Beranda / Romansa / Di ujung penantian / Dua jalan yang berbeda

Share

Dua jalan yang berbeda

Penulis: Rindhu_ughi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-01-14 17:30:30

Hima menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Erlangga.

"Eh, Mba Hima apa kabar?" Tanya Joko sambil mengusap wajahnya yang terkena tetesan air hujan.

"Alhamdulilah baik, Mas Joko."

"Ayo masuk mba, hujannya bertambah deras,"

Hima menatap ke arah Joko, tapi mendadak perhatiannya teralihkan oleh seseorang yang sedang keluar dari mobil yang terparkir di sebrang rumah Erlangga.

'Nurul' Gumam Hima.

Tanpa memperdulikan hujan yang mengucur deras Hima berlari kearah mobil itu, dan berhenti tepat di depan perempuan yang ia panggil dengan sebutan Nurul.

Erlangga dan Joko mematung melihat aksi tak terduga yang dilakukan Hima.

Hima terengah, manik matanya menyusuri setiap jengkal tubuh Nurul yang kini berdiri di hadapannya. Hima menarik nafas panjang melihat Nurul dengan penampilan yang berlawanan dengan apa yang sering ia kenakan dulu. Pakaian minim dan tak lagi berjilbab. Hima menyeka wajahnya yang terkena guyuran hujan, kemudian dengan pelan dia berkata;

"Ibu mu merindukanmu, dia mencarimu kemana-mana, sebaiknya kamu pulang, jangan membuat masalah lagi."

Nurul terkejut, namun kemudian dia tertawa sinis.

"Untuk apa aku pulang? tidak ada gunanya, lagipula aku bukan anak kecil lagi, aku baik-baik saja kan? kamu lihat keadaanku. sehat-sehat sajakan? bahkan aku merasa lebih baik sekarang!."

"Badanmu sehat, tapi otak mu mulai tidak waras,"

"Aku tidak bisa pulang sekarang."

"Demi Allah, Rul. kasihanilah Ibumu. Lupakan semua yang sudah terjadi."

"Allah?! Demi Allah? kenapa harus demi Dia?Tanyakan pada Allah, Him! Kenapa Dia membuat hidupku hancur padahal aku sudah menyembahnya menjalankan semua perintahnya? Mana bukti kalau Allah itu Maha pengasih dan penyayang pada hambanya."

"Astagfirullahaladzim, kamu benar-benar sudah tidak waras, kata-katamu tidak mencerminkan orang yang beragama. bahkan orang gila dijalanan lebih tinggi derajatnya dari orang seperti dirimu yang tahu agama dan bewawasan luas tapi melupakan kebesaran Tuhannya. Kaulah orang gila sesungguhnya."

Erlangga baru tersadar jika Hima tak membawa payung, tubuhnya sudah bayah kuyup terkena guyuran hujan. Erlangga masuk kedalam rumah dan segera keluar sambil membawa payung dan sebuah jaket. Joko ternganga melihat sahabatnya berlari sambil membawa payung di bawah guyuran hujan. Tepat ketiaka Erlangga sampai, Nurul kembali masuk ke dalam mobil dan segera melajukan mobilnya.

Hima menekuk lutut dengan pandangan yang terarah pada mobil yang dikendarai Nurul. Rasa dingin di tubuhnya tak lagi ia rasakan, tubuhnya bergetar dan isakan terdengar lirih tersamarkan oleh gemuruh hujan. Lama Hima terdiam menundukkan kepalanya dalam-dalam hingga tak ia sadari tubuhnya tak lagi terkena guyuran, dia menoleh ke samping kemudian menengadahkan wajahnya, dilihatnya Erlangga yang tersenyum kepadanya, Hima membalas dengan senyum getir.

"Semakin lama kamu berdiam disini, aku yakin kamu tidak akan bisa bangun esok hari, atau lebih parahnya kau akan masuk rumah sakit karena demam tinggi."

Lagi, Hima tersenyum dan perlahan mulai bangkit dan berdiri sejajar dengan Erlangga.

"Maaf aku merepotkanmu lagi."

"Ayo kita masuk ke rumah, maka aku akan memaaf kanmu."

Hima mengangguk pelan.

"Pakai ini, pakaianmu basah."

Hima meraih jaket yang disodorkan kepadanya, tak ada pilihan lain kecuali memakai jaket itu untuk menutupi lekuk tubuhnya yang basah terkena air hujan.

Sampai diteras langkah Hima terhenti, Erlangga spontan menatapnya.

"Ayo masuk, ada Joko juga didalam."

"Basah. Disini saja."

"Udah, masuk . . .!"

Hima tak enak hati karena tetesan air mengucur terus dari pakaiannya hingga membasahi lantai yang ia pijak. Joko berlari ke pintu dan memberikan handuk pada Erlangga dan Hima.

Joko masuk kembali kedapur untuk mengambil teh panas yang sudah ia buat kemudian menyuguhkannya ke ruang tamu.

Hima duduk di kursi kayu yang tak jauh dari pintu, Erlangga dan Joko duduk di sofa ruang tamu sambil menyesap teh mereka.

"Maafkan saya,"

"Minum tehnya dulu, biar ga masuk angin." Ucap Erlangga.

Hima patuh kemudian menyesap tehnya perlahan.

"Maaf kalau boleh tahu, mbak Hima kenal dengan istrinya Mas Irfan?" Tanya Joko.

"Istri?" Tanya Hima sedikit terkejut.

"Iya, setahu ku dia memang istrinya Mas Irfan yang tinggal disebrang ruamahku itu, walau mereka sepertinya jarang pulang ke ruamah itu."

Hima menunduk setelah mendengarkan apa yang dikatakan Erlangga. Hima tidak menyangka bahwa sahabatnya akan bertindak sejauh ini, pergi dari rumah dan menikah secara diam-diam, bahkan dia sangat yakin jika ibunya tak mengetahui perihal pernikahannya.

Hening, tak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan suara, Erlangga dan Joko hanya saling menatap karena tak mengerti dengan permasalahan antara Hima dan Nurul.

-----------------------

"Perempuan seperti apa yang menjadi kekasihmu? kenapa kamu ga bilang dari dulu kalo kamu sudah punya kekasih? jadi bapak ndak jodohin kamu sama Hima, sekarang gimana bapak harus menyampaikan ini pada sahabat bapak?"

"Maafkan Farhan, Pak. Tapi saya dan Hima sudah sepakat untuk tidak melanjutkan perjodohan ini."

"Bawa dulu kekasihmu kemari, bapak mau tahu, kalau memang dia gadis baik, bapak akan mempertimbangkannya."

"Injih, pak. Saya akan menyuruhnya datang kemari."

"Ya sudah, Bapak mau istirahat dulu."

"Injih, Pak."

Farhan menyandarkan punggungnya dikursi rotan, hatinya semakin berdebar mengingat perkataan bapaknya. Bagaimana jika bapaknya bertemu dengan Pricilia yang keturunan Tionghoa? Farhan mendesah berat, mengingat dia tidak menyampaikan pada bapaknya, jika Pricilia adalah nonmuslim?

Farhan tak mengetahui jauh disana Pricilia sedang merasakan kesakitan diseluruh tubuhnya, ayahnya yang seorang kristiani yang selalu terpaut dengan gereja kini tengah murka karena anak perempuannya yang selama ini ia kenal sebagai pribadi yang dekat dengan tuhan dan menjadi aktifis gereja justru berpaling dari agama yang selama ini di anutnya. 

Pricilia secara berani dan terang-terangan mengaku bahwa dia kini menjadi seorang mualaf, dengan tega ayahnya mengusir Pricilia dari rumah dan mencoret namanya dari daftar keluarga.

Pricilia keluar dari rumah, menyeret koper berwarna hitam dengan langkah tertahan, terkadang dia menoleh kebelakang, menatap gerbang khas tionghoa yang kini tertutup rapat. 

"Ya Allah, kuat kan hati hamba, dan tunjukkanlah kemana kaki hamba harus melangkah."

Disaat kegetiran melanda hatinya, hanya satu yang ia harapkan akan ada disisinya, Farhan . .  . laki-laki yang sangat ia cintai, ayah dari bayi yang kini tengah ia kandung. Dan apa yang dia harapkan terkabul tatkala dia menerima pesan dari Farhan untuk menyusulnya ke Yogyakarta. Dengan berucap hamdalah dia melangkah dengan langkah penuh keyakinan, menuju stasiun dan berangkat ke Yogyakarta.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
terkadang manusia menyalahkan Tuhan kalau hidupnya gak kebeneran dikit. padahal kan itu ujian dari Tuhan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Di ujung penantian   Pertemuan Dua Keluarga

    Setelah berunding dengan Hima, akhirnya Farhan memutuskan untuk mengajak keluarganya untuk bersilaturahmi dengan keluarga Hima, bagaimanapun mereka harus menyelesaikan pembicaraan yang pernah dulu pernah tersampaikan.Awan hitam yang berkumpul sedari tadi sudah mulai berubah menjadi rintik hujan, dua keluarga sedang berkumpul di ruang tamu keluarga Hima, Farhan tertunduk, begitupun dengan Hima, setelah Pak burhan selesai berbasa-basi dengan keluarga Hima, kini giliran Farhan dipersilahkan untuk bicara."Sebelumnya saya mohon maaf pada keluarga bapak Syahrul sekeluarga selaku orang tua dari Hima, dan juga pada keluarga saya, sebenarnya saya berat mengambil keputusan ini, tapi demi Allah bukan karena ada kekurangan atau kesalahan dari Hima, tetapi ini murni karena kesalahan saya, yang tidak bicara jujur sedari awal jika saya mempunyai seseorang yang saya harapkan bisa menjadi pendamping hidup hingga akhir hayat."Farhan semakin menunduk, tak ada

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-14
  • Di ujung penantian   Ketika bersama Hima

    Erlangga tiba-tiba saja merasa gugup di duduk bersebelahan dengan Hima, padahal tak seperti ini dulu rasanya ketika ia masih bersama dengan Sari, atau mungkin karena dia telah mengenal Sari sejak mereka masih remaja? Entahlah, namun Erlangga benar-benar merasa seolah dia sedang berhadapan dengan seseorang yang sangat istimewa, yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan entah mengapa baru kini ia sadari akan hal itu."Mas Erlangga kali yang punya pacar?" Tanya Hima dengan nada bercanda."Siapa yang mau sama laki-laki kere kayak aku ini?""Siapa bilang kamu kere? punya bengekel sendiri, punya karyawan, kayak gitu masak kere."Erlangga terkekeh, tak tahu mesti jawab apa . . . seharusnya dia memang tak sesederhana ini, jabatan sebagai direktur pernah ia pegang, namun ia harus melepas segalanya demi membela harga dirinya."Perempuan mana yang mau sama orang yang duitnya pas-pasan kayak aku ini Tho, Him?"Dalam hati Erlan

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-14
  • Di ujung penantian   Pricilia

    Farhan memarkirkan mobilnya di parkiran stasiun tugu Yogyakarta, berdiri sebentar disamping mobil sekedar menyulut rokok yang terselip di jarinya, sekejap asap rkok mengepul dari bibir laki-laki bertubuh jangkung itu, menatap sekeliling lahan parkir yang luas lalu melangkah menuju pintu keluar stasiun untuk menunggu pujaan hatinya.Pricilia gadis keturunan Tionghoa yang berhasil memikat hatinya, menarik segala perhatiannya, Farhan sangat merindukan wanitanya, Ya wanitanya calon ibu bagi anak-anaknya.Tak berapa lama kereta yang membawa Pricilia dari Jakarta telah tiba, keluarlah perempuan cantik berhijab diantara rombongan para penumpang yang antri di pintu keluar.Farhan membuang rokoknya, dia terkesiap melihat penampakan yang begitu anggun dari pujaan hatinya, apa dia salah orang? Ayolah Farhan bahkan kalian lebih dari sekedar dekat mana mungkin kau salah mengenali orang."Pri . . .ci. .lia?" Farhan terbat

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-14
  • Di ujung penantian   Cahaya Cinta

    Pricilia mengagumi sifat yang dimiliki oleh Hima, sosok gadis jawa yang sederhana tanpa banyak improvisasi dalam hidupnya. Setelah kemarin Pricilia bertemu dengan orang tua farhan, kini Ia di ajak oleh Farhan berkunjung ke rumah Hima, sesuai janjinya pada Hima Supaya Farhan mau mengenalkan sosok pricilia pada dirinya. Dan sekarang disinilah mereka diteras sederhana dengan bernuansa bunga dan tanaman hias yang merupakan hobi sebagian besar dari keluarga Hima."Aku sungguh tak percaya jika saat ini aku bisa bersama mas Farhan dan berada dikampung halamannya, bahkan keluarga Mas Farhan mau menerimaku apa adanya diriku, yang masih harus belajar banyak tentang agama, dan aku bertambah bahagia karena mempunyai teman baru sepertimu, Hima.""Akupun demikian, Lia, aku senang mempunyai seorang teman baru sepertimu, member ku inspirasi untuk harus lebih dekat pada Allah, malu rasanya kau yang notabene berasal dari agama lain, justru lebih rajin belajar dan mengerjakan perintah agam

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-14
  • Di ujung penantian   Nada-nada cinta

    Hima menatap ponselnya yang tadi menyala karena seseorang yang terus saja menghubunginya, wajahnya ayunya berubah murung, moodnya yang ia bangunsusah payah agar bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik nyatanya runtuh karena nama yang berulang kali muncul di layar ponselnya.'Ardan' Laki-laki yang menyemai luka dihatinya, kembali dengan gombalan dan omongan palsu yang menyesakkan hatinya.Hima masih terus membiarkan laki-laki itu menghubunginya namun sengaja ia tak mau mengangkat telpon dari laki-laki tersebut. Sakit hati dan kecewa yang ia rasakan melebihi rasa cinta yang dulu ia berikan pada laki-laki itu, hingga kini walau Ardan menangis darah sekalipun tak kan pernah membuat hatinya luluh.Hingga bel pulang sekolah pulang, Hima membereskan buku acuan mengajarnya dan mengambil tas yang tersampir di belakang kursinya.Mengenakan helm lalu menstater motor matic miliknya menuju ke sebuah gerai makanan cepat saji yang tak jauh dari sekolah, Erlangga tak senga

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-18
  • Di ujung penantian   Awal Penantian

    Awan mendung menyelimuti sebagian kota Jogja di sore itu. Erlangga menaiki motornya dengan Joko berada dibelakang membonceng dengan menggunakan sarung."Ngga, jangan ngebut-ngebut, maghrib masih lama." Joko mengingatkan Erlangga untuk tidak melaju kencang di jalanan."Ya Allah, Jok. Yang ngebut tuh siapa, kamu dibawa kecepatan 60 km/jam udah rewel kayak anak perawan minta di nikahin aja, Jok." Ujar Erlangga pada Joko."Bukan gitu, Ngga. Aku belum nemu gadis cantik dan kaya untuk aku nikahin lho. Eman-eman muka gantengku ini kalau mati muda belum menikah, Ngga."Erlangga tertawa terbahak mendengar ucapan dari sahabat semprulnya itu. "Aduh Jok…Jok…kalau emang ganteng ga mungkin si Evi dulu nolak kamu mentah-mentah, dah kayak orang Jepang yang doyannya mentah-mentah.""Sembarangan kamu itu, Ngga. Bukan nya Evi yang nolak aku, tapi aku yang ga mau sama dia, buadannya itu nyeremin.""Nyeremin apanya? Badan seksi gitu kok dibilang nyeremin.""Elaah

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-22
  • Di ujung penantian   Awal Perjuangan

    “Hima, Tunggulah aku.” Ucap Erlangga sebelum Ia keluar dari ruang makan rumah Hima.Kata-kata itu selalu terngiang di dalam benak Hima, entah apa maksud dari Erlangga mengucapkan kata-kata itu namun Ia yakin Erlangga tak pernah main-main dengan apa yang Ia ucapkan.Hima kembali larut dalam pekerjaannya mengoreksi hasil ujian semester anak didiknya. Ia mengacuhkan hatinya yang masih ingin terlarut dalam ucapan bak sihir yang di ucapkan oleh Erlangga.“Ya Allah jagalah hati hamba.” Doa Hima di dalam hati.Berbeda dengan Hima, Erlangga sedang berkemas menuju kota Jakarta untuk mengecek kondisi perusahaan milik orang tuanya yang sedang dalam masalah.Sungguh Erlangga tak ingin usaha yang di rintis keluarganya hancur hanya karena kesalahan kakaknya yang tamak dan sombong.“Jok, kamu bener tidak mau ikut aku ke Jakarta?”Joko mengeleng,

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-04
  • Di ujung penantian   Perjuangan 1

    Erlangga keluar dari taksi lalu masuk ke lobby utama gedung apartemen mewah di tengah kota Jakarta, tangannya merogoh saku celana lalu menghubungi awan saudara sepupunya."Assalamualaikum, Wan. Aku dibawah." Kata Erlangga tanpa menunggu jawaban salam dari sepupunya itu."Waalaikumsalam, kamu langsung naik keatas aja, sandi masih sama seperti dulu belum pernah aku ganti, aku lagi keluar sebentar.""Oke. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Erlangga bergegas memasuki lift yang kebetulan sedang terbuka, lalu berdiri diam sambil membawa koper miliknya.Tak lama kemudian Ia telah sampai di lantai tempat apartemen Awan berada. Erlangga keluar dengan segera dan langsung menuju ke ruang apartemen milik awan dipojok bangunan.Setelah memasukkan nomor sandi, pintu aoartemen mewah itu akhirnya terbuka, Erlangga langsung masuk ke dalamnya dan menuju salah satu kamar milik awan, yang sering Ia gunakan setiap kali Ia menginap di apartemen milik sepupunya in

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-04

Bab terbaru

  • Di ujung penantian   Antara Ikhlas dan Pasrah

    Satu minggu sudah acara pertunangan Hima dan Angger berlalu. Namun Hima masih menjaga jarak dan bahkan menghindari Angger, setiap kali Angger datang ke rumah Hima selalu berpura – pura tidur atau bahkan memang Ia sudah terlelap di dalam kamarnya.Hima masih enggan menemui Angger walau apapun alasannya, sampai mala mini Angger datang ke rumahnya dan Hima yang sedang banyak pekerjaan dan harus segera di selesaikan membuat Ia tak mungkin untuk pura – pura tidur.“Hima.” Panggil Ibu.“Ya bu.” Sahut Hima yang masih sibuk dengan laptop dan lembaran kertas di hadapannya.“Ada Angger di depan.” Ibu duduk di tepi ranjang Hima. Manik matanya menatap lembut pada sang putri yang sedang sibuk sibuk di kursi kerjanya.“Sebentar bu, ini harus selesai besok pagi.” Sahut Hima tanpa menoleh pada sang Ibu.Ibu hanya menghela nafas panjang, Ia tahu walau tak ada pekerjaan pu

  • Di ujung penantian   Penyesalan Aziz

    Siapakah dia yang mampu meruntuhkan rasa setiamu padaku, siapakah dia yang mampu mengalihkan duniamu untukku? Siapa kah dia yang mampu mencuri kerinduan di tiap detik sanubariku? Kata – kata itu yang kini berkecamuk di dalam pikiran Erlangga. Memikirkan gadisnya yang jauh disana dan mungkin tak aka nada lagi harapan baginya untuk mendapatkan gadisitu. “Hima, beginikah akhir dari perjuanganku untukmu? Atau sebenarnya aku belum memulai perjuangan ku? Maafkan aku Hima, pasti kau tersiksa saat ini, namun apa yang bisa aku lakukan selain mendoakanmu, mengharapkan kebahagiaan untukmu.” “HIma…” Erlangga menelungkupkan kepalanya diatas pagar balkon. Kepalanya dipenuhi permasalahan yang begitu pelik mulai dari masalah perusahaan hingga masalah hatinya sendiri yang seakan ditusuk ribuan pisau mendengar jika Hima melakukan prosesi lamaran oada malam ini. DrrrrTTtttt Ponsel Erlangg

  • Di ujung penantian   Kegalauan Melanda Hati

    Matahari terbenam di ufuk barat, menandakan hari yang akan segera berganti. Burung – burung dan binatang malam mulai mengeliat siap untuk memulai petualangan mereka.Bersujud dengan khusuk meminta ampunan di setiap dosa yang kita lakukan, dan memohon segala kemudahan dari Allah, itulah yang di lakukan Hima saat ini. Mencoba merayu Tuhan dengan segenap janji dan kepasrahan untuk lebih berdekatan dengan sang khalik.“Him…” Panggil sang Ibu dari balik pintu kamarnya.“Njih Bu.”“Kamu sudah selesai sholat?”“Sudah, Bu.”“Ya sudah gantian sama Ibu ya, Ibu mau sholat dulu itu teh nya belum di seduh.”“Ya bu, sebentar Hima keluar,”“Yowes Ibu tak sholat dulu.”Hima lalu meletakkan mukena yang baru saja Ia lipat ke tempat semula. Perlahan Ia keluar dari kamar lalu menuju ke dapur tempat diman

  • Di ujung penantian   Firasat hati

    “Him, kamu serius mau menerima lamarannya Angger?” Hima menatap kosong, jemari lentiknya hanya mengaduk minuman es jeruk yang ada di hadapannya. “Him!” Lagi, sahabatnya yang diajak bertemu di warung soto dekat sekolah tempatnya mengajar memanggil namanya, Hima terlalu larut dalam pikirannya sendiri hingga Ia tak mendengarkan apa yang ditanyakan oleh sahabat dekatnya itu. “Eh! Maaf Rin.” Sahut Hima penuh penyesalan. Rindu memutar bola matanya malas, “Jadi kamu beneran mau nerima lamaran dari Angger?” Rindu mengulang pertanyaannya pada Hima. “Lalu aku harus bagai mana? Aku sudah sering menolak permintaan Ibu dan Bapak. Aku tidak bisa membuat mereka kecewa lagi.” “Tapi kamu membuat dirimu kecewa Hima, mungkin juga Erlangga… bukankah kau diminta untuk menunggunya? Laki – laki yang tempo hari kamu ceritakan padaku itu, benarkan? Sebenarnya bagai mana perasaanmu sama dia?” Berondongan pertanyaan da

  • Di ujung penantian   Keputusan Hima

    Maaf para pembacaku, terlalu lama Hiatus, semoga mulai hari ini bisa updates tiap hari ya.. terimakasih untuk yang masih setia menunggu cerita abal - abalku ini.*******Duduk bersimpuh disepertiga malam, menangisdan meratap penuh kepiluan, mencurahkan segala sesak di hatinya yang kian mencekik seolah menjerat lehernya untuk berhenti bernafas.Hima terus bermunajat, mengharap segala yang terbaik untuk kehidupannya kelak. Lelehan air mata tak bisa Ia bendung, hanya meluncur begitu saja tanpa dapat ia duga dan ia cegah.“Ya Allah berikan hamba petunjuk, keputusan apa yang harus hamba ambil, sesungguhnya hanya Engkau yang mengetahui segala kebimbangan dan keraguan di hati hamba.” Hima mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan lalu melepas sajadahnya dan meletakkan kembali ke tempat semula.Ditempat lain, Erlangga pun melakukan hal yang

  • Di ujung penantian   Awal Perjuangan

    “Hima, Tunggulah aku.” Ucap Erlangga sebelum Ia keluar dari ruang makan rumah Hima.Kata-kata itu selalu terngiang di dalam benak Hima, entah apa maksud dari Erlangga mengucapkan kata-kata itu namun Ia yakin Erlangga tak pernah main-main dengan apa yang Ia ucapkan.Hima kembali larut dalam pekerjaannya mengoreksi hasil ujian semester anak didiknya. Ia mengacuhkan hatinya yang masih ingin terlarut dalam ucapan bak sihir yang di ucapkan oleh Erlangga.“Ya Allah jagalah hati hamba.” Doa Hima di dalam hati.Berbeda dengan Hima, Erlangga sedang berkemas menuju kota Jakarta untuk mengecek kondisi perusahaan milik orang tuanya yang sedang dalam masalah.Sungguh Erlangga tak ingin usaha yang di rintis keluarganya hancur hanya karena kesalahan kakaknya yang tamak dan sombong.“Jok, kamu bener tidak mau ikut aku ke Jakarta?”Joko mengeleng,

  • Di ujung penantian   Perjuangan 1

    Erlangga keluar dari taksi lalu masuk ke lobby utama gedung apartemen mewah di tengah kota Jakarta, tangannya merogoh saku celana lalu menghubungi awan saudara sepupunya."Assalamualaikum, Wan. Aku dibawah." Kata Erlangga tanpa menunggu jawaban salam dari sepupunya itu."Waalaikumsalam, kamu langsung naik keatas aja, sandi masih sama seperti dulu belum pernah aku ganti, aku lagi keluar sebentar.""Oke. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Erlangga bergegas memasuki lift yang kebetulan sedang terbuka, lalu berdiri diam sambil membawa koper miliknya.Tak lama kemudian Ia telah sampai di lantai tempat apartemen Awan berada. Erlangga keluar dengan segera dan langsung menuju ke ruang apartemen milik awan dipojok bangunan.Setelah memasukkan nomor sandi, pintu aoartemen mewah itu akhirnya terbuka, Erlangga langsung masuk ke dalamnya dan menuju salah satu kamar milik awan, yang sering Ia gunakan setiap kali Ia menginap di apartemen milik sepupunya in

  • Di ujung penantian   Antara aku, kamu dan dia 2

    Masih dengan rindu yang sama, masih dengan tatapan cinta yang sama. Merengkuh detik-detik yang terasa hampa tanpa hadirnya sosok yang Ia rindu hadir memeluk jiwa yang mengersang. Mengukir waktu yang kian berdebu, tak terjamah kehangatan bercumbu. Impian yang tergantung di ujung malam, melabuh angan dan harapan di penghujung doa disepertiga malam. Erlangga duduk bersimpuh di atas sajadah panjang, setelah melihat wajah Hima dari ponsel, membuat rindu yang menggunung sedikit terobati, walau ada keresahan dank e khawatiran yang mendalam akibat melihat sang pujaan merintih sakit. “Ya Allah, jagalah dia selalu, berilah dia keselamatan dimanapun dia berada, dan dekatkan hati kami jika memang kami berjodoh ya Allah, namun jauhkan lah jika memang kami tidak berjodoh.” Doa Erlangga di setiap sholatnya. “Pak Bos.” Panggil Yoga saat melihat Erlangga sedang melipat sajadahnya. “Ada apa Yoga?” Tanya Erlangga sambil menoleh pada asisten set

  • Di ujung penantian   Antara kamu dan dia 1

    Hima menatap ke arah jalanan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan bermotor, dia sedang berdiri di taman sekolah yang berbatasan langsung dengan jalan raya. Entah mengapa akhir-akhir ini rasa rindunya semakin besar pada sosok laki-laki bernama Erlangga, tak dapat Ia pungkiri jika Ia memang menyukai laki-laki itu, Ia memang mencintainya. Salahkah? Tidak ada yang salah dalam hal cinta, karena cinta tak memandang status sosial atau kedudukan seseorang. Cinta adalah sebuah rasa yang kuat untuk menyayangi, melindungi dan rasa ingin memiliki.Desiran angin di siang itu menyibak rasa rindu yang kian menyeruak, Hima menarik nafas panjang, kedua lengannya bertumpu pada pagar pembatas antara sekolah dan jalan raya.“Hai, Nglamun aja.” Sapa Alfa dari belakang Hima.Hima menoleh ke belakang, dilihatnya sahabatnya, Alfa. Yang juga ikut berdiri dipinggir pagar .“Kamu kenapa, Him. Aku lihat akhir-akhir ini kamu sering melamun, dan lebih banyak diam.” Kata Alfa

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status