melihat ke arahnya, Sari langsung melambaikan tangannya.

“Dinda…”

Pria yang tadi tersenyum lepas langsung terkejut mendengar nama itu. Netranya mengikuti ke arah mana wanita cantik itu melambaikan tangannya.

‘Bukankah itu …”

Kedua orang muda itu sontak menatap satu sama lain.

Bab terkait

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   6. Bujang Lapuk

    Dinda terkejut melihat siapa yang tengah bercengkerama dengan mamanya. Ia langsung berpikir untuk meninggalkan tempat itu, kembali ke mobilnya. Tapi sayang, sang mama memanggil namanya, membuat Dinda bingung sesaat. Untungnya, seseorang datang menyelamatkan dirnya. Mita tiba-tiba menubruk dirinya seraya berteriak heboh, membuat Sari mengurungkan niat untuk memanggil putri semata wayangnya untuk kedua kali. "Dindaaaa!!!!" Mita menubruk Dinda seraya mengguncang tubuh Dinda. 'Lu mau dandan di sini juga? Datang ke nikahan itu juga?' Dinda yang masih terkejut dengan pria muda yang tadi sempat bertukar pandang dengannya, menjadi bingung dengan pertanyaan Mita. "Dandan? Nikahan? Gua gak paham sama yang lu omongin, Mit. Sweer!!" Dinda mengangkat dua jari telunjuk dan jari tengahnya, membentuk huruf 'V'. Dinda lega karena dirinya tidak perlu menghampiri sang mama, dan ikut dalam pembicaraan basa-basi yang ia tidak paham sama sekali. "Loh? Kalau bukan itu, terus ngapain lu di sini?" "Ne

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   7. Pergantian Dosen Pembimbing

    Hari ini, Dinda membawa mobil SUV milik Dani. Ia terburu-buru, sampai akhirnya salah mengambil kunci kontak mobil. Mita mengirim pesan jika ada perubahan jadwal mata kuliah dan dosen pembimbing untuk semester ini. Dinda menjadi penasaran. Apakah dosen pembimbingnya juga akan diganti? Ia melangkah dengan terburu-buru hingga hampir jatuh tersungkur oleh anak tangga di depan gedung utama kampusnya. "Pagi, Mbak Dinda," sapa ramah satpam kampus Fakultas Ekonomi. "Belum sarapan ya, Mbak?" Dinda hanya menyengir kuda. "Pagi, Pak. Belum, Pak. Bapak mau ntraktir saya? Boleh." Satpam yang bernama Fredi hanya tersenyum lebar. "Mencari siapa, Mbak?" "Jadwal. Katanya ada pergantian dosen pembimbing ya, Pak?" "Oh, itu. Keliatannya begitu. Dari tadi sudah banyak yang ke sana." Fredi menunjuk ke arah depan area ruang dosen. Dinda langsung mengikuti arah yang ditunjukkan Fredi. "Oke. Saya ke sana dulu ya, Pak." Dinda berusaha menyeruak kerumunan di depannya, sedang kedua netranya berusaha memba

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   8. Persaingan

    Mita yang sejak tadi menunggu Dinda keluar dari ruangan dosen, langsung menghampiri Dinda. Wajah Dinda yang masih bersemu merah, menimbulkan pertanyaan dalam diri Mita. "Lu kenapa? Kok merah jambu begitu wajahnya?" Mita terus saja menatap wajah Dinda. "Nggak. Nggak ada apa-apa." "Bohong, ah. Jujurlah. Doi ngajakin makan siang bareng?" "Nggaklah." "Terus?" "Nggak ngajakin apa-apa. Cuma disuruh balik lagi besok, nyerahin skripsi buat dipelajari, biar bisa bantuin pas sidang." Mendengar itu, Mita berteriak heboh. "Ini pertanda bagus nih, Din. Moga aja kalian berjodoh. Buat mantan pembimbing lu yang dulu, mati kutu." Dinda menepuk keningnya. "Gawat ini. Kalau dia tahu dosen pembimbing gua Pak Arya, bisa-bisa dia bakal bikin masalah lagi sama gua." "Tenang. Lu kan sekarang udah punya bodyguard." "Bodyguard pala lu!" "Serius. Percaya sama gua, doi pasti jatuh cinta sama elu." "Tau dari mana?" "Feeling gua kuat soal ini. Percaya, deh." "Mau minta berapa mangkok bakso nih?" M

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   9. Spesial dan Istimewa

    Mita mulai menjalankan mobilnya, kembali menuju fakultasnya, menemani Dinda menyerahkan skripsi kepada Arya. "Bawa berapa skripsi, Din?""Satu. Emang harus bawa berapa?""Biasanya pembimbing gua minta dua, tapi mungkin Pak Arya beda.""Semoga beliau tidak rewel seperti sebelumnya."Mobil itu akhirnya berhenti di halaman depan kampus Fakultas Ekonomi. Mita ikut turun tapi tidak ikut Dinda masuk ke ruangan dosen. Ia ada perlu di bagian administrasi.Tok.Tok. Tok.Dinda melirik arloji di tangan kanannya sembari berdiri tepat di depan pintu ruangan Arya, menunggu jawaban dari dalam. Angka di arlojinya menunjuk ke angka tujuh. Terlambat lima menit dari yang seharusnya. Ceklek.Pintu perlahan terbuka, menampakkan wajah putih Arya tanpa senyum. Rasa bersalah tiba-tiba datang menyergap Dinda. Mungkin saja dosen di depannya ini sangat disipiln dalam waktu sehingga telat satu menit saja akan menjadi masalah yang berkepanjangan."Silakan duduk." Arya tidak menatap ke arah Dinda sedikit pun.Su

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-26
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   10. Sepakat

    Dinda terkesiap mendengar perkataan Arya barusan. 'Apa maksudnya spesial dan istimewa? Memang gua martabak telor?'Arya tersenyum lebar tersenyum lebar namun dengan cepat kembali memasang wajah dingin. "Jangan GR dulu. Istimewa, karena kamu adalah mahasiswa yang sudah berjasa membantu teman-teman kamu belajar menghadapi sidang skripsi. Spesial, karena kamu dengan kecerdasan dan kepandaian yang kamu miliki, justru menjadi satu-satunya mahasiswa yang tidak lulus, dalam dua sidang skripsi berturut-turut."Dinda benar-benar tertohok dengan pernyataan Arya., dosen pembimbing baru, yang ternyata mulutnya sama kejamnya dengan mantan dosen pembimbingnya."So,..." Arya yang sedari tadi terus menatap wajah Dinda, kini mengalihkan pandangannya ke skripsi Dinda. Ia lantas mengambil skripsi yang tebalnya sekitar dua ratus halaman itu, lalu mulai membuka satu per satu halamannya.Dinda yang semula menaruh harapan besar pada dosen pembimbing barunya, kini harus menelan bulat-bulat semua harapannya..

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-27
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   11. Mengganggu

    Dinda dengan langkah tergesa memasuki komplek ruangan dosen. Beberapa mahasiswa yang menyapa dirinya hanya dibalas dengan lambaian tangan, tidak seperti biasanya. Ia datang tepat di jam tujuh. Nyaris terlambat.Saat hendak mengetuk pintu, pintu itu terbuka dari dalam. Arya hanya menatapnya sekilas, dan itu membuatnya berkesimpulan jika sang dosen sangat menghargai waktu."Sangat tepat waktu, tapi itu bukan poin plus untuk kamu. Seharusnya kamu datang tiga puluh menit lebih awal." Arya berjalan meninggalkan ruangannya. Tanpa disuruh, Dinda mengikuti sang dosen dari belakang, berusaha tidak tertinggal terlalu jauh. Tidak ada percakapan di antara mereka, hingga mereka tiba di gedung B lantai tiga ruangan satu."Duduk di bagian belakang paling sudut. Simak dan perhatikan apa yang akan saya sampaikan pagi ini, karena ini menyangkut pemilihan metode penelitian dalam penyusunan skripsi. Mungkin saja itu bisa membantumu mengingat seperti apa outline atau proposal pengajuan judul skripsimu ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-30
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   12. Awal Permusuhan

    "Mulai besok, gunakan masker saat berkonsultasi dengan saya." "Masker, Pak?" Arya mengangguk. "Kamu bisa melepasnya saat sudah tidak bersama saya lagi, maksud saya, jika sudah selesai berkonsultasi, kamu bisa melepasnya." "Ooh...." Dinda masih belum mengerti alasan dirinya disuruh mengenakan masker saat berkonsultasi, tapi melihat wajah Arya yang tampaknya tidak sedang dalam mood yang baik, maka ia memilih untuk menyetujui permintaan itu. Suara ketukan terdengar, dan tanpa seijin Arya, pintu itu dibuka dari luar. Wajah oval milik Mega Sandrina muncul dari balik daun pintu. Wanita itu terkejut melihat Dinda sudah duduk di depan meja Arya. Ia lebih terkejut lagi melihat ada dua kotak coklat yang masih terbuka, dan terlihat isinya. Niat hatinya ingin mengajak pria idamannya itu sarapan pagi bersama, tapi keberadaan dua kotak coklat itu mengurungkan niatnya. "Rupanya, Pak Arya sudah sarapan pagi. Padahal, saya ingin mentraktir Pak Arya lontong sayur pagi ini." Suara Mega dibuat sese

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-30
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   13. Makan Siang Bersama

    Dinda teringat saat ia mulai menjawab pertanyaan yang diajukan para penguji. Mulai dari pertanyaaan Hasan yang sangat teoritis, yang dijawab Dinda dengan lancar. Dilanjutkan Mega Sandrina yang menanyakan beberapa pengertian mendasar tentang metodologi penelitian, dan yang terakhir, dosen tampan yang baru dilihat Dinda hari itu. Sebenarnya, Dinda sedikit terkejut, melihat salah satu pengujinya adalah dosen tampan yang menghebohkan kampusnya terlebih lagi jurusan manajemen. Akan tetapi, saat itu kepalanya sudah penuh dengan skripsinya. Ia hanya merasakan kikuk sesaat ketika sang dosen menatapnya tajam dan dalam, saat memberikan pertanyaan. Pertanyaan yang diberikan Arya saat itu lebih ke isi pokok skripsinya. Ia sampai harus mengeluarkan kertas untuk menjawab pertanyaan hitung-hitungan sang dosen. Selama itu, Arya memang terus menatap Dinda. Ia tidak mengalihkan tatapannya sedikit pun dari Dinda, baik wajah maupun tangan Dinda yang sibuk menghitung di kertas buram yang ternyata sudah

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-31

Bab terbaru

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 9

    Rasa was-was yang dirasakan Mita menular ke Dinda. Secara tidak sadar, perhatian Dinda kini beralih pada sosok pria tinggi yang sepertinya sengaja menutupi wajahnya dengan topi berwarna hitam. Pria itu mulai menyadari jika kehadirannya sudah diketahui Dinda. Ia memutar tubuhnya secepat mungkin, berpura-pura sibuk memilih jam yang dipajang di toko yang berada tepat di belakangnya."Buruan cabut aja deh, Din. Gua takut kenapa-kenapa." Mita mendorong kereta belanja dengan sekuat tenaga. Dalam pikirannya, mereka harus segera meninggalkan supermarket ini. Tidak ada Fahri atau Arya di samping mereka, membuat Mita bersikap sangat waspada, terlebih lagi mereka membawa dua bocah, yang sejak kedatangan mereka, sudah menarik banyak perhatian terutama Brilian.Dinda mengangguk setuju. Mereka bergegas menuju meja kasir yang kosong, untuk kemudian meninggalkan supermarket itu. Bulir keringat bermunculan di kening Mita. Ia sungguh gugup. Takut jika kejadian buruk akan menimpa mereka. Ia membawa mo

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 8

    Suasana tegang melingkupi ruangan Arya. Yusna mengusap keringat yang mulai memenuhi keningnya, sedangkan Burhan menatap nanar pemuda tampan di hadapannya, yang memiliki aura tak kalah menyeramkan dengan pemilik yayasan."Bagaimana?" Arya masih setia menunggu penjelasan kedua pria paruh baya di depannya. Batin Burhan masih terjadi pergulatan batin. Ia tidak ingin mengaku salah karena dalam kacamatanya, mengaku salah berarti salah. Ia tidak sudi mengakui kesalahannya di depan pemuda belum matang di depannya."Saya mengadakan perekrutan ini bukan tanpa pertimbangan, Pak Arya. Semua berdasarkan permintaan masing-masing fakultas. Ada banyak dosen yang sebentar lagi akan memasuki masa pensiun. Jika kita tidak cepat mencari calon pengganti mereka, saya khawatir ini berpengaruh pada jumlah serapan mahasiswa baru tahun depan."Yusna mengangguk setuju. Apa yang dikatakan Burhan tidak jauh berbeda dengan pemikirannya. Mereka harus mempersiapkan calon pengganti lebih awal beberapa bulan sebelum

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 7

    Rudy mengikuti Arya dari belakang. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada sang rektor muda. Tentang kabar Dinda dan putra mereka, termasuk kehidupan yang keluarga kecil itu jalani selama pendidikan di Inggris. Namun, aura Arya mencegahnya untuk bertanya apapun. Bibirnya seperti dikunci paksa.Keduanya kembali ke ruangan rektor. Sekretaris memberi beberapa dokumen kepada Rudy, untuk selanjutnya disampaikan kepada Arya.Rudy berhenti sejenak untuk mengecek dokumen apa saja yang diterimanya, sebelum diserahkan kepada Arya. "Yusna dan Burhan." Arya menggumam dan gumamannya berhasil mengalihkan perhatian Rudy."Ada yang harus saya lakukan, Pak Arya?" Rudy mendekat dan meletakkan dokumen yang sudah ia periksa."Apa yang mereka lakukan selama aku berada di luar negeri?" Tatapan lurus Arya membuat Rudy sontak mendekat."Saya sudah berusaha menjelaskan beberapa hal kepada beliau berdua, Pak, Akan tetapi, mereka justru menilai saya sebagai perusuh dan tidak mengerti kebutuhan kampus saat i

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 6

    Dinda baru saja selesai membantu Anggun menyiapkan sarapan pagi bersama Mita, saat dilihatnya Arya sudah berpakaian rapi dengan tas kerjanya. 'Bukannya ke kampus besok? Kenapa berubah? Pagi banget lagi?' Netra Dinda mengikuti kemana pun Arya bergerak. "Pergi kemana? Ke kantor?" Akhirnya Dinda tidak tahan juga untuk bertanya. Wajah Arya yang sangat serius cukup mengganggunya."Ke kampus dulu." Arya mendekat ke arah Dinda, lalu mengecup kening istrinya. "Ada sesuatu yang harus diselesaikan.""Mendadak sekali."Arya mengangguk. "Nanti malam saja ceritanya," bisiknya di telinga Dinda sembari memberi kecupan lembut di sana."Penting banget?" Dinda sepertinya tidak rela jika suaminya itu kembali ke rutinitasnya sebagai dosen."Sangat penting."Dinda mulai menerka-nerka urusan apa yang dimaksud suaminya. Jangan-jangan sosok yang disebut Mita kemarin?"Jangan pergi sebelum sarapan. Hari ini sangat spesial karena dimasak oleh tiga wanita cantik di rumah ini. Kalau kamu tolak, bakal rugi dan k

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 5

    Mega? Kembali? Wanita itu berada di tempat yang sama dengan mantan dosen pembimibingnya untuk kedua kali? Dinda mengerjapkan kedua netranya. Ia hanya menatap Mita kosong."Tsk. Bener kan tebakan gua. Lu bakal kaget.""Ngapain dia balik lagi ke kampus? Apa belum dipecat?" Dinda mendadak merasa kesal. Mungkinkah Arya sudah membohonginya? Mita tertawa kecil melihat kening Dinda berkerut-kerut. "Pak Arya nggak akan pernah bohong sama elu. Beliau tipikal setia sampai akhirat."Dinda tersipu malu. "Gua sebenernya nggak pa-pa juga kalau dia balik lagi ke kampus.""Serius?" Mita sontak memutar badannya. "Asal doi bukan jadi dosen aja. Balik ke kampus kan tidak selamanya dia balik jadi dosen lagi. Kali aja pas ketemu sama elu, dia numpang lewat atau nganterin temen atau sodaranya yang mau daftar di sana jadi maba.""Bisa jadi juga. Gua begini karena gua masih kesel aja sama dia. Kenapa orang seperti dia malah awet di muka bumi ini, sih?""Hush! Nggak boleh ngomong begitu. Kali aja Tuhan mau

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 4

    "Mama!!"Teriakan Brilian membuat Dinda langsung memutar tubuhnya dan dengan gerakan super cepat kaki-kakinya yang panjang dan jenjang sudah mengantarkannya ke depan pintu teras. Ia melihat Brilian menangis dalam gendongan Arya.Dinda mendekat ke arah dua pria penting dalam hidupnya. Dinda menyentuh lembut pundak suaminya. Tanpa harus mengucapkan sepatah kata pun, Arya menceritakan sebab musabah Brilian menangis histeris. "Saking besarnya dia melompati ini hingga jatuh terjerembab di situ." Arya menunjuk ke dinding pemisah antara teras rumah dan pekarangan rumah setinggi enam puluh senti, dan lokasi tempat Brilian jatuh."Mana anak tampan Mama?" Dinda mencoba melihat wajah putranya. Brilian, demi mendengar suara lembut sang mama, langsung mengangkat wajahnya. Ia berusaha keras menahan tangisannya yanga berujung pada cegukan.Dinda tersenyum geli. "Nggak apa-apa kalau masih ingin menangis. Tuh, lihat. Om Fahri sudah berhasil menangkap tikusnya."Dari kejauhan tampak Fahri memegang ta

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 3

    Fahriza masih tertegun di jok belakang. Ia masih tetap menatap ke arah bocah laki-laki yang ditunjukkan mamanya. "Sayang... Kamu tidak ikut turun?" Panggilan Mita membuyarkan lamunan Fahriza. Bocah kecil itu keluar dengan terburu-buru, lalu lari menghambur mencari sang nenek"Nenek!"panggil Fahriza heboh. Ia tidak mempedulikan beberapa tamu yang tengah duduk berbincang dengan Dermawan. Fahriza tiba-tiba berhenti di tengah ruang tamu. Netranya menabrak sosok asing yang tidak pernah ia temui sebelumnya.'Mengapa Papa ada dua?' gumam Fahriza keheranan. Perhatian Fahriza terpusat pada sosok yang sedang menuruni tangga. Pria tinggi, putih dan sangat tampan. Sekilas memang mirip papanya, tapi jika dilihat lebih dalam, pria dewasa itu lebih tampan dari papanya. Mita yang berjalan di belakang Fahriza menatap penuh heran melihat tingkah putrinya. "Ada apa, Za? Ada hantu? Mana? Biar Mama pukul pakai tas Mama ini." Mita megusap lembut pucuk kepala Fahriza."Mama!""Ya, Sayang.""Mengapa Papa

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing    Extra Part 2

    Jawaban jujur Fahriza membuat Anggun tidak dapat menahan tawanya. Namun, demi menjaga wibawa Mita di hadapan putrinya sendiri, Anggun berusaha keras untuk meredam tawanya.A: "Oh. Mama ngomel. Mama ngomelin apa kalau Nenek boleh tahu?"F: "Ehm. Apa ya?"Fahriza ingin menjawab tapi melihat ekspresi Mita yang mengerikan, bocah kecil itu memutar badannya hingga Mita tidak dapat melihat wajahnya.A: "Halo?" F: "Iya, Nenek. Fahriza masih di sini. Nenek tunggu dulu. Fahriza sedang memikirkan jawaban yang benar."Jawaban Fahriza mengundang tawa Anggun. Bocah kecil itu begitu pintar, mencari alasan. Tampaknya, kepandaian Mita dalam bersilat lidah menurun kepada Fahriza.A: "Baiklah. Nenek akan sabar menanti jawaban kamu, tapi jangan lama-lama karena Nenek masih harus membungkus kado untuk tamu spesial yang akan datang menjenguk Nenek."Netra Fahriza yang bulat menjadi semakin bulat saat gadis kecil itu mendengar kata 'kado' dan 'tamu spesial, yang baru saja diucapkan Anggun.F: "Kado? Tamu sp

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 1

    "Mama! Kakak mau itu." Teriak Brilian ketika kaki kecilnya baru saja turun dari gendongan Arya. "Mainan lagi? Bukannya kemarin Papa baru saja beliin Kakak mobil balap?" Dinda menggandeng tangan kecil putra pertamanya itu, mengikuti sang suami yang berjalan ke tempat pengambilan bagasi sebelum meninggalkan bandara."Tapi, Kakak beyum punya yang kayak itu..." ujar Brilian dengan bahasanya yang masih cadel. "Gimana kalau kita pulang ke rumah dulu? Papa takutnya Om Fahri sudah menyiapkan hadiah untuk Kakak." "Om Fayi peyit. Suka bohong."Dinda terkekeh. Ia teringat dengan janji Fahri yang hendak mengunjungi dirinya dan Arya. Namun, sampai dua tahun mereka tinggal di Inggris, Fahri tidak juga menepati janjinya, membuat Mita terus saja merengek agar dirinya segera pulang ke Indonesia."Nggak. Om Fahri pasti sudah beli sesuatu untuk Kakak. Hanya saja, Om Fahri masih repot, jadi belum bisa kirim hadiahnya." Alhasil, sepanjang jalan Dinda dan Arya mendengar omelan penuh kekesalan Brilian.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status