Senja bangun, ia meraba tempat di sampingnya. Ada Saga yang tidur tengkurap tanpa busana. Pemandangan yang menyenangkan pada pagi hari.
Senja membelai punggung Saga yang tak tertutup apa pun. Belaian itu mampu membuat sang pemilik tubuh mengerang dan matanya terjaga namun masih nyaman memejam."Jangan mancing, sayang."
"Aku gak mimpi kan? Lihat kamu di sini, gak ninggalin aku lagi." Dengan gemas, Saga menarik tubuh Senja untuk mendekat. Berkali-kali ia mencium puncak hidung Senja yang mancung.
"Nggak, aku ada di sini buat kamu dan nggak akan pergi." Senja tersenyum lalu menyurukkan kepalanya pada dada Saga. Jantung milik suaminya berdetak begitu kencang, semoga detakan itu hanya untuknya.
"Jam berapa ini?""Kenapa, kamu mau kuliah pagi?"
Saga menggeleng, "Kita gak kesiangan kan? Buat morning sex?" Pipi Senja sudah berubah merona merah. Tapi saat ia ingin menolak, Saga sudah menyerangnya dengan ciuman yang be
Devano di suruh Saga ke bengkel untuk mengantarkan pakaiannya yang tertinggal di apartemen. Ia juga ke bengkel untuk menyervis motornya yang tak enak di kendarai."Saga ada, Tom?" Tanyanya pada Tommy yang sedang mereparasi motor milik pelanggan."Ada di dapur, lagi masak sama bininya." Devano tersenyum, ia bahagia kalau temannya ikut bahagia."Ya udah gue masuk, tolong motor gue loe servis ya?""Beres!!" Ucap Tommy sambil mengacungkan ibu jari.Devano melangkah memasuki bagian dalam bengkel yang sederhana ada sofa, televisi dan juga karpet panjang. Suasana yang sangat ramai beda dengan apartemennya yang sepi. Apa ia juga akan ikut-ikutan tidur di sini. Sepertinya itu ide buruk, mengingat ada Saga dan juga istrinya.Devano mencium bau masakan yang enak sekali. Hidungnya mengarahkannya untuk melangkah ke dapur namun belum sempat ia sampai Saga sudah keluar dengan membawa sepanci kuah sup."Eh loe, uda
"Gimana caranya bicara jujur sama Senja?" Tanya Troy kepada Arthur yang tengah memilih biji kopi. "Akan lebih baik sih kalau nyokap loe yang ngomong. Senja mana bisa percaya begitu aja. Loe sih kemarin bikin dia takut!!" Troy mengubah posisi duduknya, ia jengah melihat Arthur yang sedang memasukkan biji kopi tanpa benar-benar merespons apa yang ia katakan. "Mana mungkin mamah mau ngomong sama Senja kalau gue kakaknya. Mamah merasa lebih baik kalau kita malah gak kenal satu sama lain". Arthur menatap Troy yang sedang menghirup biji kopi. Arthur terlihat begitu nyaman dengan profesinya sebagai seorang barista. Kalau di pikir-pikir, sebenarnya cita-cita Troy apa ya? Selain jadi pewaris, dia tak punya keinginan lain. "Yah biarkan emak dengan pikirannya. Setidaknya kalau Senja gak tahu loe kakaknya, bersikap baik Troy sama dia dan juga lindungi dia diem-diem." Arthur tahu keinginan Troy untuk di akui sangatlah besar nam
Senja bangun pukul 5 pagi, ia senang begitu melihat Saga sudah tidur di sampingnya. Suaminya kemarin malam pulang jam berapa ya? Kok tidak membangunkannya. Sudahlah yang terpenting Saga kini sudah ada.Senja pelan-pelan turun dari ranjang. Ia bergegas mandi lalu mengambil air wudu baru kemudian Shalat subuh. Ketika mengucap salam, ia tertegun melihat suaminya sudah duduk sambil tersenyum."Kok Shalat gak ngajak-ngajak aku sih?""Kamu tidurnya lelap banget, semalam pulang jam berapa?" Tanyanya sambil melipat mukena dan sajadah."Aku pulang jam 11an." Desahnya lalu menarik nafas panjang sambil menyugar rambutnya yang masih acak-acakan. "Maaf kemarin aku lupa jemput kamu karena ada kerjaan mendadak!!""Gak apa-apa, aku mau masak ke bawah. Kamu buruan mandi terus Shalat." Perintahnya lembut."Tapi cium dulu!!" Senja refleks mundur ke belakang."Ih kamu kalau udah minta cium gak mau berhenti! Aku mau mas
Senja melirik malas ke arah meja bernomor 10, di sana ada Devano. Mau apa pemuda itu sebenarnya. Bukankah kemarin sudah jelas kalau Senja itu istri dari temannya. Mereka kan sudah bertemu di bengkel. Apa lelaki itu tak putus asa kah mengajak Senja balikan?."Kenapa? Mantan kamu gangguin lagi?" Tanya Arthur yang melihat Devano datang. Ia beberapa hari tak melihat si kampret Snippers itu. Ia kira mantannya Senja itu sudah mengibarkan bendera putih."Iya tapi aku bukan pengecut. Aku mau ke sana, mau tanya mau dia apa!!" Senja tak gentar, menghadapi Devano nyalinya jadi besar. Memang apa yang bisa Devano lakukan, laki-laki itu tak akan ia biarkan merusak kebahagiaannya. Cukup masa SMAnya yang sebentar di isi dengan kesedihan dan sakit hati.Langkahnya begitu mantap, membawa catatan dan sebuah pena baru kemudian menyodorkannya ke hadapan mantan kekasihnya."Mau pesan apa? Aku catat sekarang!!"&nbs
Senja langsung tersadar, pikiran buruknya lenyap sudah. Ia kira perempuan yang bernama Nadine itu seperti perempuan penggoda. Nyatanya salah, Nadine begitu ramah dan juga cantik. Harus Senja akui jika Nadine itu sempurna sebagai seorang perempuan. Ia bergaya modis nan anggun. Garis wajahnya oval nan lemah lembut."Iya"."Ga, kamu gak cerita kalau punya istri semanis ini". Pujinya tulus.Di sentuhnya pipi Senja yang chubi, Nadine benar-benar penggambaran seorang kakak perempuan yang penyayang. "Kenapa kamu mau ikut ke sini, tempat yang menurut aku gak layak untuk di tinggali"."Istri ikut kemana pun suaminya pergi". Nadine mengelus rambut Senja yang panjang."Saga beruntung punya istri se baik kamu " Namun sepertinya Saga tak bersyukur, ia malah menatap Nadine lekat-lekat. Nadine penggambaran wanita sempurna dengan kebaikan hati tak tertandingi."Aku mas
"Bagusan yang mana ya?" Saga mengedikkan bahu. Mana ia tahu mana alat lukis yang bagus atau tidak. Dia hanya mengekori Nadine dari tadi. Mereka menghabiskan waktu dengan jalan-jalan di sebuah Mall."Ih percuma ngajakin kamu Ga, dari tadi gak bisa milihin buat aku!!" ungkap Nadine kesal dan menampik bahu Saga. Kalau begini tadi lebih baik mengajak Icha saja. Selera Saga itu payah bin terlalu jadul."Kamu pergi sama aku, istri kamu gak marah?""Senja santai banget orangnya, dia itu jarang marah." Nadine memilih sebuah kanvas tebal berukuran tebal. Ia memang gemar melukis namun saat di Amerika, kesenangannya harus ia tahan karena suaminya tak pernah setuju jika dirinya menggoreskan cat air di atas kanvas. Romi selalu menyuruhnya untuk berdandan layaknya perempuan terhormat dan high class. Hidup Nadine seperti manekin hidup walau begitu ia tetap mencintai suaminya."Ceritain dong tentang istri kamu." Saga berpikir sejenak lalu meng
"Terima kasih kak Troy." Ucap Senja keluar dari mobil Ferari milik Troy. Entah karena pikirannya agak kacau, ia menerima kebaikan Pria yang dia kira agak aneh ini. Tanpa pamit, melambaikan tangan, atau sekedar berkata hati-hati, Senja berjalan menunduk masuk bengkel. Seharian rasanya melelahkan sekali, bukan Raga yang lelah namun hati yang terlalu gundah akibat foto Saga bersama Nadine tadi. "Loe keterlaluan, dua hari ini sama Nadine terus sampai lupa kalau ada Senja yang nungguin di rumah." Langkah Senja yang berada di ambang pintu seketika berhenti mendengar namanya di sebut. Ia mendengarkan baik-baik apa yang Saga bahas bersama kawan-kawannya. "Nadine baru pulang. Dia butuh gue, hubungan dia sama Romi lagi gak baik." Angga naik pitam, di kiranya Saga itu masih merasa singgel hingga bisa jadi ibu peri untuk Nadine. "Itu urusannya Nadine ama suaminya. Bukan berarti loe gak peduli sama Senja, dia bini loe!!" Kini g
Troy meremas setirnya dengan jantung ngos-ngosan. Hampir saja ia menabrak seseorang kalau saja tak menginjak rem tepat waktu. Dengan perasaan panik, ia langsung membuka pintu mobil untuk keluar."Senja!!" Teriaknya kegirangan karena kalau sampai ia menabrak adiknya sendiri, celakalah dia. "Aku balik handphone kamu ketinggalan!""Kak, bawa aku pergi dari sini!!" Senja yang Troy jumpai wajahnya penuh dengan linangan air mata."Kamu kenapa?""Cepet bawa pergi aku dari sini!!" Teriaknya murka karena Saga kini semakin dekat. Troy terkejut namun segera membawa adiknya pergi dari sana. Ia tak tahu apa yang terjadi namun saat Saga sudah sampai di jalan dan berteriak-teriak, Troy sadar jika ada yang terjadi dengan mereka dan tentunya bukan sesuatu yang baik.Saga terlambat, mobil Troy sudah melaju dengan kencang. Meninggalkannya berdiri di tepi jalan dengan raut muka putus asa. Dia memang menyayangi Nadine namun tetap saja ia tak menampik kehadiran Senja di
Kejutan selalu terjadi tapi tawa khas Regan dan suara seorang perempuan yang ia tak kenali. Mempercepat langkah Senja untuk mencapai rumah. Ia penasaran saja karena biasanya dia kan yang jemput Regan di rumah Bibik Ratmi."Ini apa sayang?""Ni obot..." Regan membawa sebuah robot transformer besar yang dapat berubah jadi mobil. Robot itu harganya lumayan mahal. Senja bisa membelinya tapi kan sayang, uangnya cuma beli buat mainan. Di sebelah Regan terdapat berbagai macam mainan, gak cuma satu tapi banyak. Ada mobil remot, bis tayo, pistol yang menyala dan mainan canggih lainnya."Mamah?" sapa Senja yang sudah berdiri di hadapan kedua orang yang berbeda generasi itu."Eh.. kamu sudah pulang?" Senja mencium tangan Devi. Bagaimana buruknya perlakuan mertuanya di masa lalu tapi kini wajah tak suka serta tatapan muak milik Devi tak terlihat lagi. Mungkin jarak yang membuat wanita paruh baya ini terasa kangen."Udah mah. Mamah kapan sampainya?""Tad
Saga pada akhirnya tahu hal ini akan terjadi. Senja dengan otak pintar, serta nilai IP tinggi. Tak akan sulit mendapatkan pekerjaan yang bagus. Ibu dari Regan itu kini sudah di terima sebagai apoteker di sebuah rumah sakit besar di Semarang. Melihat istrinya berseragam hijau muda, ia jadi pangling sekaligus bangga. Istrinya itu akan berangkat jam tujuh lalu pulang jam tiga siang. Ia merasa kasihan pada Regan yang masih butuh asupan ASI."Aku merasa minder. Penghasilanku gak lebih besar dari gajimu." Senja menengok ke arah sang suami sambil menggendong Regan. Ia pernah bahas ini berkali-kali, tak apa jika terjadi perbedaan penghasilan di antara mereka."Aku udah bilang, kita kan bisa sharing kebutuhan rumah tangga sama-sama. Jangan berdebat lagi masalah uang. Aku gak suka Van. Uangku, uang kamu juga." Saga merasa dunia terasa terjungkir balik. Dulu yang bukan masalah, kini malah jadi perdebatan besar. Harusnya dari dulu ia tak menyia-nyiakan masa muda. Senja begitu pint
Saga panik ketika tengah malah istrinya mengalami kontraksi. Maklum lah mereka hanya berdua saja di kota ini. Tak ada yang mereka bisa mintai tolong kecuali Ratmi. Ibu pemilik rumah. Senja di antar ke bidan dengan naik mobil pick up. Selama di perjalanan, Senja banyak meringis kesakitan dan terus menyebut mamanya."Mas, apa gak sebaiknya menghubungi mamanya mbak Senja. Atau masih hubungi keluarganya." Ragu menyergap. Selama ini Helen dan Senja tak putus kontak. Tapi ia benar-benar takut jika Troy tahu, dan memaksa membawa sang istri pergi."Iya bik, mungkin besok mamanya baru datang." jawabnya bohong. Senja sudah sampai di pembukaan sepuluh dan siap untuk melahirkan. Saga menunggu di luar Karena tak tega mendengar Senja berteriak dan mengerang kesakitan. Andai bisa, ia mau menggantikan sang istri di dalam sana."Oek... oek... oek..."Suara tangis kencang seorang bayi menggema. Saga tahu anaknya telah lahir dengan selamat. Ia sendiri tak tahu jenis kelamin
Dara menarik nafas, menyiapkan diri lalu banyak berdoa. Ia berjalan mondar-mandir dan penuh was-was. Troy itu kalau ngamuk menakutkan bahkan mungkin sampai bisa memukulnya. Bel berbunyi, ini sudah jam 5 sore. Biasanya pria itu akan pulang jam segini."Troy?" Dara berlaku baik, ia meraih tas Troy lalu menyuruh laki-laki itu masuk dan membuka alas kaki. "Kamu udah makan? Mau aku siapin air panas?""Mana Senja?" Dara kira perhatiannya bisa mengalihkan pikiran pria ini dari sang adik."Begini..." lambat laun juga akan ketahuan, tapi lebih baik Dara mengarang cerita. "Senja kabur dari apartemen. Dia di bawa Saga."Tentu saja Dara takut. Ia bilang dengan nada yang di buat lirih Nan lembut namun tetap saja amarah Troy tak sapat di antisipasi. Pria itu malah mencengkeram lengannya keras menuntut sebuah alasan logis. "Gimana adik gue bisa kabur? Ada dua bodyguard yang gue suruh jaga!!""Aku gak tahu. Tapi dia yang rela pergi sama suaminya atas kemauan sendi
Senja tak bisa bimbang lagi. Keputusannya sudah bulat. Ia memilih pergi. Troy memang satu-satunya saudara yang ia miliki tapi ia sadar jika hakekatnya tanggung jawab saudara laki-laki terputus ketika saudara perempuannya telah menikah. Sekarang Saga imannya. Tak peduli jika ke depannya akan menderita atau Saga yang tak kunjung mencintainya. Senja hanya berusaha taat pada agama yang ia anut. “Udah siap kan? Aku udah hubungi Saga. Dia bakal ke sini dan soal penjaga tenang aja. Aku udah kasih obat tidur ke minuman mereka. Paling sebentar lagi mereka tidur.” Dara membantu Senja kabur, masalah Troy ia pikir belakangan. “Tapi gimana sama kamu nanti? Kak Troy bakal marah.” Dara menepuk-nepuk bahu Senja, membiarkan adik Troy itu tenang. “Semarah-marahnya Troy, dia gak mungkin mukul aku kan?” Dara tersenyum was-was. Ia pernah di amuk Troy ketika kalah dan rasanya tak enak. Ia juga pernah kena tampar karena bertemu Vivian. “Ya udah, aku pamit. Kamu baik-baik aj
Dara dan Senja ter jingkat kaget saat pintu apartemen di tutup dengan kasar oleh Troy. Pandangan Dara dan Senja bertemu. Ada rasa tak enak yang menyergap. “Sorry Ra, aku gak bermaksud mempersulit kamu.” Dara paham namun secara tidak langsung ia juga ikut andil dalam kekacauan ini. “Gak apa-apa. Troy lagi marah suka ngambil keputusan seenaknya.” Dara mendekat, mengelus pundak Senja pelan. “Aku bakal sedih kalau kamu pindah. Aku gak ada temen lagi deh.” “Aku mau pulang ke rumah mamah.” Dara ikut sedih jika Senja terpasung. Troy memang kakak Senja tapi di tak ada hak atas hidup wanita ini. Apalagi Senja punya wali sah yaitu suaminya. “Kalau Troy lagi emosi gini. Jangan di lawan. Kita bisa ngomong pelan-pelan tapi nanti.” Kalau sudah begitu Senja hanya bisa memejamkan mata dan mengurut pelipisnya. Tindakan Troy terlalu jauh. Dia bukan anak kecil yang harus di awasi segala sisi. Senja sudah dewasa bisa mengambil yang baik serta benar untukny
Sebelum makan mereka pergi jalan-jalan ke taman dan juga ke suatu tempat yang mengejutkan Senja ketika sampai. “Ke rumah sakit?” “Iya, aku mau lihat perkembangan anak kita.” Senja memejamkan mata. Ia lupa, belum pernah sekali pun memeriksakan sang anak pada dokter kandungan. Untung saja sang suami mengingatkan. “Gak apa-apa kan setelah ini baru kita makan?” “Gak apa-apa.” Bolehkah kali ini Senja merasa terharu karena perhatian sang suami. Ia merasa tak apa kalau cinta Saga bukan untuknya, asal anaknya mendapat kasih sayang penuh dari sang ayah. “Usia kandungannya udah masuk delapan minggu. Lihat kantung janin sudah terbentuk. Janinnya sehat, tekanan darah ibunya normal. Masih sering mual atau muntah?” tanya dokter kandungan yang tengah menangani Senja. “Alhamdulillah selama hamil gak pernah ngalamin itu. Pas hamil juga gak sadar, sebelum akhirnya pingsan.” Dokter perempuan itu hanya mengulum senyum tipis lalu menyuruh sang asisten membersihkan perut S
“GA, kamu gak boleh gegabah mengambil keputusan.” Kemarin mamanya yang bertandang kini sang kepala keluarga. Kenapa kedua orang tuanya begitu ngotot memintanya untuk menceraikan Senja. “Kalau masalah anak. Itu gampang. Kita bisa ngambil dia setelah lahir.” “Papah sadar ngomong kek gituh? Papah punya anak juga. Apa jadinya kalau aku dulu Cuma di asuh papah dan gak punya mamah.” Hermawan diam seribu bahasa. Anggap saja ia egois. Tawaran saham itu begitu menggiurkan. Hingga ia rela mendepak sang menantu yang tengah hamil. “Seratus persen saham perusahaan kita akan jadi milik kita. Kamu gak usah membagikan dengan siapapun.” Itulah tujuan awal pernikahannya dengan Senja. Agar saham perusahaan yang ayahnya pegang tak berpindah ahli waris. Namun ayahnya terlalu serakah. Ingin memiliki semuanya sendiri. “Papah tahu kamu udah gak betah kan dengan pernikahan ini!” “Papah salah, demi apa pun aku akan mempertahankan Senja dan anakku. Lebih baik papah bawa pergi surat cer
Namun Senja dapat bernafas lega ketika sang kakak tak ada. Syukurlah perang tanding bisa di tunda dulu. Saga ternyata gigih, sampai berani mengikutinya ke ruangan Wisnu di rawat. "Kamu di luar aja." "Aku kan mau jenguk, sekalian datang sebagai cucu mantu." Senja yang memegang engsel pintu, memundurkan kepalanya sambil mengernyit jijik. Cucu mantu? Itu bahkan akan jadi mantan. "Ya udah tapi diem." Senja menempelkan telunjuknya di atas bibir di sertai pelototan galak. Saga merapikan pakaiannya sebelum bertemu Wisnu. "Ma... u apa ka... mu... ke sini!!" Astaga sudah stroke separuh badan tetap saja galak. Senja waspada karena tahu, kadar benci sang kakek pada ibunya dan juga dirinya. "Kita mau jenguk kakek." jawab Saga enteng. "Gak... per... lu!!" Aduh ngomong aja udh ngumpulin nafas masih aja gengsi sambil membuang muka. "Per... gi... kalian!! Per... gi!! Ke sini datang baik-baik kok perlakuan kakek Senja kasar. Untunglah Saga tak membawa