Beranda / CEO / Diary Istri CEO / Menikah Bukan Mainan

Share

Menikah Bukan Mainan

Penulis: Anung DLizta
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-30 21:25:18

Lampu di taman mala mini tampak lebih berbeda. Pancaran redupnya di bawah langit malam menambah kesahduan. Langit yang ditemani bintang-bintang kelihatan menghidupkan suasana malam.

Rahman menuruni anak tangga dengan pakaian rapi dan bau wangi yang tidak terlupakan. Bahkan sepintas saja lewat, aroma parfum masih dapat tercium oleh hidung. Malam ini tidak ingin ada yang terlewatkan untuk menentukan pilihan.

Awalnya Aisyah merasa bingung kenapa ada Niken malam ini di rumah Rahman. Apakah sebagai sekretaris pribadinya bisa sampai malam begini. Ternyata tidak enak menjadi seorang sekretaris pribadi.

Niken menyiapkan dinner dengan cahaya lampu lilin merah di tengah meja. Bunga mawar juga tertata sangat cantik. Melihat Niken yang cantic membuat Aisyah menjadi berpikir yang tidak-tidak.

Dengan langkah tegak Niken menghampiri Aisyah yang bersama Mbok Darsih sedari tadi mengintip. Melihat Niken yang berjalan ke arah mereka, dua orang itu lalu membuat kesibukkan ma

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Diary Istri CEO   Serba Salah

    Percuma menangisi nasib. Tidak akan mengubah apa pun. Itulah prinsip yang akan Aisyah lakukan. Menyanggupi syarat sebelum menikah sama saja semakin merendahkan dirinya sebagai seorang perempuan. Hatinya sudah cukup lega untuk keluar kamar. Baru saja tangannya hendak membuka pintu, bersamaan dengan Rahman sehingga membuat merasa kaget. Namun dia tidak melihatkan perasaan bersedihnya. Rahman langsung mendorong tangan Aisyah masuk ke kamar lagi. “Mau apa kamu?” “Ada yang ingin aku bicarakan.” “Maaf, tidak ada lagi yang harus dibicarakan.” “Kamu salah paham Aisyah.”&nb

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-31
  • Diary Istri CEO   Jangan Pergi

    Sepulangnya dari café Rahman melihat lampu dapur masih menyala. Dia mengira apakah Mbok Darsih atau Aisyah masih belum selesai pekerjaannya. Rahman menuju ke dapur dan melihat mereka berdua sedang asyik mengobrol kelihatannya. “Tuan sudah pulang?” Mbok Darsih langsung berdiri. Sementara Aisyah hanya diam tanpa suara. “Kalian belum tidur?” Eghh! Tiba-tiba Aisyah merasa kaget mendengar suara penuh kelembutan meluncur tanpa halangan dari mulut Rahman. “Eh, Non… hati-hati minumnya.” Mbok Darsih mengambil serbet dan mengelap muncratan minuman Aisyah.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-02
  • Diary Istri CEO   Pelabuhan Hati Terakhir

    Di dalam kamar Aisyah masih merasa bingung. Tidak mungkin menikah tanpa doa restu dari orang yang dianggapnya sangat penting sebagai pengganti orangtuanya. Bu Narsih, pengurus asrama yang tidak pernah bosan memberikan wejangan hidup untuk Aisyah. Bahkan sosok wanita paruh baya itu, sudah dianggap sebagai ibu sendiri. Sampai tidak sadar tercium aroma gosong. Penggorengan mengeluarkan asap sampai Mbok Darsih kaget dan berteriak histerius. “Non…,” “Astaghfirullahalaziim…” Aisyah segera mematikan kompor. Untung saja dapur menggunakan kompor listrik yang canggih langsung ada penyaring asap dan minyak, jadi tidak terlalu memenuhi ruangan.&nb

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-03
  • Diary Istri CEO   Penjara Suci

    Pagi sekali Niken sudah sampai di rumah Rahman. Penampilannya membuat semua orang yang melihatnya merasa pangling. Niken yang biasa memakai baju casual tapi kali ini memakai gamis dan kerudung yang menyatu perpaduannya. “Mba Niken, Masya Allah cantiknya…” “Terima kasih Aisyah, bagaimana sudah siap, kita berangkat sekarang.” “Insya Allah siap…” Rahman menuruni anak tangga. Penampilannya juga sangat berbeda. Tiba-tiba Aisyah merasa bingung. “Semua sudah ready, ayok berangkat.” Ucap Rahman.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-04
  • Diary Istri CEO   Penjara Suci 1

    Meski rasa rindu di dalam hati masih menggebu. Namun Aisyah tidak bisa lama-lama mengenang masa lalunya saat berada di penjara suci. Dia harus kembali ke ibukota bersama Rahman dan Niken. Sepertinya baru kemarin menikmati atmosfir yang sangat segar menikmati pemandangan dan udara segar. Gunung menjulang tinggi menjadi daya tarik keindahan kala matahari terbit dan terbenam. “Aisyah, kita harus pergi sekarang…” ucap Niken kepada Aisyah yang berdiri di taman kecil. Terasa berat sekali untuk melangkah. Rahman berdiri dengan seorang pria paruh bayu, kelihatan mereka sedang mengobrol bahkan terlihat sangat akrab. Tidak mungkin Rahman mempunyai teman dekat di sini atau jangan-jangan Rahman sok kenal saja. 

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-05
  • Diary Istri CEO   Menuju Hari Baru

    Rahman membuka mata, lantas dia duduk sejenak untuk memulihkan nyawanya. Gorden kamarnya sudah tertembus oleh sinar matahari. Pandangan mata beralih saat mendengar suara ketukan pintu. Biasanya Mbok Darsih yang datang di pagi hari untuk mengabarkan, sarapan telah siap. Namun saat gagang pintu terbuka bukan sosok Mbok Darsih yang muncul. Bibir itu tersenyum. Terdengar suara selamat pagi memanaskan gendang telinga Rahman. Laki-laki itu hanya bisa membalas dengan senyuman sambil menarik selimut lebih ke atas lagi. Tubuhnya menjadi sedikit kaku. Aisyah menghampiri Rahman dan menanyakan bukunya yang kemarin dalam perjalanan dia ambil. Belum sempat berkata-kata, tiba-tiba Aisyah menarik

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-06
  • Diary Istri CEO   Menuju Malam Pertama

    Waktu terus berjalan. Hati Aisyah masih belum tenang. Niken mematikan handphone dan menghampiri Aisyah. Tampak kecemasan dari tatapan mata Aisyah. Niken memegang tangannya sebagai obat penenang. Sesorang laki-laki yang membuat jantung Aisyah melemah akhirnya muncul. Dia berjalan menuju ke kursi di sebelah Aisyah. Pak penghulu lalu memulai proses pernikahan. Dengan saksi wali hakim maka sah-lah Aisyah menjadi istri Rahman malam ini juga. Betapa terkejutnya Aisyah saat pak penghulu pergi, di ruang tamu banyak anak-anak duduk lesehan yang sudah disiapkan Mbok Darsih. Ternyata anak-anak itu atas ide Rahman sendiri. Sebagai bentuk syukur mala mini berbagi dengan anak-anak yatim. Niken membantu Mbok Darsih untuk memberikan kotak makan. Selain itu juga ada acara pengajian yang dipimpin oleh pemilik panti asuhan.&

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-07
  • Diary Istri CEO   Diary Pertama

    Aisyah tidak akan lupa dengan pernikahan yang harus membuatnya bisa segera hamil. Dia harus membantu Rahman, meski harta ini hanyalah titipan seperti yang dikatakan Rahman. Namun jika harus berpindah ke tangan lawan bisnisnya, Aisyah juga tidak ingin itu terjadi. Dengan pengalamannya menulis di buku diary, hingga akhirnya ditemukan oleh gurunya dan terbit menjadi novel maka tidak sulit bagi Aisyah untuk menyusun rencana. Langkah-langkah yang sudah dipikirkan, sudah siap untuk dijalankan. Day 1.&n

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-08

Bab terbaru

  • Diary Istri CEO   Diary Istri CEO

    Pov Aisyah Dear Diary, Senyum ini menjadi saksi. Bahwa hati ini telah sepenuhnya merima dan menjalankan takdir yang Tuhan berikan. Bersanding denganmu di pelaminan, kuanggap sebagai baktiku sebagai seorang istri yang patuh terhadap wasiat terakhirmu. Bukan karena hasrat dunia yang sepi akan kesendirian setelah kepergianmu. Rahman Wijanto. Laki-laki yang hadir dalam napas langkah kaki ini. Di kota asing yang baru pertama kali kujajaki untuk mencari pencarian yang kini telah kusudahi karena pencarian panjang bagaikan langkah buntu yang tidak kutemukan titik pasti, meski aku belum menyerah hanya memilih pasrah. Penjara suc

  • Diary Istri CEO   Lembaran Terakhir

    Pov Aisyah Wajah itu perlahan mulai menghiasi hari-hariku. Semakin hari dunia ini seolah menuntunku untuk menemukan senyuman yang mulai memudar oleh kebimbangan. Saat ini, di sampingku masih setia sosok Bayu yang sigap membantu tanpa pamrih. Betapa khawatirnya hatiku saat mendengar dia ingin pergi. Bukan karena cinta itu tumbuh dalam hatiku, melainkan aku belum siap untuk memapah dunia ini sendirian. Menjaga anak-anak dan perusahaan. Ayah mertua sudah terbaring lemah dan tidak berdaya untuk mengurus semua perusahaan. Di tangan Bayu-lah kami menyerahkan semua kepercayaan. Sedangkan ibu Reta, ibu mertua yang selalu memberikanku keyakinan, akan pernikahan kedua membuat diri ini siap untuk membuka lembaran baru. Meski tidak mudah bagiku untuk membuka pint

  • Diary Istri CEO   Memilih Jalan

    Sebulan, dua bulan, tiga bulan, angina sore masih memberikan nuansa kebimbangan di dalam hati Aisyah. Perut semakin membesar dan masih menyimpan kewajiban serta tanggung jawab yang dia simpan seorang diri. Alhamdulilah, Bilal dan Kuwat tumbuh menjadi anak yang tidak merepotkan. Dua jagoan itu dapat merasakan kebimbangan yang sedang Aisyah rasakan. “Mommy…” Bilal mendekati Aisyah yang tadi tampak menyimpan kesedihan. Sudah satu jam lebih, pena di jemarinya tidak bergerak sama sekali. “Iya, sayang…” “Kapan Adik lahir, Mommy?” “Inysa Allah sebentar lagi sayang. Oh yah

  • Diary Istri CEO   Wajah 1

    Perut Aisyah sudah tidak lagi menahan lapar. Dalam hati yang masih merintih dalam diam menyaksikan Rahman terbaring lemah. Andai saja dia bisa berbuat sesuatu yang menyembuhkan sakitnya pasti sudah diberikan. Kini hanya doa dan memohon mujizat Tuhan. Apa pun yang terjadi semua itu karena campur tangan-Nya. Bayu berdiri dan berpaling meningglkan Aisyah yang masih menunggu Rahman dengan melantunkan dzikir-dzikir penenang hati. Sudah tugasnya untuk menjemput anak-anak pulang sekolah. Rahman seperti melihat kabut-kabut putih yang sangat lebat. Dia melihat pandangan yang tidak bisa ditembus oleh mata. Betapa pekatnya kabut putih yang menghalangi arah mata pandangan Rahman. Masih berdiri, Rahman menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keberadaan posisi dirinya. Tid

  • Diary Istri CEO   Wajah

    Sudah satu jam tidak menemukan kata-kata mutiara. Aisyah tampak lelah dengan isi di dalam otaknya. Namun dia berusaha agar tidak membuat stress mengingat ada calon anak yang akan keluar ke dunia. Melihat betapa kehidupan ini tidaklah seindah harapan maupun senyaman dalam perut. Aisyah mengelus perutnya secara perlahan. Seakan menjajak calon bayinya berdialog antara hati ke hati. Langit sudah merona, buku diary di atas meja segera dia simpan dan membawanya kembali ke dalam laci. Anak-anak juga terlihat mengulet dengan perlahan matanya mencoba untuk bergerak. Namun muncul kepanikan saat melihat tubuh kekar Rahman seakan tidak merespon. Dia tampak tenang. Bahkan wajahnya kelihatan lebih pudar. Aisyah mencoba untuk tenang dan meminta anak-anak segera mandi. “Kali

  • Diary Istri CEO   The Show

    Dari deretan bangku baris ketiga Rahman dan Aisyah duduk untuk menyaksikan persembahan pentas anak-anak. Bayu yang duduk di sebelah Rahman sesekali melirik melihat Rahman yang wajahnya sudah kelihatan pucat. Rahman juga merasakan jika tubuhnya sudah tidak sekuat dahulu. Demi jagoan tercinta, dia paksakan untuk menjadi kuat. Tidak ingin terlihat lemah di depan anak-anak. Bagaikan menghitung hari yang pasti akan datang waktunya. Aisyah menggenggam tangan Rahman sambil tersenyum. Di dalam relung hatinya juga merasakan kekhawatiran. Suara MC sedikit melegakan hati Rahman, itu tandanya pertunjukan segera dimulai. Acara tampak sangat megah dengan hiasan panggung yang artistic. Semua wali murid yang hadir juga kelihatan dari kalangan atas. Rahman menutup mulutnya supaya tidak terlihat menguap.&n

  • Diary Istri CEO   Menghilangkan Cemburu

    Akhirnya Bayu sampai di depan sekolah Bilal dan Kuwat. Di tempat tunggu sudah ramai para asisten rumah tangga dan sebagian ibu dari anak-anak yang menunggu. Bagi Bayu jika ikut menunggu dengan mereka rasanya malu. Hingga dia memilih menunggu di dalam mobil dengan membuka kaca jendela. Sambil membaca majalah dapat menghilangkan pikiran yang membayangkan apa saja yang dilakukan majikannya di kamar tadi. Hal itu sangat membuat hati kecil Bayu merasakan cemburu namun dia tidak bisa berkata apa-apa. Tidak mungkin mengatakan kejujuran. Lima menit berlalu, Bayu mengarahkan pandangannya melihat ke gerbang sekolah. Satu persatu anak-anak keluar, mereka disambut oleh yang menjemput. Bayu pun bergegas turun dari mobil dan menuju ke depan gerbang. “Om Bayu…”

  • Diary Istri CEO   Ruang

    Di ruangan meeting sudah berkumpul dengan posisi genap. Ini adalah pertama kali Aisyah memimpin rapat. Dari Rahman, Aisyah belajar agar bisa seperti posisi suaminya walau itu tidak mudah. “Lalu anak cabang yang ada di Bali bagaimana proses untuk ke depannya Nyonya Aisyah? Resort itu harus dikelola ulang supaya lebih baik. Selama ini banyak laporan yang ternyata disalah gunakan oleh anak buah Robi.” “Soal resort di Bali, bukankah sudah menjadi tugas Anda Pak Johan untuk memantau? Lalu bagaimana bisa anak buah Robi bisa melakukan tindakan tersebut? Dimana tugas Anda?” “Oh, jadi Anda menyalahkan saya?” “Tidak!”

  • Diary Istri CEO   Meminta

    Jus yang dibuatkan oleh Aisyah telah habis. Tidak menyisakan sedikitpun di gelas. Rahman memang paling bisa menghargai Aisyah. Terkadang apa yang dibuat oleh istrinya untuk dimakan, walau tidak selalunya enak dan manis. Namun ada rasa getir yang membuat lidah merasa ngilu, Rahman tetap menghabiskannya. “Sayang…” Aisyah menghentikan langkah saat Rahman memanggilnya. Ada perasaan khawatir menjadi satu. Bola mata saling beradu menjadi satu ciptakan rasa kelu melanda kalbu. Antara gamam dan kaku lidah membuat mulut sukar mengeluarkan kata-kata. “Istirahatlah Mas…” Aisyah mendekati Rahman dan mengecup bibirnya. Meski Rahman sempat ingin menolak namun Aisyah me

DMCA.com Protection Status