Home / Romansa / Diam-Diam Menikmati / Bab 160 Perubahan aneh

Share

Bab 160 Perubahan aneh

Author: SILAN
last update Last Updated: 2025-04-06 13:31:18

Empat jam telah berlalu.

Luna tampak berseri, matanya memantulkan cahaya senja yang mulai turun pelan-pelan dari langit jingga. Ia menikmati setiap detik kebersamaan dengan Hazel, berdua saja, jauh dari tatapan tajam dan tekanan yang selama ini menghantuinya.

Suara langkah kaki mereka berpadu dengan suara tawa kecil di antara percakapan ringan, kadang berhenti sejenak untuk sekadar memandangi etalase toko yang menggoda, atau mengomentari hal-hal sepele yang terasa menyenangkan hanya karena mereka membicarakannya bersama.

“Kau mau kembali ke kapal atau masih mau keliling di sekitar sini?” tanya Hazel, tanpa benar-benar menatap Luna karena matanya sibuk mengejar deretan toko baru yang belum mereka jelajahi.

Luna melirik kantong belanjaan yang tergantung di tangannya sudah cukup berat.

“Aku rasa kita sebaiknya kembali, Hazel. Jangan sampai kapal berangkat tanpa kita,” katanya, separuh bercanda, tapi ada nada khawatir di ujung kalimatnya.

Hazel tertawa, tawa khasnya yang renyah dan santai
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rosy
aaaa.... ada apa sih antara Xavier dan hazel...
goodnovel comment avatar
Puji Lestari
ditunggu kisah hazel
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 161 Tanpa pengawasan

    Xavier berusaha mencari tahu apa yang dimaksud oleh Jacob sebelumnya, tapi sangat disayangkan karena internet di dalam kapal pesiar sangat terbatas, hal itu tentunya menghambat informasi yang harusnya ia terima.Mengabaikan hal itu, yang terpenting ia harus menyelesaikan pekerjaannya lebih dulu di kapal mewah tersebut sebelum mengetahui apa maksud Jacob sebenarnya.Pikirannya buyar saat suara jengkel menyentaknya dari sisi kanan.“Bisakah kau lepaskan tanganmu itu dariku?” Luna mendesis pelan, berusaha melepaskan pelukan Xavier yang erat di pinggangnya.Pria itu menoleh ke samping dimana perempuan yang lebih pendek darinya tengah berusaha melepaskan tangan yang merangkul pinggangnya.Xavier sengaja melakukan itu, jelas untuk memancing kecemburuan Jacob. Ia tau, Jacob sangat mencintai Luna, dan membuat Jacob marah dengan hal kecil seperti ini adalah sebuah kesenangan yang ingin Xavier lakukan.Alih-alih melepaskan tangannya dari Luna, Xavier justru lebih erat memeluk perempuan itu, tent

    Last Updated : 2025-04-07
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 162 Ada apa?

    Sebuah keheningan yang tidak biasa. Dua hari telah berlalu sejak Luna pergi bersama Jacob dari pesta, namun tidak ada tanda-tanda Xavier mencarinya. Bahkan ketika anak buah Xavier sempat berpapasan dengannya di dek kapal, mereka hanya berlalu begitu saja tanpa reaksi sedikit pun. Tidak ada tatapan mencurigakan, tidak ada usaha untuk membawanya kembali. Sangat tidak seperti Xavier.Jika pria itu menginginkannya, seluruh kapal ini pasti sudah dipenuhi pencarian. Tapi kali ini… seolah dia tidak peduli.Dengan jantung yang berdegup gelisah, Luna mempercepat langkah menuju lounge tempat Jacob biasa bersantai. Ia menemukan pria itu tengah duduk sambil menatap laut lepas, pikirannya melayang entah ke mana."Hei, ini tidak masuk akal. Xavier… dia tidak mencariku sama sekali selama dua hari. Kau tidak merasa ini aneh?" ucap Luna cepat, nyaris panik.Jacob menoleh, wajahnya serius. "Hazel juga tak terlihat sejak kemarin. Biasanya dia selalu memeriksaku atau memberi kabar… tapi sekarang, tidak ad

    Last Updated : 2025-04-07
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 163 Kembali ke daratan

    Dengan langkah tergesa dan wajah penuh tanya, Xavier segera melajukan mobilnya menuju kediaman George. Ia bahkan tak sempat berpikir panjang saat memerintahkan anak buahnya untuk mengantar Luna pulang lebih awal ke apartemennya. Panggilan mendadak dari George terasa janggal, tidak biasanya George ingin bertemu dadakan seperti ini tanpa alasan yang jelas.Sementara itu, Luna justru merasa sedikit lega. Setidaknya, hari ini ia bisa pulang lebih cepat dan menikmati waktu tanpa perlu berurusan dengan Xavier. Begitu tiba di apartemen, ia mengganti pakaian dengan yang lebih nyaman, lalu menjatuhkan diri ke sofa sambil membawa beberapa camilan. Jari-jarinya meraih remote, dan dengan satu klik, televisi menyala.Ia penasaran, berita baru apa yang berkembang selama seminggu terakhir? Tapi baru beberapa detik menyaksikan siaran, tangan Luna yang hendak menyuapkan makanan mendadak terhenti di udara. Tatapannya terpaku ke layar melihat nama dan wajah ayahnya, Russel Calderon, muncul besar-besar d

    Last Updated : 2025-04-08
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 164 Kabar yang diinginkan

    Tiga hari telah berlalu sejak kekacauan itu semakin membesar. Sejak saat itu, tak ada kabar dari Xavier, pria itu seakan menghilang sejak mereka berpisah di dermaga. Dan kini, di tengah ketidakjelasan yang menyesakkan, sebuah panggilan dari Nico datang tiba-tiba.“Nanti malam ada pertemuan keluarga,” katanya singkat, tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.Alih-alih bersama Xavier seperti biasanya, kali ini Nico sendiri yang datang menjemput. Sebuah hal yang cukup aneh, dan tentu saja menambah daftar panjang pertanyaan yang mengendap di kepala Luna.Saat itu, Nico sudah tiba di apartemen Xavier lebih awal dari yang seharusnya. Ia duduk di sofa dengan wajah lelah, fokus pada layar ponselnya sambil sesekali mengusap matanya. Sementara Luna masih sibuk memilih gaun di dalam kamar, pikirannya terus mengembara.Ketika akhirnya ia keluar untuk memeriksa jam, ia melihat waktu baru menunjukkan pukul enam sore. Masih dua jam lagi sebelum pertemuan dimulai. Dengan ragu, Luna bertanya,"Nico, tida

    Last Updated : 2025-04-08
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 165 Kembali ke jalurnya

    "Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!" suara Russel meledak di tengah ruangan, penuh nada frustasi dan ketidakpercayaan. "Bukankah Anda sendiri yang setuju untuk menjalin hubungan keluarga setelah pernikahan mereka?"Namun George Davis tetap tenang, seperti air yang tak terusik oleh angin. Ia menoleh, tatapannya tajam dan penuh penghakiman."Russel," ucapnya datar namun tegas, "kau sudah tahu sejak awal kalau kedatanganku kemari bukan untuk memberi restu, melainkan untuk mencabutnya. Tidak ada lagi alasan untuk melanjutkan hubungan ini. Semua sudah selesai."Kata-katanya jatuh seperti vonis. Tapi Russel masih mencoba merangkak dari puing-puing egonya yang mulai runtuh."Keputusan ini terlalu sepihak!" serunya lagi, suaranya meninggi. "Bukankah Anda yang berjanji akan membantu membantu perusahaanku? Kita bahkan membicarakan proyek mega bisnis bersama...""Tapi kau gagal!" potong George tajam, suaranya kini meninggi, menggema keras di ruangan yang penuh ketegangan. "Kau gagal, R

    Last Updated : 2025-04-09
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 166 Menerima keadaan 

    Suasana terasa berbeda, ketika Luna membuka mata dengan kepala yang berdenyut, ia mendapati dirinya berada di sebuah kamar asing yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Barang-barang tidak terlalu banyak di dalam kamar tersebut, tapi jelas terlihat kalau kamar itu adalah milik seorang pria."Dimana aku?" gumamnya.Perlahan ia beranjak bangun dan duduk di tempat tidur, mencoba mengenali tempat tersebut, tapi tetap saja ia tidak tau kamar siapa yang ia tempati saat ini. Sementara, sebuah jam digital diatas meja nakas masih menunjukkan pukul enam pagi.Luna akhirnya keluar dari kamar dengan gerakan sangat pelan, ketika ia berada di luar, hal pertama yang menarik perhatiannya ada sosok orang menyebalkan yang kini tidur pulas di atas sofa.Tapi tidak, pria itu tidak lagi menyebalkan seperti sebelumnya. Luna berbalik, mengambil selimut yang sempat ia gunakan untuk menyelimuti tubuh Nico yang tidur di sofa dengan posisi tidak nyaman, tapi saat Luna baru selesai menyelimuti tubuh pria muda itu,

    Last Updated : 2025-04-10
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 167 Mencoba untuk berdamai  

    Kekacauan masih berlanjut, berita semakin panas dan kabarnya Russel terancam bangkrut kalau semua masalah ini tak segera dia selesaikan. Semua hal yang sempat dia banggakan bisa hangus dalam semalam, dan kejadian sepuluh tahun lalu mungkin saja akan terulang dimana membuatnya nyaris menjadi gelandangan.Luna duduk di sofa, memeluk lututnya. Ia bukan pebisnis. Bahkan cara membaca laporan keuangan pun tak ia pahami. Tapi setiap hari, jemarinya tak henti menyegarkan laman berita, menyaksikan nilai saham Zenith yang terus merosot, perlahan namun pasti, seolah menarik harapannya ke dasar.Tiba-tiba, rasa dingin menyentuh pipinya. Luna terlonjak kecil, menoleh cepat. Hazel berdiri di sampingnya, menempelkan kaleng minuman dingin ke wajahnya sambil menyunggingkan senyum tipis yang nyaris pahit.“Ayahmu benar-benar sedang sekarat sekarang,” ucap Hazel, seolah menyampaikan berita duka, padahal nada suaranya terdengar nyaris biasa.Luna menggenggam kaleng itu, menatap Hazel lekat-lekat. “Apa ti

    Last Updated : 2025-04-11
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 168 Pertemuan pertama

    Luna tak tahu kemana Jacob membawanya. Sejak mereka keluar dari rumah sakit, pria itu hanya diam, tapi ekspresi wajahnya yang penuh antusias dan senyum yang tak pernah hilang membuat Luna semakin penasaran. Mobil terus melaju, membelah jalanan kota, meninggalkan hiruk-pikuk dan menuju arah yang semakin asing baginya."Apa tujuan kita masih jauh?" tanya Luna, melirik Jacob dengan rasa ingin tahu yang tak bisa dibendung.Jacob hanya menoleh sekilas dan tersenyum, seperti menyimpan rahasia besar yang sebentar lagi akan terungkap. Namun ia tak mengucap sepatah kata pun.Hingga akhirnya, lebih dari dua jam perjalanan, Luna melihat mobil memasuki sebuah kawasan perumahan elit. Rumah-rumah mewah berjejer rapi, masing-masing dikelilingi taman luas dan pagar artistik. Mobil Jacob melambat, lalu berhenti di depan rumah paling ujung, halamannya paling luas, dengan taman belakang yang tampak hijau dan terawat dari samping.Jacob keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuknya. “Ayo,” katanya sambi

    Last Updated : 2025-04-12

Latest chapter

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 175 Pelakunya

    Suasana rumah sakit begitu sunyi, seolah ikut menahan nafas bersama seseorang yang sedang berdiri di balik jendela kaca, menatap langit kelabu yang tak menjanjikan harapan. Di dalam ruangan itu, Leah berdiri tegak dengan tubuh yang sedikit goyah, namun tetap menyembunyikan rapuhnya di balik sorot mata dingin."Bagaimana?" Suaranya tenang, namun mengandung tekanan yang menusuk. "Kau sudah menyelesaikan tugasmu?"Ia perlahan berbalik, menatap seseorang yang berdiri beberapa meter darinya, pria berpakaian serba hitam, menunduk, diam. Tidak ada kabar baik dari wajahnya.Leah melangkah mendekat, tumit sepatunya bergema tajam di lantai."Jangan bilang... kau gagal lagi," ucapnya, kali ini nadanya berubah, terdengar geram dan nyaris putus asa."Aku hampir berhasil," jawab pria itu dengan suara berat. "Tinggal selangkah lagi. Tapi sangat disayangkan... seseorang datang dan menyelamatkannya."Leah mengatupkan rahangnya. Kedua tangannya mengepal erat, buku-bukunya memutih karena tekanan. "Siala

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 174 Pengorbanan

    Beberapa menit sebelumnya.“Kau tidak perlu mengantarku, aku bisa pulang sendiri. Dan aku masih ingat jalan,” gerutu Nico sambil memandang Luna yang sedang sibuk mengemasi barang-barangnya ke dalam tas.Meskipun mulutnya cerewet, Nico tetap mengikuti langkah kakaknya itu. Mereka berjalan beriringan keluar dari rumah sakit, dan meski tak ada obrolan berarti, kehadiran Luna di sampingnya menghadirkan keheningan yang... aneh. Ada ketenangan yang mengusik egonya, tapi ia tak mengusirnya. Tidak hari ini.Hal yang lebih membuat Nico lega adalah saat Luna akhirnya menyerahkan ponselnya kembali. Ponsel yang selama empat hari ini ‘disita’ darinya.“Banyak sekali pesan dan panggilan dari ayah,” gumam Nico, menatap layar dengan dahi berkerut. “Dia pasti berpikir aku hilang entah ke mana.”Luna hanya menghela nafas pelan. “Kau baru saja keluar dari rumah sakit, apa kau serius ingin langsung kembali bekerja?”Tanpa ragu, Nico mengangguk. Tapi sebelum ia bisa menjawab, ponselnya berdering. Ia segera

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 173 Hal tidak diinginkan

    Beberapa hari berlalu, dan Luna masih setia merawat Nico yang masih terbaring di rumah sakit. Sikap keras kepalanya masih tidak luntur, kadang lelaki itu berniat untuk kabur dari rumah sakit, tapi selalu ketahuan oleh Luna.Hari ini, pagi bahkan belum lama menyapa, tapi Nico sudah duduk bersandar dengan wajah jenuh yang tak bisa ditutupi. “Bisakah kau segera membiarkan aku keluar dari rumah sakit?” keluhnya dengan nada malas.“Kau masih sakit, Nico,” jawab Luna tenang, sudah hafal alur pembicaraan ini.“Ini sudah hari keempat!” serunya, hampir seperti anak kecil yang protes karena tak dibelikan mainan. “Aku merasa seperti tahanan. Kalau kau benar-benar tidak mau membiarkanku keluar dari tempat ini, setidaknya bawakan komputerku. Banyak hal yang harus aku kerjakan.”Luna menahan tawa, lalu menggeleng pelan. “Apa kau yakin sudah sehat? Jangan sampai kau pingsan lagi hanya karena menatap layar terlalu lama.”Nico mendengus. “Kau pikir aku selemah itu?”Luna menaikkan satu alisnya, lalu te

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 172 Karena kau adikku

    "Ada denganmu?" tanya Jacob setibanya di rumah sakit. Wajahnya menegang, langkahnya tergesa, dan nafasnya masih belum stabil sejak menerima kabar bahwa Luna tengah berada di rumah sakit.Pikiran terburuk sempat terlintas di benaknya. Ia mengira sesuatu telah terjadi pada Luna, hingga akhirnya, ia mendapati perempuan itu berdiri di depan ruang perawatan dengan wajah lelah dengan sedikit kekhawatiran.“Bukan aku yang dirawat,” ucap Luna, mencoba tersenyum untuk meredakan kekhawatiran pria itu.Jacob akhirnya bisa bernafas lega, meski jantungnya masih berdetak cepat.“Jadi... siapa?”Luna menoleh ke arah ruang perawatan di belakangnya. “Nico.”Jacob mengerutkan alis. Ia tak mengira remaja keras kepala itu yang kini justru terbaring lemah di ranjang rumah sakit. "Ada apa dengan adikmu?"“Dia mengalami dehidrasi berat,” jelas Luna lirih. “Kondisinya drop karena sudah lima hari berturut-turut tak tidur. Di apartemennya aku menemukan kaleng-kaleng minuman energi berserakan, catatan kerja, fil

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 171 Persaudaraan

    Keesokan paginya, aroma roti panggang dan kopi hitam menyambut pagi yang tenang di rumah keluarga Dustin. Sarapan pagi dilakukan bersama di meja makan, suasananya santai dan akrab. Tawa kecil sesekali terdengar di antara obrolan ringan, menciptakan kehangatan yang jarang Luna rasakan selama bertahun-tahun.Sebelum berangkat kerja, Dustin seperti biasa tak lupa menunjukkan kemesraannya. Ia mencium kening Elsa dengan lembut, kemudian merangkul pinggang istrinya sambil berbisik sesuatu yang membuat Elsa terkekeh geli. Di ujung meja, Luna memperhatikan adegan itu dengan kagum, tak menyangka pria yang tampak menakutkan, tegas dan berwibawa, ternyata begitu hangat dan romantis terhadap istrinya.“Mereka memang selalu seperti itu,” bisik Jacob pelan sambil menyendok sarapan. Ia menyadari sorot mata Luna yang terpaku pada orang tuanya.Luna tersenyum malu, lalu menoleh ke arah Jacob. Namun begitu Jacob membalas tatapannya, Luna buru-buru mengalihkan pandangan, wajahnya memerah.Jacob mengangk

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 170  Sisi liarnya pun sama

    Usai makan malam yang hangat dan penuh tawa, mereka berpindah ke ruang keluarga. Sofa empuk, cahaya lampu yang temaram, dan secangkir teh hangat di tangan masing-masing menciptakan suasana santai yang jarang ditemukan Luna dalam kehidupannya yang penuh gejolak. Malam itu terasa berbeda, penuh kehangatan dan penerimaan yang diam-diam menyentuh hatinya."Jadi..." Elsa membuka percakapan sambil menatap Luna dengan senyum penasaran, "cukup mengejutkan ya, ternyata Tuan Calderon memiliki seorang putri. Kami semua tidak pernah menduganya."Luna tersenyum kaku, masih canggung setiap kali nama keluarga Calderon disebut. "Aku sendiri pun terkejut, terakhir kali aku melihat ayahku itu saat aku masih berusia delapan tahun. Wajahnya pun sudah samar di ingatan."Elsa mengangguk penuh simpati, sementara Dustin yang duduk bersebelahan dengan istrinya, mengalihkan pandangannya ke arah pasangan muda itu. Jacob dan Luna duduk berdampingan di sofa seberang, tampak serasi meski keduanya berusaha menyembun

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 169 Disambut baik 

    Pertanyaan Elsa begitu tiba-tiba, membuat Luna langsung terperanjat. “Hah… apa? Hamil?” ulangnya dengan ekspresi terkejut, alis terangkat dan suara nyaris melengking.Elsa justru menanggapinya dengan santai, bahkan dengan senyum menggoda yang seolah menyimpan seribu makna. “Benar. Aku hanya memastikan, Jacob itu anak paling keras kepala saat disuruh mengenalkan seorang wanita ke rumah ini. Tapi tiba-tiba saja, ia membawamu. Jadi aku sempat curiga, mungkin kau sedang mengandung cucuku, makanya ia berubah begitu drastis.”Luna tertawa kaku. Tangan refleks menyentuh perutnya, mengingat hasil pemeriksaan singkat saat mereka masih di kapal pesiar. Hasilnya… negatif. Ia tidak sedang hamil, dan mendengar dugaan Elsa barusan, rasanya jantungnya hampir lompat keluar.“Maaf sebelumnya… tapi aku tidak hamil,” jawabnya dengan suara pelan, nada bicaranya agak ragu-ragu, seolah takut mengecewakan.Elsa mengangguk pelan, masih dengan senyum yang tak luntur. “Tak perlu khawatir, sayang. Aku hanya bert

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 168 Pertemuan pertama

    Luna tak tahu kemana Jacob membawanya. Sejak mereka keluar dari rumah sakit, pria itu hanya diam, tapi ekspresi wajahnya yang penuh antusias dan senyum yang tak pernah hilang membuat Luna semakin penasaran. Mobil terus melaju, membelah jalanan kota, meninggalkan hiruk-pikuk dan menuju arah yang semakin asing baginya."Apa tujuan kita masih jauh?" tanya Luna, melirik Jacob dengan rasa ingin tahu yang tak bisa dibendung.Jacob hanya menoleh sekilas dan tersenyum, seperti menyimpan rahasia besar yang sebentar lagi akan terungkap. Namun ia tak mengucap sepatah kata pun.Hingga akhirnya, lebih dari dua jam perjalanan, Luna melihat mobil memasuki sebuah kawasan perumahan elit. Rumah-rumah mewah berjejer rapi, masing-masing dikelilingi taman luas dan pagar artistik. Mobil Jacob melambat, lalu berhenti di depan rumah paling ujung, halamannya paling luas, dengan taman belakang yang tampak hijau dan terawat dari samping.Jacob keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuknya. “Ayo,” katanya sambi

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 167 Mencoba untuk berdamai  

    Kekacauan masih berlanjut, berita semakin panas dan kabarnya Russel terancam bangkrut kalau semua masalah ini tak segera dia selesaikan. Semua hal yang sempat dia banggakan bisa hangus dalam semalam, dan kejadian sepuluh tahun lalu mungkin saja akan terulang dimana membuatnya nyaris menjadi gelandangan.Luna duduk di sofa, memeluk lututnya. Ia bukan pebisnis. Bahkan cara membaca laporan keuangan pun tak ia pahami. Tapi setiap hari, jemarinya tak henti menyegarkan laman berita, menyaksikan nilai saham Zenith yang terus merosot, perlahan namun pasti, seolah menarik harapannya ke dasar.Tiba-tiba, rasa dingin menyentuh pipinya. Luna terlonjak kecil, menoleh cepat. Hazel berdiri di sampingnya, menempelkan kaleng minuman dingin ke wajahnya sambil menyunggingkan senyum tipis yang nyaris pahit.“Ayahmu benar-benar sedang sekarat sekarang,” ucap Hazel, seolah menyampaikan berita duka, padahal nada suaranya terdengar nyaris biasa.Luna menggenggam kaleng itu, menatap Hazel lekat-lekat. “Apa ti

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status