Share

Farhan

Author: Rindhu_ughi
last update Last Updated: 2021-01-14 17:29:19

Kebohongan tetaplah kebohongan walau terbungkus untaian kata indah dan rangkuman bunga, Pelangi pun enggan muncul kala langit kembali gelap. Dan seketika angin akan membawa badai untuk menghemapas gelombang.

Pagi hari yang cerah dengan suara kicau burung nan merdu, kilau mentari pagi menapak diantara dedaunan dan bunga-bunga pun bermekaran dengan indah.

"Hima, Ibu berangkat ke warung dulu, kasian mas mu kalau tidak ada yang bantu, nanti kalau Bapakmu pulang, tolong bikinkan minum ya."

"Iya, Bu. Lha ibu berangkat ke warung sama siapa? apa Hima antar aja, Bu?" Sejenak Hima meletakkan gunting pemotong tanaman, dan melangkah menuju tempat ibunya berdiri.

"Ga usah, Ibu berangkat sendiri aja."

"Bawa motor?"

"Lha iya, masak mau jalan kaki, gempor kaki ibu." Jawab Ibunya disertai senyum yang tersunging di wajahnya.

"Ya udah kalo gitu, Ibu hati-hati ya..." Hima mendekati Ibunya untuk mencium tangannya.

"Ibu berangkat, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Setelah memastikan Ibunya keluar dari halaman rumah, Hima kembali mengambil gunting pemotong tanaman, dia melanjutkan lagi kegiatannya kala dia libur mengajar, merawat bunga-bunga dan tanaman di sekitar rumahnya.

"Assalamualaikum.." Suara parau dari arah belakang mengagetkannya, buru-buru dia menoleh, melihat siapa kiranya yang datang pagi-pagi seperti ini.

"Waalaikumsalam." 

Farhan, pria berambut ikal berkulit putih, dengan tubuh tinggi tegap, Hima ingat Farhan adalah teman satu sekolah di taman kanak-kanak dulu.

"Farhan. . ."

"Apa kabar Him," 

"Alhamdulilah baik, kamu apa kabar?"

"Aku baik, apa aku menganggu?"

"Oh, tidak. Ada apa?"

"Aku ingin bicara padamu."

"Baiklah, Kita duduk disana." Hima menunjuk sebuah tempat yang biasa digunakan untuk bersantai diantara tanaman bunga.

Farhan mengikuti Hima dari belakang, kemudian Hima duduk dibangku kecil yang terbuat dari irisan kayu jati, di ikuti Farhan yang ikut duduk di atas bangku yang tak jauh dari tempat Hima duduk.

"Mau bicara apa?"

"Tentang perjodohan kita."

Hima menatap Farhan sekilas, terlihat dia sedang menghela nafas berat, kemudian Hima menunduk sambil memainkan jari jemarinya.

"Jadi?" Tanya Hima kemudian.

"Aku mau mengatakan sesuatu sebelum kita terlibat hubungan yang terlalu jauh."

"Katakan saja."

"Hima, sebenarnya aku .... aku. . .aku sudah mempunyai kekasih." Ucap Farhan sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Hima tersentak kaget mendengar itu, namun entah mengapa justru hatinya tenang mendengar kata-kata itu dari mulut Farhan.

"Terus mau kamu gimana?" Tanya Hima.

"Tolong dengarkan ceritaku, Him." Hima mengangguk patuh kemudian Farhan mulai bercerita tentang kekasihnya di kota Jakarta.

"Jadi kalian beda agama, itu yang membuat kamu ragu untuk mengenalkan dia pada keluargamu, dan justru kamu menerima perjodohan kita?"

Farhan mengangguk tegas dan masih dalam posisi menunduk, dia tak mau melihat apapun ekspresi Hima, karena dia takut jika ucapannya menyakiti hatinya.

"Dan kamu juga pernah tidur dengannya?" Tanya Hima meyakinkan apa yang dia dengar dari cerita Farhan.

Lagi, Farhan mengangguk.

Hima menarik nafas panjang, pandangannya tertuju pada tanaman bunga yang bermekaran, lalu dia tersenyum ketika melihat kumbang hinggap disalah satu bunga mawar yang sedang mekar. 

"Lalu sekarang bagaimana? apa yang akan kamu lakukan?" Hima ingin tahu langkah apa yang akan diambil oleh Farhan dengan semua masalah yang ia hadapi.

"Aku mencintainya, Him. Kami berdua saling mencintai."

Lagi, Hima mendesah. Tak tahu apa yang harus dia katakan pada laki-laki di hadapannya ini.

"Aku ingin mengatakan itu pada bapakku, tapi aku takut akan penolakan bapak."

"Jangan jadi manusia yang meragu, Han."

"Maksud kamu, Him?"

"Allah menciptakan segala apa yang ada di bumi, semuanya dengan cinta, semua karena Allah mencintai hamba-Nya.

"Maka bertanyalah pada sang pemilik cinta, pada sang pencipta cinta itu sendiri, hadirkan Dia di sepertiga malam, maka satu jawab akan kamu dapat."

Farhan menatap Hima, dia tertegun dengan kalimat yang terlontarkan dari mulut sahabat TK nya dulu, Farhan tak menyangka ternyata sahabat kecilnya tumbuh dengan kecerdasan dan kedewasaan yang matang, kesholihahan dan keteguhan hatinya sangat luar biasa.

"Hima, awalnya aku kira kamu akan marah, atau akan mencibir diriku yang telah melanggar perintah agama kita, nyatanya kamu malah sebaliknya, maafkan aku Him."

"Kamu tak perlu minta maaf, kamu tidak berbuat salah padaku, setiap manusia pasti pernah salah dan lupa, termasuk kamu jadi tidak ada hak bagiku untuk menghakimimu, apa lagi membencimu."

"Hima, jika ternyata aku adalah jodohmu, apa kamu mau menerima masa laluku?"

"Masa lalu itu milikmu, jika kkita memang berjodoh, maka masa depan mu yang menjadi milikku."

"Trimakasih Hima, aku akan melakukan apa yang kamu sarankan, ternyata aku datang ke tempat yang tepat, hatiku tenang setelah mendengarkan kata-katamu."

Hima tersenyum dan mengangguk pelan.

"Siapapun yang menjadi jodohmu, dia adalah laki-laki yang beruntung karena mendapatkanmu."

"Kamu terlalu berlebihan, Farhan."

"Itu kenyataan, kamu perempuan yang hebat." Ucap Farhan kemudian beranjak dari duduknya.

"Aku pamit ya Him, terimakasih untuk semua saran kamu, Ehm... Jika aku ingin ngobrol denganmu, bolehkah aku menelponmu?"

"Tentu, kamu boleh menelponku."

"Baiklah, aku pulang dulu, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Farhan melambaikan tangannya, ketika dia sampai diluar halaman rumah Hima, kemudian melajukan motornya.

Hima ingin masuk ke dalam rumah, tapi matanya menangkap sebuah benda yang terlipat rapi diatas motornya. 

'Astagfirullah, lupa mau balikin mantel.' Gumam Hima.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Bapak udah pulang?"

"Iya, dikelurahan tidak banyak pekerjaan jadi bapak sempatin pulang dulu sebentar, Ibu sudah berangkat ke warung?" 

"Sudah pak."

"Bapak mau minum teh apa kopi?"

"Air putih saja, tadi di kantor sudah dibikinkan teh, tadi pagi Ibumu sudah bikinkan kopi, kebanyakan gula bapak ini." Ujar Bapak Hima sambil duduk di serambi rumah.

"Ini minumnya pak," Hima memberikan segelas air putih pada bapaknya.

"Kamu sudah bertemu Farhan? tadi dia ke kantor, minta ijin untuk ke rumah, katanya mau bicara sama kamu."

"Sudah pak, baru saja dia pulang."

"Jadi gimana?"

Hima menunduk kemudian tersenyum lembut.

"Bapak ingin tahu apa ingin tahu banget?" Ucap Hima sambil mengoda bapaknya.

"Kamu itu, di ajak ngobrol serius malah bercanda."

"Lagian bapak mau tahu aja, urusan anak muda."

"Karena ini menyangkut kehidupan anak bapak, jadi bapak harus tahu."

"Biarkan kami berjalan apa adanya dulu pak, bagaimanapun ini tentang hidup kami seterusnya, jadi tidak secepat itu kami mengambil keputusan."

"Tapi jangan lama-lama, usia kalian sama-sama sudah matang, dan ga enak juga kalau dilihat tetangga, kalau kalian sering terlihat bersama."

"Inshaalah, Hima akan menjaga diri hima dengan baik pak, atau untuk sementara Hima balik ke pondok pesantren aja?"

"Ya jangan, kamu dari kecil udah di pondok pesantren, masak sekarang mau balik lagi, baru aja kemarin kamu keluar dari pondok."

"Ya udah, bapak berikan waktu untuk Hima dan Farhan, semoga kami diberi yang terbaik."

"Amiinn, bapak juga ga mau kalau sampai kamu kecewa lagi, ndok."

Hima tersenyum, Hima patut bersyukur karena mempunyai keluarga yang bijaksana dan selalu mendukungnya.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
Hima dewasa sekali ya....
goodnovel comment avatar
aryanti anderson
ya Allahh.... ini mengugah dan mengelitik hatiku banget,, keren keren ceritanya semakin hari semakin keren.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Di ujung penantian   Dua kisah

    Hujan yang terus menguyur kota Yogyakarta beberapa hari ini cukup lebat, seperti air yang ditumpahkan dari langit. Seperti hari ini dari selepas subuh hingga menjelang dzuhur, hujan belum juga terhenti, justru diikuti petir yang saling bersahutan dan saling menyambar.Farhan menyadari bahwa apa yang sedang dia alami adalah buah dari perbuatannya, sebuah episode terberat dalam hidupnya jika sampai dia harus menentang keinginan orang tuanya untuk menikah dengan Hima, namun dia juga tak kuasa untuk meninggalkan kekasihnya. Tapi benar kata Hima, dia hanya manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan.Menatap hujan yang turun dengan derasnya, Farhan menarik nafas panjang bayangan kekasihnya berkelebat silih berganti, kenangan-kenangan bersamanya berputar silih berganti dari memori otaknya, apakah semua kenangan itu akan benar hanya tinggal kenangan? apakah sebuah keputusan yang benar jika dia memilih Hima demi orang tuanya? bagaimana perasaan Hima jika i

    Last Updated : 2021-01-14
  • Di ujung penantian   Dua jalan yang berbeda

    Hima menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Erlangga."Eh, Mba Hima apa kabar?" Tanya Joko sambil mengusap wajahnya yang terkena tetesan air hujan."Alhamdulilah baik, Mas Joko.""Ayo masuk mba, hujannya bertambah deras,"Hima menatap ke arah Joko, tapi mendadak perhatiannya teralihkan oleh seseorang yang sedang keluar dari mobil yang terparkir di sebrang rumah Erlangga.'Nurul' Gumam Hima.Tanpa memperdulikan hujan yang mengucur deras Hima berlari kearah mobil itu, dan berhenti tepat di depan perempuan yang ia panggil dengan sebutan Nurul.Erlangga dan Joko mematung melihat aksi tak terduga yang dilakukan Hima.Hima terengah, manik matanya menyusuri setiap jengkal tubuh Nurul yang kini berdiri di hadapannya. Hima menarik nafas panjang melihat Nurul dengan penampilan yang berlawanan dengan apa yang sering ia kenakan dulu. Pakaian minim dan tak lagi berjilbab. Hima menyeka wajahnya yang terkena guyuran hujan, kemudian dengan pela

    Last Updated : 2021-01-14
  • Di ujung penantian   Pertemuan Dua Keluarga

    Setelah berunding dengan Hima, akhirnya Farhan memutuskan untuk mengajak keluarganya untuk bersilaturahmi dengan keluarga Hima, bagaimanapun mereka harus menyelesaikan pembicaraan yang pernah dulu pernah tersampaikan.Awan hitam yang berkumpul sedari tadi sudah mulai berubah menjadi rintik hujan, dua keluarga sedang berkumpul di ruang tamu keluarga Hima, Farhan tertunduk, begitupun dengan Hima, setelah Pak burhan selesai berbasa-basi dengan keluarga Hima, kini giliran Farhan dipersilahkan untuk bicara."Sebelumnya saya mohon maaf pada keluarga bapak Syahrul sekeluarga selaku orang tua dari Hima, dan juga pada keluarga saya, sebenarnya saya berat mengambil keputusan ini, tapi demi Allah bukan karena ada kekurangan atau kesalahan dari Hima, tetapi ini murni karena kesalahan saya, yang tidak bicara jujur sedari awal jika saya mempunyai seseorang yang saya harapkan bisa menjadi pendamping hidup hingga akhir hayat."Farhan semakin menunduk, tak ada

    Last Updated : 2021-01-14
  • Di ujung penantian   Ketika bersama Hima

    Erlangga tiba-tiba saja merasa gugup di duduk bersebelahan dengan Hima, padahal tak seperti ini dulu rasanya ketika ia masih bersama dengan Sari, atau mungkin karena dia telah mengenal Sari sejak mereka masih remaja? Entahlah, namun Erlangga benar-benar merasa seolah dia sedang berhadapan dengan seseorang yang sangat istimewa, yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan entah mengapa baru kini ia sadari akan hal itu."Mas Erlangga kali yang punya pacar?" Tanya Hima dengan nada bercanda."Siapa yang mau sama laki-laki kere kayak aku ini?""Siapa bilang kamu kere? punya bengekel sendiri, punya karyawan, kayak gitu masak kere."Erlangga terkekeh, tak tahu mesti jawab apa . . . seharusnya dia memang tak sesederhana ini, jabatan sebagai direktur pernah ia pegang, namun ia harus melepas segalanya demi membela harga dirinya."Perempuan mana yang mau sama orang yang duitnya pas-pasan kayak aku ini Tho, Him?"Dalam hati Erlan

    Last Updated : 2021-01-14
  • Di ujung penantian   Pricilia

    Farhan memarkirkan mobilnya di parkiran stasiun tugu Yogyakarta, berdiri sebentar disamping mobil sekedar menyulut rokok yang terselip di jarinya, sekejap asap rkok mengepul dari bibir laki-laki bertubuh jangkung itu, menatap sekeliling lahan parkir yang luas lalu melangkah menuju pintu keluar stasiun untuk menunggu pujaan hatinya.Pricilia gadis keturunan Tionghoa yang berhasil memikat hatinya, menarik segala perhatiannya, Farhan sangat merindukan wanitanya, Ya wanitanya calon ibu bagi anak-anaknya.Tak berapa lama kereta yang membawa Pricilia dari Jakarta telah tiba, keluarlah perempuan cantik berhijab diantara rombongan para penumpang yang antri di pintu keluar.Farhan membuang rokoknya, dia terkesiap melihat penampakan yang begitu anggun dari pujaan hatinya, apa dia salah orang? Ayolah Farhan bahkan kalian lebih dari sekedar dekat mana mungkin kau salah mengenali orang."Pri . . .ci. .lia?" Farhan terbat

    Last Updated : 2021-01-14
  • Di ujung penantian   Cahaya Cinta

    Pricilia mengagumi sifat yang dimiliki oleh Hima, sosok gadis jawa yang sederhana tanpa banyak improvisasi dalam hidupnya. Setelah kemarin Pricilia bertemu dengan orang tua farhan, kini Ia di ajak oleh Farhan berkunjung ke rumah Hima, sesuai janjinya pada Hima Supaya Farhan mau mengenalkan sosok pricilia pada dirinya. Dan sekarang disinilah mereka diteras sederhana dengan bernuansa bunga dan tanaman hias yang merupakan hobi sebagian besar dari keluarga Hima."Aku sungguh tak percaya jika saat ini aku bisa bersama mas Farhan dan berada dikampung halamannya, bahkan keluarga Mas Farhan mau menerimaku apa adanya diriku, yang masih harus belajar banyak tentang agama, dan aku bertambah bahagia karena mempunyai teman baru sepertimu, Hima.""Akupun demikian, Lia, aku senang mempunyai seorang teman baru sepertimu, member ku inspirasi untuk harus lebih dekat pada Allah, malu rasanya kau yang notabene berasal dari agama lain, justru lebih rajin belajar dan mengerjakan perintah agam

    Last Updated : 2021-01-14
  • Di ujung penantian   Nada-nada cinta

    Hima menatap ponselnya yang tadi menyala karena seseorang yang terus saja menghubunginya, wajahnya ayunya berubah murung, moodnya yang ia bangunsusah payah agar bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik nyatanya runtuh karena nama yang berulang kali muncul di layar ponselnya.'Ardan' Laki-laki yang menyemai luka dihatinya, kembali dengan gombalan dan omongan palsu yang menyesakkan hatinya.Hima masih terus membiarkan laki-laki itu menghubunginya namun sengaja ia tak mau mengangkat telpon dari laki-laki tersebut. Sakit hati dan kecewa yang ia rasakan melebihi rasa cinta yang dulu ia berikan pada laki-laki itu, hingga kini walau Ardan menangis darah sekalipun tak kan pernah membuat hatinya luluh.Hingga bel pulang sekolah pulang, Hima membereskan buku acuan mengajarnya dan mengambil tas yang tersampir di belakang kursinya.Mengenakan helm lalu menstater motor matic miliknya menuju ke sebuah gerai makanan cepat saji yang tak jauh dari sekolah, Erlangga tak senga

    Last Updated : 2021-02-18
  • Di ujung penantian   Awal Penantian

    Awan mendung menyelimuti sebagian kota Jogja di sore itu. Erlangga menaiki motornya dengan Joko berada dibelakang membonceng dengan menggunakan sarung."Ngga, jangan ngebut-ngebut, maghrib masih lama." Joko mengingatkan Erlangga untuk tidak melaju kencang di jalanan."Ya Allah, Jok. Yang ngebut tuh siapa, kamu dibawa kecepatan 60 km/jam udah rewel kayak anak perawan minta di nikahin aja, Jok." Ujar Erlangga pada Joko."Bukan gitu, Ngga. Aku belum nemu gadis cantik dan kaya untuk aku nikahin lho. Eman-eman muka gantengku ini kalau mati muda belum menikah, Ngga."Erlangga tertawa terbahak mendengar ucapan dari sahabat semprulnya itu. "Aduh Jok…Jok…kalau emang ganteng ga mungkin si Evi dulu nolak kamu mentah-mentah, dah kayak orang Jepang yang doyannya mentah-mentah.""Sembarangan kamu itu, Ngga. Bukan nya Evi yang nolak aku, tapi aku yang ga mau sama dia, buadannya itu nyeremin.""Nyeremin apanya? Badan seksi gitu kok dibilang nyeremin.""Elaah

    Last Updated : 2021-02-22

Latest chapter

  • Di ujung penantian   Antara Ikhlas dan Pasrah

    Satu minggu sudah acara pertunangan Hima dan Angger berlalu. Namun Hima masih menjaga jarak dan bahkan menghindari Angger, setiap kali Angger datang ke rumah Hima selalu berpura – pura tidur atau bahkan memang Ia sudah terlelap di dalam kamarnya.Hima masih enggan menemui Angger walau apapun alasannya, sampai mala mini Angger datang ke rumahnya dan Hima yang sedang banyak pekerjaan dan harus segera di selesaikan membuat Ia tak mungkin untuk pura – pura tidur.“Hima.” Panggil Ibu.“Ya bu.” Sahut Hima yang masih sibuk dengan laptop dan lembaran kertas di hadapannya.“Ada Angger di depan.” Ibu duduk di tepi ranjang Hima. Manik matanya menatap lembut pada sang putri yang sedang sibuk sibuk di kursi kerjanya.“Sebentar bu, ini harus selesai besok pagi.” Sahut Hima tanpa menoleh pada sang Ibu.Ibu hanya menghela nafas panjang, Ia tahu walau tak ada pekerjaan pu

  • Di ujung penantian   Penyesalan Aziz

    Siapakah dia yang mampu meruntuhkan rasa setiamu padaku, siapakah dia yang mampu mengalihkan duniamu untukku? Siapa kah dia yang mampu mencuri kerinduan di tiap detik sanubariku? Kata – kata itu yang kini berkecamuk di dalam pikiran Erlangga. Memikirkan gadisnya yang jauh disana dan mungkin tak aka nada lagi harapan baginya untuk mendapatkan gadisitu. “Hima, beginikah akhir dari perjuanganku untukmu? Atau sebenarnya aku belum memulai perjuangan ku? Maafkan aku Hima, pasti kau tersiksa saat ini, namun apa yang bisa aku lakukan selain mendoakanmu, mengharapkan kebahagiaan untukmu.” “HIma…” Erlangga menelungkupkan kepalanya diatas pagar balkon. Kepalanya dipenuhi permasalahan yang begitu pelik mulai dari masalah perusahaan hingga masalah hatinya sendiri yang seakan ditusuk ribuan pisau mendengar jika Hima melakukan prosesi lamaran oada malam ini. DrrrrTTtttt Ponsel Erlangg

  • Di ujung penantian   Kegalauan Melanda Hati

    Matahari terbenam di ufuk barat, menandakan hari yang akan segera berganti. Burung – burung dan binatang malam mulai mengeliat siap untuk memulai petualangan mereka.Bersujud dengan khusuk meminta ampunan di setiap dosa yang kita lakukan, dan memohon segala kemudahan dari Allah, itulah yang di lakukan Hima saat ini. Mencoba merayu Tuhan dengan segenap janji dan kepasrahan untuk lebih berdekatan dengan sang khalik.“Him…” Panggil sang Ibu dari balik pintu kamarnya.“Njih Bu.”“Kamu sudah selesai sholat?”“Sudah, Bu.”“Ya sudah gantian sama Ibu ya, Ibu mau sholat dulu itu teh nya belum di seduh.”“Ya bu, sebentar Hima keluar,”“Yowes Ibu tak sholat dulu.”Hima lalu meletakkan mukena yang baru saja Ia lipat ke tempat semula. Perlahan Ia keluar dari kamar lalu menuju ke dapur tempat diman

  • Di ujung penantian   Firasat hati

    “Him, kamu serius mau menerima lamarannya Angger?” Hima menatap kosong, jemari lentiknya hanya mengaduk minuman es jeruk yang ada di hadapannya. “Him!” Lagi, sahabatnya yang diajak bertemu di warung soto dekat sekolah tempatnya mengajar memanggil namanya, Hima terlalu larut dalam pikirannya sendiri hingga Ia tak mendengarkan apa yang ditanyakan oleh sahabat dekatnya itu. “Eh! Maaf Rin.” Sahut Hima penuh penyesalan. Rindu memutar bola matanya malas, “Jadi kamu beneran mau nerima lamaran dari Angger?” Rindu mengulang pertanyaannya pada Hima. “Lalu aku harus bagai mana? Aku sudah sering menolak permintaan Ibu dan Bapak. Aku tidak bisa membuat mereka kecewa lagi.” “Tapi kamu membuat dirimu kecewa Hima, mungkin juga Erlangga… bukankah kau diminta untuk menunggunya? Laki – laki yang tempo hari kamu ceritakan padaku itu, benarkan? Sebenarnya bagai mana perasaanmu sama dia?” Berondongan pertanyaan da

  • Di ujung penantian   Keputusan Hima

    Maaf para pembacaku, terlalu lama Hiatus, semoga mulai hari ini bisa updates tiap hari ya.. terimakasih untuk yang masih setia menunggu cerita abal - abalku ini.*******Duduk bersimpuh disepertiga malam, menangisdan meratap penuh kepiluan, mencurahkan segala sesak di hatinya yang kian mencekik seolah menjerat lehernya untuk berhenti bernafas.Hima terus bermunajat, mengharap segala yang terbaik untuk kehidupannya kelak. Lelehan air mata tak bisa Ia bendung, hanya meluncur begitu saja tanpa dapat ia duga dan ia cegah.“Ya Allah berikan hamba petunjuk, keputusan apa yang harus hamba ambil, sesungguhnya hanya Engkau yang mengetahui segala kebimbangan dan keraguan di hati hamba.” Hima mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan lalu melepas sajadahnya dan meletakkan kembali ke tempat semula.Ditempat lain, Erlangga pun melakukan hal yang

  • Di ujung penantian   Awal Perjuangan

    “Hima, Tunggulah aku.” Ucap Erlangga sebelum Ia keluar dari ruang makan rumah Hima.Kata-kata itu selalu terngiang di dalam benak Hima, entah apa maksud dari Erlangga mengucapkan kata-kata itu namun Ia yakin Erlangga tak pernah main-main dengan apa yang Ia ucapkan.Hima kembali larut dalam pekerjaannya mengoreksi hasil ujian semester anak didiknya. Ia mengacuhkan hatinya yang masih ingin terlarut dalam ucapan bak sihir yang di ucapkan oleh Erlangga.“Ya Allah jagalah hati hamba.” Doa Hima di dalam hati.Berbeda dengan Hima, Erlangga sedang berkemas menuju kota Jakarta untuk mengecek kondisi perusahaan milik orang tuanya yang sedang dalam masalah.Sungguh Erlangga tak ingin usaha yang di rintis keluarganya hancur hanya karena kesalahan kakaknya yang tamak dan sombong.“Jok, kamu bener tidak mau ikut aku ke Jakarta?”Joko mengeleng,

  • Di ujung penantian   Perjuangan 1

    Erlangga keluar dari taksi lalu masuk ke lobby utama gedung apartemen mewah di tengah kota Jakarta, tangannya merogoh saku celana lalu menghubungi awan saudara sepupunya."Assalamualaikum, Wan. Aku dibawah." Kata Erlangga tanpa menunggu jawaban salam dari sepupunya itu."Waalaikumsalam, kamu langsung naik keatas aja, sandi masih sama seperti dulu belum pernah aku ganti, aku lagi keluar sebentar.""Oke. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Erlangga bergegas memasuki lift yang kebetulan sedang terbuka, lalu berdiri diam sambil membawa koper miliknya.Tak lama kemudian Ia telah sampai di lantai tempat apartemen Awan berada. Erlangga keluar dengan segera dan langsung menuju ke ruang apartemen milik awan dipojok bangunan.Setelah memasukkan nomor sandi, pintu aoartemen mewah itu akhirnya terbuka, Erlangga langsung masuk ke dalamnya dan menuju salah satu kamar milik awan, yang sering Ia gunakan setiap kali Ia menginap di apartemen milik sepupunya in

  • Di ujung penantian   Antara aku, kamu dan dia 2

    Masih dengan rindu yang sama, masih dengan tatapan cinta yang sama. Merengkuh detik-detik yang terasa hampa tanpa hadirnya sosok yang Ia rindu hadir memeluk jiwa yang mengersang. Mengukir waktu yang kian berdebu, tak terjamah kehangatan bercumbu. Impian yang tergantung di ujung malam, melabuh angan dan harapan di penghujung doa disepertiga malam. Erlangga duduk bersimpuh di atas sajadah panjang, setelah melihat wajah Hima dari ponsel, membuat rindu yang menggunung sedikit terobati, walau ada keresahan dank e khawatiran yang mendalam akibat melihat sang pujaan merintih sakit. “Ya Allah, jagalah dia selalu, berilah dia keselamatan dimanapun dia berada, dan dekatkan hati kami jika memang kami berjodoh ya Allah, namun jauhkan lah jika memang kami tidak berjodoh.” Doa Erlangga di setiap sholatnya. “Pak Bos.” Panggil Yoga saat melihat Erlangga sedang melipat sajadahnya. “Ada apa Yoga?” Tanya Erlangga sambil menoleh pada asisten set

  • Di ujung penantian   Antara kamu dan dia 1

    Hima menatap ke arah jalanan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan bermotor, dia sedang berdiri di taman sekolah yang berbatasan langsung dengan jalan raya. Entah mengapa akhir-akhir ini rasa rindunya semakin besar pada sosok laki-laki bernama Erlangga, tak dapat Ia pungkiri jika Ia memang menyukai laki-laki itu, Ia memang mencintainya. Salahkah? Tidak ada yang salah dalam hal cinta, karena cinta tak memandang status sosial atau kedudukan seseorang. Cinta adalah sebuah rasa yang kuat untuk menyayangi, melindungi dan rasa ingin memiliki.Desiran angin di siang itu menyibak rasa rindu yang kian menyeruak, Hima menarik nafas panjang, kedua lengannya bertumpu pada pagar pembatas antara sekolah dan jalan raya.“Hai, Nglamun aja.” Sapa Alfa dari belakang Hima.Hima menoleh ke belakang, dilihatnya sahabatnya, Alfa. Yang juga ikut berdiri dipinggir pagar .“Kamu kenapa, Him. Aku lihat akhir-akhir ini kamu sering melamun, dan lebih banyak diam.” Kata Alfa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status