Aku terlihat pasrah sedang berada di atas sebuah truk yang menngangkutku menggunakan mobil para petugas keamanan yang saat itu tengah memandang ke arah wajahku, tentu saja yang hanya dapat memandang penuh kebencian ke arah mereka.
Aku hanya melihat dan hanya memandang liar ke sekeliling tepat di dalam ruangan pengap berukuran besar di dalam mobil, beberapa teman-temanku yang lain dan laki-laki hidung belang tengah duduk bersandar pada kursi di atas mobil para petugas keamanan, bangku itu yang memang sengaja terpasang di sana membentuk memanjang. Kiri dan kanan hanya suara tawa yang terdengar dari para laki-laki gagaj dan terlihat berseragam khusus itu yang mencoba berulang kali aku dengar, suara seolah mengejek pekerjaan kami yang begitu hina dan kotor, tanpa mereka ketahui dalam diri mereka juga seolah tak luput dari dosa.
“Kenapa kau memilih tindakan bodoh itu?”
Saat itu Cantika berkata padaku yang juga tertangkap dengan para laki-laki pihak
“Kenapa laki-laki itu menatapku sedari tadi! tidak malukah dia dilihat beberapa orang rekannya yang ada di sini?Aku bergumam dalam hati menatap balik pada laki-laki itu penuh kebencian karena memang aku anggap mereka hanyalah bukan siapa siap di balik tugas yang mereka emban.Tak ada niatku untuk tertarik padanya, tetapi memang begitulah kenyataan dan fakta yang ada dalam hatiku mengenai sang laki-laki yang mengenakan seragam lengkap itu yang biasanya selalu saja berbanding terbalik pada kemauan dan kebebasan kami yang seolah memang tak akan pernah bisa menjadi teman atau malah sebaliknya.Bukan kali ini saja aku menaruh benci pada laki-laki seperti itu. Sudah banyak laki-laki yang datang dan pergi dalam hidupku termasuk laki-laki gagah salah satunya yang berasal dari kalangan mereka yang memang menyukai kami, mungkin hanya sebagai pengusir sepi dikala mereka butuh kehangatan dari kami sebagai perempuan malam, begitu pikirku.Mereka hanya Sekedar b
“Dengan menggunakan truk pengangkut tahanan kami bagaikan seorang narapidana hari itu diangkut menggunakan mobil razia yang menganggap kami melakukan hal perbuatan melanggar hukum. Ya, begitulah kaum kami yang memang menurut mereka kami adalah kaum terbelakang yang memang layak mendapatkan perlakuan seperti itu. Masih banyak sebenarnya hal yang mesti diurus sebenarnya, tetapi menurut kami kenapa mesti harus mengurus orang-orang seperti kami yang memang lemah di mata hukum, sedangkan mereka yang kuat di mata hukum begitu bebas melenggang memakan uang rakyat. Di ruang tahanan tepatnya di sebuah instansi kami pun menunggu hari esok pagi. Terasa begitu lama memang, apalagi aku dan cantika memang ditempatkan pada sel para tahanan wanita yang memang bercampur dengan bau keringat mereka. “Kasus apa kau? “Perempuan Hina yang menjual diri....? Salah satu tahanan wanita itu berkata pada aku dan Cantika, sejenak mengalihkan pandangan pada kami yang baru
Pagi matahari telah terbit dengan begitu sangat terik, sepanas udarah dalam sel yang mulai menguap. Asap-asap embun tampak bertebaran di atas dinding-dinding pengab yang seolah menyatu dalam udarah hampa. Aku dan Cantika memang saat itu baru bangun dari tidur panjang kami semalam. Ya, tidur panjang di hotel prodeo yang memang pengalaman pertama yang kami rasakan.Gemerincit suara kunci sel yang berkarat sedang dibuka petugas keamanan saat itu, tentu saja memang sudah aku dan cantika tunggu. Menunggu waktu yang begitu terasa panjang dan melelahkan di tempat itu. Padahal, waktu memang sebentar jika dihitung dengan rumus matematika yang benar nyata dan realita. Tetapi dalam kehidupan nyata, dua puluh empat jam bukanlah waktu yang sebentar bagi kami untuk menanti dan menunggu bebas dari udarah dalam kurungan besi.Seketika aku pun bersama cantika pagi itu terlihat muram dengan mata yang memerah. Terlihat memang tak bisa tidur. Tak lelap dengan suasana ruangan yang te
“Apa yang kau pikirkan Mawar?“Kenapa kau terlihat termenung seperti itu pagi ini?Cantika temanku pagi ini kembali membangunkan aku dari dalam lamunan panjang, memikirkan kata-kata petugas yang memang masih terngiang di telingaku. Kebetulan saat ini aku duduk tepat di depan pintu kontrakanku. Memikirkan kejadian memalukan kemarin.“Aaaa..sudahlah kejadian kemarin memang banyak rentetan peristiwa yang memang malas aku membeberkannya. Semuanya terasa cacar di akal dan memang tak patut diceritakan. Biarlah semua berlalu seperti kisah para pemakan uang rakyat di sana. Yang tak mau kabar beritanya digembor-gemborkan atau dibeberkan. Kita berbicara apa yang terjadi saja hari ini.“Apakah kita ini pelacur murahan cantika ,seperti yang dikatakan para petugas kemarin?“Apa benar kita memang harus menjadi pelacur kelas tinggi dengan bayaran yang lebih tinggi? apa kita bisa?Aku berucap pada cantika.Memang d
Aku memang berkeinginan seperti apa yang aku khayalkan. Wajar, karena aku juga punya hak untuk bermimpi dan memiliki harapan pada tuhan suatu saat nanti. Meskipun keadaanku sekarang begitu kotor dengan noda-noda dosa yang memang buruk di mata orang-orang suci.“Aku tak perduli!“itu urusanku pada tuhan!“Bukankah semua manusia tak luput dari dosa? begitu juga aku! karena memang aku ingin maju dan tak mau mengalami kemunduran atau berada di posisi sama seperti saat ini terus menerus maju tidak mundur pun juga tidak, hanya jalan ditempat. Membuat hidupku antara maju dan tidak sama sekali.”Disaat aku melamun memikirkan nasib yang memang tak kunjung berubah. Tiba-tiba aku perasaanku menjadi sedih memikirkan Ibu di kampung yang dulu mengizinkan aku merubah nasib di Ibu kota Jakarta ini. Hiruk pikuk Ibu kota dan juga gemerlapnya dunia, rupanya telah membuat aku lupa sosok Ibu yang telah melahirkan dan mengandung aku selama Sembila
Sekuat apapun dan semampu apapun aku menahan hati dan perasaan untuk tetap bertahan dengan sikap egoku, aku akhirnya tak mampu membendung rasa rindu pada ayah dan terutama pada ibu yang melahirkanku.Sekelumit rencana yang bersarang dalam otak telah membuat hatiku buntu untuk berpikir dan bernalar sehat hari itu. Kupaksa juga akhirnya tanganku menggenggam Hanphone milikku di tangan. Aku tahu kalau ibu dan ayah memang tak memiliki alat komunikasi yang biasa menelponku menggunakan telpon milik tetangga. Aku berharap orang yang aku telpon kali ini tetangga yang memang tak begitu akrab, mau memberi tahu kalau aku menelpon keluargaku.“Tutt…..”“Tutttt…!“Tutt…..!Tiga kali panggilan aku coba menelpon sang tetangga yang memang aku tahu dia hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Bik Darmi, ya begitulah namanya tapi tak terlalu penting aku bahas di sini.Aku memang tak pernah berpikir untuk dekat pada san
“Ibu…….”“Bagaimana kabarnya? Ibu katanya sakit?“Kenapa tak pernah cerita sama Mawar kalau ibu sedang sakit?Hanya itu kata-kata yang mampu aku ucapkan hari itu, sembari bibirku tak berhenti bergetak menahan air mata yang seakan tak hentinya menetes perlahan membasahi pipi. Menahan rasa rinduku di perantauan pada ibu dan Ayah yang tentu sudah lama tidak bertemu. Sudah berjalan hampir beberapa tahun berlalu, tetapi tak ada yang bisa aku beri pada perempuan dan laki-laki tangguh yang melahirkan dan berjasa membesarkanku itu.“Tak apa nak..Uhuk..Uhuk Cuma batuk saja!”“Ibu, baik-baik saja di sini!”“Kamu kerja apa di sana? jangan banyak pikiran yah. kerja yang benar saja…!”Kata-kata ibuku membuat hatiku bergetar saat itu. Terasa sesak napasku mendengar Ibu yang seketika batuk, terlihat memang agak parau suaranya. Menandakan kalau Sosok perempuan tangguh it
“Kau Sehat nak di sana?Ucap Ayahku yang terdengar dengan ciri khas suara paraunya, menandakan kalau laki-laki tua yang berusia senja itu memang sedang menahan kerinduan pada anak gadisnya yang sudah lama tak bertemu, tentu saja sejak aku berada lama di kota perantauan.“Sehat Ayah..”“Aku baik-baik saja,”“Tolong Jaga Ibu di sana, aku janji akan pulang dan mewujudkan cita-cita kalian untuk bisa naik haji.”Suaraku yang terdengar sediha dan terisak itu aku tahan dengan berlinang air mata saat itu. Terdengar begitu jelas di telinga mereka.Ayahku memang seorang laki-laki tegar dan juga sangat penyabar. Mungkin Ayah tahu kalau aku memang berwatak keras dan tak pernah mau menyerah sama dengna sikap dan watak yang diturunkannya padaku. Semua itu tentu saja aku lakukan untuk menggapai cita-cita. Maafkanlah…, kalau aku belum bisa menjadi anak gadis yang baik untuk saat ini.“Ayah&hellip
“Aku sagat berterimah kasih padamu atas pembelaan yang kau lakukan, aku tak tahu jika kau tak membelaku, mungkin saja aku telah dihakimi para warga waktu itu.” Aku mengucapkan hal itu lagi yang seharusnya telah melupakan hal buruk itu yang telah berlalu beberapa tahun. Sekarang, Ya sekarang aku telah menikah dengan Herman dan telah dikarunian seorang anak perempuan. Herman yang mendengar kata-kataku lalu hanya bisa tersenyum sembari bicara padaku. “Kau tak perlu menyesali semua perbuatan dan masa lalumu mawar,” “Sudahlah! “Yang telah terjadi biarkan saja terjadi, kau tak hidup di dunia itu lagi bukan? “Toh, aku juga menerima semua kekuranganmu dan masa lalumu yang kelam itu.” Herman tak lupa untuk selalu saja membela dan membenarkan masa laluku yang salah. Sungguh berhati mulia laki-laki ini yang mau menerimaku apa adanya dengan masa lalu yang mungkin laki-laki lain tak mau mengerti dengan keadaan dan masa laluku yang buruk. Tetapi Herman, laki-laki ini memang begitu tulus menci
“kemari kau!“Berikan penjelasan jika kau benar-benar bersungguh-sungguh mengakhiri kisah buruk ini!“Aku tak mau lagi mendengar banyak alasan darimu.”“Baron! kau benar-benar keterlaluan padaku!“Menduakan aku dengan wanita tak baik ini.”Kata-kata itu memang keluar dari mulut wanita itu yang memang berstatus resmi sebagai istri Om Baron yang kini datang lagi ke rumah ini. benar memang dugaan dan rasa takutku benar-benar terjadi. Kini, wanita itu dan Om Baron duduk di hadapan aku dan juga Herman yang terus saja menenangkan wanita itu agar tak menghakimiku dengan suaranya yang lantang dan begitu keras.Seolah memang apa yang dia katakan semuanya benar.“Ini bukan sepenuhnya salah mawar!“Baron!“Tolong bantu Mawar.Setidaknya kalian pernah bersama.”Herman yang memang ikut bicara kini terlihat ambil andil dalam rumitnya masalah yang kami hadapi ini. Sementar
Dui tengah kegundahan yang memang sedang melanda hatiku, aku mencoba untuk selalu tegar dan menghadapi cobaan yang sudah terjadi.“ Ya, apapun yang terjadi akan aku hadapi!“Langkahku tak akan berhenti untuk bisa merubah semua penyesalan yang terjadi.”Hanya itu kata-kata yang kini terbesit di pikiranku sembari melamun di depan laki-laki bernama Herman itu. Usianya memang belum terlalu tua, sekitar tiga puluh tahunan. Aku memang baru kali ini melihat laki-laki itu, tetapi ada rasa yang memang aku lihat dari ketulusan hatinya.“Jangan melamun, sudahlah tak baik memikirkan kejadian dan peristiwa yang telah terjadi,”“Toh masih ada kesempatan untuk dirimu merubah semua hidup ini.”laki-laki yang baru aku kenal dan lihat itu berbicara sembari terus memandangiku.Memandangiku denga penuh tatapan Iba dengan penampilanku yang telah kusut marut lantaran peristiwa hari ini yang begitu mengenaskan. Sudah diperm
“Sudahlah aku tahu posisimu saat ini.Kau tak perlu menyesali semua yang terjadi,”“Jika kau ingin hidupmu lebih baik, semua akan aku bantu sebisaku.”Herman yang memang berprofesi sebagai rukun warga itu pun menanyakan keadaanku yang memang telah tahu semua tentang diriku. Aku hanya bisa tertunduk malu di hadapan pria yang memang umurnya belum terlalu tua itu. Aku memang belum begitu dekatk mengenalnya, aku tak tahu siapa dia dan darimana dia berasal. Tetapi, entahlah aku pun berpikir heran kenapa laki-laki itu menaruh perhatian yang memang jika dipikirkan aku bukanlah siapa-siapa di sana, hanya pendatang yang hanya bisa buat kenyamanan warga dan tugasnya sebagai rukun warga seolah memang tak berguna.“Kenapa kau tak melapor padaku sebagai warga yang baik, kalau memang kau tinggal di sini?“Apakah kau malu?Tanya laki-laki itu yang menatapku dengan tatapan serius di saat kami sedang berada di ruang tamu rumah ini
“Kenapa kau menyalahkan aku?“Salahkan suamimu yang dengan sendirinya datang padaku?“Aku tak pernah merayunya atau membujuknya untuk menduakan kau!Aku yang memang tak tahan lagi dengan penyiksaan yang dilakukan wanita yang berstatus sebagai istri Baron itu seketika melakukan perlawanan dengan segera menangkis serangannya menjambak rambutku dengan begitu kasarnya. Tak bisa lagi aku tahan, memang harus aku melakukan perlawanan jika tak ingin mati perlahan di tangan wanita ini yang terus saja memukuliku tanpa ampun.“Kau bilang apa?“Kau bilang kau tak pernah merayu suamiku katamu!“Dengan mata kepalaku saja kalian itu sudah kepergok berduaan di dalam rumah ini?“Aku tahu itu!“Kau mau mengelak bagaimana lagi, Ha!“Dasar wanita kotor tak tahu diri, berani sekali kau mengelak dari tuduhanku!Wanita itu kembali marah-marah di dalam rumah yang memang telah berhasil
Belum lama aku bertengkar dengan laki-laki beristri ini, ternyata memang benar dugaan burukku seseorang datang mengetuk pintu rumah dengan begitu kerasnya. Om Baron yang memang saat itu sedang naik darah langsung panik dan khawatir sekali dengan suara khas itu. Ya, siapa lagi kalau bukan yang datang istri Om Baron.“Buka Pintunya!“Aku tahu kalian di dalam!“Buka!Teriakan perempuan yang memang benar dugaan burukku akan datang itu sudah berada di depan pintu dan sekarang berteriak dengan begitu keras. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi, sementara saat itu aku lihat Om Baron panik sekali dengan teriakan yang memang dia kenal itu.“Gawat!“Sialan!“Dari mana istriku tahu alamat rumah ini, semua gara-gara kau….!Laki-laki itu marah dan panik sembari memakiku yang saat itu ku lihat dia sedang melangkahkan kaki ingin pergi terburu-buru mencari jalan keluar. Om Baron sepertinya memang tipe la
“OK ini jakarta!“Aku paham aku harus bertahan walau dalam keadaan apapun serta bagaimana pun!Aku kembali tertegun mencoba untuk bertahan walau dalam keadaan yang begitu merasa tertekan dan tak tahu memang harus apa yang aku lakukan. Disatu sisi aku merasa bahwa hidup ini memang tak adil seperti apa yang aku jalani, disatu sisi juga aku harus menerima tentang semua resiko merebut suami orang yang sudah aku lakukan dengan jalan yang memang tak seharusnya aku lakukan itu.“Aaaaa…begitu peliknya masalah ini?“Kenapa semua terjadi ketika aku berada di atas puncak kejayaan?“Aku memang hanya seorang perempuan malam , aku juga berhak untuk dapat kebahagian?“Tapi mengapa? Mengapa semua harus berakhir seperti ini…!Aku memang mengutuk keadaan yang memang tak beruntung ini, terus menyalakan waktu dan takdir yang memang telah berjalan dengan seiring waktu yang memang tak bisa aku hentikan.
“Barooonnn!“Baroon!”“keluar kau!“Aku tahu kau bersembunyi di dalam.”Sang perempuan istri dari Om Baron begitu kencang berteriak di depan pintu rumahku, sehingga bena-benar menimbulkan suara gaduh. Berbagai macam cacian serta makian keluar dari mulut perempuan itu yang memang terlihat marah sekali dengan Om Baron serta diriku.“Gawat itu suara istriku!“Aduh bagaimana ini?“Mau kemana aku lari dari perempuan itu!”Om Baron yang panik sekali dengan kedatangan istri yang memang tak disangka-sangkanya akan datang ke rumah itu dan juga mengetahui alamat rumah yang memang tidak aku ketahui dari mana dia mendapatkan alamat rumah ini.“Om berikan alamat rumah ini padanya?Aku seketika berbiara pada laki-laki itu untuk mencari tahu dari mana perempuan itu berhasil menemukan alamat rumah ini. Aku pun ikut merasakan kepanikan yang teramat sangat, mengetahu
“Jadi aku harus menghadapi masalah ini sendiri Om?“Andai saja Om Menceraikan Istri sah Om, Mungkin tidak akan begini ceritanya!”Aku yang memang tak sempat lagi berpikir jernih dengan masalah yang terjadi mencoba untuk berbicara pada laki-laki yang kini berdiri tepat di hadapanku.“Jadi kau mau aku menceraikan Istriku?“Lantas aku menikah denganmu Begitu!Laki-laki itu sedikit berbicara keras di depanku. Aku memang sebenarnya tak punya hak untuk mengatur hidupnya, memang semua keinginanku yang semula hanya ingin menggerogoti Harta dan Uang Om Baron sejenak berpikir tentang solusi yang aku anggap akan selesai dengan melakukan hal ini. Tetapi apakah semua akan selesai dengan melakukan hal itu?“Aaaa entahlah, aku memang berasa belum siap untuk melakukan hal ini!“Ini terlalu rumit bagiku.”Aku hanya masih ingin hidup bebas, sementara rasa trauma ku pada setiap laki-laki masih