"Sepertinya aku mendahului Mr. Garvin buat antar kamu pulang?" Reval menoleh ke arah Marsya lalu kembali fokus menyetir.
"Iya, Reval," jawab Marsya."Kamu tidak keberatan, 'kan aku mengantarmu pulang?" tanya Reval."Tidak, kok. Justru aku malah tidak enak sama kamu. Kamu mau anterin aku."Reval tersenyum mendengar ucapan Marsya. "Justru aku senang bisa antar kamu pulang," bisik Reval sambil memiringkan badannya ke arah Marsya.Marsya pun tersenyum malu-malu sambil melihat sang mantan suami. Hatinya pun berdetak sangat kencang. Marsya seperti sedang dimabuk kasmaran lagi bersama Reval."Oh, iya, Marsya. Kalau seandainya aku dan Mr. Garvin tiba-tiba datang berbarengan di depan cafemu. Kamu mau ikut siapa buat antar kamu pulang?" tanya Reval."Hah! Emm, ...." Marsya bingung sendiri harus menjawab apa."Sudah tidak apa-apa kamu jawab jujur saja. Aku tidak mau kamu merasa tidak enak di antar sama aku." Reval mMarsya terdiam sejenak ketika mendengar pertanyaan dari Garvin. "Hallo, Marsya. Kamu jawab jujur saja, aku tidak akan marah kok. Seperti kamu berkata jujur padaku bahwa kamu tidak mau dijemput lagi sama aku," pinta Garvin. "Maaf, Mister ini masalah pribadi saya. Saya tidak mungkin mengatakannya," ucap Masya, "sepertinya mata saya sudah mulai ngantuk, Mister. Saya minta maaf," lanjut Marsya. "Ya, sudah tidak apa-apa, Marsya. Maafkan aku sudah mengganggumu. Selamat malam dan selamat tidur, semoga mimpi indah," tandas Garvin lalu mematikan ponselnya. Akhirnya, Marsya bisa bernapas dengan lega setelah Garvin mengakhiri percakapan. "Mr. Garvin selalu mencampuri urusanku," keluh Marsya lalu menyimpan ponsel di atas nakas. ***"Marsya, Marsya!" Bu Tasya mengetuk pintu kamar Marsya. "Ada apa, Bu?" tanya Marsya setelah membuka pintu. "Ada tuan Reval ke sini. Katanya mau mengantar kamu kerja," jawab Bu Tasya.
"Kamu sudah mengatakannya sama Mr. Garvin?" tanya Reval."Iya, Reval. 'Kan kata kamu harus tegas. Dengan aku berkata seperti itu ternyata Mr. Garvin benar-benar tidak menemuiku lagi," ucap Marsya. "Terus apa kamu merasa tidak enak dengan Mr. Garvin seperti itu?" tanya Reval. "Ada sih sedikit. Cuma mau bagaimana lagi, aku tidak mungkin terus menerus seperti itu sama Mr. Garvin. Urusan dia marah atau tidak itu sudah urusan dia," ujar Marsya. Reval menggangguk-anggukan kepalanya sambil memperhatikan sang mantan istri. "Aku benar-benat senang mendengarnya," ucap Reval lalu tersenyum. "Oh, iya untuk besok dan tiga hari ke depan aku tidak akan antar jemput kamu dan makan siang di sini," kata Reval. "Kenapa?" tanya Marsya dan tiba-tiba dalam hatinya merasa tidak terima. "Aku akan ke luar negeri untuk mengecek perusahaanku yang ada di sana dan juga akan bekerja sama dengan perusahaan lain di sana," jelas Reval. Marsya mang
"Iya, Pak." Mau tidak mau Marsya menuggu di kamar hotel sendiri. Entah kenapa perasaannya sangat tidak enak. Dia kemudian berjalan ke arah jendela dan melihat pemandangan luar. Dari situ dia bisa melihat pemandangan kota di malam hari.Lima belas menit berlalu, Marsya mulai gelisah. "Kenapa harus sama ibu segala, sih?" Marsya melihat jam tangannya lalu berjalan ke arah kasur. Marsya kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur lalu mengambil ponsel di dalam tas pestanya. Dia menulis pesan kepada sang bunda. [ Bu jangan lama-lama ya. Marsya takut nih, Bu sendirian. ]Pesan pun terkirim dan Marsya memperhatikan pesan tersebut. Namun, sang bunda belum membaca pesan tersebut. Dia kemudian menyimpan ponselnya dan memilih untuk memejamkan mata sebentar. Namun, tetap saja Marsya gelisah. Dia membolak-balikkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan. Kedua matanya membuka kemudian menatap langit-langit kamar. Beberapa menit kemudian di
"Apa?!" Marsya membelalakkan kedua matanya setelah mendengar ucapan Garvin. "Mister saya ....""Pokoknya aku tidak mau tahu! Kamu harus memilih salah satu! Kamu masih bisa menjalin hubungan dengan mantan suamimu. Asalkan malam ini kamu harus melayaniku. Kamu harus mau bercinta denganku!" perintah Garvin, "tapi ... kalau kamu tidak mau melayaniku jadilah kekasihku. Jauhi Reval jangan pernah berhubungan lagi dengan mantan suamimu dan kamu harus memberitahu kepada Reval bahwa kamu sudah menjadi milikku. Bilang sama dia kalau kamu sangat mencintaiku!" lanjut Garvin. Marsya hanya bisa menelan salivanya sendiri ketika mendengar perintah Garvin. Dua pilihan yang tidak mungkin Marsya sanggupi. Dia hanya bisa menatap Garvin dengan sendu. "Kenapa? Hhhmmm. Kamu tidak sanggup? Sanggup tidak sanggup kamu harus menyanggupinya. Paham kamu!" Garvin menatap tajam kedua mata Marsya yang sudah berkaca-kaca. Marsya hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil mena
"Apa?! Maksud ... maksud, Mister kalian pacaran? Sejak kapan?" Bu Tasya merasa tidak percaya dengan pengakuan Garvin, dia lalu menoleh ke arah sang anak. Garvin pun memperhatikan Marsya lalu seperti memberi isyarat kepada Marsya agar Marsya berkata sesuatu kepada Bu Tasya.Marysa langsung mengerti lalu tersenyum kepada sang bunda. "Iya,Bu kita sudah pacaran. Maaf Bu, Marsya belum sempat cerita sama, Ibu. Soalnya kita memang baru eemm, dua hari jadiannya." Marsya memegang tangan sang bunda lalu melirik Garvin. "Betul, 'kan, Mr. Garvin?" tanya Marsya. Garvin tersenyum Kepada Marsya lalu kepada Bu Tasya. "Iya betul kita baru jadian," jawab Garvin, "aku harap, Tante mengizinkanku untuk memacari anak, Tante. Aku sangat mencintai anak, Tante. Aku berjanji akan membahagiakan Marsya," lanjut Garvin. Ketika Marsya sedang mendengar Garvin berucap tangan Marsya secara refleks memegang kencang lengan sang bunda. Pikirannya pun malah kepada Reval. Dia mera
"Apa kamu bilang?! Jangan ... jangan bertemu lagi? Kamu jangan ngelantur, Marsya! Tidak ada angin tidak ada hujan kenapa kamu tiba-tiba tidak ingin bertemu denganku?" marah Reval lalu menggelengkan kepalanya, "Bapakmu berbuat apa sama kamu? Bapakmu yang melarang?" kesal Reval. "Bukan, Reval. Bapakku tidak tahu apa-apa. Ini keinginanku sendiri. Lagian, 'kan bapak tidak tahu kalau kita dekat lagi," kata Marsya dan hatinya merasakan sakit."Iya, tapi kamu aneh, Marsya. Kamu cerita sama aku kenapa? Ada yang mengancammu? Ayo, cerita sama aku. Jangan pernah kamu pendam sendiri, aku akan bantu kamu," ujar Reval dan hatinya menjadi tidak tenang. "Aku benaran tidak apa-apa! Sudahlah aku ngantuk, aku mau tidur di sini sudah malam!" ketus Marsya lalu mematikan sambungan telepon. Marsya kemudian menarik napas panjang lalu mengembuskannya. "Maafkan aku Reval ini bukan keeinginanku. Aku senang kamu menghubungiku, aku juga merindukanmu Reval. Maafkan aku .
Marsya membelalakkan matanya ketika secara tiba-tiba Reval langsung bertanya ke inti permasalahan. Dia meremas-remas tangannya sendiri. Tenggorokannya seakan tercekat dan dia tidak berani menatap Reval. "Kenapa diam saja? Ayo, jawab, Marsya!" Reval menatap tajam wajah Marsya yang sedang menunduk.Dada Reval kembang kempis dan dirinya benar-benar emosi. Namun, sebisa mungkin dia menahan emosinya di hadapan Marsya. Sementara Farhan memperhatikan Marsya secara seksama. Dia pun ingin bertanya, tetapi dia tidak ingin ikut campur. "Marsya!" panggil Reval lalu menggelengkan kepalanya, "Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. Makanya kamu seperti ini, ada yang mengancammu, 'kan?" tanya Reval mengintimidasi. Marsya langsung mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan sang mantan suami. "Tidak ada. Siapa yang mengancamku? Itu memang keinginanku. Waktu kamu pergi, di situ aku berpikir. Sepertinya aku salah jika harus dekat kembali denganmu. Aku t
Reval sudah berada di ruangan rapat. Kedua matanya langsung menatap tajam ke arah Garvin yang sedang duduk di meja sebelah kiri. Tatapannya bagaikan elang yang akan memangsa buruannya. "Kamu tidak akan lama bersama Marsya. Lihat saja Garvin. Kamu boleh sombong di hadapanku untuk saat ini dan kesombonganmu tidak akan lama." Reval berbicara dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya. "Tuan Reval! Silakan dimulai," bisik Karin. "Hhhmm." Reval hanya berdeham dan tatapannya masih kepada Garvin. Garvin pun malah membalasnya menatap Reval sambil tersenyum. "Ada yang sedang terbakar cemburu sepertinya," batin Garvin. Sementara Farhan hanya bisa menghela napas pelan. Dia kemudian memperhatikan Reval dan menggelengkan kepalanya kepada sang CEO. Reval pun mengerti melihat Farhan seperti itu. Dia kemudian menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Keadaannya sudah bisa terkontrol dan Reval memulai rapatnya. ***
"Saya mohon maafkan saya. Jangan masukkan saya ke penjara. Saya mohon Tuan. Saya mengakui saya telah bersalah kepada Marsya. Saya ... Saya benar-benar minta maaf." Pak Bowo mengangkat kedua tangannya memohon sambil menundukkan kepalanya. Reval menyunggingkan senyumnya sambil memperhatikan Pak Bowo. "Minta maaf? Aku tidak salah dengar! Anda jangan minta maaf kepadaku, tetapi kepada Marsya anakmu!" jerit Reval, "Sekarang Anda minta maaf setelah semuanya sudah terbongkar. Ke mana saja Anda selama ini? Bahkan Anda masih memanfaatkan Marysa dan akan menjadikan mantan istriku sebagai wanita malam. Dan sekarang Anda berkata menyesal. Dasar manusia tidak tahu diri. Jika Marsya tidak mengenal teman Anda, Anda tidak mungkin melakukan hal ini. Oke, tunggu saja. Dalam waktu satu kali dua puluh empat jam Anda dan teman Anda akan masuk ke penjara!" desis Reval.Pak Bowo bangun dari duduknya lalu menghampiri Reval. "Tuan saya mohon jangan penjarakan saya. Saya mohon, Tuan!" Pak
Marsya tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Jantungnya berdetak tidak karuan dan tubuhnya bergetar hebat. Reval merasa bingung melihat Marsya. "Sayang kamu kenapa?" Reval memegangi tubuh Marsya sambil memperhatikan wajah sang mantan istri dengan penuh khawatir. "Orang itu ... orang itu ada lagi." Marsya berucap dengan terbata dan menangis lalu menyembunyikan wajahnya di dada Reval. Reval mengerutkan keninnya sambil berpikir lalu memperhatikan Pak Bowo dan teman pemilik rumah bordil yang sedang berjalan. "Tuan Reval." Pak Bowo menundukkan kepalanya setelah berada di depan Reval. Namun, dia merasa bingung melihat Marsya sedang menangis. "Ada ... ada apa dengan anak saya?" tanya Pak Bowo lalu menoleh kepada pemilik rumah bordil. Sang pemilik rumah bordil pun merasa bingung sambil mengerutkan keningnya.
"Sudah tahu Marsya masih mencintaiku. Kenapa kamu memaksanya?" kesal Reval, "asal kamu tahu, Garvin. Sebenarnya aku malas menemuimu, tetapi demi mengembalikan cincin ini aku terpaksa menemuimu. Aku tidak mau kamu berpikiran kalau Marsya masih menyimpan cincin pemberianmu. Hanya cincin pemberian dariku yang akan melingkar di jari manisnya." Reval mencondongkan badannya ke arah Garvin. Garvin menyunggingkan senyumnya. "Oke, sekali lagi aku mengaku kalah. Harusnya kamu berterima kasih kepadaku. Kalau malam itu bukan aku yang menemui Marsya. Marsya tidak akan selamat. Dia mungkin sudah dijamah dan ditiduri oleh pria hidung belang. Apa lagi penampilan Marsya saat itu sangat cantik dan seksi. Siapa yang tidak akan tergoda melihat ...." Garvin malah membayangkan penampilan Marsya lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Sialan! Kamu sedang membayangkan apa, hah?" Reval bangun dari duduknya. "Tuan Reval. Su
Marsya dan Reval sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Marsya. Mereka duduk berpelukan dan saling tersenyum. Reval tidak henti-hentinya menciumi kening sang mantan istri. "Senang sekali melihat mereka bahagia. Aku harap kalian berdua tidak akan terpisahkan." Farhan sekilas menoleh ke kaca spion sambil berbicara dalam hati. "Kamu kalau ada apa-apa cerita sama aku, ya. Kalau ada orang yang menekanmu jangan diam saja." Reval memeluk Marsya sambil tangan kanannya mengelus rambut Marsya. "Iya, Reval. Sekali lagi terima kasih, ya. Kamu sudah menolongku," ucap Marsya, "emm, tapi ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya. "Kenapa?" tanya Reval khawatir. "Aku takut pulang, Reval. Bapak mau ...." "Sudah kamu pulang saja, tidak apa-apa kamu aman," ucap Reval lalu mencium kening Marsya. "Aman?" tanya Marsy
"Kita tunggu di sini saja. Aku ingin menunggu Marsya." Reval duduk di kursi. "Baik, Tuan." Farhan ikut duduk di samping Reval. Beberapa menit kemudian Garvin berjalan sambil menarik tangan Marsya. Dia melewati Reval dan Farhan yang sedang duduk dan sama sekali dia tidak menyadari adanya mereka. "Marsya!" Reval bangun dari duduknya. "Kenapa dia membawa Marsya seperti itu?" kesal Reval, "Kita ikuti dia! Awas saja kalau dia macam-macam!" Reval berjalan mengikuti Garvin secara pelan agar Garvin tidak mengetahuinya. "Hati-hati Tuan jangan sampai Mr. Garvin tahu kita mengikutinya." "Hhhmmm." Reval berjalan sambil memicingkan matanya. Reval kemudian berhenti dan memperhatikan Garvin yang sudah berada di depan mobil. "Berengsek! Kasar sekali dia!" Reval mengepalkan tangannya lalu melangkah. "Tuan ... jangan gegabah. Kita lihat saja dulu. Kita
"Honey, sepertinya mantan suamimu sedang cemburu." Garvin menatap tajam Reval sambil berbisik kepada Marsya. "Reval?" kaget Marsya lalu matanya mencari keberadaan sang mantan suami. "Kita temui dia." Garvin meraih tangan Marsya lalu menggenggam jari jemari Marsya. "Buat apa?" Marsya menahan langkahnya dan berusaha melepaskan tangannya dari Garvin. "Sudah kita temui dia!" Garvin tetap berjalan membawa Marsya. Marsya ingin sekali menolak. Dia tidak ingin membuat sang mantan suami sakit hati melihat dirinya bersama Garvin. "Reval maafkan aku, aku tidak mau seperti ini." Marsya berbicara dalam hati sambil mengikuti Garvin. "Hai, Reval," sapa Garvin setelah berada di hadapan Reval. Reval menundukkan kepalanya lalu menatap Marsya. "Tahan, Reval jangan memperlihatkan kemarahan dan kecemburuan di mata bule berengsek ini!" batin Reval. "Asisten Farhan," sapa Garvin. Mr. Garvin." Farhan menundu
"Ibu sebenarnya sudah menyadarinya. Cuma Ibu ingin kamu yang bercerita sama Ibu. Kalau Ibu yang bertanya duluan kamu tidak akan mungkin menjawab jujur," kata Bu Tasya "Iya, Bu. Marsya belum siap bercerita sama Ibu. Cuma Marysa juga tidak mungkin pendam sendiri. Apa lagi bapak sudah ikut campur dan malah memaksa Marsya untuk merayu Mr. Garvin. Marsya tidak mau, Bu. Merayu salah tidak merayu pun salah," ucap Marsya lalu menghela napas pelan."Kamu minta tolong sama tuan Reval. Kamu putuskan hubunganmu dengan Mr. Garvin. Kamu, 'kan tidak mencintai Mr. Garvin. Kamu tuh cintanya sama tuan Reval. Iya, 'kan?" Marysa mengangguk lalu tersenyum. "tapi Marsya bingung, Bu. Marysa tidak mungkin memutuskan hubungan Marsya dengan Mr. Garvin. Ini sudah pilihan Marsya. Mr. Garvin memberikan pilihan yang aneh sama seperti Bapak," kesal Marsya. "Aneh bagaimana maksudnya?" tanya Bu Tasya. Marsya kemudian menceritakan awal mula dia harus menjadi pacar M
Reval sudah berada di ruangan rapat. Kedua matanya langsung menatap tajam ke arah Garvin yang sedang duduk di meja sebelah kiri. Tatapannya bagaikan elang yang akan memangsa buruannya. "Kamu tidak akan lama bersama Marsya. Lihat saja Garvin. Kamu boleh sombong di hadapanku untuk saat ini dan kesombonganmu tidak akan lama." Reval berbicara dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya. "Tuan Reval! Silakan dimulai," bisik Karin. "Hhhmm." Reval hanya berdeham dan tatapannya masih kepada Garvin. Garvin pun malah membalasnya menatap Reval sambil tersenyum. "Ada yang sedang terbakar cemburu sepertinya," batin Garvin. Sementara Farhan hanya bisa menghela napas pelan. Dia kemudian memperhatikan Reval dan menggelengkan kepalanya kepada sang CEO. Reval pun mengerti melihat Farhan seperti itu. Dia kemudian menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Keadaannya sudah bisa terkontrol dan Reval memulai rapatnya. ***
Marsya membelalakkan matanya ketika secara tiba-tiba Reval langsung bertanya ke inti permasalahan. Dia meremas-remas tangannya sendiri. Tenggorokannya seakan tercekat dan dia tidak berani menatap Reval. "Kenapa diam saja? Ayo, jawab, Marsya!" Reval menatap tajam wajah Marsya yang sedang menunduk.Dada Reval kembang kempis dan dirinya benar-benar emosi. Namun, sebisa mungkin dia menahan emosinya di hadapan Marsya. Sementara Farhan memperhatikan Marsya secara seksama. Dia pun ingin bertanya, tetapi dia tidak ingin ikut campur. "Marsya!" panggil Reval lalu menggelengkan kepalanya, "Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. Makanya kamu seperti ini, ada yang mengancammu, 'kan?" tanya Reval mengintimidasi. Marsya langsung mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan sang mantan suami. "Tidak ada. Siapa yang mengancamku? Itu memang keinginanku. Waktu kamu pergi, di situ aku berpikir. Sepertinya aku salah jika harus dekat kembali denganmu. Aku t