Suara tamparan menggema membuat suasana pagi hari di keluarga Permadi menjadi terasa semakin kelam. Sinar matahari yang masuk melalui jendela pun tak mampu membuat cerah suasana, bahkan suara kicau burung yang bersahutan pun seakan-akan menertawakan keluarga Permadi yang selalu dirundung masalah dan
Berbeda dengan Nadia, baru saja dinyatakan lulus Rama sudah melamarnya, dan mereka menikah seminggu setelah Nadia diwisuda. Nadia belum sempat bekerja dan membahagiakan orang tuanya seperti yang dilakukan Nabila. Tetapi Nadia pun juga telah berjasa membuat usaha Permadi berkembang pesat seperti seka
Nadia memarkirkan motor matiknya di dekat taman. Dengan perlahan diayunkan kakinya melangkah menuju ke kursi taman yang ia duduki bersama dengan Gio kemarin. Dipandanginya kursi taman di depannya yang masih kosong, dengan berat hati akhirnya Nadia duduk di posisi yang tidak berbeda dengan kemarin sa
"Benar-benar tidak punya hati, kamu tega merayu suami saudaramu sendiri?" ucap Yunita seakan tak kehabisan tenaga dan kata-kata. Nadia yang dari tadi hanya menunduk tiba-tiba mengangkat wajahnya menatap Nabila, seolah-olah mengejek. Apa yang baru saja diucapkan Yunita bagaikan bagaikan tamparan bag
Layar laptop menampilkan sebuah foto keluarga, sepasang suami istri dan dua anak laki-laki yang menginjak remaja. Gambaran keluarga bahagia, terlihat jelas dari senyum yang merekah di bibir mereka. Slide demi slide foto terus berganti hingga foto terakhir. Tak lama kemudian laptop pun dimatikan. Gio
Sedangkan di ruang makan, Nadia hanya terdiam memandang mie instan buatannya. Hilang sudah nafsu makannya mendengar ada tamu yang datang, karena dia yakin yang datang adalah Gio. "Dia!" Nadia tetap bergeming di tempat duduknya, lamunannya membuat indra pendengarannya seakan tak berfungsi dengan sem
Rama menatap nanar Nadia yang sudah sah menjadi istri Gio. Hatinya terasa terkoyak dan meninggalkan luka yang terasa menganga. Mungkin seperti inilah apa yang dirasakan Nadia saat mengetahui dirinya telah menikah dengan Nabila. Separuh jiwa Rama terasa tercabut dengan paksa, apalagi saat Gio meminta
"Amin, amin bapak." Mendengar Nadia mengaminkan doa-doa yang diucapnya, Permadi yang masih tergugu segera mencium kening sang putri. "Berbahagialah nak, bapak melepasmu hanya untuk bahagia." Nadia mengangguk pelan mendengar ucapan sang ayah. Mereka segera bangkit saling melempar senyum dan member