Redita mengerjapkan matanya perlahan-lahan, kepalanya terasa begitu berat, tubuhnya terasa lemas tidak bertenaga. Redita kemudian tersentak luar biasa ketika sadar ia sedang tidur dengan sosok itu duduk di sebelahnya. Sontak ia bangkit dan mendapati Dokter Adnan tengah tidur dengan duduk bersandar tepat di sisinya.
Redita langsung pucat, bukan kah tadi dia sedang berada di ... astaga! Redita menepuk jidatnya dengan gemas. Samar-samar ia ingat diberi minuman yang begitu pahit dan terasa membakar tenggorokan oleh laki-laki bernama Rangga itu, dan sekarang bagaimana ia bisa berada di sini? Dengan sosok itu di sebelahnya?
Mendadak Redita tersentak untuk kesekian kali, ia meraba seluruh tubuhnya, utuh! Ia lantas menghela nafas panjang, matanya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tiga pagi itu.
Ia sontak menepuk gemas jidatnya, bagaimana bisa sih semua ini terjadi? Sudah bisa ia bayangkan bahwa sosok itu akan ngamuk karena Redita sudah melanggar dua perat
"Apakah orang itu saya, Re? Kamu cinta sama saya?"Redita tersentak, ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar itu, air matanya menitik, apa yang harus ia katakan sekarang? Adnan masih menggenggam tangannya erat, matanya masih begitu hangat dan lembut menatap ke dalam mata Redita. Adnan sudah tahu semuanya, lantas ia harus jawab apa sekarang? Apa yang harus dia katakan?"Jangan nangis, Re. Cukup kamu jawab!" guman Adnan lirih ketika Redita belum mau bersuara.Redita menyeka air matanya, kemudian menganggukkan kepalanya perlahan. Adnan kini yang tertegun di tempatnya duduk, jadi benar kalau gadis ini jatuh cinta kepadanya? Ia menatap dengan seksama gadis yang berurai air mata di hadapannya itu. Jadi semua itu benar dari dalam hati Redita? Bukan hanya racauan efek alkohol semata?"Beri saya alasan kenapa kamu mencintai saya, Re? Kenapa bukan Andaru?" tanya sosok itu masih menggenggam erat tangan Redita, jantungnya berdetak dua kali lebih kencang, takikardi
Adnan tersenyum ia membawa mobilnya pulang ke rumah. Hatinya bahagia luar biasa, ia macam anak SMA yang balik merasakan indahnya cinta. Redita punya perasaan yang sama dengan dirinya. Ia juga jatuh cinta pada Adnan, walaupun Adnan sudah tidak muda lagi, walaupun Adnan sudah beranak dua dan Redita masih lajang."Saya bahagia banget, Re bisa memiliki kamu, saya bahagia banget bisa dapetin cinta kamu, Sayang!" desis Adnan sambil tersenyum.Dan tugas Adnan sekarang adalah meyakinkan Edo dan Aldo tentang gadis yang ia pilih itu? Tentang calon mama tiri mereka? Yang faktanya bahkan lebih muda dari Edo? Mungkin terdengar seperti lelucion bahwa Adnan jatuh cinta dan hendak menikahi gadis yang bahkan selisih lima tahu dari Edo, namun apa boleh buat? Adnan tidak bisa membohongi perasaannya sendiri bahwa dia mencintai dan ingin menikahi gadis itu."Edo, Aldo, papa harap kalian semua bisa mengerti perasaan papa, kemauan papa dan pilihan papa."Tentu itu yang sekarang
“Halo,” guman Redita ketika smartphone miliknya berdering, ada panggilan dari Yanven.“Re ... kamu kemana sih? Aku panik cariin kamu? Maaf kemarin kalau aku terlalu lama kumpul sama temen-temen, kamu baik-baik aja kan?” tampak suara itu begitu khawatir.“Tenang dong, aku baik-baik saja nih. Aku nggak apa-apa kok, Ven!” Redita tersenyum, agaknya ia harus berterima kasih pada Yanven, karena dialah semua ini bisa terjadi bukan?“Serius? Nggak ada yang gangguin kamu kan semalam?” suara itu masih tampak begitu menginterupsi dirinya, membuat Redita rasanya ingin tertawa terbahak-bahak.“Nggak kok, kamu jangan terlalu khawatir gitu ah, aku baik-baik saja nih,” rasanya tidak perlu menceritakan apa yang Rangga lakukan bukan? Ia tidak bisa menjelaskan pada Yanven mengenai bagaimana kemudian ia bisa lolos dari bajingan itu. Bisa pingsan nanti temannya ini kalau tahu siapa laki-laki yang menjadi malaikan pen
Redita membaca satu persatu identitas yang tertulis di lembar-lembar laporan yang sekarang sudah ada di tangannya itu. Sesuai titah sang kekasih tadi, dia disuruh mengumpulkan dan membawa weekly report itu ke ruangan dia, bukan?"Ini weekly report-nya sudah semua kan?" Redita menatap beberapa orang yang berdiri di hadapannya itu."Sudah semua kak," jawab Adisti sambil tersenyum menggoda, mengundang gelak tawa anak-anak yang lain yang otomatis membuat wajah Redita sontak berubah masam."Bully terus, iya deh yang nggak pada ngulang Stase!" cibir Redita kesal pada teman satu angkatannya yang kali ini di rolling di bagian bedah itu."Bukan bully, faktanya yang paling lama di bagian bedah kan kamu," tambah Yosi sambil mengacungkan dua jarinya."Bodo, ngeselin semua!" Redita memanyunkan bibirnya ia melangkah keluar dari ruang koas dan bergegas menuju ruangan Adnan.Jantungnya berdegup kencang, ini kali pertama dia masuk keruangan itu dengan status
“Ven, bentar aku angkat telepon dulu!” Redita memberi kode kepada Yanven bahwa ia harus mengangkat panggilan itu, Yanven hanya mengangguk pelan, ia kemudian melangkah ke kamar mandi, ada sesuatu yang harus ia ganti sebelum sampai kemana-mana.“Hallo,” jawab Redita dingin.“Kamu di mana, Sayang? Saya tunggu di apartemen, pulanglah. Ada yang harus kita bicarakan segera,” guman suara itu dari seberang.“Maaf, belum bisa pulang,” jawab Redita ketus.“Perlu saya kesana jemput dan paksa kamu balik? Saya bisa lacak lokasi kamu saat ini juga!” ancam suara itu yang langsung dibalas dengan hempasan kasar nafas dari Redita.“Tidak usah repot-repot,” Redita masih enggan bermanis-manis dengan sosok itu, dasar! Nggak muda, nggak tua, semua laki-laki itu sama saja, buaya!“Pulanglah, jangan seperti anak kecil!” guman suara itu frustasi.“Oh jadi kayak anak keci
"Lakukan!"Redita kembali memagut bibir itu, sungguh ia tidak mengerti lagi, tubuhnya mengingnkan lebih daripada ini! Rasanya ia sudah tidak sanggup lagi menahan semua ini, panas tubuh dan gelayar itu benar-benar menyiksanya!Adnan mencoba melepaskan diri dari Redita, namun sayang gadis itu benar-benar berubah liar. Gairahnya sendiri sudah memuncak luar biasa. Ia sudah cukup lama bukan? Dan akhirnya Adnan lebih memilih menyerah kalah, ia sudah tidak sanggup melawan gairahnya sendiri.Dibalasnya pagutan itu dengan ganas, Redita yang minta bukan? Ia yang menantang Adnan bukan? Jadi jangan salahkan Adnan jika petang ini Redita harus bermadikan peluh dibawah kungkungan tubuhnya, Adnan sudah benar-benar tidak sanggup! Adnan balas menyerang, ia tidak mau kalah dari Redita, sore ini ia harus jadi pemenangnya.Cukup lama bibir meraka bertaut, hingga kemudian mereka sadar bahwa tubuh mereka sudah begitu polos. Tampak wajah Redita memerah luar biasa, dan itu
Adnan mengacak gemas rambutnya, ia duduk di sofa dengan nafas yang sudah mulai kembali normal. Keringatnya masih membasahi seluruh tubuh, setelah sekian lama puasa, akhirnya hari ini ia mendapatkan pelampiasan gairah yang begitu luar biasa. Nikmat itu kembali ia teguk, menuntaskan segala macam dahaga birahi yang membelenggu Adnan lima tahun ini.Dapat perawan? Mana pernah Adnan kira bahwa ia akan mendapatkan gadis yang masih perawan? Apakah ini suatu prestasi membanggakan? Tapi yang jelas Adnan merasa sangat beruntung dan cintanya pada Redita makin dalam.Adnan bangkit setelah memunguti pakaiannya yang berceceran, snelli-nya juga cuma tergeletak di sofa. Snelli yang menjadi saksi bisu apa yang sudah ia lakukan bersama mahasiswi Koas-nya tadi. Sebuah perbuatan yang seharusnya tidak mereka lakukan.Adnan bergegas melangkah masuk ke dalam kamar, dan tepat disaat yang sama, Redita keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah. Mata mereka bertemu
"Yud!" Adnan memburu langkah Yudha, menarik tangannya lalu membawa Yudha ke ruangannya. Kalau ke ruangan Yudha bisa gawat, ada Amanda kan pasti? Jadi rasanya tidak ada tempat aman lain selain ruang prakteknya."Eh ... eh ... ada apa sih Nan?" Yudha sedikit terkejut, ia menatap Adnan dengan seksama, ia mau dibawa dokter bedah itu kemana?"Aku mau ngomong sesuatu nih, ada waktu kan?" Adnan melepas genggaman tangan mereka, aneh juga kan kalau dilihat orang ia dan Yudha berjalan bergandengan tangan macam ini? Dikira ACDC nanti mereka, padahal Adnan masih normal, buktinya ia berhasil membuat Redita terkapar lemas berkali-kali kemarin"Soal apa?" tanya Yudha penasaran, kenapa sampai Adnan menyeretnya macam ini?"Soal Amanda," jawab Adnan serius.Yudha mengangguk pelan dan terus mengikuti langkah Adnan masuk ke dalam ruangannya. Poli masih sepi, belum jam buka poli, sehingga Yudha dan Adnan masih ada waktu sejenak untuk saling berbincang, membahas masalah