Pagi harinya, Minah pergi untuk mencari pekerjaan. Sedangkan Rubby, dia di rumah untuk memulihkan kondisinya.
"Kasihan mbok Minah, gara-gara aku, dia harus menjadi seperti ini. Aku gak boleh diam saja. Setelah pulih nanti, aku juga harus berusaha mencari pekerjaan untuk membantunya." — Sementara itu di perusahaan, Armand tiba-tiba saja didatangi beberapa orang yang merupakan kolegannya. Mereka menuntut kerugian atas investasi yang mereka buat dan tak menghasilkan. Mereka mengancam Armand, kalau dirinya tidak mengganti uang milik mereka, maka mereka akan mengajukan kasus tersebut ke pihak kepolisian atas tuduhan penggelapan uang dan penipuan. Tentu Armand yang mendengar itu, merasa ketakutan. "Saya mohon, tolong kasih saya waktu! Saya berjanji akan mencari uangnya dan mengganti kerugian kalian." "Lalu menurut kamu, kami harus percaya? Kami khawatir kalau kamu akan melarikan diri setelah ini. Apalagi setelah tahu kalau kami menuntut kerugian ini." "Saya berjanji kalau saya tidak akan melarikan diri. Saya pasti akan membayar semuanya atas kerugian yang kalian alami." "Baiklah kalau begitu, kami akan memberikan kamu waktu! Lusa! Lusa, uang yang kami minta sudah harus ada! Kalau tidak, bersiaplah untuk kami jebloskan ke dalam penjara! Kami akan terus memantau kediamanmu. Kalau kau sampai coba-coba kabur, aku takkan segan untuk membunuhmu dan juga anak-anakmu!" Armand berlutut. "Saya janji, Saya tidak akan kabur. Tolong jangan sakiti kedua anak saya," tutur Armand. Orang-orang itu pun kemudian pergi begitu saja meninggalkan Armand. Seluruh kantor riuh mengetahui hal itu. "Apa mungkin perusahaan ini akan gulung tikar?! Lalu Bagaimana nasib kita?!" "Aku juga tidak tahu. Sepertinya perusahaan ini memang sedang bermasalah saat ini." — Pulang dari kantor, Armand marah-marah di rumah. Dia menghimbau kepada kedua anaknya, Alvian dan Amara untuk segera mengemasi pakaian mereka. "Memangnya ada apa sih, Pah? Kenapa kita sampai harus mengemasi pakaian kita semua?" tanya Amara. "Iya, Pah. Sebenarnya ada masalah apa, sih? Kenapa kita sampai harus seperti ini?!" lanjut Alvian. "Ceritanya panjang! Papa tidak bisa menjelaskan semuanya sekarang. Yang terpenting, sekarang kita harus segera pergi dari sini! Rumah ini sudah tak aman lagi." "Maksud Papa apa?" "Papa bangkrut. Perusahaan kemarin mengalami kerugian besar. Dan para kolega yang berinvestasi meminta uang mereka kembali. Papa bingung harus membayarnya dari mana. Sedangkan uang perusahaan sudah hampir habis untuk membayar kerugian yang ada." "Apa, Pah?! Kenapa bisa seperti ini?! Lalu bagaimana sekarang?!" ujar Alvian. "Pokoknya aku gak mau miskin! Aku malu," ujar Amara. Armand mengusap wajahnya kasar. "Papa juga bingung harus bagaimana. Jalan satu-satunya, kita harus menjual rumah ini. Itupun sepertinya belum menutupi seluruhnya. Uang yang harus Papa bayarkan itu cukup besar. Papa juga tidak tahu harus mencarinya ke mana." Hingga tiba-tiba terpikirkan sebuah ide oleh Amara. Dia teringat, teman-temannya pernah mengatakan, kalau menjadi seorang sugar baby dari pengusaha kaya akan mendapatkan banyak uang. Dia pun kepikiran akan Rubby, adiknya. "Aku punya ide!" ujarnya tiba-tiba. Sontak Armand dan Alvian pun menoleh ke arahnya. "Ide apa?" tanya Alvian. Amara tersenyum, "Bagaimana kalau kita jual saja Rubby pada laki-laki kaya raya?!" Armand dan Alvian saling melempar pandangan. "Maksudmu bagaimana, nak? Kita menjual Rubby? Menjual bagaimana?" tanya Armand. "Papa! Aku yakin papa memiliki kenalan seorang pengusaha besar yang suka bergonta-ganti pasangan. Aku yakin, kalau papa menawarkan Rubby padanya, dia pasti akan bersedia membeli Rubby dengan nilai yang fantastis. Apalagi Rubby masih perawan, 'kan, aku yakin, lelaki mana yang tak akan tergoda. Lagipun, wajahnya juga tak jelek-jelek amat, aku yakin kalau dia di poles make up, dia akan terlihat menarik." Seketika Armand tersenyum mendengar itu. "Kau benar. Idemu bagus juga. Aku bahkan tak kepikiran sampai ke arah sana. Kenapa kita tidak memanfaatkan Rubby saja," ujar Armand sambil tersenyum. Alvian pun mengangguk. — Sore harinya, Armand dan kedua anaknya berusaha mencari informasi tentang keberadaan Rubby. Dia bahkan sampai menyebarkan foto Rubby, dan menandai dia sebagai orang hilang. Tentu semua orang yang pernah melihat wajah Rubby, dengan senang hati memberitahunya. Atas petunjuk-petunjuk yang ada, akhirnya Armand dan kedua anaknya pun berhasil menemukan tempat tinggal Rubby. — Di kamar, Rubby yang baru saja selesai mandi dan mengganti pakaiannya, sedikit keheranan mendengar suara ketukan pintu yang cukup keras. Rasa-rasanya, tak mungkin kalau itu Minah. Kalau itu dia, pasti dia sudah langsung masuk, pikir Rubby. Iapun akhirnya membuka pintu tersebut. Rubby sedikit terkejut mendapati papa dan kedua kakaknya datang ke tempat tinggal barunya. Rubby pikir, mungkin mereka datang untuk menjemputnya kembali. "Papa? Kak Amara, kak Alvian? Kalian semua datang kesini?" tanya Rubby dengan wajah sumringah. Dia sungguh bahagia dan tak menyangka, kalau keluarganya itu ternyata masih memperdulikannya, pikirnya. "Ya, kami datang kemari untuk menjemputmu, Rubby. Ikutlah dengan kami," ujar Armand dingin. "Tapi mbok Minah masih belum pulang, Pah, bisakah kita tunggu dia dulu?" "Masa bodo dengan dia! Kita tak perlu mengajaknya," lagi Armand berucap. "Tapi, Pah—" "Kamu mau ikut, atau tidak?! Kalau tidak, yasudah! Biar kami pulang lagi," sahut Amara tiba-tiba. Rubby pun langsung setuju. "I-iya, kak. Rubby ikut. Rubby ikut kalian semua," ujarnya semangat. Meski dalam hati dia sedih, karena harus berpisah dengan Minah. Padahal wanita tua itu sudah begitu baik padanya, juga sangat menyayanginya. — Setibanya di rumah, Amara langsung membawa Rubby ke kamarnya. Dia juga meminta Rubby untuk mengganti pakaiannya. "Kak? Kenapa Rubby harus ganti pakaian segala? Dan, pakaian apa ini. Kenapa seperti kurang bahan begini?" ujar Rubby membolak-balik pakaian tersebut. Ya, pakaian yang di berikan Amara itu adalah pakaian miliknya yang merupakan pakaian sexi. Belahan dadanya sangat rendah, dan potongan bawahnya juga sangat tinggi, hanya bisa menutupi bagian panggul saja. "Kamu ini banyak sekali bertanya! Sudah, cepat, pakai saja!" Amara berusaha memakaikan pakaian tersebut. "Tapi, Kak—" "Pakai, Rubby! Atau aku akan marah," ujarnya. Rubby pun pada akhirnya hanya menurut saja. Setelah mengganti pakaiannya, Amara pun merias wajah Rubby dengan make-up. Seumur-umur baru ini pertama kalinya Rubby menggunakan makeup. Karena selama ini dia tidak pernah menggunakan apapun. Wajah Rubby memang cantik, dia juga memiliki kulit yang putih bening. Meskipun tak melakukan perawatan, dirinya yang memang tak pernah keluar rumah, membuat kulit tubuhnya terawat meski tak menggunakan perawatan kecantikan. Setelah selesai dirias, Amara pun membawa Ruby kepada Armand. Armand meminta Rubby untuk ikut bersamanya. Sepanjang perjalanan Rubby hanya diam saja. Dia adalah orang yang paling takut dengan Armand. Bahkan dia juga tidak berani untuk bertanya mengenai apa yang akan mereka lakukan. Hingga kemudian mobil yang dikendarai oleh Armand itu pun tiba di sebuah hotel berbintang. Keduanya pun turun dan masuk kedalam hotel tersebut. Armand membawa Rubby ke salah satu kamar VVIP. Disana, sudah ada seorang pria yang menunggu kedatangan mereka. "Akhirnya kau datang juga, Armand. Aku pikir, Kau hanya bercanda tadi," ujar pria itu menghampiri keduanya. Hingga kemudian tatapannya beralih pada Rubby yang berdiri di samping Armand. Pria setengah baya itupun tersenyum smrik, "Jadi ini gadisnya?" Pria itu menatap Rubby. Rubby pun bersembunyi ketakutan di balik tubuh Armand. "D-dia siapa, Pah? Dan, k-kenapa papa bawa Rubby padanya?" tanya Rubby pada akhirnya. Armand pun mendorong tubuh Rubby hingga tersungkur ke hadapan pria itu. Seketika Rubby ketakutan. "Aku tidak mungkin bercanda untuk masalah uang, Mr Robert, aku pasti datang sesuai janjiku. Lalu sekarang mana uangnya? Aku sudah membawa putriku, seperti apa yang aku janjikan padamu!" Robert tertawa. Rubby pun ketakutan di buatnya. "Tentu, Armand, aku juga tidak mungkin mengingkari janjiku. Sesuai dengan kesepakatan kita, aku juga sudah menyiapkan uangnya!" Robert memberikan satu koper uang kepada Armand. Armand pun dengan senang hati mengambilnya. "Good! Saya suka kerjasama ini. Mulai sekarang, putriku sudah menjadi milikmu! Aku serahkan dia padamu, Mr Robert." Robert tersenyum mendengar itu. Keduanya pun bersalaman di atas kepala Rubby. "Tunggu! Maksudnya ini apa?!" tanya Rubby menatap Armand. Ia pun bangkit dan menghampiri papanya. "Pah? Maksud papa apa, Rubby jadi miliknya? Papa menjual Rubby padanya?!" Rubby bertanya sambil menangis. Armand pun tersenyum. "Ya, papa sudah menjual mu, Rubby. Tinggallah disini bersama Mr Robert! Sedangkan dia, karena mulai sekarang, kau adalah miliknya!" Setelah berkata demikian Armand pun pergi sambil membawa koper tersebut. Rubby lantas menahannya, "Pah!—" sahut Rubby menggeleng keras. Namun Armand justru menghempaskan tangannya dan meninggalkannya begitu saja. "Papah! Enggak! Jangan tinggalin Rubby, pah! Rubby gak mau disini," teriak Rubby sambil menangis. Namun tiba-tiba saja sebuah tangan menarik Rubby, pria itu membawa Rubby. "Kemarilah, sayang ..., mari kita bersenang-senang," ujarnya mendorong tubuh Rubby ke ranjang. Rubby pun menggeleng keras. "Gak! Jangan dekati saya!, pergi!" teriak Rubby histeris. Namun tiba-tiba saja pintu kamar itu di tendang dari luar. Seorang pria datang bersama para ajudannya. "Lepaskan, dia! Aku akan mengganti uangmu 10 kali lipat!" Seketika Robert pun menghentikan aksinya dan menatap pria itu."Siapa kau?! Beraninya kau mengganggu kesenanganku!" teriak Robert tak terima. Pria itu pun langsung melemparkan sebuah cek kosong kepada Robert. "Isi sendiri nominalnya! Setelah itu, lepaskan gadis itu!" Robert pun mengambil cek kosong tersebut, lalu tersenyum. "Terserah mau aku isi berapapun?" "Ya, tapi sebagai imbalannya, kau lepaskan gadis itu! Dan anggap semuanya impas." Robert tersenyum. "Baiklah, aku setuju." Setelah itu dia pun mengisi nominalnya. Lantas memberikan cek Itu kembali kepada pria itu. Pria itu tak terkejut. Dia sudah menduga sebelumnya, kalau Robert akan menghargainya dengan jumlah yang tinggi. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Robert pun akhirnya Pergi. Sementara pria itu, dia langsung menghampiri Rubby dan memberikannya sebuah pakaian. "Pakai itu, dan ikutlah denganku!" Rubby menatap pria itu tak percaya. "Kamu siapa? Dan, apa yang sedang kamu lakukan disini?" "Aku datang untuk menolongmu." "Menolongku? Tapi, bagaimana kamu tahu, kal
Malvino tiba di apartemennya Cecilia. Gadis itu antusias menyambut kedatangan kekasihnya. Namun pada saat Cecilia memeluk Malvino, pria itu langsung melepaskan pelukannya."Ada apa? Kau tidak merindukanku?" tanya Cecilia sedih. "Langsung to the point saja. Saya tidak memiliki banyak waktu," ujar Malvino tiba-tiba. Gadis itu mengernyit. "Saya? Kenapa nada bicara kamu jadi formal seperti itu, padaku, Malvin? Apa mungkin sekarang, kita sudah sejauh itu?"Malvino menatap Cecilia. "Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya padamu, kalau diantara kita sudah selesai, Cecilia. Carilah pria lain untuk menjadi kekasihmu. Karena mulai saat ini, aku tidak bisa bersamamu lagi."Cecilia menatap kecewa ke arah Malvino. Dia sungguh tidak menyangka, kalau laki-laki itu akan benar-benar meninggalkannya."Apakah semudah itu, Malvin? Semudah itu kamu meninggalkanku, setelah apa yang sudah kita lewati bersama? Bukankah kamu juga sudah berjanji, kalau kamu hanya akan menikah denganku, Malvin? Lalu ke man
Pernikahan antara Malvino dan Rubby pun sudah diatur keluarga. Semuanya sibuk untuk mempersiapkan acara. Tak hanya keluarga dekat, namun Opa Oscar juga meminta kerabat jauh mereka untuk datang ke acara pernikahan Malvino dan Rubby nanti.Kini, seluruh keluarga sudah berkumpul untuk merayakan pernikahan Malvino dan Rubby yang akan diadakan lusa nanti. Undangan juga sudah mulai disebar. Hampir semua rekan bisnis yang menjadi kolega keluarga mereka, mereka undang.Tak hanya rekan bisnis, namun Malvino dan keluarganya juga mengundang Cecilia, untuk turut hadir ke pernikahannya Malvino. Cecilia terkejut saat mendapatkan undangan itu dari asistennya Malvino. Dia tidak menyangka, kalau kekasihnya itu akan semudah itu melupakannya. "Kamu jahat sekali, Malvin, kamu tega melakukan ini padaku!" ujar Cecilia tak terima. Dia pun mencoba untuk menghubungi Malvino. Tapi ponsel pria itu sama sekali tidak aktif. Cecilia pun kesal. "Apa Kamu sengaja mematikan ponselmu, supaya aku tidak bisa menghubun
Setelah selesai makan malam, Rubby pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Namun tiba-tiba saja dia teringat kalau saat ini dia sedang mendapatkan tamu bulanannya. Dia bahkan tidak memiliki pembalut sama sekali di kamarnya. Dia pun harus segera pergi ke minimarket atau dia tidak bisa melewati tidur indahnya hari ini. Dia pun bergegas keluar dari kamar dan pergi menuju kamarnya Clarissa. Dia harus segera meminta izin kepada wanita itu untuk bisa keluar dari rumah. Tak berselang lama setelah mengetuk pintu, pintu tersebut pun dibuka oleh Clarissa. Wanita itu tersenyum melihat Rubby. "Rubby? Sayang, ada apa? Apa kamu membutuhkan sesuatu?" Rubby pun memelintir pakaiannya menggunakan tangan sebelum berbicara. Dia merasa ragu untuk mengatakannya. "Em, begini Nyonya, saya—" "Rubby, bukankah sudah kukatakan, untuk tidak memanggilku dengan sebutan seperti itu? Panggil aku Mami, seperti layaknya Malvin memanggilku. Dan jangan berbicara formal seperti itu denganku! Bicara seperti biasa saja
"Ibu pengganti?"Rubby mengangguk mengiyakan. "Sebenarnya ceritanya panjang Malvin, aku tidak bisa menceritakannya di sini. Ini sudah larut. Bisakah aku membawanya ke rumah?"Malvin terdiam sejenak. Hingga kemudian dia pun mengangguk. "Baikkah, kamu boleh mengajaknya ke rumah."Rubby tersenyum mendengar itu. "Terima kasih."Malvino mengangguk. Kemudian mereka semua pun masuk ke dalam mobil. Malvin melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Setibanya di kediaman keluarga Thompson, Rubby mengajak Minah untuk masuk ke dalam rumah. Minah sedikit keheranan melihat rumah tersebut. Dia tidak tahu itu rumah siapa. "Non Rubby, ini rumah siapa? Kenapa kita kesini saat ini?"Rubby tersenyum mendengar pertanyaan Minah tersebut. "Ini rumah keluarga Thompson, Mbok. Mereka adalah keluarga baruku!"Minah sedikit terkejut mendengar pernyataan Rubby. "Keluarga baru Non?"Rubby mengangguk. Hingga akhirnya langkah mereka pun tiba di ruang utama. Kakek Oscar, Clarissa, dan juga yang lainnya menatap tany
Malam harinya Malvin kembali mendapatkan telepon dari mantan kekasihnya—Secilia. Gadis itu masih juga belum menyerah dan belum bisa menerima nasibnya.Sudah berkali-kali Secilia mencoba menghubunginya. Namun Malvin berusaha untuk mengabaikannya. Hingga pada panggilan ke sepuluh, akhirnya Malvin pun mengangkat panggilannya. Dia merasa terganggu dengan suara dering dari telpon tersebut."Ada apa lagi, nona Secilia? Bukankah sudah saya katakan untuk tidak menghubungi saya lagi? Saya sungguh merasa terganggu dengan panggilan dari Anda. Saat ini saya sedang sibuk mengurus acara pernikahan saya."Secilia terisak tangis. "Aku mohon jangan seperti ini Malvin, aku tidak bisa kehilangan kamu. Tolong jangan pernah tinggalkan aku. Batalkan pernikahan kamu dengan gadis itu, Malvin. Aku mohon...""Apa yang anda katakan, Nona Secilia. Saya tidak mungkin membatalkan pernikahan saya. Semuanya sudah di atur dan tinggal menunggu hari H nya saja. Saya harap anda tidak lagi mengganggu saya. Tolong terima
Pranggg!!!Sebuah barang yang pecah menggema memenuhi sudut ruangan. Seorang gadis menunduk untuk memungut pecahan kaca tersebut."Ahh!..." Gadis itu di tarik."Plakkkk!!!' sebuah tamparan menghujam pipi mulusnya."Dasar anak bodoh! Siapa yang suruh kamu jatuhkan piring itu?! Kau tahu, harga piring itu jauh lebih mahal ketimbang harga dirimu! Dan sekarang piring itu sudah pecah. Mau pakai apa kau menggantinya?!" ujar Armand, yang merupakan papanya. Gadis itu hanya menunduk sambil memegang pipinya yang terasa panas."Jawab papa, Rubby! Kenapa kamu selalu saja ceroboh! Sudah berapa banyak barang-barang yang pecah gara-gara ulahmu! Papa lelah, Kenapa juga Amira harus melahirkan anak sepertimu! Harusnya kamu mati saja dulu, bukan mamamu! Memang kau anak pembawa sial!"Deg!Air mata luruh di pipi Rubby mendengar ucapan papanya itu. Sampai hati, laki-laki yang begitu ia sayangi menyumpahinya seperti itu.Ini bukan pertama kalinya Rubby di marahi seperti itu. Hampir setiap waktu, setiap kali
Rubby di larikan ke rumah sakit. Karena dia mengalami luka goresan juga tusukan di perutnya. Dia bahkan harus mendapatkan donor darah, karena Rubby kehilangan banyak darah.Pria yang tadi ditolong Rubby itupun lekas menghubungi orang-orangnya, juga keluarganya. Tak lama kemudian, keluarga pria itupun datang bersama para ajudannya."Opa! Opa tidak apa-apa 'kan?! Opa baik-baik saja 'kan?!" tanya seorang pria yang tak lain merupakan cucu dari pria yang ditolong Rubby tadi. Pria itu nampak khawatir dengan kondisi dan keadaan kakeknya yang dikabarkan terkena perampokan. "Aku baik-baik saja, Marvel, kau tak perlu khawatir. Hanya saja, gadis itu yang terluka. Dia yang menolongku tadi," ujar kakek Oscar. Ya, rupanya pria yang ditolong Rubby tak lain adalah Oscar Thompson. Dia adalah seorang pengusaha sukses dan di kenal sebagai crazy rich di kota A. Oscar memiliki satu anak laki-laki bernama Gerald Thompson. Sedangkan menantunya bernama Clarissa. Dia adalah warga lokal yang dinikahi Gerald.
Malam harinya Malvin kembali mendapatkan telepon dari mantan kekasihnya—Secilia. Gadis itu masih juga belum menyerah dan belum bisa menerima nasibnya.Sudah berkali-kali Secilia mencoba menghubunginya. Namun Malvin berusaha untuk mengabaikannya. Hingga pada panggilan ke sepuluh, akhirnya Malvin pun mengangkat panggilannya. Dia merasa terganggu dengan suara dering dari telpon tersebut."Ada apa lagi, nona Secilia? Bukankah sudah saya katakan untuk tidak menghubungi saya lagi? Saya sungguh merasa terganggu dengan panggilan dari Anda. Saat ini saya sedang sibuk mengurus acara pernikahan saya."Secilia terisak tangis. "Aku mohon jangan seperti ini Malvin, aku tidak bisa kehilangan kamu. Tolong jangan pernah tinggalkan aku. Batalkan pernikahan kamu dengan gadis itu, Malvin. Aku mohon...""Apa yang anda katakan, Nona Secilia. Saya tidak mungkin membatalkan pernikahan saya. Semuanya sudah di atur dan tinggal menunggu hari H nya saja. Saya harap anda tidak lagi mengganggu saya. Tolong terima
"Ibu pengganti?"Rubby mengangguk mengiyakan. "Sebenarnya ceritanya panjang Malvin, aku tidak bisa menceritakannya di sini. Ini sudah larut. Bisakah aku membawanya ke rumah?"Malvin terdiam sejenak. Hingga kemudian dia pun mengangguk. "Baikkah, kamu boleh mengajaknya ke rumah."Rubby tersenyum mendengar itu. "Terima kasih."Malvino mengangguk. Kemudian mereka semua pun masuk ke dalam mobil. Malvin melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Setibanya di kediaman keluarga Thompson, Rubby mengajak Minah untuk masuk ke dalam rumah. Minah sedikit keheranan melihat rumah tersebut. Dia tidak tahu itu rumah siapa. "Non Rubby, ini rumah siapa? Kenapa kita kesini saat ini?"Rubby tersenyum mendengar pertanyaan Minah tersebut. "Ini rumah keluarga Thompson, Mbok. Mereka adalah keluarga baruku!"Minah sedikit terkejut mendengar pernyataan Rubby. "Keluarga baru Non?"Rubby mengangguk. Hingga akhirnya langkah mereka pun tiba di ruang utama. Kakek Oscar, Clarissa, dan juga yang lainnya menatap tany
Setelah selesai makan malam, Rubby pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Namun tiba-tiba saja dia teringat kalau saat ini dia sedang mendapatkan tamu bulanannya. Dia bahkan tidak memiliki pembalut sama sekali di kamarnya. Dia pun harus segera pergi ke minimarket atau dia tidak bisa melewati tidur indahnya hari ini. Dia pun bergegas keluar dari kamar dan pergi menuju kamarnya Clarissa. Dia harus segera meminta izin kepada wanita itu untuk bisa keluar dari rumah. Tak berselang lama setelah mengetuk pintu, pintu tersebut pun dibuka oleh Clarissa. Wanita itu tersenyum melihat Rubby. "Rubby? Sayang, ada apa? Apa kamu membutuhkan sesuatu?" Rubby pun memelintir pakaiannya menggunakan tangan sebelum berbicara. Dia merasa ragu untuk mengatakannya. "Em, begini Nyonya, saya—" "Rubby, bukankah sudah kukatakan, untuk tidak memanggilku dengan sebutan seperti itu? Panggil aku Mami, seperti layaknya Malvin memanggilku. Dan jangan berbicara formal seperti itu denganku! Bicara seperti biasa saja
Pernikahan antara Malvino dan Rubby pun sudah diatur keluarga. Semuanya sibuk untuk mempersiapkan acara. Tak hanya keluarga dekat, namun Opa Oscar juga meminta kerabat jauh mereka untuk datang ke acara pernikahan Malvino dan Rubby nanti.Kini, seluruh keluarga sudah berkumpul untuk merayakan pernikahan Malvino dan Rubby yang akan diadakan lusa nanti. Undangan juga sudah mulai disebar. Hampir semua rekan bisnis yang menjadi kolega keluarga mereka, mereka undang.Tak hanya rekan bisnis, namun Malvino dan keluarganya juga mengundang Cecilia, untuk turut hadir ke pernikahannya Malvino. Cecilia terkejut saat mendapatkan undangan itu dari asistennya Malvino. Dia tidak menyangka, kalau kekasihnya itu akan semudah itu melupakannya. "Kamu jahat sekali, Malvin, kamu tega melakukan ini padaku!" ujar Cecilia tak terima. Dia pun mencoba untuk menghubungi Malvino. Tapi ponsel pria itu sama sekali tidak aktif. Cecilia pun kesal. "Apa Kamu sengaja mematikan ponselmu, supaya aku tidak bisa menghubun
Malvino tiba di apartemennya Cecilia. Gadis itu antusias menyambut kedatangan kekasihnya. Namun pada saat Cecilia memeluk Malvino, pria itu langsung melepaskan pelukannya."Ada apa? Kau tidak merindukanku?" tanya Cecilia sedih. "Langsung to the point saja. Saya tidak memiliki banyak waktu," ujar Malvino tiba-tiba. Gadis itu mengernyit. "Saya? Kenapa nada bicara kamu jadi formal seperti itu, padaku, Malvin? Apa mungkin sekarang, kita sudah sejauh itu?"Malvino menatap Cecilia. "Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya padamu, kalau diantara kita sudah selesai, Cecilia. Carilah pria lain untuk menjadi kekasihmu. Karena mulai saat ini, aku tidak bisa bersamamu lagi."Cecilia menatap kecewa ke arah Malvino. Dia sungguh tidak menyangka, kalau laki-laki itu akan benar-benar meninggalkannya."Apakah semudah itu, Malvin? Semudah itu kamu meninggalkanku, setelah apa yang sudah kita lewati bersama? Bukankah kamu juga sudah berjanji, kalau kamu hanya akan menikah denganku, Malvin? Lalu ke man
"Siapa kau?! Beraninya kau mengganggu kesenanganku!" teriak Robert tak terima. Pria itu pun langsung melemparkan sebuah cek kosong kepada Robert. "Isi sendiri nominalnya! Setelah itu, lepaskan gadis itu!" Robert pun mengambil cek kosong tersebut, lalu tersenyum. "Terserah mau aku isi berapapun?" "Ya, tapi sebagai imbalannya, kau lepaskan gadis itu! Dan anggap semuanya impas." Robert tersenyum. "Baiklah, aku setuju." Setelah itu dia pun mengisi nominalnya. Lantas memberikan cek Itu kembali kepada pria itu. Pria itu tak terkejut. Dia sudah menduga sebelumnya, kalau Robert akan menghargainya dengan jumlah yang tinggi. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Robert pun akhirnya Pergi. Sementara pria itu, dia langsung menghampiri Rubby dan memberikannya sebuah pakaian. "Pakai itu, dan ikutlah denganku!" Rubby menatap pria itu tak percaya. "Kamu siapa? Dan, apa yang sedang kamu lakukan disini?" "Aku datang untuk menolongmu." "Menolongku? Tapi, bagaimana kamu tahu, kal
Pagi harinya, Minah pergi untuk mencari pekerjaan. Sedangkan Rubby, dia di rumah untuk memulihkan kondisinya. "Kasihan mbok Minah, gara-gara aku, dia harus menjadi seperti ini. Aku gak boleh diam saja. Setelah pulih nanti, aku juga harus berusaha mencari pekerjaan untuk membantunya."—Sementara itu di perusahaan, Armand tiba-tiba saja didatangi beberapa orang yang merupakan kolegannya. Mereka menuntut kerugian atas investasi yang mereka buat dan tak menghasilkan. Mereka mengancam Armand, kalau dirinya tidak mengganti uang milik mereka, maka mereka akan mengajukan kasus tersebut ke pihak kepolisian atas tuduhan penggelapan uang dan penipuan. Tentu Armand yang mendengar itu, merasa ketakutan."Saya mohon, tolong kasih saya waktu! Saya berjanji akan mencari uangnya dan mengganti kerugian kalian.""Lalu menurut kamu, kami harus percaya? Kami khawatir kalau kamu akan melarikan diri setelah ini. Apalagi setelah tahu kalau kami menuntut kerugian ini.""Saya berjanji kalau saya tidak akan
Rubby berjalan sambil menangis menuju kamarnya yang berada di lantai bawah. Ya, kamar Rubby berada tepat di sebelah kamarnya Minah, pembantunya. Disana, Rubby mendapati Minah yang sedang mengemasi pakaiannya."Mbok?"Minah yang sedang fokus membereskan pakaian itu pun seketika menoleh ke arah suara. Matanya berkaca-kaca begitu melihat seseorang yang sangat di rindukannya."Non Rubby?" Minah berhamburan menghampirinya, lantas wanita itu memeluknya. "Non Rubby, akhirnya non pulang juga. Non dari mana saja? Mbok sangat mengkhawatirkan non Rubby," ujar Minah menangis. Rubby pun melepaskan pelukannya dan menatap Minah. Namun ada yang aneh dengan wanita tua itu, badannya penuh luka memar. Rubby pun memegang wajahnya."Mbok? Ini kenapa? Kenapa wajah sama tangan mbok penuh dengan luka memar? Apa yang sudah terjadi, mbok? Apa terjadi sesuatu sama mbok, saat saya pergi?" tanya Rubby.Minah menggeleng-geleng kepala, "Tidak ada, non. Mbok tidak apa-apa kok, ini hanya terjatuh saja di kamar mandi,
Di rumah sakit, Rubby mulai siuman. Perlahan dia membuka matanya. "Akh, sakittt..."Sontak semua orang yang ada di dalam ruangan pun menoleh ke arahnya. Mereka bergegas menghampiri Rubby."Nak? Kau sudah siuman?" tanya Oscar memperhatikan gadis itu. Rubby pun menatap wajah tua di hadapannya itu. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi."Tuan? Anda baik-baik saja?" tanya Rubby khawatir. "Syukurlah Anda selamat, Tuan. Saya senang melihat Tuan masih hidup," ucapnya kemudian. Mata Oscar berkaca-kaca mendengar itu. "Nak, kau baru saja selamat dari maut, dan kau masih sempat-sempatnya menanyakan keadaanku? Yang harus di khawatirkan itu adalah kondisimu. Kalau sampai terjadi sesuatu padamu, apa yang harus aku katakan pada kedua orang tuamu?"Mendengar ucapan Oscar, Rubby jadi sedih. "Anda tidak perlu mengatakan apapun pada keluargaku, Tuan, karena aku matipun, tidak akan ada yang menanyakan keberadaanku."Oscar dan yang lainnya saling melempar pandangan, "Apa maksudmu, Nak?"Rubby meng