Fathia terdiam sebentar saat Adnan mengajaknya masuk ke rumah yang ada di hadapannya itu. Rumah yang dimaksud Adnan akan ditinggali mereka setelah menikah.
Interior luarnya saja sudah cukup membuat Fathia kagum, terlihat minimalis dan sederhana namun elegannya masih dapat dilihat. Persis seperti rumah yang dahulu sering ia mimpikan untuk menjadi rumah masa depannya. Tidak terlalu mewah dan besar, tetapi menggunakan konsep industrial house.
"Ini kamu yang pilih sendiri atau dipilihin sama orangtua kamu?" Tanya Fathia saat langkahnya sudah dekat dengan Adnan.
"Adnan dikasih beberapa pilihan, terus akhirnya pilih yang ini karena suka aja."
Fathia menganggukan kepalanya, tanpa meneruskan pembicaraan tersebut. Ia mulai sibuk melihat interior dalam rumahnya, yang terlihat nyaman untuk ditinggali, dan bahkan furniturenya sudah komplit. Ada juga beberapa lukisan yang sudah pasti Adnan yang melukis, karena
Hari ini adalah hari pernikahan Fathia dan Adnan, yang akan dilaksanakan di rumah mempelai pria.Saat ini, Fathia sudah didandani dan memakai gaun pernikahannya, sedang menuju ke kediaman orangtua Adnan. Yang bisa Fathia lakukan saat ini, hanya menatap jalanan yang dilaluinya dari jendela mobil, sedangkan tangannya menggenggam erat tangan sang Mamah yang kebetulan duduk di sampingnya.Yang Fathia lakukan saat ini, hanya berdoa semoga semuanya berjalan lancar. Ia hanya ingin pikirannya terfokus akan hari ini, mencoba melupakan pemikiran dan perasaan yang mengganggunya belakang ini, selama perjalanannya menuju pernikahan yang dilaksanakan hari ini."Tenang aja, jangan nervous kayak gitu. Doa dan shalawat jangan lupa diucapin terus." Ucap sang Mamah sembari mempererat genggaman tangannya, sedangkan ia hanya mengiyakan ucapan sang Mamah dengan anggukan kepalanya."Mah, tapi Adnan bakal bisa kan buat n
Fathia termenung di tempatnya saat melihat beberapa berkas pernikahan yang harus ditanda-tanganinya. Sejujurnya ia masih bingung dan tak menyangka bahwa ia sekarang benar-benar menjadi istri seorang pengidap asd yang ada di sampingnya ini. Fathia jadi bertanya-tanya sendiri mengenai takdirnya yang entah ke depannya akan berjalan ke mana. Takdirnya melangkah mengantarkan dirinya menjadi jodoh Adnan saja sudah sangat di luar dugaan, harapan dan doanya. Apakah mungkin ke depannya ia juga harus pasrah dengan berbagai keadaan yang akan menerpa? Tentu saja Tuhan tidak akan mungkin hanya memberinya ujian sampa di sini, pasti akan ada masalah dan ujian lain yang mungkin saja akan lebih susah untuk dihadapinya. Setelah di rasa semua berkas sudah Fathia tanda tangani, ia melirik pria yang berada di sampingnya, yang terlihat agak kesusahan untuk membubuhkan tanda-tangannya di berkas-berkas tersebut, bahkan sang adik mendampinginya, membimbingnya untuk bisa menanda-t
Fathia melambaikan tangannya sembari terus menyunggingkan senyumnya saat melihat Orangtua dan mertuanya berpamitan pulang.Ia kemudian mulai melangkahkan kakinya memasuki 'rumah barunya', yang hanya ada ia, Adnan, dua orang asisten rumah tangga dan satu supir yang memang dibawa dari rumah orangtua Adnan, karena mereka bertiga sudah tahu bagaimana harus memperlakukan Adnan.Waktu baru saja menunjukan pukul delapan malam lebih dua puluh lima menit, tetapi Fathia merasa tubuhnya benar-benar lelah, apalagi di bagian pinggangnya agak terasa pegal. Padahal tidak ada acara resepsi yang memakan waktu lama karena berdiri terus menerus di pelaminan, hanya menyapa saudara yang datang, makan bersama dan acara pernikahannya selesai. Tetapi entah kenapa rasa lelah di tubuhnya, seperti ia berkegiatan dengan sangat aktif, mungkin bawaan ibu hamil yang terkadang gampang lelah.Tanpa berpikir panjang, langkah kakinya ia gerakan menuju kamar
Fathia melirik meja makan yang masih penuh hidangan makanan, terlihat seperti belum ada yang menyentuhnya sama sekali. Padahal hari sudah siang, apa orang-orang di rumah ini tidak lapar. Ia bahkan sudah kelaparan, perutnya bunyi minta diisi."Bi, kok ini masih pada utuh sih? Kenapa belum pada makan?" Tanya Fathia sesaat setelah mendudukan tubuhnya di salah satu kursi meja makan. Kebetulan salah satu art nya yang bernama Tati sedang berdiri di pantry, tak jauh dari posisi meja makan."Ia non silahkan saja makan terlebih dahulu. Masih banyak pekerjaan yang bibi lakukan."Fathia hanya menganggukan kepalanya untuk menanggapi jawaban dari Tati. Ia kemudian mulai mengambil nasi dan beberapa lauk yang disukainya."Bi, Adnan di mana? Dia juga belum makan ya?" Tanya Fathia disela kegiatannya melahap makanannya."Di ruang lukisnya non. Iya Tuan belum makan, mau tawarin takut ganggu, soalnya kalau ud
Fathia menghembuskan nafasnya lega, akhirnya ia bisa memiliki waktu untuk membaca novel, supaya menambah referensi ide untuk cerita yang akan dibuatnya.Plot, alur cerita dan tokohnya sudah ia tulis dan deskripsikan, tetapi mungkin novel yang sekarang berada di genggamannya bisa menambah ide untuk pengembangan cerita dan karakter yang akan dibuatnya.Waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam, suasana rumah sudah hening, bahkan beberapa lampu sudah dimatikan, tetapi Fathia baru merasakan me timenya. Ya, dengan menunggu Adnan tertidur, walaupun sebenarnya bisa saja ia membaca jika Adnan tengah berkegiatan, tetapi rasanya berbeda.Tetapi bukannya ia terfokus dengan novel bacaannya, pikirannya malah memikirkan hal-hal yang selalu berputar di otaknya, hampir tiap detiknya. Ia hanya ingin berterima kasih atas dirinya, sudah bisa berjalan sejauh ini, berumah tangga dengan Adnan. Kira-kira sudah tiga bulan ia tinggal di
Apa itu berarti secara tidak langsung Fathia berpikir bahwa pernikahannya dengan Adnan adalah salah dan perlu disesali?Mau jawab tidak, tetapi kenyataannya memang iya, mau jawab iya tetapi rasanya hal tersebut hanya akan menambah daftar kesalahan Fathia yang lain.Fathia merasa semua ini terlalu berat untuk ia jalani, bahkan tidak mendekati harapan dan bayangannya ketika ia mencoba menerima Adnan. Ia yang baru tiga bulan lebih hidup berdampingan dengan Adnan saja rasanya sudah banyak keluh kesah dalam hatinya, apalagi orangtua Adnan yang mengasuh dan mendidik Adnan sampai sebesar itu, banyak sekali rasa sabar mereka. Mungkin jika Fathia berpikir ke sana, keluh kesahnya ini tidak ada apa-apanya di mata mereka.Sekarang harusnya Fathia jangan terlalu memikirkan hal yang membuatnya sakit, ia harusnya fokus supaya ia dan calon bayinya tetap sehat sampai nanti saatnya melahirkan. Pada akhirnya, ia hanya berharap Adnan akan ber
Fathia bisa bernafas dengan lega ketika ia baru saja keluar dari ruangan psikiater. Psikiater yang sering menangani suaminya itu tidak menemui kendala yang berarti ketika tadi berinteraksi, dan mood Adnan beberapa hari ini juga memang sedang baik, jadi tidak perlu ada pembahasan panjang tentang ASD yang diidap suaminya itu. Tetapi sebenarnya Adnan tidak hanya kontrol ke psikiater, ia juga harus konsultasi dengan dokter khusus atau psikolog, itu pun tergantung case nya.Fathia menggandeng tangan Adnan agak kuat, soalnya beberapa kali suaminya ini melepaskan gandengannya, gerakan berulang yang selalu dilakukannya tetapi dia jarang menyadarinya, atau memang tidak akan berpikir ke sana.Setelah ini, ia memang langsung menuju dokter kandungan, meminta Adnan untuk menemaninya, juga Bi Tati yang ikut melangkah di belakang tak jauh dari mereka.Beberapa pasang mata yamg berlalu-lalang di koridor rumah sakit pun terlihat me
Lengkungan senyum di wajah Fathia terus terpancar saat matanya melihat satu-persatu model baju bayi yang tengah ia pilih di depannya itu.Kandungannya sudah tujuh bulan, jadi ia mulai mencicil untuk membeli perlengkapan bayi untuk kebutuhan calon anaknya nanti. Ia sudah tak sabar untuk bertemu putrinya nanti.Putrinya? Yap, bayinya berjenis kelamin perempuan. Beberapa kali check up kehamilan dan usg, dokter selalu mengatakan bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan. Tetapi meskipun bayinya sudah diketahui berjenis kelamin perempuan, ia tidak terlalu banyak membeli baju atau perlengkapan bayi yang bertemakan pink, ia lebih memilih perlengkapan bayi yang warnanya netral atau pastel."Mah, ini bagus gak?" Tanya Fathia, kepada sang Mamah yang memang hari ini menemaninya belanja."Thia, jangan kebanyakan beli baju newborn, gak akan ke pake lama. Jangan lapar mata, ini itu lucu diambi