Sudah habis kesabaran Marsya. Dirinya terus menerus dihina oleh Angel. Dia merasa puas karena sudah menyiramkan air minum ke wajah Angel. "Kamu! Berengsek! Dasar pembantu sialan! Tidak tahu diri!" Angel menjambak rambut Marsya. "Aaahhh ...." Marsya menahan tangan Angel yang sedang menjambak rambutnya. "Dasar model sialan! Lepaskan tanganmu dari rambut temanku." Tangan Cindy menjambak rambut Angel. "Aaahhh ... berengsek kalian." Angel melepaskan tangannya dari rambut Marsya. Security pun datang bersama manajer restoran. "Non sudah, Non hentikan." Security memisahkan mereka."Maaf untuk kalian sebaiknya jangan membuat keributan di restoran ini," ucap manajer restoran."Kamu tidak tahu siapa aku, hah?" marah Angel kepada manajer. "Saya tahu, Non. Tapi saya mohon pengertiannya jangan ribut di sini.""Salahkan dia, dia yang mulai duluan! Lihat aku basah gara-gara dia." Angel menunjuk wajah Marsya. "Dasar pembantu Kampungan!" desis Angel lalu berjalan meninggalkan restoran. Marsya men
"Apa! Bunga krisan? Bunga apaan itu? Kenapa selera kamu berbeda dengan wanita lain? Semua wanita sukanya sama bunga mawar, kenapa kamu malah suka sama bunga krisan?" Reval geleng-geleng kepala lalu duduk di samping Marsya. "Ya, sudah kalau kamu tidak suka buang saja bunganya. Kenapa penjual bunga itu berbohong?""Apaan sih, Sayang. Jangan dibuang ini bagus, kok. Terus kenapa kamu mau memarahi penjual bunga? Aneh kamu ini." Marsya mencium bunga mawar tersebut."Kata kamu tidak suka sama bunga mawar. Kenapa tidak dibuang saja? Terus Kata penjual bunga kebanyakan wanita suka sama bunga mawar." Reval cemberut sambil memperhatikan sang istri. "Iya, tapi bukan berarti harus dibuang bunganya. Kamu ini, ya."Reval lalu tersenyum. "Oh, iya, ini aku bawa sesuatu lagi buat kamu. Jangan bilang kamu tidak suka lagi." Reval merogoh kotak berbentuk hati di dalam papper bag. "Ini buat kamu." Reval menyerahkan kotak tersebut kepada Marsya. Marsya meny
Reval mengumpat dalam hati bisa-bisanya Farhan memberikan klarifikasi tentang dia. "Pantas saja kamu tidak melapor tentang gosip ini. Dasar kamu Farhan." Reval kembali mengumpat dalam hati sambil menatap layar ponsel. "Sayang kamu kenapa? Kok, malah diam begitu?" Marsya mengambil ponsel dari tangan Reval. "Kamu tidak senang membaca gosip tentang kita?""Kenapa aku tidak senang? Aku senang, Sayang. Akhirnya, mereka tahu kebenarannya." Reval tersenyum kepada Marsya. "Tapi kenapa kamu diam begitu? Seperti ada yang mengganjal di hatimu?""Sudah itu perasaanmu saja." Reval mencium pipi Marsya. "Ya, sudah aku mau mandi. Sayang sudah lama kamu tidak memandikanku. Ayo, bantu aku mandi." Reval menarik tangan Marsya sambil menatap mesum. "Kamu tuh, ya." Marsya bangun dari duduknya.Reval kemudian tersenyum lalu merangkul Marsya sambil berjalan. ***"Sialan! Padahal aku sudah senang dengan gosip ini. Kenapa malah jadi begini?" Angel melempar ponselnya. "Kamu beruntung sekali Marsya. Reval ora
Reval membulatkan matanya ketika mendengar ucapan Mbok Lasmi. "Kenapa istriku minum pil ini? Sampai sebegitunya istriku tidak menginginkan anak dariku!" Kemarahan Reval sudah di ubun-ubun, tidak percaya sang istri nekad minum pil KB tanpa sepengtahuan dia. "Mungkin non Marsya takut. Takut, Tuan tidak menginginkan anak dari non Marsya," kata Mbok Lasmi lalu menundukkan wajahnya. "Apa? Mbok bilang apa barusan? Tahu apa, Mbok tentang diriku! Pantas saja di saat aku membahas masalah anak, istriku seperti itu." Reval tersenyum sungging. "Dia istriku, Mbok mana mungkin aku tidak mengingingkan anak dari Marsya!" Dada Reval kembang kempis masih tidak percaya dengan kelakuan sang istri. "Iya, Tuan mungkin non ....""Sudahlah aku mau menunggu istriku," ucap Reval, "pantas saja istriku tidak hamil-hamil, tahunya minum obat ini. Berengsek!" Reval meninggalkan kamar Mbok Lasmi sambil mengumpat.Mbok Lasmi menatap punggung Reval yang sedang berjalan meninggalkannya sambil mengelus dada. "Mudahan-
Reval mendorong sang istri lalu berjalan ke arah mobilnya. Sama sekali Reval tidak menoleh kepada sang istri. Reval masih benar-benar marah kepada Marsya. Marsya menghela napas sambil memperhatikan sang suami masuk ke mobil. "Iya, aku memang salah. Tapi kamu seharusnya mengerti." Marsya bermonolog sendiri sambil memperhatikan mobil Reval yang sedang melaju.***"Aku benar-benar kesal dengan istriku. Masa dia tidak mau punya anak dariku, berengsek!" Reval mengumpat sambil memukul sandaran jok depan. "Apa, Tuan! Nona Marsya tidak mau punya anak dari, Tuan? Itu tidak mungkin. Nona Marsya, 'kan sangat mencintai, Tuan." Farhan menoleh sesaat ke arah kaca spion lalu Kembali fokus menyetir. "Memang seperti itu kenyatannya. Istriku benar-benar lain dari yang lain." Reval menyunggingkan senyumnya sambil menggelengkan kepalanya. "Kenapa, Tuan bisa mengatakan hal itu? memangnya istri, Tuan bilang kalau nona Marsya tidak mau punya anak d
Ternyata Marsya sedang mimpi bercinta dengan sang suami. Mimpi dia menjadi kenyataan, sang suami sedang melumat bibirnya dan juga tubuh Marsya sedang digerayangi. Sontak saja Marsya langsung terbangun. "Kenapa kamu ada di kamarku?" Marsya membelalakkan matanya sambil melihat sang suami sedang meringis kesakitan di lantai. "Sialan kamu, Marsya! Kamu mau membuat juniorku impoten? Bisa-bisanya kamu tendang juniorku seperti itu." Reval meringkuk di lantai sambil memegangi juniornya yang kesakitan. "Sakit sekali juniorku." Reval menahan sakit sambil meringis. "Maafkan aku, aku tidak sengaja. Lagian suruh siapa tiba-tiba kamu begitu sama aku." Marsya merasa bersalah dan ketakutan. "Kamu juga membalas ciumanku! Berarti kamu mau, 'Kan?" kesal Reval. "Siapa yang mau? Enak saja," ketus Marsya. "Jangan pura-pura kamu! Kamu juga menikmatinya, 'Kan?" marah Reval lalu melepaskan tangannya. Berangsur-angsur rasa sakitnya hilang.
Marsya tercengang mendengar ucapan sang suami. Dia malah memperhatikan Wajah Reval dari pinggir. Sementara sang suami sedang menatap lurus ke depan sambil tangannya merangkul pundak sang istri. "Sudah tidak usah melihatku seperti itu. Kamu masih belum percaya kalau aku yang punya hotel in? Asal kamu tahu, kalau bisa aku beli pulau ini." Reval berbicara sambil menatap lautan lalu mencium pipi sang istri. "Iya, deh yang punya duit banyak. Tapi kamu jangan sombong mentang-mentang duitnya banyak." Marsya geleng-geleng kepala lalu tersenyum. "Aku sudah sombong dari dulu, Sayang. Kamu ingat kekayaanku tidak akan habis tujuh turunan." Reval berkata dengan angkuh. "Ayo, Sayang kita mandi. Sepertinya aku pengen mandi, kita mandi bareng." Reval tiba-tiba mengangkat tubuh sang istri dan membawanya ke kamar mandi."Aahh, Sayang kamu apaan, sih?" Marsya berada di pangkuan sang suami. Reval menatap wajah sang istri sambil tersenyum mesum. "Ingat ki
Reval tiba-tiba muncul di balik pintu karena mendengar Marsya sedang berbicara. Dia mendengar obrolan sang istri dengan Galih."Maaf, saya cuma ...." Galih tertawa dipaksakan. "Tapi Anda sudah tidak pernah marah-marah lagi, 'kan sama teman saya? Ingat jangan buat istri Anda sedih lagi. Sampai harus ke curug sendirian." Galih berucap sambil sedikit meledek. Marsya tersenyum ke arah Galih. "Suamiku sudah tidak begitu. Iya, 'kan, Sayang?" Marsya merangkul pinggang Reval."Dengarkan baik-baik omongan istriku. Jangan sembarangan kamu berbicara. Kamu mau aku ....""Sayang aku sudah lapar." Marsya memotong ucapan Reval lalu mengambil satu piring beef lasagna."Tidak usah diambil biarkan dia membawanya ke dalam. Suruh simpan di atas meja." Tangan Reval memegang tangan Marsya. "Iya, Iya," jawab Marsya. Galih tersenyum lalu masuk ke ruangan. Dia kemudian menyimpan satu piring beef lasagna dan dua cangkir kopi ke atas meja. Gali
"Saya mohon maafkan saya. Jangan masukkan saya ke penjara. Saya mohon Tuan. Saya mengakui saya telah bersalah kepada Marsya. Saya ... Saya benar-benar minta maaf." Pak Bowo mengangkat kedua tangannya memohon sambil menundukkan kepalanya. Reval menyunggingkan senyumnya sambil memperhatikan Pak Bowo. "Minta maaf? Aku tidak salah dengar! Anda jangan minta maaf kepadaku, tetapi kepada Marsya anakmu!" jerit Reval, "Sekarang Anda minta maaf setelah semuanya sudah terbongkar. Ke mana saja Anda selama ini? Bahkan Anda masih memanfaatkan Marysa dan akan menjadikan mantan istriku sebagai wanita malam. Dan sekarang Anda berkata menyesal. Dasar manusia tidak tahu diri. Jika Marsya tidak mengenal teman Anda, Anda tidak mungkin melakukan hal ini. Oke, tunggu saja. Dalam waktu satu kali dua puluh empat jam Anda dan teman Anda akan masuk ke penjara!" desis Reval.Pak Bowo bangun dari duduknya lalu menghampiri Reval. "Tuan saya mohon jangan penjarakan saya. Saya mohon, Tuan!" Pak
Marsya tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Jantungnya berdetak tidak karuan dan tubuhnya bergetar hebat. Reval merasa bingung melihat Marsya. "Sayang kamu kenapa?" Reval memegangi tubuh Marsya sambil memperhatikan wajah sang mantan istri dengan penuh khawatir. "Orang itu ... orang itu ada lagi." Marsya berucap dengan terbata dan menangis lalu menyembunyikan wajahnya di dada Reval. Reval mengerutkan keninnya sambil berpikir lalu memperhatikan Pak Bowo dan teman pemilik rumah bordil yang sedang berjalan. "Tuan Reval." Pak Bowo menundukkan kepalanya setelah berada di depan Reval. Namun, dia merasa bingung melihat Marsya sedang menangis. "Ada ... ada apa dengan anak saya?" tanya Pak Bowo lalu menoleh kepada pemilik rumah bordil. Sang pemilik rumah bordil pun merasa bingung sambil mengerutkan keningnya.
"Sudah tahu Marsya masih mencintaiku. Kenapa kamu memaksanya?" kesal Reval, "asal kamu tahu, Garvin. Sebenarnya aku malas menemuimu, tetapi demi mengembalikan cincin ini aku terpaksa menemuimu. Aku tidak mau kamu berpikiran kalau Marsya masih menyimpan cincin pemberianmu. Hanya cincin pemberian dariku yang akan melingkar di jari manisnya." Reval mencondongkan badannya ke arah Garvin. Garvin menyunggingkan senyumnya. "Oke, sekali lagi aku mengaku kalah. Harusnya kamu berterima kasih kepadaku. Kalau malam itu bukan aku yang menemui Marsya. Marsya tidak akan selamat. Dia mungkin sudah dijamah dan ditiduri oleh pria hidung belang. Apa lagi penampilan Marsya saat itu sangat cantik dan seksi. Siapa yang tidak akan tergoda melihat ...." Garvin malah membayangkan penampilan Marsya lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Sialan! Kamu sedang membayangkan apa, hah?" Reval bangun dari duduknya. "Tuan Reval. Su
Marsya dan Reval sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Marsya. Mereka duduk berpelukan dan saling tersenyum. Reval tidak henti-hentinya menciumi kening sang mantan istri. "Senang sekali melihat mereka bahagia. Aku harap kalian berdua tidak akan terpisahkan." Farhan sekilas menoleh ke kaca spion sambil berbicara dalam hati. "Kamu kalau ada apa-apa cerita sama aku, ya. Kalau ada orang yang menekanmu jangan diam saja." Reval memeluk Marsya sambil tangan kanannya mengelus rambut Marsya. "Iya, Reval. Sekali lagi terima kasih, ya. Kamu sudah menolongku," ucap Marsya, "emm, tapi ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya. "Kenapa?" tanya Reval khawatir. "Aku takut pulang, Reval. Bapak mau ...." "Sudah kamu pulang saja, tidak apa-apa kamu aman," ucap Reval lalu mencium kening Marsya. "Aman?" tanya Marsy
"Kita tunggu di sini saja. Aku ingin menunggu Marsya." Reval duduk di kursi. "Baik, Tuan." Farhan ikut duduk di samping Reval. Beberapa menit kemudian Garvin berjalan sambil menarik tangan Marsya. Dia melewati Reval dan Farhan yang sedang duduk dan sama sekali dia tidak menyadari adanya mereka. "Marsya!" Reval bangun dari duduknya. "Kenapa dia membawa Marsya seperti itu?" kesal Reval, "Kita ikuti dia! Awas saja kalau dia macam-macam!" Reval berjalan mengikuti Garvin secara pelan agar Garvin tidak mengetahuinya. "Hati-hati Tuan jangan sampai Mr. Garvin tahu kita mengikutinya." "Hhhmmm." Reval berjalan sambil memicingkan matanya. Reval kemudian berhenti dan memperhatikan Garvin yang sudah berada di depan mobil. "Berengsek! Kasar sekali dia!" Reval mengepalkan tangannya lalu melangkah. "Tuan ... jangan gegabah. Kita lihat saja dulu. Kita
"Honey, sepertinya mantan suamimu sedang cemburu." Garvin menatap tajam Reval sambil berbisik kepada Marsya. "Reval?" kaget Marsya lalu matanya mencari keberadaan sang mantan suami. "Kita temui dia." Garvin meraih tangan Marsya lalu menggenggam jari jemari Marsya. "Buat apa?" Marsya menahan langkahnya dan berusaha melepaskan tangannya dari Garvin. "Sudah kita temui dia!" Garvin tetap berjalan membawa Marsya. Marsya ingin sekali menolak. Dia tidak ingin membuat sang mantan suami sakit hati melihat dirinya bersama Garvin. "Reval maafkan aku, aku tidak mau seperti ini." Marsya berbicara dalam hati sambil mengikuti Garvin. "Hai, Reval," sapa Garvin setelah berada di hadapan Reval. Reval menundukkan kepalanya lalu menatap Marsya. "Tahan, Reval jangan memperlihatkan kemarahan dan kecemburuan di mata bule berengsek ini!" batin Reval. "Asisten Farhan," sapa Garvin. Mr. Garvin." Farhan menundu
"Ibu sebenarnya sudah menyadarinya. Cuma Ibu ingin kamu yang bercerita sama Ibu. Kalau Ibu yang bertanya duluan kamu tidak akan mungkin menjawab jujur," kata Bu Tasya "Iya, Bu. Marsya belum siap bercerita sama Ibu. Cuma Marysa juga tidak mungkin pendam sendiri. Apa lagi bapak sudah ikut campur dan malah memaksa Marsya untuk merayu Mr. Garvin. Marsya tidak mau, Bu. Merayu salah tidak merayu pun salah," ucap Marsya lalu menghela napas pelan."Kamu minta tolong sama tuan Reval. Kamu putuskan hubunganmu dengan Mr. Garvin. Kamu, 'kan tidak mencintai Mr. Garvin. Kamu tuh cintanya sama tuan Reval. Iya, 'kan?" Marysa mengangguk lalu tersenyum. "tapi Marsya bingung, Bu. Marysa tidak mungkin memutuskan hubungan Marsya dengan Mr. Garvin. Ini sudah pilihan Marsya. Mr. Garvin memberikan pilihan yang aneh sama seperti Bapak," kesal Marsya. "Aneh bagaimana maksudnya?" tanya Bu Tasya. Marsya kemudian menceritakan awal mula dia harus menjadi pacar M
Reval sudah berada di ruangan rapat. Kedua matanya langsung menatap tajam ke arah Garvin yang sedang duduk di meja sebelah kiri. Tatapannya bagaikan elang yang akan memangsa buruannya. "Kamu tidak akan lama bersama Marsya. Lihat saja Garvin. Kamu boleh sombong di hadapanku untuk saat ini dan kesombonganmu tidak akan lama." Reval berbicara dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya. "Tuan Reval! Silakan dimulai," bisik Karin. "Hhhmm." Reval hanya berdeham dan tatapannya masih kepada Garvin. Garvin pun malah membalasnya menatap Reval sambil tersenyum. "Ada yang sedang terbakar cemburu sepertinya," batin Garvin. Sementara Farhan hanya bisa menghela napas pelan. Dia kemudian memperhatikan Reval dan menggelengkan kepalanya kepada sang CEO. Reval pun mengerti melihat Farhan seperti itu. Dia kemudian menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Keadaannya sudah bisa terkontrol dan Reval memulai rapatnya. ***
Marsya membelalakkan matanya ketika secara tiba-tiba Reval langsung bertanya ke inti permasalahan. Dia meremas-remas tangannya sendiri. Tenggorokannya seakan tercekat dan dia tidak berani menatap Reval. "Kenapa diam saja? Ayo, jawab, Marsya!" Reval menatap tajam wajah Marsya yang sedang menunduk.Dada Reval kembang kempis dan dirinya benar-benar emosi. Namun, sebisa mungkin dia menahan emosinya di hadapan Marsya. Sementara Farhan memperhatikan Marsya secara seksama. Dia pun ingin bertanya, tetapi dia tidak ingin ikut campur. "Marsya!" panggil Reval lalu menggelengkan kepalanya, "Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. Makanya kamu seperti ini, ada yang mengancammu, 'kan?" tanya Reval mengintimidasi. Marsya langsung mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan sang mantan suami. "Tidak ada. Siapa yang mengancamku? Itu memang keinginanku. Waktu kamu pergi, di situ aku berpikir. Sepertinya aku salah jika harus dekat kembali denganmu. Aku t