Share

Bab 94

Author: shimizudani
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Jadi, gimana, Dok?" tanya Rangga setelah pengecekan menggunakan USG selesai dan kini mereka kembali duduk saling berhadapan. Dia siap mendengarkan hasilnya.

"Well, hasilnya bagus. Dia tumbuh seperti yang diharapkan." Dokter Belinda memulai dengan mengatakan hal baiknya. "Tapi ada concern mengenai kondisi Bu Gita. Seperti yang pernah saya katakan, trimester pertama kehamilan adalah masa-masa rawan. Jadi dia perlu ekstra hati-hati untuk menjaga kehamilannya terutama setelah mengalami gejala-gejala ini. Saya sangat menyarankan Bu Gita untuk mengurangi aktivitas. Apakah memungkinkan Bu Gita untukn cuti?"

Rangga menelan ludahnya dengan susah payah saat mendengar pertanyaan tersebut. Dia punya sedikit perasaan buruk tentang hal ini.

"Apakah memang perlu cuti?" tanya Gita.

"Saya sangat menyarankan untuk ambil cuti dan istirahat. Saat ini, bayinya sedang membutuhkan semua perhatian orang tuanya."

Tangan Gita yang berada di atas pahanya menggenggam seiring kebingungan yang menderanya. Ak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 95

    "Kamu kenapa?" tanya Rangga setelah kesekian kali melirik kepada Gita di sela-sela fokusnya mengemudi. Istrinya hanya diam sejak mereka keluar dari rumah sakit dan selalu melihat keluar melalui jendela di sampingnya. "Nggak apa-apa." Jika bukan diam, Gita akan menjawab dengan sangat singkat, seperti yang baru saja dilakukannya. "Kamu yakin?" "Iya." "Lalu kenapa diam?" Ada jeda selama tiga detik sebelum Gita menjawab, "Aku cuma ingin melihat jalan." Yah, Gita terkadang melakukannya--duduk di dalan mobil dan menikmati pemdangan dalam perjalanan yang mereka lewati. Tetapi Gita tidak sediam ini dan dia merasa ada sesuatu yang lain menyebabkan istrinya begini. "Apakah aku melakukan kesalahan?" Dia tetap bertanya. "Nggak." "Kamu marah sama aku?" Lagi, Gita mengambil jeda selama tiga detik dan membalas, "Nggak." Sepertinya, Rangga mulai dapat memahami polanya. Jeda yang diambil Gita cukup sebagai petunjuk bahwa istrinya itu merasakan perasaan yang berkebalikan dari jawabannya. "A

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 96

    Gita baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya dengan handuk yang membungkus tubuhnya. Dia merasa segar setelah lima belas menit berendam di bathtub dan mandi cepat untuk membersihkan dari sabun yang terasa seperti pijatan saat air menghantam tubuhnya. Kegiatan itu juga merilekskan otot juga benaknya. Sepertinya inilah alasan orang-orang menyukai air hangat untuk mandi. Jadi di mana dia melakukannya? Apakah di hotel seperti ide Rangga? Tidak. Gita bersikeras pada pilihannya jadi rumah adalah jawabannya. Lagi pula, kamar mandi di kamar mereka cukup luas dengan bathtub yang lumayan besar, berbeda dengan apartemennya dulu yang hanya memiliki shower. Karena itulah dia perlu memanfaatkannya selagi dia memiliki kesempatan menikmatinya. Gita membuka lemarinya untuk mencari pakaian ganti. Dia lebih suka kaos kebesaran dan celana pendek untuk tidur. Dia juga mengambil bra dan underwear. Yah, dia tahu lebih baik tidur tanpa bra tetapi dia ingin mengecek sesuatu. Dia merasa payudaranya s

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 97

    Rangga melihat Gita dengan kecemasan tersirat di wajahnya. Meskipun mereka hanya terpisah dua meja dan dia masih dapat dengan jelas melihat istrinya, itu tetap tidak mampu membuatnya tenang. Dia bahkan sulit fokus pada pekerjaannya karenanya. Dia khawatir istrinya mendadak muntah karena ini masih pagi walaupun sudah lewat pukul sebelas.Mereka biasanya tinggal di rumah. Sayangnya, tidak untuk hari ini. Mereka pergi keluar keluar Gita mengatakan ingin berbicara pada Jenny. Jadi dia tidak memiliki pilihan lain selain menemani sang istri ke perusahaan lalu menyelesaikan pekerjaan terakhirnya. Ya, akhirnya Gita resmi berhenti dari pekerjaannya meski Gita bersikeras menemui klien terakhirnya. "Kalau kamu sangat khawatir begitu, samperin saja." Itu Satria yang berbicara. Mereka tengah bekerja, sama seperti Gita yang bertemu kliennya. Itu pun setelah Gita bersikeras tak ingin melihatnya menunggu sendirian dan tak melakukan apa-apa. Hembusan napas berat lolos dari bibir Rangga. Gita membuat

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 98

    "Gita." Kepala Gita otomatis menoleh pada sumber suara dan menemukan dua wajah yang familiar di sana. Oh, Gita seharusnya tidak melupakan fakta bahwa mereka berada di dekat kantor orang yang mereka kenal, Lukman and Dewa. Tapi dari semua cafe dan restoran di sekitar sini, kenapa Lukman dan Dewa memilih tempat ini? "Lukman." Gita mengucapkan nama Lukman dalam nada ceria dan itu lolos dari pendengaran Rangga. Seketika kekesalan membanjiri dadanya. Rangga tidak suka melihat Gita bereaksi demikian meski dia tahu dia tak punya hak untuk melakukan hal tersebut. Gita dan Lukman merupakan teman sejak lama, jadi normal bagi Gita untuk menunjukkan terlihat senang ketika melihat pria itu. Kecuali fakta Gita pernah mencintai Lukman. Atau dia mungkin masih mencintainya. Namun kemudian kegembiraan di mata Gita berganti dengan cepat menjadi kesedihan. Ini pertama kali dia melihat Lukman setelah insiden di hari itu. Ini juga menjadi interaksi pertama mereka karena baik Lukman maupun Dela belum me

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 99

    "Jangan menggodanya. Dia lagi susah makan akhir-akhir ini." Gita akui. Dia bahagia mendengar Rangga mengatakannya saat Lukman menggodanya karena tingkah tak biasanya. Ya. Ya. Dia juga akan mengakuinya. Ini pertama kali dia menunjukkan sisi ini kepada sahabatnya. Dia selama ini dikenal sebagai wanita mandiri, jarang berkencan, tidak pernah bergantung pada pria, dan tiba-tiba dia menginginkan Rangga menyuapinya. Dia bahkan tidak bisa protes jika ada banyak pertanyaan dalam benak Lukman karenanya. Setidaknya, Gita akan berpikir dirinya seperti itu sebelum bayinya datang kepadanya. Hormon kehamilan mengubahnya 180 derajat menjadi seseorang yang tak pernah dibayangkannya. Seperti yang mereka katakan, dia adalah wanita membingungkan sekarang. Gita menarik napas panjang lalu mengeluarkannya dengan perlahan. Jika siang hari tadi terasa menyenangkan, itu sedikit berbeda dengan malam harinya. Hening. Tidak ada suara lain selain dia dan TV. Ya, Gita sendirian. Rangga tidak berada di sisinya

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 100

    Gita berjalan mondar-mandir di antara lemari dan ranjang selama lima belas menit terakhir. Dia akan mengambil baju dan benda-benda lain dari dalam lemari dan memikirkannya dengan baik sebelum memutuskan membawanya ke ranjang. Terkadang, dia membawanya kembali ketika merasa ada yang tidak pas. Tapi dia menambah lebih dibandingkan menguranginya sehingga ranjangnya penuh dengan pakaian. Gita dan Rangga hanya akan pergi selama seminggu namun kenapa Gita mengeluarkan hampir seluruh koleksi pakaiannya? Dia pasti tidak bisa memasukkan semuanya ke dalam koper. Itu terlalu banyak. "Kamu mau pindahan?" Pertanyaan Rangga seolah-olah menyuarakan benak Gita. Rangga datang untuk mengeceknya di sela-sela pekerjaannya. "Ini terlalu banyak, kan?" Pertanyaan yang sia-sia! Semua orang bisa menjawabnya dalam sekali lihat. "Kamu kan bisa pergi shopping, jadi nggak perlu membawa sebanyak ini." Gita memutar tubuhnya dan menghadap Rangga dengan antusiasme di wajahnya. "Kamu akan membiarkanku pergi shopp

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 101

    Gita mendengar sebuah suara jadi dia pikir itu alarmnya yang mengganggu tidurnya. Tapi anehnya, kenapa suara itu terdengar jauh? Mungkin dia lupa meletakkannya di suatu tempat dan ponselnya kemudian berdering. Tapi kemudian, dia merasa asing dengan bunyi tersebut. Itu seperti bukan miliknya. Dengan pemikiran itu, mata Gita seketika membuka dan gelap langsung menyambutnya. Jam berapa ini? Namun Gita tidak punya waktu untuk memikirkan hal tersebut sebab bunyi itu kembali mengganggunya. Rupanya, suara itu berasal dari ponsel Rangga. "Rangga," panggilnya seraya mengguncang lengan sang suami yang melingkari perutnya. "Rangga. Ponselmu berbunyi," katanya lagi dalam volume suara yang lebih keras. Terdengar gumaman pelan diikuti sebuah pertanyaan. "Jam berapa sekarang?" Persis seperti apa yang Gita tanyakan. "Nggak tahu. Mungkin sekitar tengah malam," jawab Gita asal. Kemudian kepalanya bergerak ke jam di nakas di sisi ranjang mereka. "Jam satu lebih," ralatnya setelah melihat jam di sa

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 102

    Rangga meraup wajahnya menggunakan telapak tangannya setelah memutuskan panggilan telepon dengan Satria. Ya, dia menyerahkan urusan Citra kepada asistennya itu daripada menambah masalah untuknya. Dan Gita. Rangga tahu Gita menangis. Dia bisa mendengar isakannya dari luar--dia duduk di ruang santai di lantai 2--dan kesunyian memperburuk hal tersebut. Rasanya seperti siksaan karena dia tidak bisa di sisi istrinya untuk menenangkannya. Tentu saja, dia mau melakukannya. Tapi dia perlu melakukan urusan soal Citra sebelum menyelesaikan masalahnya. Dan setelah yang satu selesai, dia masih bertahan di tempat yang sama dan hanya bisa mendengarkan isakan tertahan sang istri. Rangga tidak menginginkan hal ini terjadi. Membuat istrinya menangis tidak pernah menjadi keinginannya. Dia ingin membuat Gita bahagia bukan sebaliknya. Namun rupanya, dia tidak cukup baik untuk istrinya sehingga Gita masih menyimpan rahasia darinya. Oh, dia kesal Gita tidak mengatakan apa pun tentang hadiah Dewa. Dia c

Latest chapter

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 130 - Epilog 2

    Gita mengintip melalui pintu kamar mandi di lantai pertama sebelum melangkah keluar dengan santai seolah-olah tidak ada yang terjadi. Dia berjalan melewati Rangga, yang sedang duduk di sofa di ruang tamu mereka dan membaca laporan di tablet, dengan Ardian merangkak di lantai."Ardian, sayang, kemari." Gita memanggil Ardian, yang perhatiannya selalu mudah didapatkannya. "Ayo bermain di luar."Dan reaksi Ardian dapat diprediksi. Dia berlari ke arah ibunya dengan penuh semangat. Senyumnya begitu lebar.Menjadi anak-anak tampaknya menyenangkan, bukan?Gita mengikuti Ardian yang berlari keluar rumah ke halaman tanpa alas kaki. Dia tidak bisa menahan senyum di wajahnya melihat putranya dan kebahagiaan lain yang baru saja dia temukan hari ini.Gita hamil dengan anak kedua mereka.Tapi ini masih rahasia. Gita ingin membuat kejutan untuk suaminya.Oh, dia tidak sabar ingin melihat reaksi Rangga!"Ardian, kemari. Mama ingin mengatakan sesuatu."Ardian menghentikan larinya untuk melihat ibunya d

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 129 - Epilog 1

    Tiga tahun kemudian.Gita memperhatikan semuanya. Setiap gerakan, tawa, canda, teriakan, dan banyak lagi.Dia tidak bisa untuk tidak tersenyum lebar melihat itu semua. Rasanya terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Tapi itulah yang terjadi karena memang itulah realitanya.Ardian kini berusia tiga tahun dan dalam masa aktifnya. Dia berlari ke setiap sudut rumah dan selalu bersemangat untuk berlari di halaman.Meskipun melelahkan tubuh mereka karena harus mengikuti pergerakan Ardian, mereka tidak mengeluh, terutama Rangga. Suaminya selalu punya energi untuk bermain dengan Ardian dan tidak pernah kehabisan ide. Rangga membesarkan anak mereka dengan sepenuh hati.Gita menggelengkan kepalanya untuk memaksa dirinya kembali ke tempatnya. Dia tidak bisa hanya mengamati mereka sepanjang waktu, karena dia perlu menyelesaikan adonan kuenya.Ardian memiliki selera yang sama dengannya mengenai makanan manis. Jadi dia mencoba menjadi ibu yang baik dengan memanggang kue sendiri daripada membelinya d

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 128

    "Hai. Ayah senang kamu bangun, dan Ayah bisa memegangmu. Ibumu pasti merasakan hal yang sama. Tapi dia sedang beristirahat sekarang, jadi jangan ganggu dia dan bermain dengan Ayah saja." Suara Rangga dipenuhi kebahagiaan, begitu pun sorot matanya menunjukkan perasaan yang sama. Tidak ada yang lebih membahagiakan dibandingkan saat ini ketika dia akhirnya bisa memegang bayi Ardian. Dan kenyataan bahwa Ardian lahir dengan sehat adalah hal yang terbaik. Semuanya akan bertambah sempurna saat pemulihan istrinya berjalan dengan baik.Bayi Ardian menggerakkan tangannya yang kecil dan berhasil menangkap jari Rangga. Dia menggenggamnya meskipun matanya masih tertutup. Bayi Ardian mungkin merasakan suasana yang akrab dan aman, sehingga dia tidak menangis, yang membuat hati Rangga terasa hangat dan bangga. Hanya sentuhan dari Rangga yang bisa melakukan itu, dan dia jelas bangga akan hal itu."Gimana pendapatmu tentang dunia ini? Menakjubkan, kan? Kamu punya Ayah, ibumu, dan seluruh keluargamu di

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 127

    Beberapa bulan kemudian.Gita sedang menutup laci setelah memeriksa yang ada di dalamnya masih di tempatnya.Mungkin terdengar membingungkan. Intinya, Gita baru saja selesai memeriksa kebutuhan bayi mereka, seperti pakaian, popok, kaos kaki, selimut, dan lainnya. Dia ingin memastikan semuanya siap saat waktunya tiba, yang tidak akan lama lagi. Tanggal perkiraan kelahirannya harusnya minggu ini, dan dia sangat bersemangat untuk menyambut bayi mereka.Dia berpindah ke satu-satunya tempat tidur di ruangan tersebut. Tempat tidur itu besar dan memiliki dinding kayu di keempat sisinya untuk melindungi bayi mereka agar tak terjatuh. Dan itu adalah tempat tidur yang dikatakan Rangga bisa menampung tubuhnya saat menyusui bayi mereka. Dia bahkan bisa tidur di situ juga.Tangannya bergerak untuk menyentuh boneka di dekatnya dan meletakkannya dengan rapi di antara boneka-boneka lain dan bantal. Ada beberapa jenis boneka, terutama dengan karakter hewan yang lucu untuk menemani bayi mereka saat tid

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 126

    "Aku lihat semuanya, Gita. Aku tahu apa yang kamu sembunyikan di belakang punggungmu." Alis Rangga terangkat seolah-olah menunggu Gita untuk mengungkapkannya sendiri. Tidak ada gunanya menyembunyikannya lagi karena itulah alasan dia menghampiri istrinya. Dia sudah melihat Gita menikmati es krim!"Apa maksudmu?"Jadi Gita memilih untuk bermain-main dengannya. Sayangnya, dia tidak ingin berpura-pura tidak melihatnya. "Mangkuknya. Es krim."Dan Gita hanya bisa memaksakan untuk tersenyum."Kemarilah." Tangan Rangga terjulur untuk meminta Gita mendekat."Nggak mau. Kamu akan memarahiku.""Artinya kamu tahu kamu melakukan kesalahan. Sudah berapa mangkuk es krim yang kamu habiskan?""Hmm. Lima?""Hitung dengan benar, Sayang.""Oke. Oke. Sembilan." Gita mengangkat kedua tangannya ke udara dan menyerah."Nggak, Sayang. Mangkuk di belakangmu itu yang kesebelas."Sebenarnya Rangga tidak masalah dengan Gita menikmati es krim. Tapi istrinya itu suka makan berlebihan, dan Gita mungkin akan makan le

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 125

    Akhirnya, hari yang mereka tunggu-tunggu tiba. Hari itu begitu sibuk tapi juga menyenangkan. Teman-teman dan keluarga mereka berkumpul bersama untuk merayakan hari bahagia tersebut. Apa lagi yang lebih menyenangkan daripada itu?Akad mereka berjalan dengan baik. Meskipun Gita merasa lebih gugup, kali ini semuanya terasa sempurna dibandingkan dengan pernikahannya yang sebenarnya. Ayahnya menikahkannya dan menyerahkannya kepada Rangga, seperti yang seharusnya dilakukan dalam sebuah upacara pernikahan. Dan dia bersama suaminya mengucapkan janji mereka lagi dan menjadi suami istri sekali lagi.Dan untuk membuatnya semakin sempurna, Rangga mengunci janji mereka dengan sebuah ciuman di bibir Gita. Kemudian tepuk tangan dan sorakan mengisi aula yang penuh tersebut.Itu adalah momen yang hangat dan membahagiakan. Dan itu berlangsung hingga malam."Senang sekali akhirnya bertemu dengan Nyonya Adiwijaya yang baru." Irfan menyapa Gita seraya menjabat tangannya. "Namaku Irfan.""Oh!" Gita tidak b

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 124

    Gita merasakan kehangatan di kulitnya. Sebuah angin sepoi-sepoi yang lembut dan hangat yang menyapu lehernya dan membawa getaran ke tubuhnya. Sedetik kemudian, dia merasakan sebuah kehangatan lain bergerak di perut buncitnya dan mengusapnya dengan sangat lembut seolah-olah takut untuk membangunkannya."Hmm." Gita terbangun dari tidurnya, tentu saja, akibat perbuatan tersebut. Barulah saat itu dia menyadari ada tangan yang melingkupinya, dan dia tahu itu milik siapa. "Rangga." Suaranya terdengar serak karena baru bangun tidur."Maaf aku membangunkanmu." Rangga bergumam di lekukan leher istrinya.Gita mendengarnya tapi dia tidak ingin menjawab karena suaranya seperti tersangkut di tenggorokan. Tapi dia tidak bisa menahannya lagi ketika kedua matanya membuka dan kegelapan menyambutnya melalui dinding kaca yang memberikan pemandangan langit malam nan gelap. "Masih gelap ternyata.""Iya.""Jam berapa sekarang?""Lewat tengah malam.""Kenapa kamu nggak tidur?"Alih-alih menjawab, Rangga mem

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 123

    "Semua persiapannya berjalan dengan baik, kan?" Rangga bertanya kepada Erik, Manajer Hotel Adiwijaya yang ada di Jakarta, saat mereka melihat-lihat aula yang akan digunakan untuk acara pernikahannya. Aula itu masih penuh dengan dekorasi lain, karena akan digunakan untuk acara seseorang malam ini."Iya. Kami sudah mempersiapkan semua yang diperlukan. Hadiah untuk tamu-tamu juga sudah tiba, dan kami sedang memasukkannya ke dalam goodie bag."Rangga mengangguk paham. "Persiapkan dengan baik dan pastikan itu sesuai untuk setiap acara. Jangan sampai salah."Sesuai rencana, mereka akan membagi acara menjadi dua, yaitu akad dan pesta. Karena itu, mereka akan menggunakan aula terpisah, begitu pun dekorasi, hadiah untuk tamu, makanan, dan lainnya. Mereka memiliki persiapan yang berbeda untuk setiap acara."Tentu saja. Kami sudah berpengalaman dengan hal-hal seperti ini. Saya jamin semuanya akan ditangani oleh tangan terbaik. Pak Rangga bisa menikmati waktu bersama istri Bapak.""Oke. Saya perc

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 122

    "Aku seperti lumba-lumba!" Suara Gita bergema di seluruh ruangan. Dia berdiri di depan cermin dan sedang mengamati penampilannya dari pantulan kaca. Dia mengenakan gaun midi berbentuk A-line dan berwarna hitam, yang tampak jatuh dengan indah di tubuhnya. Tapi itu juga memperlihatkan perutnya yang mulai membesar."Siapa yang bilang begitu?" Rangga berjalan ke arah sang istri sambil mengancingkan kemejanya."Aku." Gita masih berfokus pada pantulannya tubuhnya sendiri, seolah-olah mencari sesuatu untuk memuaskan dirinya."Kalau begitu, kamu salah. Kamu sama sekali nggak terlihat seperti itu." Rangga melingkarkan lengannya di pinggang Gita. "Sebaliknya, kamu terlihat makin seksi." Dia mencium leher istrinya dan mulai mengelus perutnya dengan lembut. Sudah hampir enam bulan, dan perut Gita sudah cukup besar."Jangan bohong sama aku, Rangga. Lihat. Tubuhku membengkak sekarang. Bahkan pipiku kelihatan seperti bakpao.""Itulah yang bikin kamu seksi, Sayang. Aku suka tubuhmu sekarang."Gita me

DMCA.com Protection Status