Share

Di Balik Senyum Istri
Di Balik Senyum Istri
Author: ERIA YURIKA

Bertemu Calon Madu

Author: ERIA YURIKA
last update Last Updated: 2022-03-22 04:25:04

DI BALIK SENYUM ISTRI

 

“Kiran, Mas mau ngomong serius.” Mas Bagas tiba-tiba mendekatiku lalu berbisik pelan, mungkin khawatir anak-anakku akan terbangun mendengar suaranya. Dia menarik lengan, lantas menuntunku keluar kamar supaya kami lebih leluasa untuk bicara.

 

“Kiran kamu tahu ‘kan, selama ini orang tua Mas nuntut Mas buat punya anak laki-laki terus?” Digenggamnya tanganku dengan erat.

 

“Terus?” tanyaku singkat.

 

“Ayah nyuruh Mas nikah lagi.” Seketika senyum terukir di bibirku, lalu perlahan kulepaskan genggaman tangan Mas Bagas.

 

“Sudah kuduga ini bakal terjadi Mas.”  Mas Bagas kembali memegang tanganku kini dia memelukku dengan erat. Apakah melahirkan anak perempuan sebuah kesalahan aku bukan wanita yang kurang subur? Aku bahkan sudah memberinya 3 cucu perempuan.

 

“Bolehkah aku menolaknya?” Aku ingin tahu apakah Mas Bagas berpihak padaku.

 

“Mas udah nolak berkali-kali, tapi Ayah tetap ngotot.”

 

“Sebenarnya apa mau mereka, Mas? Apa bener cuma karena cucu laki-laki atau ada yang lain?”

 

“Maksud Adek?” Dia melonggarkan pelukannya padaku menatapku dengan penuh tanya.

 

“Bolehkah Adek menyerah?”

 

“Engga ada yang boleh nyerah De, baik Mas atau Ade sekalipun.” Mas Bagas mengatakannya dengan mantap.

 

“Apa sesulit ini ketika orang miskin sepertiku nekat menikah dengan konglomerat sepertimu, Mas?” Entah kenapa orang tua suamiku selalu saja menuntut banyak hal padaku.

 

“Tidak cukupkah ijazah S1 milikku? Aku bahkan rela kuliah demi bisa mempertahankan rumah tangga kita.”

 

Seketika aku tersenyum hanya dengan mengingatnya. Aku menghabiskan waktu 4 tahun di universitas, hanya untuk memuaskan mertuaku. Mereka bilang aku tak cukup berpendidikan untuk bersanding dengan putranya.

 

“Kita diundang ke rumah Ayah besok pagi, katanya dia sudah menyiapkan calon istri untuk Mas.” Calon istri katanya bahkan aku belum menyetujui.

 

“Mas seneng ‘kan bakal punya istri 2? Mana ada laki-laki yang nolak di suruh nikah lagi,” sindirku padanya.

 

“Adek ini ngomong apa? Mas masih di sini enggak akan ada orang lain di antara kita. Kita hadapi besok berdua ya.” Dia menangkupkan kedua tangannya di wajahku.

 

“Sekalipun wanita itu lebih muda dan cantik dariku?”

 

“Tidak ada yang lebih cantik dari Karina Widyawati istri mas tercinta.”

 

Dia tersenyum ke arahku, membuat amarah padam seketika. Beginilah kelemahan wanita hanya dengan satu kalimat mampu mengubah amarah menjadi rona kemerahan di wajahnya, aku tersipu malu Mas Bagas berhasil menggodaku.

 

Malam semakin larut bukan waktu yang baik untuk berdiskusi kami pun kembali ke kamar, sudah waktunya tubuh ini diistirahatkan. Sayangnya setelah sampai kamar mataku enggan terpejam. Ini malam yang panjang bagiku, mendengar suamiku akan menikah lagi. Jangankan untuk terpejam sekedar menenangkan hati sejenak pun aku kepayahan, gelisah melanda sanubariku.

 

“Dek, kamu ga tidur?”

 

“Astaghfirrullah Mas, ih ngagetin aja.”

Suaranya benar-benar mengagetkanku.

 

“Tidurlah Dek, besok kita butuh tenaga ekstra. Jangan khawatir sayang Mas akan selalu ada buat kamu.”

 

Aku tersenyum ke arah Mas Bagas. Sungguh aku ingin selalu mendengar kalimat itu terus terucap dari mulut suamiku sampai akhir hayat.

 

“Benarkah?”

 

“Hm.” Mas bagas hanya berdehem, sambil merentangkan tangannya memberi kode agar aku mau mendekat ke sisinya. Tak menunggu lama, entah karena fisikku yang memang sudah waktunya diistirahatkan atau karena hatiku yang jauh lebih tenang. Aku pun menyusul Mas Bagas ke alam mimpi dalam dekapannya. Keesokan harinya sesuai janji, kami berkujung ke kediaman mertuaku. Tampak sebuah mobil mewah terparkir di halaman rumah, mungkinkah itu milik calon maduku? Karena sebelumnya aku tak pernah melihat mobil seperti itu terparkir di garasi mobil mertuaku.

 

“Kenalin Bagas ini Riana, calon istri kamu?”

 

“Riana?”

 

Bukankah itu teman sebangkuku waktu sekolah dasar dulu.

 

“Maaf siapa?”

 

“Aku Karin, Karina Widyawati. Teman sebangkumu waktu sekolah dasar.”

 

Aku mencoba menjelaskan seingatku mungkin tak lupa kusuguhkan dengan senyum ramahku.

 

“Ga nyangka ya, kita bakal ketemu dengan cara kayak gini.”

 

“Bagus dong kalau kalian saling kenal ini akan lebih baik ke depannya,” ucap Ayah mertuaku.

 

Sementara itu, Ibu mertuaku sedari tadi hanya diam menunduk, entah apa yang ada dalam pikirannya. Tampak gurat kesedihan tersirat di wajahnya.

 

Belakangan ini aku memang sempat merindukan Riana. Ingin sekali rasanya aku bertemu dengannya kembali karena setelah lulus sekolah dasar kami tak pernah lagi berjumpa yang aku tahu dia ikut pindah bersama orang tuanya.

 

Tak menyangka doaku diijabah Tuhan dengan sangat cepat, tetapi bukan pertemuan seperti ini yang aku harapkan. Sekilas aku melirik Mas Bagas, dia tampak terpukau dengan penampilan Riana. Balutan dress bodycon selutut sangat pas dipadukan dengan hak tinggi yang berwarna senada serta rambutnya yang hitam kecokelatan dibiarkannya terurai begitu saja.

 

Laki-laki mana yang tahan kalau di hadapkan pada wanita seperti itu, melihat suamiku terpesona dengan penampilan Riana, hatiku bagai ditusuk belati, sakit sekali.

 

Astaghfirrullahaladzim.

 

“Mas.”

 

Kutepuk lutut suamiku yang masih saja ternganga memandang Riana.

 

“Eh iya Dek, kenapa?” Aku tersenyum ke arahnya.

 

“Dia cantikkan?” bisikku ke telinga Mas Bagas.

 

“Hm iya eh tapi lebih cantik kamu, De,” ucap Mas Bagas gelagapan dia memang bukan tipe laki-laki yang pandai berbohong.

 

“Maaf semuanya saya permisi dulu mau ke toilet.”

 

Tak lupa kuberikan senyum termanisku pada mereka, setelah itu aku berjalan menuju kamar kecil. Terlalu menyesakkan berada dalam situasi seperti ini.

 

Aku tak pernah menentang poligami tetapi haruskah itu terjadi pada rumah tanggaku. Aku belum siap Tuhan sekalipun Engkau janjikan tiket surga padaku bolehkah aku menolaknya? Aku takut dengan ilmuku yang tak seberapa ini menjadikanku berbuat zalim yang justru malah menyeretku ke neraka-Mu. Menyaksikan lelakiku berada dalam satu ruangan dengan wanita lain lalu berbagi tempat tidur dengannya, akankah aku sanggup? Sementara itu, di ruangan lain aku akan melewati malam-malam panjang dengan rintihan penuh kesakitan.

 

Senyum itu sedekah dan sedekah merupakan ibadah. Aku ingin terus beribadah sepanjang waktu. Tak peduli kalau hatiku sedang tidak baik-baik saja. Setidaknya dengan tersenyum mampu menjadi obat pelipur lara, walau hanya sekejap.

 

Aku berjalan keluar rumah lewat pintu belakang, untuk apa juga aku ke kamar mandi aku tak punya hasrat untuk buang air. Kebetulan rumah mertuaku punya akses pintu samping, yang bisa terhubung langsung keluar, masa bodo Mas Bagas akan melihatku karena posisi duduknya tepat menghadap ke arah jendela yang akan aku lewati. Aku pergi menuju halaman depan di sana ada ke tiga putriku yang sedang bermain.

 

Aku pecundang bukan? Pecundang yang hanya bisa lari dari masalah. Kupeluk Rinjani putriku yang ketiga usianya masih 2 tahun dia mungkin keheranan melihatku tiba-tiba memeluknya di saat dia tengah bermain kejar-kejaran dengan saudaranya yang lainnya.

 

“Uma kenapa?” tanya Meisya anak pertamaku, usianya masih 9 tahun.

 

“Cup cup Uma, jangan nangis! Aka sama Arumi juga sayang sama Mamah,” ucap Arumi putri ke duaku usianya 4 tahun.  Kedua anakku terbiasa memanggil kakaknya dengan kata Aka.

 

Ya Tuhan, apa aku menangis? Tidak, aku tidak boleh lemah seperti ini. Kuusap air mataku dengan ujung jilbab yang kukenakan.

 

“Uma ga nangis kok Sayang, sini-sini peluk Uma!” Ketiga anakku pun berhamburan memelukku.

 

“Tapi mata Uma merah, jangan bohong Ma dosa, nanti Allah marah,” kata Arumi.

 

“Siapa yang bilang kalau Allah marah?” Entah tahu dari mana dia kalimat seperti itu.

 

“Kan Uma yang bilang, ya kan Aka, kalau bohong nanti Allah marah?” Arumi malah memastikannya pada kakaknya Meisya. Ternyata akulah yang mengajarinya kalimat itu, aku sampai lupa pada ucapanku sendiri.

 

“Sayang kenapa di sini, ga baik loh ninggalin gitu aja yang lain belum pada bubar, yuk ke sana lagi,” tiba-tiba Mas Bagas menghampiri kami.

 

“Buat apa?” tanyaku singkat.

 

“Ya masih ada yang harus dibicarain, Dek.”

 

“Abang terpesona ‘kan sama perempuan itu?” tanyaku.

 

Mas Bagas tak menjawab pertanyaanku.

 

“Dia cantikkan?”

 

Lagi-lagi dia hanya diam. Aku menurunkan Rinjani dari gendonganku, lalu menyuruh anak-anakku agar bermain agak jauh dari tempat kami berbicara. Aku hanya tidak ingin mereka mendengar obrolan orang dewasa seperti kami.

 

“Kenapa diem aja? Berubah pikirankah?”

 

“Dek maafin Mas, ya!”

 

“Hanya karna dia cantik Mas berubah pikiran?” tanyaku.

 

“Tunggu dulu Dek, mas belum selesai bicara. Ayo, kita selesaikan di dalam!”

 

Mas Bagas menarik tanganku, mau tak mau aku mengikuti langkah kakinya menuju ke dalam ruangan yang menyesakkan itu lagi.

 

“Abis dari mana kok malah barengan tadi bukannya ke toilet.”

 

Aku tersenyum mendengar penuturan ayah mertuaku.

 

“Apakah kehadiranku penting Ayah? bahkan Ayah tak pernah meminta pendapat dariku.”

 

Seketika ibu mendongakkan kepalanya menatap wajahku seolah terkejut dengan apa yang aku ucapkan.

 

“Laki-laki itu tidak perlu ijin istri untuk menikah lagi,” katanya.

 

Mendengar ucapan Ayah bisa kulihat Ibu malah tertunduk lagi, ada apa sebenarnya? kenapa dia hanya diam tanpa suara?

 

“Dari sekian banyak sunah nabi kenapa harus poligami, Riana biar kutanya langsung padamu, bersediakah kamu jadi istri kedua suamiku?”

 

“Hmm, aku, tolong kasih aku waktu, aku enggak bisa ngasih keputusan sekarang,” jawab Riana.

 

“Kenapa nak Riana bukannya kamu dan Bagas sudah saling kenal, bukankah kalian sudah dekat sejak kuliah?” tanya Ayah mertua. Hah? Apa ini jadi mereka pernah dekat? Kenapa hidup serumit ini. Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum menyaksikan permainan takdirku.

 

“Kenapa Dek, kenapa kamu malah senyum?” Mas bagas menatap heran ke arahku, raut mukanya tampak gelisah mungkin dia takut aku akan meledak.

 

“Kenapa dunia ini begitu sempit, Mas? kamu sendiri bagaimana? maukah menikahi mantan teman sebangkuku?” Aku harus memastikan ini sendiri disaksikan kedua orang tuanya. Dia lagi-lagi tak menjawab.

 

“Tentu saja suamimu tidak akan menolak menikah dengan wanita cantik seperti Riana, toh mereka juga sudah saling mengenal,” sambar ayah mertuaku.

 

“Kalau tolak ukur menikahi wanita hanya dilihat dari kecantikannya, apakah setelah menikah ada jaminan dia akan memiliki anak laki-laki, kalau tidak bukankah semuanya sia-sia?”

 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dyah Astri Andriyani
nggk punya anak laki2, seharusnya yg diganti bibitnya, bukan tempatnya, bibitnya khan yg punya laki' bukan bini hahaha...
goodnovel comment avatar
Kya Noona
berderai air mata ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Di Balik Senyum Istri   Yakinkan Hatimu Dulu!

    Saat kata-kata tak lagi didengar saat hati tak lagi saling peduli, maka masih ada Tuhan sang pemilik hati yang dengan mudah membulak balikkan hati manusia. ~ “Jangan lancang kamu, kalau anakku tidak berbaik hati menikahimu, selamanya kamu hanya akan tinggal di rumah kecil yang sempit di desa.” “Ayah, cukup! Dia istriku jangan pernah mengatakan hal buruk apa pun tentang dia!” “Berani kamu sama Ayah.” Ayah mertuaku mulai terpancing. “Maaf Ayah aku permisi, Ayo Dek kita pulang,” Mas Bagas lagi-lagi menarik tanganku kali ini sedikit lebih kasar, aku hanya bisa mengikutinya dari belakang. Bahkan kami belum sempat bersalaman dengan mertuaku, Mas Bagas sudah lebih dulu menarikku keluar rumah. Kugiring anak-anakku masuk ke mobil. Anak-anak tampak bingung karena biasanya mereka tidak akan pulang sebelum menyalami kakek dan neneknya. “Uma kenapa ga salaman dulu?” tanya Meisya. “Iya nih Uma, aku mau salaman sama nenek ah, yu balik lagi!” Tambah Arumi. “Waduh bagaimana dong Sayang, Uma bu

    Last Updated : 2022-03-22
  • Di Balik Senyum Istri   Bukti

    Kutinggalkan Mas Bagas sendirian di dapur. Memilih pergi ke kamar tak lupa untuk menguncinya dari dalam. Aku berdiri bersandar di pintu. Rasanya untuk menopang bobot tubuhku pun aku tak sanggup. Aku pergi ke ruang Ibadah, dadaku mendadak sesak. Aku masih punya Tuhan, tak ada salahnya bukan kalau aku meminta pada-Nya untuk tetap menautkan hati suamiku hanya padaku.Kunyalakan shower, membiarkan air mengguyur membasahi tubuh. Semua kenangan manis bersamanya kembali terlintas. Menolaknya pun sulit aku tak dapat mengendalikan otakku untuk berhenti memutar kenangan indah bersamanya. Saat dia memintaku untuk menjadi istrinya saat dia mengucapkan ijab qabul di depan orang tuaku lalu berjanji untuk sehidup semati bersamaku, kenangan itu, apakah semua itu semu?“Kiran, buka pintunya sudah 2 jam kamu di dalam, nanti masuk angin! Anak-anak nyariin Umanya,” teriak Mas Bagas dari balik pintu. Benarkah aku sudah

    Last Updated : 2022-03-22
  • Di Balik Senyum Istri   Jalan yang Tak Mudah

    Aku pikir semuanya bisa berjalan mudah seperti yang ada dalam pikiranku. Ternyata dia malah main belakang. Hari itu aku pergi mengajak anak-anakku ke pasar dadakan di hari minggu pagi. Entah sudah berapa bulan aku tidak pernah ke tempat ini. Padahal masih satu kota jarak yang harus di tempuh dari rumahku hanya sekitar 30 menit tapi rasanya jauh sekali. Mas Bagas bilang dia sedang di luar kota baru akan pulang nanti sore dari pada menunggunya tanpa ada kegiatan lebih baik mengajak anak-anak keluar, aku pergi menggunakan taxy online. Aku tak pandai mengendarai mobil, terlalu ribet menyuruh sopir untuk mengantarku jalan-jalan.“Uma, sini!” tiba-tiba Meisya menarik tanganku.“Liat Uma, itu Abi ‘kan?” bisiknya di telingaku sambil menunjuk pada sepasang kekasih yang tengah duduk sambil bersuapan makanan. Memalukan, apa kamu harus melakukannya di tempat umum begini, hingga harus di saksikan anak-anakmu? Kuambi

    Last Updated : 2022-03-22
  • Di Balik Senyum Istri   Pilihan

    “Aku pergi Mas, kamu enggak usah anter aku, mungkin kita butuh jarak dan waktu untuk berpikir. Pikirkan baik-baik jangan membuatku bingung,” lirihku. Anak-anak sudah duluan menunggu di halaman rumah, kucium punggung tangan Mas Bagas dengan takzim. Bagaimana pun dia tetap imamku. Mas Bagas enggan melepas genggamannya di lenganku.“Lepaskan Mas, aku tak akan pergi kalau saja kamu bisa tegas! Keraguanmu yang membuatku tidak lagi merasa aman berada di dekatmu,” ucapku.“Maaf Kiran, Mas salah,” lagi-lagi dia meminta maaf.“Salah itu milik semua orang, Mas. Belajar dari kesalahan dan berusaha memperbaiki diri hal itu tak dimiliki semua orang.” Kuberikan senyumku pada Mas Bagas sambil perlahan melepaskan genggamannya. Aku pergi ke rumah Ibu bersama anak-anak, masih satu kota, kami hanya perlu menempuh waktu sekitar 45 menit dari rumahku. Sepanjang perjalanan Meisya lebih banyak di

    Last Updated : 2022-03-22
  • Di Balik Senyum Istri   Sumpah

    Pagi itu saat hendak pergi terapi mendadak tubuhku rasanya tidak ada tenaga sama sekali. Jiwaku memang sakit tapi tak seharusnya fisikku ikut merasakan dampaknya.Terpaksa kubatalkan jadwal terapiku, karena sudah terlanjur libur, Mas Bagas merawatku, dia bahkan mau memijat badanku meskipun setelahnya dia memanggil tukang pijat untuk datang ke rumah.Harapanku ini akan jadi awal yang baik, orang bilang sakit itu pelebur dosa, semoga sakitku kali ini juga jadi pelebur rasa cinta yang tak seharusnya tumbuh dihati suamiku.“Dek kamu salah makan apa gimana?” tanyanya saat tukang pijat selesai melakukan tugasnya padaku.“Ga tahu, Mas,”“Maafkan Mas ya ini pasti gara-gara Mas, kamu jadi telat makan sampe ngedrop kayak gini,”“Udahlah Mas, asalkan Mas tidak mengulanginya lagi aku sudah pasti memaafkanmu,” ucapku.“Tidurlah Dek, biar anak-anak aku yang jaga, besok pakai babby si

    Last Updated : 2022-04-22
  • Di Balik Senyum Istri   Anugerah Dari Tuhan

    Hari yang ditunggu itu pun tiba aku melakukan USG betapa bahagianya aku saat mendengar dokter mengatakan bahwa jenis kelamin janinku laki-laki. Berkali-kali Mas Bagas menciumku. Kami sangat bersyukur setelah penantian yang panjang akhirnya Tuhan mengizinkan kami merawat bayi laki-laki.“Maaf Bu, sepertinya ada sedikit masalah pada janin yang ibu kandung,” ucap Dokter.“Maksudnya, Dok?” tanyakuJantungku mendadak berpacu sangat cepat. Ada apa dengan janinku?“Ada abnormalitas pada janin ibu, terdapat kelebihan cairan di bagian belakang leher, ibu bisa lihat di layar USG,” ucap Dokter sambil tangannya menunjuk ke layar USG.“Saya enggak ngerti Dok, maksudnya bagaimana anak saya kenapa?” tanyaku tak sabar.“Sabar sayang, biar dokter jelasin dulu,” Mas Bagas mencoba menenangkanku.“Gini Bu ada kemungkinan janin ibu mengalami down syndrome, untuk lebih jelasnya lagi ibu bisa lakukan beberapa test, untuk hasil yang lebih akurat,” ucap

    Last Updated : 2022-04-27
  • Di Balik Senyum Istri   Ujian yang Tak Pernah Ada Habisnya

    Tengah malam Mas Bagas baru sampai rumah, penampilannya begitu acak-acakkan, kusambut dia dengan senyuman tak lupa dengan segelas susu hangat kesukaannya. Tanpa jeda dia menghabiskan susu yang kusuguhkan, dengan hanya beberapa kali tegukan, dapat kulihat amarah masih tampak dari wajahnya. Aku suruh dia beristigfar berkali-kali hingga dia merasakan sedikit lebih tenang. Entah apa yang terjadi di rumah mertuaku, hingga membuat suamiku seemosi ini. “Dia itu dari dulu bisanya cuma ngancem Dek, kesel Mas, ibu juga bisanya diem aja udah disakitin berkali-kali masih aja bertahan,” ucapnya. “Mas, begitulah perempuan yang punya cinta yang murni dan tulus, jangankan rasa sakit logika pun ga akan di pake,” ucapku. “Dek, apa rasanya sesakit ini, pengkhianatan ini, apa yang Meisya rasakan sesakit ini?” tanya Mas Bagas. Kubalas dia dengan senyuman, memberinya jeda untuk berpikir kesalahannya. “Syukurkah kalau Mas bisa ngambil hikmah dari kejadian

    Last Updated : 2022-04-27
  • Di Balik Senyum Istri   Kebohongan Ayah

    Pov BagasDia Kirana, wanita yang kunikahi 12 tahun yang lalu ibu dari ketiga putriku dan sebentar lagi kami akan diberi amanah yang keempat. Aku tak peduli jika calon anakku akan lahir dalam keadaan istimewa. Dia tetaplah anakku.Cukup Abangku yang merasakannya sampai mati pun aku tak akan pernah berlaku sama dengan Ayah. Membuang darah dagingnya sendiri. Kesalahan yang kulakukan padanya terbilang fatal. Godaan wanita masa laluku hadir kembali. Kirana bilang hanya ada dua hal yang mungkin terjadi ketika kita bertemu orang yang pernah mengisi hati kita di masa lalu jatuh cinta lagi atau hanya sekedar rindu. Aku mencoba meyakinkan diri berkali-kali, tapi lagi-lagi gagal. Hingga Kiran meninggalkanku sendirian di rumah, bisa kurasakan kesepian yang mendalam terjadi di sini, dihatiku.Aku berjanji tidak akan lagi membuatmu ragu meskipun kutahu semuanya tak akan semudah dulu kamu bahkan mengajukan surat perjanjian, yang bisa kulakukan hanya menuruti apa maunya. Dia terlalu berarti dalam hid

    Last Updated : 2022-04-27

Latest chapter

  • Di Balik Senyum Istri   Jatuh Cinta Berulang Kali

    “Kapan jadwal periksa kandungannya, Sayang?” tanya Andre. Sejak kejadian itu, Andre mulai merasa Kiran telah kehilangan nafsu makannya. Jika biasanya ia akan meminum susu hamilnya. Sudah sepekan setelah keributan malam itu, ia bahkan tak pernah melihat Kiran mengonsumsinya lagi. Ini adalah momen pertama kali bagi Andre. Jelas saja, ia masih sangat awam perihal kehamilan. Meski, sering kali ia mencari artikel di internet tentang fakta dan mitos soal kehamilan. Tetap saja, sebagai Ayah yang sudah lama menantikan kehadiran si kecil. Ia sangat peduli tentang setiap kondisi yang memungkinkan berpengaruh buruk terhadap ibu dan bayinya. “Masih bulan depan,” jawab Kiran. “Kamu enggak minum susu hamil?” “Nanti aja.” “Abang bikinin, ya!” “Aku bilang nanti!” Kali ini Kiran tanpa sadar mengeraskan suaranya. “Maafkan aku, seharusnya aku bisa lebih lembut. Lagi pula, Abang enggak perlu repot-repot. Aku akan minum sendiri, saat aku mau.” Andre bahkan masih berusaha menormalkan detak jantung

  • Di Balik Senyum Istri   Duri yang Melukaiku

    “Aku capek banget.”Dari pada berdebat kali ini Kiran memilih mengabaikannya. Bukan hanya fisiknya, hati wanita itu pun merasa lelah. Tidur adalah cari paling mudah untuk menghilangkan rasa sakit. Setidaknya meski hanya sejenak, ia mampu melupakannya.Tiba di kamar, suasana menjadi sangat canggung. Andre menyadari jika tindakannya sudah sangat menyinggung. Ia menyesali perbuatannya, seharusnya ia mampu menahan diri.“Aku enggak ingin bicara apa pun malam ini,” ucap Kira, kala ia sadar suaminya sejak tadi terus saja memperhatikannya dalam diam.Tak ada pilihan bagi Andre, selain menunggu sampai matahari terbit. Apa lagi wajah Kinan saat itu tampak lelah.~Pagi hari, seperti tak terjadi apa pun Kiran masih memasak sarapan dan menyiapkan pakaian kerja untuk suaminya, yang berbeda adalah ia sedikit pendiam dari biasanya. Ketika anak-anak sudah pergi lebih dulu untuk sekolah. Kali ini Andre justru masih duduk di meja makan. Ia bahkan tak menghabiskan sarapannya.“Kiran, Abang minta maaf.”

  • Di Balik Senyum Istri   Seonggok Sampah

    Bagaimana ia bisa berlari dari sesuatu yang sudah menancap ke dalam dada. Ke mana pun langkah kaki itu membawa raganya pergi, sakitnya akan tetap mengiringi.Hati yang putus asa itu, tanpa sadar telah membawanya pada jalanan sunyi. Tak ada lagi hilir mudik kendaraan. Selain dari pintu-pintu toko yang sudah tutup. Penerangan yang kurang memadai tak ayal mengurungkan langkahnya untuk tetap berpijak.Dalam dekap gelita malam, ditemani desau angin parau musim kemarau Wanita itu menyeret langkah kakinya menyusuri tepi jalanan. Tak peduli seberapa jauhnya ia telah melangkah dari tempat yang membuatnya merasa seperti seonggok sampah yang tak berguna. Ia hanya ingin pergi ke tempat di mana ia bisa merasa tenang.Masjid.Ya, sayangnya ia terlalu bodoh dan ceroboh.Tak ada masjid yang buka di jam 11 malam.Rasa letih itu membuatnya bersandar pada pohon besar. Di mana ada 1 lampu taman yang menggantung di sana. Cahaya remang-remang berwarna kekuningan yang memancar dari lampu itu rasanya tak cu

  • Di Balik Senyum Istri   Tanggung Jawab

    “Ma-mau apa?”Andre masih tergagap dibuatnya. Antara khawatir dan gugup yang datang bersamaan.“Senyum Bang, bisa ‘kan?” bisik Kiran.Sembari menyentuh bibir suaminya dengan lembut, lantas ia tersenyum, menikmati bagaimana wajah suaminya menjadi merah serupa jambu.“Ya ampun, Sayang. Abang kira mau apa?”“Abang terus mendiamkanku. Ada apa? Cemburu?”“Enggak Sayang. Adek bagaimana sudah baikan perutnya?”Andre justru beralih menyentuh perut dan wajah Kiran. Terlihat sekali jika ia memang tak ingin membahas hal itu.“Sayang, dalam rumah tangga itu enggak baik menunda masalah. Nanti, yang ada masalah kecil, jika didiamkan malah bertambah besar dan rumit. Ayo kita selesaikan sekarang. Bicaralah, kalau aku salah katakan saja!”Kiran menggenggam lengan suaminya dengan lembut. Berharap itu bisa membuatnya mau mengungkapkan apa yang sejak tadi mengusik ketenangannya.“Harusnya aku enggak paksa kamu ikut ke acara.”“Enggak masalah Sayang, aku menikmati acaranya.”“Kamu tahu ‘kan Kiran, kita su

  • Di Balik Senyum Istri   Jangan Macam-Macam

    “Kamu enggak apa-apa, Kiran?” tanya Bagas.“Uh so sweet banget, masih saling peduli ternyata. Jangan-jangan di belakang kalian memang masih punya hubungan. Kasihan banget dong Bang Andre. Sudah dapat janda anak 4 eh malah belum bisa move on juga,” goda Mila. Wanita itu terkekeh sembari menutup mulutnya. Ia bahkan dengan sengaja mengeraskan suara. Hanya untuk memancing perhatian lebih banyak orang lagi.Dari pada mengurusi hal yang tidak penting. Kiran memilih menghindar. Ia datang untuk merayakan pesta. Bukan merusak acara penting seseorang.Sayangnya, Mila masih saja tak mau melepaskan Kiran. Tangannya mencengkeram kuat, tepat ketika Kiran melintas di depannya.Kiran sudah berupaya menahan emosi, agar tak tumpah ruah. Sesekali ia menahan sakit di pergelangan tangannya. Namun, semakin ia berontak Mila justru memperkuat genggaman itu.Sampai akhirnya Kiran memutuskan untuk berbalik dan melihat Mila dengan tatapan yang merendahkan.Melihat itu cengkeraman di tangan Kiran berangsur melem

  • Di Balik Senyum Istri   Piala Bergilir

    Season 2Sering kali dalam hidup ini kita tidak menyadari jika telah mengambil keputusan yang salah. Sampai kita menjalani keputusan itu. Hingga barulah terasa jika jalan yang kita tempuh askah suatu kesalahan.Bagas menatap wanita itu dari jauh. Di sampingnya ada anak-anak yang berlari ke sana ke mari. Rumput hijau yang membentang luas pagi itu, juga desau angin basah selepas hujan. Membuat hatinya kian membeku.“Harusnya aku yang di sana,” lirihnya, sembari tersenyum getir.Belum reda sesak karena, sesal yang terus datang. Seorang pria dengan setelan kasual menghampiri ibu dan anak itu. Ia terlihat gagah meski dengan tas wanita berwarna merah muda. Bagas jelas tahu tas siapa yang pria itu kenakan, siapa lagi kalau bukan milik Kiran.Bahkan kedatangannya, sudah menjadi pusat perhatian beberapa pasang mata di tempat itu. Dia Andre, sepupu sekaligus saingan cintanya.Dulu ia tak pernah kalah, memanfaatkan kelemahan Andre, Bagas dengan mudahnya mendapatkan perempuan mana pun.Andre yang

  • Di Balik Senyum Istri   Karma

    “Bang tadi siang Mas Bagas ke sini,” ucapku. Kusuguhkan secangkir kopi di depan meja kerjanya, dia yang tengah fokus menatap layar laptop dengan cepat mengalihkan pandangannya padaku. “Dia enggak ngapa-ngapain kamu ‘kan?” Dia langsung berdiri lalu memegangi kedua pundakku. “Ga kok aku baik-baik aja, lagian Adek enggak keluar kamar tadi.” “Baguslah kalau sampai dia nyentuh Adek ....” “Abang mau apa?” “Hajar.” “Maen hajar aja sih, Bang.”Lelakiku ini kenapa jadi begitu emosional. Tidak semuanya harus di selesaikan dengan perkelahian bukan. “Hari ini Adek masak Bang, makan dulu yuk!” ajakku sembari menggelayuti pundaknya yang dari tadi masih saja sibuk dengan laptopnya. Lelaki itu memegangi kedua lenganku, lalu tak lama berbalik dan menciumnya. “Manja ya, istri Abang.” “Bukan manja Sayang, ‘kan memang waktunya makan.” “Ya udah ayo!” Dia menuntunku keluar dari ruang kerjanya. Namun, bukannya ke ruang makan dia malah menuntunku ke arah kamar kami. “Loh kok ke sini, Bang?” Dia

  • Di Balik Senyum Istri   Air Mata Bagas

    “Ada perjanjian apa sama Mas Bagas?”“Soal perjanjian kemarin. Dia minta Abang nepatin dokumen yang udah abang tanda tanganin.”“Terus Abang mau?”“Engga lah, setelah abang pikir-pikir abang akan merasa berdosa banget kalau sampai abang lebih milih nepatin janji ke Bagas dari pada sama Tuhan abang sendiri.”Syukurlah kalau begini aku lega mendengarnya.“Kalau Abang nepatin janji ke Bagas akan banyak orang yang sakit hati dengan tindakan abang, tapi kalau abang nepatin janji ke Tuhan. Hanya satu orang yang akan terluka.” Bang Andre sengaja menjeda ucapannya.“Mas Bagas?” tanyaku memastikan.“Hemmm.”“Baguslah, biarkan dia mencari kebahagiaan yang lain. Toh, bumi kita tak kekurangan perempuan Bang, iya ‘kan?” Sengaja kutautkan kedua alisku menatapnya untuk membenarkan ucapanku.“Tapi bumi kita kekurangan wanita saleha dan juga nakal sepertimu?”“Kok nakal sih?”“Ya tuh pagi-pagi udah genitin suami, padahal lagi datang bulan.”Kalau sudah begini lebih baik segera berlalu dari hadapannya

  • Di Balik Senyum Istri   Cubitan Pengusir Mantan

    “Dek, apa enggak bisa tamu bulanannya di percepat?” Lagi-lagi Bang Andre memelas“Mana bisa abang, ayo kita tidur aja, udah malam loh.” Aku segera membaringkan tubuhku di kasur, mataku sudah tinggal 5 watt rasanya.“Dek!” Bukannya tidur dia malah menyentuh pundakku dengan jari telunjuknya.“Apa Abang Sayang?” Aku meliriknya sekilas, tanpa menolehkan kepala.Tuh ‘kan lagi-lagi dia mengerucutkan bibirnya seperti Donald Bebek. Kutarik saja bibirnya, biar maju sekalian gemas sekali aku di buatnya.“Seminggu lagi, Sayang.”“Sakit Sayang ih, Adek kok jadi agresif begini pas udah nikah.”“Abang bilang apa? Adek agresif, oh ya sudah Adek mau jadi pendiem.”“Eh jangan dong, gitu aja ngambek, tetap kayak gini aja oke.” Baru saja aku ingin tidur memunggunginya dalam sekejap lengannya sudah melingkar ke pinggangku.“Bobonya gini aja,” ucapnya yang membuatku semakin geli.“Kok abang dipunggungin Adek ga mau liat muka Abang.” Akhirnya mau tak mau aku segera membalikkan badanku menghadap padanya.Ha

DMCA.com Protection Status