"Saudara ... ... Saya nikahkan dan saya kawinkan ... ... ...!"
"Saya termia nikah dan kawinnya Diandra ... ... ... ... ...!"
"Bagaimana saksi, sah!"
Semua serentak menjawab. "Saaah!"
"Alhamdulillah."
Dan barusan adalah ucap ijab qobul wali akada nikah dengan Reza. Di pernikahan Reza dan Diandra.
Ya, jadi Diandra dan Reza telah menikah. Kini mereka resmi menjadi sepasang suami dan istri.
Bagaimana awalnya hingga kini Diandra menikah dengan Reza? Ditunda dulu, ya. Nanti Author ceritakan.
Semua orang yang hadir mengangkat kedua tangan mereka mendoakan pasangan pengantin baru yang barusaja menikah. Diandra dan Reza.
Pak penghulu memimpin jalannya doa hingga kini akad nikah diakhiri dengan resepsi yang mewah dan megah.
Reza dan Diandra juga Dona yang dipangku Bu
PoV Diandra"Di, ini, ada Reza mau ketemu sama kamu."Apa?Aku syok saat mendengar Mas Reza datang ke rumah ibu. Rumah yang sedang aku tempati.Dia sudah sembuh?Seketika aku hengkang dari kursi halaman belakang dan langsung menoleh ke arah ibu, yang kini sudah ada Mas Reza di sampingnya."Ya Tuhan, Mas Reza sudah sembuh? Alhamdulillah, Mas."Aku segera mendekat ke arah Mas Reza."Diandra, Reza, Ibu pamit dulu. Ibu mau ke dapur." Ibu permisi."Em, Bu?" Mas Reza memanggil ibu yang sudah membalikan badannya."Saya izin ajak Diandra keluar sebentar, boleh? Kelilingi suasana pedesaan," kata Mas Reza meminta pada ibu.Ibu tersenyum. "Boleh, Nak, silahkan. Tapi, sebelum Maghrib, kalian harus sudah di rumah." Ibu ternyata mengizinkan dengan syara
PoV Reza"Diandra, kamu minum dulu." Aku menghampiri wanita yang kini telah menjadi istriku yang sah.Di malam pertama kami ini, Diandra masih duduk di kursi depan cermin. Menatap wajahnya dengan sendu dan sayup. Dan aku sangat mengerti.Dia sudah mengenakan kimono karena kami akan segera tidur. Dan dia pasti barusaja mandi. Aromanya sudah tercium."Makasih, Mas." Diandra pun minum segelas air yang aku bawakan untuknya. Kamudian, Daindra meletakkan kembali gelas berisi air namun setengahnya.Aku meraba kedua bahu Diandra perlahan dengan amat gemetar. Karena baru kali ini aku melakukan hal ini padanya.Kutoleh wajah cantiknya di cermin. Rambut Diandra terurai. Dan itu sangat menambah kecantikannya. Apalagi ia juga usai berkeramas.Diandra menunduk. Lalu, perlahan aku mendorong tubuh ini ke hadapannya. Dan kini aku bersimpuh di hadapan Diandra."Sayang, aku sangat mengerti bagaimana perasaan kamu s
PoV DiandraTok tok tok! ( Ketukan pintu )Ting tong! ( Bel berbunyi )"Bi, itu siapa yang bunyikan bel?" Aku bertanya pada bibi yang sedang menyapu."Eh iya, Non, baru Bibi mau lihat.""Ya sudah, saya mau ke dapur dulu." Aku pun bergegas ke dapur hendak membuat jus buah untuk anak dan adikku.Tak lama setelah itu."Non? Ada yang cari den Reza." Bibi tiba-tiba berkata hal demikian yang membuat kening ini mengernyit heran."Emh, kalau gitu nanti saya samperin. Saya tuangin jus buah ini dulu ya, Bi," jawabku santai."Muhun, Non, mangga." Bibi menjawab dengan bahasa Sunda. Jelas aku mengerti. Karena aku pun turunan orang Sunda seratus persen.Mama Susanti sedang pergi keluar. Dan Mas Reza sedang di kantor. Lalu, siapa yang nyari Mas Reza?Aku lupa menanyakan pula pada bibi.
PoV Reza"Assalamualaikum!""Waalaikum salam." Dengan segera Diandra menjawab salamku. Dia selalu menunggu kepulanganku. Dan setiap aku pulang, ia pasti sudah ada di sofa ruang depan menyambutku."Sini, Mas, tasnya aku bawa."Diandra meraih tas hitamku seusai ia mengecup punggung tanganku.Kami pun berjalan bersamaan."Yang lain mana? Anak kita dimana?" Aku menanyakan penghuni rumah dan Dona."Oh, Dona ada di kamar, Mas. Mama juga pasti ada di kamarnya. Dan Nessia juga ada di kamarnya." Diandra menjawab dengan rinci.Lalu, aku mencubit pipinya."Za? Kamu sudah pulang?" Mama menghampiri. Lanjut kucium punggung tangannya penuh doa."Sudah, Mah. Aku pulang cepet, soalnya, aku mau mengatakan sesuatu." Aku sengaja membuat mereka penasa
PoV DiandraIni adalah hari keduaku berada di rumah baru. Bersama Mas Reza, Dona dan juga seorang asisten rumah tangga yang sudah disiapkan oleh Mas Reza. Namanya Mbok Arum. Ia memang sempat datang ke rumah untuk meminta pekerjaan. Karena kasihan, Mas Reza mengizinkan Mbok Arum bekerja. Usianya kira-kira lebih tua dari mama mertua. Dan kini kami sudah tinggal bersama di rumah baru."Astaghfirullah, Mbok!" Aku berteriak dengan keras. Mulutku menganga dengan syoknya.Mbok Arum segera datang. "Iya, Non?""Mbok! Kok ada bangkai tikus disini? Mbok belum beres-beres?" kataku dengan kagetnya. Memang di teras depan saat aku membuka pintu entah mengapa ada bangkai tikus. Ini kan rumah baru, dan untuk apa tikus mati ada di depan teras? Tadi pagi saat aku mengantar Mas Reza enggak ada?"Innalillahi, Non. Kok ada bangkai tikus?" Mbok Arum pun
PoV Diandra"Mas, tolong pasang kamera CCTV ini di setiap sudut rumah, ya," suruhku pada teknisi yang ahli di bidangnya."Baik, Mbak." Ia menjawab."Dapur, jalan ke kamar mandi juga ke taman belakang. Awas, jangan sampai terlewat." Aku kembali bicara."Baik, Mbak, saya akan laksanakan. Kalau gitu, bisa saya memulai pekerjaan saya sekarang?" tanyanya."Iya, silahkan." Aku menjawab dengan lugas. Tak lupa aku terus membawa Dona kemanapun.Mas tukang teknisi itu pun mulai bekerja.Aku sengaja menyuruh Mbok Arum pergi ke pasar, supaya ia juga tak begitu tahu kalau aku pasang CCTV. Yang tahu soal ini hanya aku dan Mas Reza. Tak mungkin sekali aku tak mendapat izin darinya. Dan Alhamdulillah Mas Reza menyambut baik keinginanku.Rumah memang belum di pasang CCTV karena masih baru, dan kebetulan Mas Reza juga niatannya ma
PoV DiandraBreng!"Hah? Suara apa itu?"Aku mendengar suara, seperti sebuah kaca jendela pecah.Dengan segera aku hengkang dari tempat tidur dan memangku Dona. Karena aku memang sudah terlelap tidur sejak sesudah shalat isya.Jari jemariku perlahan mengucek daerah mata karena masih ada kunang-kunang berlarian. Aku benar-benar kaget dan langsung terbangun. Jadi wajar kalau untuk melihat sekeliling pun harus kedap-kedip.Aku melihat jam dinding masih menunjukkan pukul sebelas malam. Dan jarum panjangnya pun baru menetap di angka dua. Tapi aku mendengar suara kaca pecah di tengah malam ini.Dona tak bangun. Namun aku segera memangkunya dan kubawa ia keluar kamar. Karena aku tak mau tinggalkan Dona sendirian lagi."Mbok? Mbok?" Aku berteriak memanggil Mbok Arum. Meskipun tatapan ini masih sedikit goya
PoV Reza"Mas? Besok kan hari Minggu. Em, gimana kalau kita berziarah ke makam adik kamu. Ke makam ayahnya Dona," pinta Diandra di tengah malam sehabis kami melakukan aktivitas suami istri.Diandra sedang kudekap. Sedangkan Dona, ia sudah tidur di ranjang kecil di samping kami."Boleh, besok kita kesana. Aku juga kok pengen banget kesana." Aku menyetujui."Maaf ya, Mas, bukan maksud aku ...."Aku membungkam mulutnya dengan satu jari. "Shut! Kok kamu minta maaf. Kita akan ke makam besok. Aku juga mau bawakan sebuket bunga untuk kutaruh di atas makamnya. Aku juga rindu adikku, Sayang."Diandra mengangguk."Ya sudah, kita tidur yuk. Atau ...." Aku berkata sambil mencubit dagunya."Ya ampun, baru aja. Udah ah, tidur." Diandra dengan malu-malu tidur di dekapanku. Lenganku yang kanan tertindih oleh kuduknya.