Dua hari yang lalu sebelum Lisa memutuskan untuk pergi ke kota, Gilang yang dinyatakan sudah sehat kembali lagi ke desa, setelah sempat dibawa pulang oleh orang tuanya ke kota pasca kecelakaan waktu itu.Dia sengaja kembali ke desa itu karena memang masih meninggalkan pekerjaan yang belum selesai. Tetapi kepergiannya ke desa kali ini sebenarnya bukan hanya karena hal pekerjaan saja, melainkan dia ingin mencari keberadaan wanita yang telah menolongnya tempo lalu.Hari ini setelah pekerjaannya selesai, Gilang pergi ke desa yang sempat diucapkan sang suster pada Mamanya saat di rumah sakit.Gilang tak berhenti bertanya pada warga desa tentang ciri ciri wanita yang telah menolongnya. Tapi hingga menjelang sore, Gilang belum mendapatkan petunjuk sedikit pun.Saat dia sudah mulai putus asa, Gilang teringat sesuatu. "Kenapa tidak ke rumah Pak RT desa ini saja? Pak RT pasti malah bisa membantu." Gilang sedikit lega dan memutuskan untuk mencari rumah Pak RT saja dulu. Tapi saat dia mulai menj
Malam ini seperti sunyi bagi Lisa. Dia merebahkan tubuhnya yang terasa penat. Pikirannya mulai tak tentu arah karena beberapa hal. Ini membuat Lisa pusing.Dia belum sempat memberitahu kabar pada orang tuanya di kampung. Lisa berpikir pasti kedua orang tuanya saat ini sedang mengkhawatirkan dirinya.Lalu dia teringat saat menulis surat hingga melangkahkan kaki untuk pergi meninggalkan rumah orang tuanya di kampung, semua itu sangat sulit. Itu semua dia lakukan demi mengubah nasib, tapi sampai sekarang, Lisa belum ada pandangan untuk mendapatkan pekerjaan.Lisa juga sudah memikirkan untuk pergi dari rumah ini besok saja. Dia tidak mungkin akan merepotkan keluarga Bu Ranti terlalu lama."Aku harus segera mendapatkan pekerjaan, jangan sampai aku membuat Bu Ranti terbebani karena aku dan Kiki."Saat Lisa ingin memejamkan mata sebuah ketukan pintu terdengar dari pintu kamar dibarengi seruan memanggil namanya."Bu Ranti? Ada apa ya?" Lisa dengan kembali membuka matanya."Lisa… Lis… apa kamu
Azan isya berkumandang di masjid terdekat. Terlihat raut wajah Bu Saodah yang sedang gunda gulana di teras rumah miliknya.Dengan tangan menopang dagu, dengan pikiran tak tentu arah, duduk termenung sendirian di malam ini.Pak Usman membawa secangkir teh hangat dan mendekati Bu Saodah dengan menantap wajahnya."Bu." Seru pak Usman pada istri.Bu Saodah hanya menoleh tak menjawab, terlihat raut wajahnya yang sendu mengartikan segala isi hatinya saat ini.Pak Usman menyodorkan teh hangat yang ia bawa ke hadapan Bu Saodah."Minum dulu Bu, mana tahu hati Ibu bisa sedikit lega!" kata pak Usman. Bu Saodah menoleh ke arah secangkir teh yang ada di tangan pak Usman dengan perlahan meraihnya, walau beberapa kali Pak Usman harus membujuk sang istri.Setelah Bu Saodah meraih teh hangat dari tangan suaminya. Pak Usman meletakkan daging bokongnya di samping sisi Bu Saodah.Dengan lirih pak Usman berkata, "Ibu masih memikirkan keberadaan Lisa ya Bu?"Bu Saodah hanya menatap sesaat pada pak Usman."
Sejak Lisa pergi dari kehidupan Tomi dan sejak itulah Tomi menjalin kasih bersama Juli, seorang janda anak dua. Walau Juli berstatus janda akan tetapi dirinya tak kalah cantik dan menawan layaknya seorang gadis.Berkulit putih, ayu rupawan, rambut lurus yang diberi warna kecoklatan bagaikan bule luar negeri dengan bulu mata yang cetar menambah kecantikan fisik Juli di mata para lelaki.Juli juga tak pernah sungkan untuk berkunjung dan berpergian bersama Tomi maupun bersama Ibu Tomi sekalipun.Bahkan gunjingan para tetangga kerap tak dianggap oleh mereka.Sejak kepergian Lisa, para tetangga sekeliling selalu membicarakan tentang kedekatan Tomi bersama Juli janda anak dua itu.Mereka juga sering sekali mengumpat Juli di belakang tanpa sepengetahuan Juli dan Tomi.Seperti di waktu saat Juli hendak membeli sayuran tiba-tiba para ibu-ibu membicarakannya, hingga menimbulkan kegaduhan di siang itu."Awas ibu-ibu ada janda gatal, nanti kita sibuk dengan pekerjaan rumah, suami enak-enakan sama
Siang dimana Tomi berniat untuk menemui Juli, mengajaknya jalan-jalan, serta menikmati makanan kesukaan Juli. Pria dengan postur tubuh tinggi itu dengan semangat menemui kekasihnya. Penampilan rapi dengan aroma parfum yang begitu wangi, mengenakan jeans berwarna hitam dan Hoodie putih membuat Tomi semakin tampan bila di pandang para wanita khususnya Juli.Langkah kaki Tomi menuju rumah Juli yang tak jauh dari rumahnya. Senyum sumringah terlihat jelas di raut wajah Tomi saat hendak menemui Juli."Desta, di mana Mama mu?" Tomi bertanya kepada putri sulung Juli yang berada di teras rumah sedang asyik bermain gadget.Desta menatap ke arah Tomi, "Ada, mau Desta panggilkan, Bang?" jawabnya dengan ramah.Tomi tersenyum dan mengangguk, "boleh, suruh keluar Mamanya dan bilang Bang Tomi ada di luar.""Iya, beres. Tunggu sebentar ya bang?"Desta yang langsung masuk rumah dan memberitahu ibunya yang berada di dalam.Tomi tersenyum dan kemudian duduk di kursi teras rumah Juli tanpa disuruh. saat d
Gina mendekat ke arah Lisa dan juga Gilang. Menatap ke arah keduanya, sementara Lisa hanya tertunduk saat Gina menatap dengan tajam."Kenapa Lo diem? apa maksud Lo cerita-cerita tentang masalah gue ke wanita kampung ini." Tuding Gina pada Lisa.Gilang hanya diam saat Gina melontarkan kata-kata kasar pada Lisa."Cukup Gina, cukup!"Tiba-tiba Bu Ranti telah berdiri dibelakang mereka bertiga, menoleh ke arah suara Bu Ranti."Mama," lirih Gilang setelah melihat Bu Ranti di sana."Apa yang Kamu lakukan, Gina? Mama tidak pernah mendidik anak-anak mama menjadi orang yang merendahkan orang lain."Gilang mendekat di sisi Bu Ranti."Ma, tolong mengerti. Gina gak suka dengan wanita ini, bisa saja kan dia…""Cukup Gina!" Bentak Bu Ranti."Kenapa sih mama gak pernah mau mendengar kata-kata Gina. Kita itu pernah di tipu ma, jadi jangan melakukan hal bodoh untuk kedua kalinya lagi!""Apa maksud kata-kata kamu itu, gina?" mata Bu Ranti melotot mengarah ke Gina."Maaf Ma, bu, bukan maksud Gina begitu,
Gilang meraih kursi dengan masih tercengang dengan semua menu makanan di atas meja. Dengan tatapan lapar menguasai perut yang keroncongan ketika melihat semua yang ada di meja makan."Ada acara apa ini, Ma?" tanya Gilang dengan tersenyum menatap sang Ibu.Bu Ranti yang masih mengunyah makanan tak henti-hentinya. Sementara Lisa yang melihat Gilang duduk segera membuatkan teh hangat untuk menyambut pagi yang cerah. Bahkan Lisa juga membawakan beberapa camilan yang ia buat tadi pagi, sepiring pisang goreng.Diletakkan di meja makan, dan di suguhkan untuk Gilang."Kamu makan saja, jangan banyak tanya, rugi kalau tidak cepat makan. Ini sangat enak." "Silahkan diminum, mas!" ujar Lisa dengan sedikit tersenyum."Terima kasih, Mbak Lisa." Membalas senyum Lisa.Lisa mengangguk dan meninggalkan mereka sarapan di meja makan. Sementara Lisa hendak pergi, untuk menyiram tanaman. Lisa dikejutkan dengan Bu Ranti yang tiba-tiba saja memanggil Lisa saat selesai sarapan."Mau kemana kamu bawa ember?""
"Lisa, itu kaki anak kamu kenapa?"Deg!"Kenapa sepertinya memar? apa yang telah terjadi padanya?"Mata Lisa sontak melotot karena tak di sangka oleh Lisa bahwa Bu Ranti memperhatikan kaki Kiki yang tiba-tiba saja memar."Lisa, kenapa kamu diam?"Bu Ranti terus memperhatikan Lisa dan meraih Kiki dari tangan Lisa."Ya ampun, sepertinya ini harus segera di obati." Bu Ranti memandang kaki Kiki yang memerah."Tidak perlu Bu, dikasih minyak angin saja nanti juga hilang memarnya." Jawab Lisa."Siapa yang melakukan ini pada anakmu, Lisa?" Bu Ranti menatap Lisa.Sementara Lisa hanya bisa menelan salivanya. Lisa bingung harus menjawab apa karena dirinya sendiri tak tahu siapa yang telah melakukan perbuatan keji terhadap bayi berusia tiga bulan itu."Maaf Bu, saya sendiri juga tidak tahu." Jawab Lisa dengan menunduk."Nanti ibu akan pasang cctv di kamarmu ini, agar kita sama sama tahu perbuatan siapa yang melakukannya.""Tidak usah Bu, tidak perlu, tidak apa. Tolong Bu jangan di perpanjang. Ini
pernikahan Hana digelar dengan sangat mewah dengan acara pesta yang meriah. Disambut oleh tamu undangan yang hadir ditengah-tengah pernikahan Hana dan Rangga saat ini. Kebahagiaan menyelimuti Rangga dan juga Hana.Tamu undangan pun tak henti-henti mengatakan bahwa Hana begitu cantik dan menawan. Membuat Rangga tersenyum saat bersanding bersamanya.Hana yang bersetatus janda hanya bisa terheran dengan acara pesta yang digelar oleh sang suami, karena acara begitu sangat mewah. Berbeda saat pernikahan Hana dan Danang dahulu. Walau Danang orang mampu hanya saja pesta diadakan secara biasa saja."Apakah acara pesta ini tidak membuang uang kamu saja??" ujar Hana dengan lirih.Rangga menoleh kearah suara Hana yang saat ini resmi menjadi istri sahnya."Kenapa? Apakah kamu tidak menyukainya??""Bukan begitu! Aku hanya seorang janda. Apakah ini tidak berlebihan?" Ucap Hana yang tidak enak jika dirinya merepotkan seorang suami.Rangga tersenyum saat mendengar ucapan Hana."Bagaimana aku tak sela
siang ini Hana mengajak Rangga bertemu, mata Hana tak berani menatap Rangga. Namun tidak dengan Rangga, yang sejak tadi dirinya menantap Hana."Kamu mau bicara apa, Hana??" tanya Rangga dengan menantap Hana, seolah ingin cepat mengetahui, apa penyebab Hana tiba-tiba mengajaknya bertemu disiang hari ini."Rangga!""Iya Hana, ada apa??""Aku sebenarnya ingin....""Katakan saja Hana, jangan ragu.""Sebenarnya, aku mengajak kamu datang kesini ingin berbicara mengenai masalah kemarin," ujar Hana yang masih saja ingin menyusun kata yang akan disampaikan pada Rangga saat ini."Masalah yang mana??" jawab Rangga seperti lupa akan ucapannya kemarin malam."Please Rangga, jangan buat aku bingung!" balas Hana dengan wajah srius.Rangga tersenyum saat mendapatkan tatapan srius itu dari Hana."Iya, maafkan aku. Bicaralah! Dan aku akan trima apapun jawaban dari kamu!"Hana menunduk, wajahnya terlihat bingung. Lalu Rangga meraih dagu Hana dan mengarahkannya kearah wajah Rangga dan menatapkannya. Rang
ica yang sejak tadi tak berhenti membereskan rumah mertuanya. Bahkan banyak sekali pekerjaan yang harus ia selesaikan saat ini juga."Sialan! Aku disini seharusnya jadi nyonya, kenapa harus jadi babu. Menyebalkan!!" Ucap Ica dengan menjemur pakaian.Sementara Dewi dan Bu Vina melihat kerja Ica dari kejauhan."Ibu lihat, rencana kita berhasilkan??" ucap Dewi dengan tersenyum menatap kearah Ica dengan kepuasan, bahkan Dewi berhasil membuat ica sengsara."Iya Dewi, ibu senang dengan rencana kamu ini, berkat kamu, Ica merasakan apa yang dirasakan oleh Danang waktu itu. Walaupun ini semua tak sebanding dengan kejahatan yang ia berikan dengan Danang waktu itu, tapi ibu puas walaupun ini semua tak seberapa!""Ibu tenang saja, kita akan membuat Ica nggak betah disini dan akan angkat kaki secepatnya!!""Kamu yakin Dewi??""Iya Bu, apakah ibu tidak yakin dengan Dewi??""Iya, ibu percaya sama kamu!""Kalian lihatin apa??"tiba-tiba Danang datang menganggetkan keduanya, membuat Dewi dan Bu Vina m
aku yang sedang menggendong Shifa karena sepertinya Shifa sudah mulai mengantuk. Namun aku belum berani untuk berbicara kepada Rangga bahwa aku ingin segera pulang.Ku lihat Rangga ditarik tangannya oleh ibu dan ayahnya, mereka terlihat berbicara srius disana. Namun aku tak tahu pembicaraan apa yang sedang mereka bicarakan, karena aku fokus untuk menenangkan Shifa. Aku duduk disofa yang tersedia dipojokkan."Apa sebaiknya aku meminta Rangga untuk megantarkanku pulang?" Batinku.Tak lama Rangga dan orang tuanya menghampiriku, aku hanya tersenyum saat mereka menghampiriku."Hana, bagaimana malam ini kamu menginap dirumah ibu." Tawar Bu Neti."Aduh Bu, maaf sebelumnya, bukan maksud saya untuk tidak sopan. Tapi saya harus pulang, karena ibu saya pasti khawatir, apa lagi bapak saya sedang berada dirumah sakit, jadi saya tidak bisa untuk meninggalkannya, maaf ya Bu, pak. Bukan maksud saya tidak sopan.""Iya Hana, tidak apa-apa. Malahan ibu dan bapak yang tidak enak dengan kamu, maaf ya ibu
pria tampan dengan senyum manis berada didepan pintu rumah ku saat ini, dengan tatapan khasnya membuatku yang menantapnya langsung disalah tingkah bila memandang wajahnya. Senyumnya yang manis bahkan lesung pipi yang menggoda itu membuatku tak kuasa bila menantapnya. Rapi dan bersih kulitnya, bahkan gaya rambut yang benar-benar cocok dengannya."Kamu kenapa natapin aku begitu??" ujar Rangga dengan tersenyum manis."Ng-nggak apa-apa!!" aku yang ditanya langsung berubah salah tingkah dengan tatapan dan senyumnya."Jadi berangkat??" tanya Rangga.Aku hanya mengangguk pelan tanpa menantap matanya saat ini. Entah kenapa aku benar-benar lemah ketika ia tersenyum padaku, sebenarnya aku sudah tak muda lagi, aku sudah memiliki satu orang anak, dan bahkan aku berstatus janda. Tapi entah kenapa rasanya serial kali Rangga menantapku dengan tatapan yang tak biasa itu membuat aku salah tingkah. Rasanya benar-benar seperti aneh tak terkendali.Rangga yang sudah menunggu dipintu depan rumah, aku yang
"Cuci nih!!" Dewi menghempaskan pakaian kotor kewajah Ica yang sedang berbaring dikamar tidurnya.Mata Ica membulat sempurna saat melihat Dewi yang tiba-tiba datang, lalu menghempaskan segunduk pakaian kewajahnya saat ini."Ngapain masih Lo lihatin, nggak akan bersih kalau Lo pelototin begitu!!" kata Dewi melotot."Tapi Dewi, kenapa kamu menyuruh saya??""Apa katamu? Dewi!!""Sopan banget kamu sama saya! Saya ini ipar kamu, seharunya kamu panggil saya ini mbak!!" imbuh Dewi."Cih, benar-benar menguras emosi wanita ini. Kalau saja aku tidak tinggal disini, akan aku beri pelajaran untuk ini semua padanya." Batin Ica kesal."Hey.....!!! Ngapain kamu masih rebahan, kerja! Beres-beres rumah kamu, jangan taunya enak doang!""Tapi mbak, kenapa harus saya yang mengerjakan ini semua. Bukannya ada pembantu dirumah ini??""Apa kata kamu! Pembantu, enak sekali mulut kamu ngomong, emangnya siapa yang mau mengaji pembantu dirumah ini kalau ada kamu!!" tuding Dewi pada Ica."Mbak, tapi saya bukan pe
"Hana!!" Ucap Rangga yang melihat Hana saat diresto.Hana menoleh kearah suara yang sedang memanggilnya.Deg!"Rangga!!" Lirih Hana.Rangga menghampiri Hana yang sedang berdiri menghadap dirinya."Ini beneran kamu??"Hana menantap dirinya dengan bingung."Hana!!" Rangga meraih kedua tangan Hana dan menatap dirinya."Maaf Rangga jangan seperti ini." Ujar Hana lalu mencoba menyingkirkan tangan Rangga dengan pelan agar dirinya tak tersinggung."Maafkan aku, Hana. Aku tak bermaksud untuk....""Iya Rangga, aku faham. Cuma kamu tahu aku ini janda, apa kata orang jika aku dipegang-pegang orang, aku juga harus menjaga warwahku sebagai janda. Maaf sekali lagi Rangga!!""Iya Hana. Tidak apa-apa, seharusnya aku yang minta maaf denganmu, karena ku sudah tak sopan dengan kamu, maaf Hana!!""Iya." Jawab Hana dengan singkat."Kamu ada apa datang kesini??" tanya Hana."Aku hanya khawatir denganmu, kenapa kamu tiba-tiba menghilang??'"Siapa? Aku!!" Hana menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bingung."
Ting tong....Bel kembali ditekan oleh Ica yang masih mengharapkan Danang akan keluar rumah."Kemana mereka semua, kenapa tidak ada yang membukakan pintu untukku." Ucap Ica didepan pintu rumah Bu Vina."Ku coba lagi menekan bel nya. Mana tahu mereka akan denger jika aku menekannya lagi."Ting tong....Ting tong....Tak lama suara pintu terdengar terbuka.Cklekk....Mata Bu Vina membulat saat melihat Ica yang berdiri didepan pintu rumahnya."Ica!!"Ica tersenyum tipis saat melihat Bu Vina yang membuka pintu. Namun tidak dengan Bu Vina yang malah kaget saat Ica datang."Selamat siang Bu!!" Ica mencoba menyapa mertuanya."Ngapain kamu datang kesini??" Celetuk Bu Vina saat melihat Ica datang."Ma-maaf Bu, saya hanya ingin bertemu mas Danang. Apa dia ada didalam??""Saya tanya kamu, ngapain kamu kesini, dan pertanyaan saya belum kamu jawab. Ngapain malah tanya balik!!""Mau ada Danang atau tidak didalam rumah saya, memangnya apa urusan kamu??" imbuh Bu Vina yang nampak benci atas keberadaa
saat Riki sedang makan dicafe namun tiba-tiba saja Hana lewat didepan Riki yang membuat Riki sontak kaget dan langsung terpegun melihat Hana. Pandangan Riki tak henti menantap Hana yang sedang berjalan."Hana." Lirih Riki dengan menantap mantan pacar dan mantan adik iparnya itu.Hana tak menyadari bahwa ada Riki diresto miliknya, bahkan Riki juga tak tahu bahwa resto itu adalah milik Hana. Selama ini Riki tak pernah tahu dimana resto Hana, yang tahu Hana memiliki resto dan kantor. Hanya Bu Vina dan Dewi istri Riki.Riki langsung bangkit dan mengejar Hana yang berjalan."Hana!!!" seru Riki.Hana langsung menghentikan langkah kakinya dan menoleh kearah suara yang tak asing itu."Mas Riki." Lirih Hana saat menatap Riki.Riki berdiri tepat didepan Hana saat ini."Hana, ini benar-benar kamu??" ucap Riki dan mendekati Hana."Stop mas, jangan terlalu dekat!!" Pinta Hana pada Riki.Riki langsung menghentikan langkah kakinya dan membulatkan matanya karena bingung."Ada apa ini, Hana? kenapa ak