Beranda / Romansa / Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing / 22. Calon Mertua atau Rekan Bisnis?

Share

22. Calon Mertua atau Rekan Bisnis?

Penulis: Lavender My Name
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Arya tengah mengeluarkan laptop dari tas ketika Rudy menghubunginya. Tidak biasanya, Rudy menghubungi malam-malam begini.

"Halo?"

*Halo. Selamat malam, Pak Arya. Maaf malam-malam mengganggu.

"Iya, Pak Rudy. Ada apa? Tumben telpon malam-malam."

*Itu, Pak Arya. Barusan saya ditelpon Pak Hasan. Tadi pagi Pak Hasan dapat undangan seminar Manajemen Ekonomi Syariah di Semarang, tapi Pak Hasan tidak dapat hadir. Beliau meminta Pak Arya untuk menggantikan beliau dan beliau sudah konfirmasi ke panitia tapi lupa memberitahu Pak Arya di kampus tadi.

"Seminarnya kapan, Pak Rudy? Biar saya cek jadwal saya dulu."

*Lusa, Pak.

Arya membuka ponselnya dan memeriksa jadwal kerjanya minggu ini.

"Jadwal saya kebetulan masih kosong, tapi saya belum beli tiket."

*Tiket sudah siap, Pak. Pak Arya tinggal berangkat saja.

"Baiklah.Terima kasih, Pak Rudy.

Arya kembali memeriksa jadwalnya di ponsel. Ada jadwal mata kuliah Manajemen Komunikasi besok lusa. Arya segera mengirim pesan kepada Dinda.

Untuk
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   23. Undangan Seminar

    Calon mertua-rekan bisnis. Calon mertua-rekan bisnis. Calon mertua-rekan bisnis. Dinda mengucap secara bergantian, menghitung jarinya, mencari tahu dengan tebakannya sendiri. Pemberitahuan dadakan dari Sari, sungguh membuat batin Dinda penasaran. Ia menjadi gelisah sendiri. Bagaimana jika itu benar-benar tamu yang bakal menjadi mertuanya? Jika memang itu calon mertuanya, seharusnya mamanya menyuruh dirinya untuk hadir dalam jamuan makan malam itu, tapi mengapa ini tidak? Apakah mereka baru akan membahas itu? Kesediaan sang tamu untuk menjodohkan anaknya dengan dirinya? Sebentar-sebentar, Dinda sepertinya harus kembali menanyakan sesuatu pada Sari. Dinda segera turun dari kamarnya, mencari Sari yang saat itu berada di dapur. "Ma." "Loh? Kok belum mandi?" "Malas. Ntar aja. Dinda mau tanya sesuatu. Kalau tamu papa besok adalah calon mertua Dinda, berarti papa tahu soal itu?" "Soal itu soal apa?" "Ya itu, Ma. Yang Dinda minta mama carikan calon suami buat Dinda, kemarin itu." W

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   24. Ganti Rugi

    "Bapak sedang sibuk?" tanya Dinda begitu wajah Arya muncul di ponselnya. Tapi tunggu dulu. Siapa yang ada di samping pembimbingnya itu? Wanita itu tengah tersenyum manis dan manja tepat di samping sang dosen dengan lengan menempel satu dengan yang lain. "Bapak tampaknya sedang sibuk Lain waktu saja, saya telpon lagi." *Eh, tunggu-tunggu dulu. Jangan kamu tutup. Saya tidak sedang sibuk. Saya justru sangat longgar. Tidak mengerjakan apa-apa. "Tapi, Bapak sedang bersama ... " Dinda tidak melanjutkan kalimatnya, *Nanti saya hubungi begitu sampai di hotel. Arya menutup panggilan itu dan memasukkan ponselnya ke saku jaket bagian atas. "Maaf, Bu Mega. Apakah duduknya bisa bergeser ke kanan? Ini terlalu dekat. Tidak baik karena kita bukan muhrim dan kita juga bukan pasangan." Mega dibuat salah tingkah mendengar teguran Arya. Ia segera menjauhkan diriya dari Arya. Tapi bukan Mega namanya jika ia akan mundur hanya karena teguran kecil seperti itu. Ia akan memikirkan cara lain agar dirin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   25. Bukan Begitu Konsepnya

    Mega berulang kali mengetuk pintu kamar Arya, tapi tidak ada jawaban. Jadwal sarapan hari kedua seminar setelah semalam mereka menghadiri seminar hingga larut malam, Mega berencana untuk mengajak Arya untuk sarapan bersama. Saat ia hendak memutar badannya, meninggalkan kamar itu, tiba-tiba pintu kamar itu terbuka. Sosok Arya yang sudah rapi berdiri dengan wajah begitu segar dan berseri. "Ada apa, Bu Mega?" Mega terpana. Baru kali ini, ia melihat Arya yang baru selesai berdandan. Wangi segar parfum berbahan dasari air, mengusik indera penciumannya. "Anu-Itu. Apa ya? Maksud saya, hmm mau ngajak Pak Arya sarapan. Kebetulan saya belum sarapan." Mega salah tingkah. Ia tidak dapat fokus pada tujuannya. Terlalu terpesona dengan penampilan tampan Arya. "Saya sudah sarapan tadi. Bu Mega silakan sarapan. Sebentar lagi seminar terakhir akan dimulai." "Hah? Su-Sudah sarapan? Kapan?" Mega kecewa. Gagal semua mimpi yang semalam ia bangun. "Setengah jam yang lalu. Tadi subuh saya jogging d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   26. Rekaman

    Anggun tertegun. "Pa. Kita kan lagi bahas perjodohan anak kita, kenapa bahasa papa begitu? Emang jodohin anak kudu ada konsepnya gitu?" Dermawan terkekeh melihat wajah bingung istrinya. "Maksud papa, kita diam-diaman aja dulu. Jangan beritahu mereka kalau kita sedang bergerilya mencarikan mereka calon istri." "Mereka? Papa mau cari mantu dua sekaligus?" "Maunya begitu, tapi keliatannya satu dulu aja ya. Nanti kalau ternyata berhasil, baru kita cari lagi untuk yang kedua kalinya." "Haduh, Papa ini. Cari calon mantu kok seperti cari pakaian aja." "Ya kan kalau itu baik kita teruskan metode perjodohan tapi kalau tidak baik ya biar saja mereka mencari sendiri calon istri mereka." Anggun mendesah. "Kalau cari sendiri, bisa-bisa mama jadi nenek-nenek baru bisa dapat cucu." "Ya, sudah. Sekarang doanya mama dibanyakin dan dikencengin. Doa in anak-anak kita cepet dapet jodohnya, cepet pula dapat anaknya. Jadi, Mama nggak perlu jadi nenek dulu baru dapat momong cucu." "Dah. Papa berangk

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   27. Salah Panggil

    Arya langsung terbatuk mendengar penuturan jujur Mega. Apa yang harus ia lakukan untuk membuat wanita di depannya ini berhenti melakukan hal konyol untuk menarik perhatiannya? "Untuk apa Bu Mega membuat video tentang saya? Ibu mau menulis autobiografi tentang saya?" tanya Arya keheranan. Mega tersipu malu. Ia hendak mengucapkan sesuatu tapi terhenti karena kalimat Arya berikutnya sangat menyakitkan hatinya. "Bu Mega tidak perlu repot-repot membuat video saya. Untuk apa? Tidak ada gunanya, atau itu sekedar untuk kenang-kenangan?" Mega langsung protes. "Bukan. Bukan itu niat saya. Saya ingin mengabadikan ..." Arya tersenyum lebar. "Kalau memang untuk kenang-kenangan nggak apa-apa sih, Bu. Karena kalau tujuan ibu untuk hal lain, saya takut ibu akan kecewa." Wajah Mega menjadi aneh. Ada penasaran, ketegangan di sana. "Kecewa bagaimana? Maksud Pak Arya apa ya?" Arya tertawa kecil. "Maaf, Bu. Saya harus segera ke ruangan saya. Ada banyak mahasiswa yang sudah menunggu saya." Arya pami

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   28. Pembahasan Aneh

    Arya menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap layar. Ia langsung memutus panggilan itu dan memaki-maki dirinya dalam hati. Bisa-bisanya dia menghubungi wanita itu. "Bapak telpon siapa? Ponsel saya tidak berdering sama sekali? Apakah nomornya salah?" Dinda menatap terus ponsel yang dipinjamkan Arya padanya, yang masih diletakkan di meja. "Salah tekan. Saya pikir nomor yang saya tekan adalah nomor kamu tapi ternyata salah." Dinda terkekeh. "Nomor sang ratu kah?" "Ratu mana? Jangan ngaco." Arya begitu sewot. Baru kali ini, Dinda melihat wajah tidak suka Arya. "Hati-hati, Pak. Ntar malah jadi bucin, loh." "Apa itu bucin?" "Bucin = Budak Cinta doi." Dinda tergelak sendiri. Ia tahu nomor siapa yang tanpa sengaja ditekan Arya." "Saya sudah jadi bucin seseorang." "Oh..." Bibir Dinda membentuk huruf O lalu menutupnya dengan telapak tangannya. "Nggak pengen tahu siapa orangnya?" "Nggak deh, Pak. Ntar saya malah patah arang begitu tahu siapa orangnya." Olala. Dinda kembali meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   29. Sat-Set

    'Apa??!! Dia bilang bercanda? Hal sakral seperti ini dia bilang bercanda?' Arya memelototi Dinda yang kini bergerak cepat memasukkan semua barangnya ke dalam tas ransel. "Kamu sadar tidak dengan rencana aneh kamu itu?" "Saya kan tadi sudah meralat, Pak. Kalau saya cuma bercanda. Bapak sih terlalu serius. Jangan menanggapinya dengan serius." "Kamu salah! Kamu salah! Seharusnya, kamu tidak membicarakan topik seperti ini dengan orang dewasa." Arya bukan main geramnya. Baru kali ini dirinya diperdaya oleh seorang gadis. "Mama saya nggak masalah tuh, Pak. Beliau justru setuju." "Setuju?" Arya terkejut. Ia menyangsikan jawaban gadis itu. "Eh..." Aduh. Malah tambah runyam. Dinda menatap Arya dengan cemas. Ia harus bisa secepatnya keluar dari sini. Semakin lama dirinya ada di ruangan ini, akan semakin berbahaya mulutnya. Dan ia tidak ingin itu terjadi. Ia harus segera melarikan diri. "Jangan pernah bermimpi kamu bisa pergi dari ruangan ini dengan mudah!" ancam Arya. Pria itu berjalan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   30. Alamat Palsu

    "Jadi gua harus kasih tahu alamat rumah gua ke doi, gitu?" Dinda menatap Mita ragu. "Ya nggak apa-apa. Kan beliau tanya, ya kamu jawablah. Lagian, belum tentu juga doi nyamperin ke rumah lu. Apalagi, doi udah punya gebetan. Lu kasih alamat palsu juga doi nggak bakal ngerti, tapi masa iya lu tega, menjerumuskan beliau yang sudah begitu baik sama elu?" Dinda tertegun ketika Mita menyebut kebaikan Arya. Dia sontak memukul keningnya sendiri, hingga membuat Mita terkejut. "Kalem, Din. Kalem. Nggak apa-apa. Lu salahnya cuma sedikit. Nggak perlu menyakiti diri sendiri seperti ini." Mita segera menarik tangan Dinda menjauh dari wajah gadis itu. "Bukan. Itu ponselnya ketinggalan." Dinda menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Ketinggalan? Ponsel lu kan sedang diservis? Emang lu udah beli yang baru? Katanya nggak punya duit, malah udah beli yang baru aja." Dinda berdecak. "Bukan baru. Gua kan nggak punya duit, mana berani beli ponsel baru." "Terus ponsel siapa yang lu maksud barusan?" "

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   133. Petunjuk Sari

    "Kalian bicara apa?" Fahri dan Arya menatap istri masing-masing. Meminta penjelasan lebih lanjut soal 'anak' yang baru saja mereka singgung. "Itu-tadi kan kita sedang bicara soal prinsip hidup. Nah, ternyata Dinda pengen punya banyak anak biar nggak kesepian, Pak Arya," terang Mita sedikit terbata."Ya bukan cuma saya saja, kok. Mita juga pengen punya banyak anak. Dia bilang jangan sampai anaknya mengalami masa kegelapan dan kesepian seperti dirinya."Fahri langsung berdeham, sedang Arya tiba-tiba sibuk meregangkan jari-jari tangannya. Alam pikiran kedua pria itu membentuk bayangan yang berbeda. Yang jelas keduanya memiliki pertanyaan yang sama, apakah itu pertanda jika pasangan mereka akan memanfaatkan kebersamaan mereka saat ini, sebagai waktu yang sangat tepat untuk mewujudkan keluarga kecil mereka?"Kenapa malah pada diam?" Mita keheranan melihat tingkah suami dan saudara iparnya, yang justru diam, tidak bereaksi berlebih seperti bayangannya."Lapar mungkin, Mit. Kita makan dulu

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   132. Prinsip Hidup

    "Dinda ngidam, Pak." Wajah serius Mita justru membuat Arya ragu. Pria itu menatap lekat ke arah Mita dalam diam. Ia tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Mita berjalan mundur. "Apa? Pak Arya tidak percaya?" Diamnya Arya yang begitu lama, membuat Mita kecewa. Ia memilih pergi menjauh dari pasangan itu."Eh, Mit. Mau kemana?" Dinda menjadi panik. Keinginannya belum dijawab Mita. "Kenapa sih, Mas? Tinggal di-iya-in aja gitu apa susahnya?" gerutu Dinda bangkit menyusul Mita, yang pergi tanpa pamit.Arya menghela napas frustasi. Betapa susahnya menghadapi makhluk Tuhan yang satu ini. Salah mengambil sikap saja, sudah jadi masalah, dan itu sangat tidak mudah untuk menyelesaikannya."Mit!" seru Dinda memanggil Mita yang kini berada di dalam kamarnya. Ia mengetuk sekali lalu membuka pintunya. "Maafin suami gua, ya?! Dia emang gitu. Rada susah nyambung kalau soal beginian."Mita memutar tubuhnya. Ia mengabaikan celotehan Dinda soal sikap Arya barusan. "Lu ngerasain ada yang aneh kagak sama

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   131. My Hubby is My Everything

    Siang itu, Fahri dan Mita, berangkat lebih dulu ke London. Mereka mencari kontrakan rumah atau apartemen, sedangkan Arya menyusul dua hari kemudian.Dinda tidak seperti biasanya. Ia banyak menghabiskan waktunya bersama Sari, seakan ia dan mama tersayangnya itu, tidak akan berjumpa lagi."Kamu itu udah gede. Nggak malu apa sama suami kamu?" Sari mengaduk adonan roti yang sebentar lagi akan ia pindahkan ke loyang."Ngapain malu, Ma. Orang Dinda emang begini. Kan Dinda nggak pernah pergi jauh dari mama sama papa. Wajarlah kalau Dinda begini." Arya menimbrung dari ruang tengah, membela istri kesayangannya.Dinda diam seribu bahasa. Ia tiba-tiba teringat sesuatu. "Gimana kalau tiba-tiba Dinda kangen cilok, bakso bakar sama sate tahu? Masa ia pake aplikasi?""Yaa bikin sendirilah. Daripada beli, mending kamu bikin sendiri. Selama bahannya bisa didapat, lebih baik kamu masak sendiri. Nanti Mama siapkan beberapa bumbu dasar dari siini. Lebih hemat, dan tentunya lebih sehat."Dinda menghela nap

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   130. Hanya Saya dan Kamu

    "Pak Arya harus percaya saya!" tegas Mita sekali lagi."Kamu itu bicara apa? Dinda tidak sedang sakit. Paling dia sedang kena sindrom pre-menstruasi." Arya kembali ke meja makan setelah sempat diajak menjauh oleh Mita. Mita mendengus kesal. Ia sangat tahu jika penyebab Dinda galau bukan karena gejala awal akan datang bulan. "Kamu ngapain di sini? Bukannya menyiapkan sarapan untuk suami, malah komat-kamit sendiri." Fahri menepuk punggung Mita yang masih fokus pada Dinda."Aduh, Mas! Kaget tahu, nggak?!""Salah sendiri kenapa melamun. Udah sarapan? Kalau belum, ayo kita makan bareng. Laper banget." Fahri langsung menarik tangan Mita, membawa istrinya itu ke meja yang sama dengan Dinda dan Arya.Mita yang masih trauma dengan sikap ketus dan galak Dinda, memilih untuk duduk berjarak dengan sahabatnya itu. Ia takut akan mendengar kata-kata kasar dari Dinda untuk ke sekian kalinya.Dinda ternyata mengawasi gerak-gerik Mita. Ia sendiri tidak tahu, mengapa pagi ini sangat ingin memarahi Mit

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   129. Mood Swing

    "Jangan lupa kodratmu sebagai wanita."Aduh. Kepala Mita langsung berputar. Haruskah ia mendapat ceramah kehidupan tengah malam begini? Ia sedang tidak ingin berdebat masalah kehidupan. Ia hanya mencari sedikit waktu untuk memikirkan rencana pendidikannya, tidak yang lain."Mas. Sudah malam. Tolong jangan kasih materi yang berat-berat. Otak saya dan Dinda beda kapasitas. Kalau Dinda bisa mengimbangi tapi saya nggak. Lagian dah capek banget, deh." Mita beranjak pergi meninggalkan balkon, meninggalkan Fahri yang kini mematung mendengar ucapan Mita.Ia melihat Mita masuk ke kamar mandi. Apakah ia sudah kelewatan? Dilihatnya jam dinding. Pantas saja. Jarum jam sudah berada di tengah-tengah angka sebelas dan dua belas. Fahri mengambil ponselnya lalu berbaring di ranjang, sembari menanti istrinya yang belum juga keluar dari kamar mandi. Ia sibuk membaca ulang pesan dari Chandra. Beberapa hari yang lalu, Chandra memang sempat menyuruhnya untuk mengurus satu bisnis Chandra yang terbengkalai

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   128. Kodrat Wanita

    "Lusa saya harus ke London." Perkataan Fahri membuat Mita dan Dinda terperangah, tapi tidak dengan Arya. Ia sudah biasa dengan jadwal Fahri yang begitu acak Sehari ke kota Jogja, besok ke Makasar, lusanya sudah harus terbang ke luar negeri."Resiko jadi pengusaha memang begitu. Jadi, kamu harus bisa beradaptasi dengan cepat.""Tapi kenapa mendadak begini?" Mita belum bisa menerima.Di saat ia mulai beradaptasi dengan kehadiran Fahri di kehidupannya, pada akhirnya mereka harus berpisah seperti ini?Fahri mendesah. "Ini permintaan Papa Candra." Tampak ia tidak punya cukup alasan untuk menolak permintaan itu.Dinda langsung mengangguk seolah paham, mengapa Fahri tidak dapat menolak permintaan itu. "Papa yang minta??" Nada Mita meninggi. Mita tidak habis pikir. Bukannya menyuruh mereka lebih banyak menghabiskan waktu berdua, tapi malah menyuruh berpisah meski hanya untuk sementara? Mita tidak bisa menerima berita ini."Gua harus bicara dengan papa! Ini tidak bisa dibiarkan!" ucapnya deng

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   127. Kartu Debit

    Arya menaikkan kecepatan mobilnya. "Kalau seperti ini, kapan nyampe-nya." Lama kelamaan ia merasa gemas melihat kendaraan Fahri seolah jalan di tempat. Mobil sedan putih milik Broto yang malam itu dikendarai Arya, melesat menyalip mobil Fahri. Pujasera yang dituju sudah berada seratus meter di depan mereka.*Lu dimana?Suara di ujung sana membuat Mita terpaku. Ia tidak yakin. Benarkah itu suara Dinda?*Lu sariawan? Ato ini yang jawab kakak ipar? Dinda semakin kesal karena Mita tidak kunjung menjawab pertanyaannya."I-Iya-Iya. Lu berisik banget. Kenapa emang?" Hati Mita menjadi hangat. Rasa galau dan gelisah yang ia rasakan sebelumnya, menguap begitu saja.*Ikutin mobil yang baru aja ngelewatin mobil kalian."Mita sibuk mengamati mobil yang berjalan di depannya. "Itu mobil siapa?""Papa." Fahri mengamati Mita yang keheranan menatap mobil yang baru saja mendahului mereka. "Emang kenapa?""Papa? Papa ngajakin kita jalan-jalan? Papa ikut kita jalan-jalan?" Mita tidak dapat menyembunyikan

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   126. Kuliah vs Anak

    "Jadi?" Dinda mengulangi pertanyaannya."Tentu saja jadi. Tinggal menunggu tiket pesawat saja."Dinda terdiam. Ia lupa jika Arya akan melanjutkan studinya ke luar negeri. Ia mulai bimbang. Kehidupannya sebagai sepasang suami istri bersama Arya baru saja dimulai. Ia merasa masih membutuhkan bimbingan kedua orang tuanya. Bagaimana pun, Arya masih orang asing baginya. Ia takut tidak dapat mengimbangi kepribadian Arya yang begitu sempurna di matanya."Kenapa?" Arya menangkap ketakutan Dinda. Ia meraih kedua tangan Dinda. "Tidak akan lama. Saya akan berusaha secepat mungkin untuk menyelesaikan studi. Itulah mengapa saya menyegerakan untuk menikahi kamu, supaya kita dapat mengenal satu sama lain lebih cepat.""Tapi, itu berarti kan kita harus jauh dari papa dan mama selama ... " Dinda tidak sanggup meneruskan kalimatnya."Kamu takut?" Arya menatap Dinda begitu dalam.Dinda bergeming. Ia tidak dapat menutupi perasaannya. "Kalau begitu, mungkin kamu lebih baik di sini saja. Biar saya sendiri

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   125. Mendadak Pusing

    "Karena dia sudah tidak ada di kampus lagi?" bisik Arya lebih pelan dari sebelumnya."Ya kan sudah sangat jelas, Mas. Menjelang sore begini, masa iya dia ngajar."Arya menatap gemas Dinda. "Bukannya tadi sudah saya bilang, ceritanya nanti kalau pas mau tidur. Sekarang kita makan-makan dulu. Setidaknya, biarkan suami kamu ini menikmati hidangan enak sebanyak ini."Dinda langsung terdiam begitu Arya menyerahkan piring ke hadapannya. Mau tidak mau, Dinda berdiri dan mulai mengisi piring."Makan besar beneran ini," sindir Dani melihat piring Arya yang menggunung akibat ulah Dinda.Dinda hanya nyengir kuda."Sini makan bareng. Saya suapin sekalian?" Arya mengambil piring Dinda dan bersiap menyuapkan suapan pertama ke istrinya."Nggak, ah.""Lagian, siapa yang suruh mengambil begitu banyak sampai penuh begini?""Katanya mau makan besar, jadi ya ini," ujar Dinda sembari menunjuk ke arah piring di hadapan Arya.Ketukan di pintu menghentikan debat kecil Arya dan Dinda. Tidak seperti biasanya. D

DMCA.com Protection Status