"Maafkan aku, Tuan jika perkataanku lancang." Farhan menundukkan kepalanya. "Aku tahu, Tuan sakit hati dengan nyonya Marsya. Tapi sebaiknya, Tuan berpikir jernih. Aku yakin ini semuanya hanya jebakan."
Reval yang sedang berdiri langsung menatap tajam ke arah Farhan. "Tahu dari mana kalau ini hanya jebakan? Sudah jelas-jelas di foto tersebut Marsya bermesraan dan juga pria berengsek itu menghubungi Marsya! Kalau memang itu jebakan, tidak mungkin pria itu tahu nomor Marsya dan juga menghubungi istriku" desis Reval lalu menyungginngkan senyumnya."Tuan Reval lihat saja kebenaran akan terungkap." Farhan berucap penuh percaya diri.Reval menyunggingkan senyumnya lalu berjalan ke arah meja kerja. Dia kemudian duduk di kursi lalu meghela napas. Tidak bisa dipungkiri di hati kecilnya dia merindukan sosok yang selama ini selalu menemani Reval. Sosok yang membuat Reval bisa tersenyum, tertawa, dan juga merubahnya.***Waktu menunjukkan pukul 19."Tuan Reval menyuruh saya untuk mencari, Nyonya," ucap Farhan. Marsya membelalakkan matanya sambil menatap wajah Farhan lalu tersenyum mencibir. "Untuk apa dia mencariku? Bukankah dia sudah mengusirku," ketus Marsya. "Sepertinya tuan Reval sangat rindu dengan, Nyonya dan ... tuan Reval sudah menyadari kalau itu hanya jebakan," jelas Farhan. Marsya tertawa mencibir. "Aku tidak mau! Aku mohon, asisten Farhan jangan beri tahu Reval kalau aku ada di sini. Aku sangat membenci Reval. Sama sekali dia tidak peduli sama aku. Aku pergi pun dia tidak peduli. Aku sengaja menunggu telepon dari dia untuk beberapa hari, tapi sama sekali dia tidak mencariku atau meneleponku. Akhirnya aku blokir nomornya," urai Marsya dan kedua matanya berkaca-kaca. "Mungkin tuan Reval lagi emosi makanya seperti itu," ujar Farhan. "Pokoknya aku tidak mau ketemu dia. Maaf, asisten Farhan untuk saat ini aku benar-benar tidak mau bertemu Reval. Sekali lagi aku mohon."
"Reval!" Marsya begitu kaget karena tiba-tiba di hadapannya melihat Reval sedang menatapnya tajam. Sementara Reval sedang merasakan cemburu yang luar biasa. Bagaimana tidak, dia melihat sang istri berjalan berdampingan sambil tertawa bersama. Hatinya kembali sakit di saat mendapati sang istri sedang berjalan dengan lelaki lain.Reval menggelengkan kepalanya kemudian menyunggingkan senyum. Kedua mata memerah, rahangnya mengeras melihat sang istri jalan berdampingan. Reval kemudian bangun dari duduknya lalu berjalan dan menatap tajam lelaki yang berada di samping Marsya. "Jadi ini lelaki selingkuhan kamu ...." Reval menarik kerah baju lelaki tersebut. "Reval kamu apa-apaan, sih! Kamu jangan membuat malu." Marsya menarik tubuh Reval. Lelaki yang tiba-tiba ditarik oleh Reval pun merasa kaget dan bingung karena tiba-tiba ditarik oleh Reval.Reval menoleh ke arah Marsya. "Kamu membela dia!" Reval menatap tajam Marsya dan tangannya
"Anak kita sudah ada di surga, Sayang." Reval berkata dengan kedua mata berkaca-kaca. "Apa?" Marsya menatap tajam wajah sang suami. "Tidak ini tidak mungkin! Anakku masih hidup! Kamu jangan berkata sembarangan. Mana anakku? Aku ingin bertemu anakku!" jerit Marsya lalu mengibaskan tangan Reval dan butiran air mata meleleh begitu saja di pelupuk matanya. "Sayang, anak kita sudah tenang di sana. Kamu harus menerimanya ya, Sayang." Reval berkata dengan suara bergetar, lelehan air mata pun keluar dari pelupuk mata Reval. Marsya menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Anakku masih hidup!" Marsya menjerit dengan perasaan hatinya yang tidak karuan, dadanya seketika sesak mendengar ucapan sang suami. Marsya kembali menangis tersedu-sedu. Dia menggerak-gerakkan badannya sambil berteriak. Merasa tidak percaya apa yang telah didengar dari mulut sang suami. "Mana anakku! Aku ingin bertemu dengan anakku!" Marsya menangis sambil berteriak dan ingi
Reval menggelengkan kepalanya karena merasa tidak percaya sang istri ingin berpisah dengannya. "Kamu benar-benar sangat membenciku, aku tidak mau berpisah denganmu, Marsya Anastasya." Reval berbicara dalam hati masih berdiri di depan pintu dan kedua matanya sudah berkaca-kaca. Ketika Reval akan berangkat menemui sang istri, dia begitu antusias. Dia berpikir Marsya tidak akan marah kembali kepada dia. Dia tahu Marsya seperti apa, Marsya tidak akan pernah lama jika marah. Namun, kenyataannya apa yang dia dengar dari mulut Marsya membuat hatinya hancur berkeping-keping. "Tuan Reval, kenapa Anda berdiri di sini?" tanya suster secara tiba-tiba, suster tersebut memang akan masuk ke ruangan Marsya. "Suster!" kaget Reval, "Suster mau masuk?" tanya Reval lalu mengambil bunga krisan yang tadi jatuh."Iya, Tuan.""Kalau begitu titip ini untuk istriku. Kebetulan aku mendadak ada perlu." Reval menyerahkan bunga krisan kepada suster. Suste
"Apa-apaan ini!" Reval menatap tajam wajah Pak Bowo. Farhan yang sedang berada di belakang Reval pun merasa kesal melihat tingkah Pak Bowo seperti itu. Pak Bowo terhentak kaget ketika mendengar suara Reval. Dia langsung menurunkan kakinya dan mempercepat mengunyah makanan yang ada di mulutnya. Pak Bowo langsung berdiri dan menundukkan kepalanya. "Tuan Reval. Maaf saya benar-benar tidak mendengar kedatangan, Tuan," ucap Pak Bowo. Reval menyunggingkan senyumnya setelah mendengar ucapan Pak Bowo. "Mana istriku?" Reval mengalihkan pandangannya ke arah Kasur. "Marsya sedang berada di taman bersama istri saya, Tuan," jawab Pak Bowo. Reval langsung meninggalkan Pak Bowo setelah mendengar jawaban dari Pak Bowo. Pak Bowo langsung mengerutkan keningnya sambil memperhatikan Reval berjalan ke arah luar dan berbicara dalam hati. "Kalau dia bukan orang berpengaruh sudah aku hajar dia. Gini-gini juga saya tuh, mertuamu. Tidak ad
"Jangan pernah membangunkan macan yang sedang tidur. Anda tidak tahu Anda sedang berhadapan dengan siapa. Seorang Reval Adrian Altezza yang dalam sekejap bisa menghancurkan hidup Anda atau pun keluarga Anda!" Farhan menatap tajam wajah lelaki lalu bangun dari duduknya dan pergi begitu saja. Lelaki tersebut memperhatikan punggung Farhan yang sedang berjalan meninggalkannya. Dia merasa bingung sendiri harus jujur atau tidak. Akan tetapi, dia sudah berjanji pada Angel, dia tidak akan mengatakan hal apa pun mengenai Angel. Angel sudah banyak memberikan uang kepadanya dan memang harus tutup mulut. "Sial! Kenapa harus berakhir seperti ini," kesal lelaki tersebut, "aaahh ... wajahku." Lelaki tersebut meringis kesakitan.Sementara di ruangan berbeda Farhan sedang memberi perintah kepada para anak buahnya. "Ingat kalian! Jaga lelaki berengsek yang ada di dalam. Kalian jangan sampai lengah! Paksa dia juga untuk buka mulut. Tapi jangan sampai mati," perintah Farha
"Ya, sudah kalau itu membuatmu senang. Aku hanya ingin tidur sambil memelukmu. Aku merindukamu, aku rindu tidur di pelukanmu." Reval melepaskan tangannya dari tangan Marsya sambil menghela napas panjang. Marsya tetap pada pendiriannya. Dia membuka pintu kamar lalu meninggalkan Reval begitu saja, tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Reval keluar dari kamar lalu memperhatikan sang istri yang sedang berjalan ke kamar tamu. Dia terus menatap punggung sang istri, berharap sang istri berubah pikiran. Namun, tetap saja sang istri masuk ke kamar tamu. Reval menggelengkan kepalanya lalu masuk kembali ke kamar dan menutup pintu. Dia duduk di sofa lalu mengusap wajahnya secara kasar."Sayang aku akan menunggumu memaafkanku. Aku berharap di hati kecilmu masih ada aku. Aku tidak akan pernah melepaskanmu, sampai kapan pun kamu tetap istriku. Kamu wanita yang sangat aku cintai, beri aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita." Reval bermonolog sen
"Bagaimana caranya agar aku bisa memperbaiki hubungan kita? Aku tidak tahan seperti ini. Aku tidak bisa seperti ini terus menerus. Apa yang harus aku lakukan ya, Tuhan?" Reval berucap masih sambil meneteskan air mata. Hatinya merasakan sakit ketika Marsya sudah tidak menganggapnya lagi. Pikirannya kembali ke memori ketika dia marah terhadap sang istri dan mengatakan sesuatu yang membuat Marsya bersedih. Dia pun mengabaikan sang istri, berbohong kepada sang istri dan lebih memilih tidur di apartemen. Reval menertawakan dirinya sendiri lalu menghapus air matanya. "Mungkin ini balasan buatku. Sesakit ini tidak dipedulikan oleh pasangan. Akhirnya aku merasakan apa yang kamu rasakan. Aku telah berbuat jahat sama kamu, aku yang terlebih dulu mengabaikanmu. Di saat kamu hamil, kamu harus menderita karena aku. Aku benar-benar bodoh. Dan ini balasanku atas kebodohanku sendiri." Reval bermonolog sendiri lalu mengembuskan napas berat. Tidak lama kemudian Reval