"Siapa yang orang itu?" tanya Dave tidak sabar.Hasan menatap dengan tajam perempuan yang ada di depannya, perempuan itu juga membalas tatapannya dengan tajam."Dia ... Laura!""Apa??" Dave tercengang."Apa kau bilang? Jangan asal bicara kau ya? Kau jangan menfitnah putriku!" bentak Duke tidak terima, lelaki itu bahkan menggebrak meja dengan keras."Kau tidak perlu marah begitu, Kak!" Steven berbicara dengan keras."Aku harus diam saja gitu, ketika putriku difitnah? Aku tidak terima! Aku sudah menduga dari awal, kemunculan gadis kampung ini akan membawa masalah dan malapetaka di keluarga kita, sekarang terbukti kan? Dulu hidup kita damai, sekarang dia akan menghancurkan kita semua!" Duke masih bicara dengan berapi-api."Kenapa kau menyalahkan Aina? Tanyakan itu pada anakmu sendiri, orangnya ada tu di depan matamu!" Steven kembali membentak Duke dengan keras.Duke sangat jengkel, ditatapnya Steven dengan penuh kebencian, sekarang Steven mulai melawan padanya. Dulu ketika Duke memarahin
"Apa maksudmu, ayah dari anakmu adalah aku?" tanya Hasan dengan menahan gemuruh di dadanya."Siapa lagi? Hanya kau yang pernah berhubungan badan denganku," jawab Laura dengan tajam.Sorot mata Laura menyiratkan kepercayaan diri yang tinggi, membuat tubuh Aina luruh, bagaimana bisa gadis itu begitu percaya diri jika yang dia katakan adalah sebuah kebohongan."Kapan? Seumur hidupku aku tidak pernah berhubungan intim dengan wanita manapun selain istriku Aina. Kapan aku melakukan hal bejat seperti itu?" Tatapan Hasan tak kalah tajam, lelaki itu juga mengatakan semua kalimat itu dengan percaya diri, dia memang tidak akan pernah melakukan dosa seperti itu selama ini, dia sangat protektif terhadap dirinya sendiri untuk tidak terjerumus ke lembah dosa. Bagaimana dia bisa menerima tuduhan wanita yang baru sekali ditemuinya di masa lalu?"Kapan? Kau tidak ingat?" tanya Laura dengan nada tinggi. Dia tidak terima lelaki itu sudah menidurinya dan tidak mengingatnya sama sekali."Jangan bertele-te
"Baiklah, akan kutelpon Mandy agar membawa anak itu ke mari," ujar Dave segera beranjak dari hadapan mereka menuju meja telepon."Aku juga akan mengabarkan Adi Supriadi untuk datang ke sini besok malam," ujar Hasan.Ketika kedua orang lelaki yang menjadi pusat pusara permasalahan pergi, Nur mendekati Aina dan memeluk putrinya itu, Fendi juga duduk di samping Aina satu lagi, begitu juga dengan Duke, dia dan Evi mengapit Laura dan memeluk putranya tersebut. "Sabar, Ai ... Semua belum jelas kebenarannya, jangan emosi dulu, jangan marah dulu sama Hasan," ujar Nur, menyeka air mata putrinya yang dari tadi tidak berhenti memeleh."Jika memang Hasan ayah kandung anaknya Laura, Abang sendiri yang akan memberi pelajaran pertama padanya," ujar Fendi dengan nada kesal.Steven yang mendengar pembicaraan itu dengan jelas hanya mendengus kesal. Bagaimana dia tidak kesal? Dialah yang seharusnya memberi pelajaran pertama pada Hasan, pasalnya lelaki itu yang telah menyakiti dua perempuan dari pihak k
Seseorang masuk ke sebuah ruangan dengan pengawalan dari dua petugas berseragam, di ruang tunggu itu, seorang lelaki dan perempuan sudah menunggu. Ketika menatap siapa yang berkunjung ke rumah tahanannya, lelaki yang memakai seragam tahanan itu menghela napas berat, ini kali pertama dia dikunjungi seseorang dan orang itu bukan keluarganya."Mas Agung ...."Sang wanita segera menghampiri Agung dan memeluknya dengan erat, lelaki itu tidak bisa membalasnya karena tangannya tengah diborgol. Air mata mengalir di pelupuk mata wanita itu ketika melihat lelaki yang sudah bersamanya selama sepuluh tahun itu tampak kurus dan tak terurus."Bos, bagaimana keadaanmu? Aku sudah menghubungi banyak pengacara, namun tidak ada satupun yang bisa membebaskan Anda, Bos. Kasus anda benar-benar sulit untuk tidak terjerat hukum.""Rian ... Kau tidak perlu lagi mencari pengacara, biarkan aku dihukum sesuai yang mereka mau."Rian terkesima mendengar perkataan Agung, lelaki dihadapannya benar-benar tidak sepert
Hasan menggenggam tangan Aina dengan erat, berusaha mencari kekuatan dari istrinya tersebut. Ketika mobil sudah berhenti, turun seorang wanita bule dengan tubuh yang cukup tinggi dari pintu penumpang depan, setelahnya turun, wanita itu membuka pintu penumpang bagian belakang. Muncul sesosok anak kecil yang sangat tampan, usianya mungkin masih enam tahun, tetapi tubuhnya yang tumbuh sehat dan terurus, membuat tubuhnya lebih besar dari usia yang sebenarnya. Pegangan Aina mengerat, dia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Hasan, jantung gadis itu serasa mencelot ketika melihat wajah anak itu. "Jangan ada yang bilang jika Hasan adalah ayah kandung anak itu sebelum ada kejelasan, setelah tes DNA keluar, baru kita lihat nanti. Kalian mengerti? Jika ada yang bilang sebelum semua jelas, rasakan saja akibatnya!" ancam Dave pada semua orang. Semua orang tidak ada yang bisa membantah ucapan orang tua itu, apalagi Duke dan keluarganya, Dave tidak pernah main-main dengan ancamannya. La
Setelah Arsen datang, paginya Hasan dan Aina berencana pulang ke Jambi, masa cutinya sudah habis. Namun, Dave menolak keinginan mereka, sehingga harus menunggu beberapa hari lagi, untung saja hati ini akhir pekan, sehingga masih ada dua hari lagi masuk hari Senin."Besok tes DNA-nya sudah keluar, jadi bersabarlah satu atau dua hari lagi," ujar Dave."Secepat itu? Biasanya tes DNA itu bisa satu atau dua Minggu paling cepat, apalagi ini akhir pekan, mungkinkah hari Senin baru keluar?" tanya Hasan."Ayah memakai jalur ekspres. Besok sudah keluar, insyaallah. Bisakah kalian menunggu sehari atau dua hari lagi?" "Baiklah."Pagi itu Adi Supriadi berkunjung ke kediaman mereka, karena malam tadi dia tidak bisa datang karena tengah di luar kota. Adi datang sendiri, dengan mengendarai mobil Avanza, mobil sederhana itu cocok untuk pejabat teras seperti dirinya, mencerminkan kepribadian sederhananya.Adi mengucapkan salam dan bersalaman dengan semua orang, dia sudah bertemu dengan beberapa orang
Setelah menemui Melanie, Steven menyempatkan diri mengunjungi mantan sahabatnya di penjara, dia sangat penasaran bagaimana kondisi lelaki itu sekarang, sekaligus melampiaskan amarahnya karena ulah bejat lelaki itu.Sesampai penjara, Steven mendapati seorang lelaki yang di luar ekspetasinya, dia sudah membayangkan wajah angkuh dan jahat Agung, namun yang didapati hanya seorang lelaki frustasi dengan tatapan mata kosong. Bukan lantaran dipenjara keadaan Agung yang demikian, namun apa yang dilakukan Dave memang berdampak sesuai yang diinginkan lelaki tua itu, beberapa kali bahkan Agung pernah melukai diri sendiri, bahkan melakukan percobaan bunuh diri, namun kesigapan petugas membuatnya gagal melakukan semua itu.Kini Agung pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya, walau semangatnya sedikit bangkit karena kedatangan Rian dan Nirmala, namun itu juga tidak berdampak besar. Seorang petugas yang berjaga banyak memberinya buku-buku agama yang sering Agung baca, hal itu membuatnya sedikit i
Steven kembali di saat semua orang tengah makan malam, hanya Dito dan Fendi yang tidak ikut makan malam, Kedua bujangan itu sudah berpamitan dari sore untuk mengitari kota Bandung dan bersenang-senang ke mall atau ke gedung sate, mumpung masih berada di kota Bandung. Arsen yang terlihat letih seharian berjalan-jalan, meminta Bibi Mandy menemaninya tidur. "Apa Arsen sudah makan malam?" tanya Steven. "Tadi sore sudah makan di gerai ayam goreng, mungkin dia kecape'an, anak itu sangat atraktif dan bersemangat menaiki semua wahana," cerita Evi bersemangat, bagaimana dia tidak senang memiliki cucu yang begitu lucu. "Untung saja dia bisa tidak diperbolehkan naik halilintar karena tinggi badannya yang kurang," sambung Duke sambil tertawa. "Iya, nggak ada capek-capeknya anak itu," Evi menimpali sambil terkekeh. Laura hanya diam saja, dia cukup sedih tadi ingin menemani Arsen tidur tetapi Arsen malah ingin ditemani Bibi Mandy, dia sebenarnya maklum karena Bibi Mandy yang ada di samping A
"Abang, apakah ibu kandung Abang sudah menghubungi?" tanya Ayuni Mereka akan segera kembali ke Jambi untuk melangsungkan pernikahan satu Minggu lagi. "Tidak, kau lihat ... Wanita itu hanya akan menuruti perkataan suaminya, mana mungkin dia mau membelaku, dari dulu seperti itu, dia bucin banget sama suaminya itu, sampai-sampai menelantarkan anak kandungnya sendiri." Fendi menatap langit dengan wajah datar dari jendela apartemennya, dia juga malas sebenarnya menemui wanita yang sudah melahirkannya itu, kalau bukan uwaknya yang menyuruh menemui ibu kandungnya, dia tidak akan pernah pergi ke sana, ke tempat yang selalu membuatnya traumatis tersebut. "Bagaimana dengan ayah kandung Abang? Apakah dia akan datang ke pernikahan kita?" "Lelaki itu tidak bisa diharapkan, apalagi kondisinya sekarang sedang dipenjara. Cukup saja dari pihakku keluarga uwakku dan keluarga Aina." Yah, sudah tiga tahun yang lalu Sardan ditangkap polisi karena mengedarkan narkoba, hukumannya juga tidak main-main,
Kurang dari dua puluh menit, kedua suami istri itu pulang dari sawah, bajunya sudah kotor terkena lumpur sawah. Melihat mobil bagus di halaman rumah mereka, Aminah begitu gugup dan panik."Siapa to lek, tamunya?""Ya, nggak tahu, Min. Dua orang laki-laki sama perempuan muda. Sepertinya mereka suami istri, atau pasangan kekasih, yang perempuan ayu banget, yang laki-laki juga bagus banget. Cepat temui mereka.""Badanku masih kotor Lek, aku mau besihkan badan dulu di belakang," ujar Mardi suami Minah.Mereka buru-buru membersihkan tubuh mereka, mengganti pakaiannya dengan pakaian yang menurut mereka layak.Dengan gugup, suami istri itu datang ke ruang tamu, mereka mendapati sepasang anak muda dengan gaya anak kota yang begitu klimis dan rapi yang sangat asing dipandangan mereka."Eh, ada tamu ... Monggo-monggo, maaf ini tamu dari mana ya?" ujar Mardi dengan gugup.Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangan pada Fendi yang dibalas Fendi dengan tatapan dingin. Tangan lelaki itu begitu kasar,
Lima tahun kemudian ....Aina bergegas keluar dari aula gedung Balairung kampus, wajahnya sangat sumringah, dia segera mencari keberadaan keluarganya. Di lihat kedua anaknya yang sangat imut itu berlari ke arahnya."Bunda ...."Aina menangkap dan memeluk kedua anak kembarnya dengan bahagia "Bunda ... Bunda tampak hebat dengan baju ini," kata Amira sambil memainkan rumbai yang menjuntai di bajunya."Ini namanya baju toga, bunda kita sudah jadi sarjana," ujar Ammar kepada adik kembarnya."Jadi ini yang dinamakan baju toga? Topinya sangat bagus," cicit Amira."Anak-anak ... Minggir dulu, ayah belum kebagian pelukan bunda kalian."Kedua anaknya melepaskan pelukan pada ibunya dengan cemberut, ayahnya memang begitu, selalu saja mendominasi bundanya dengan arogan."Ayah! Aku mau sama Bunda!" pekik Ammar."Iya, baru sebentar sama bunda," keluh Amira."Sudah, sana ikut nenek ... Itu nenek mau beli es krim loh," bujuk lelaki itu yang sukses membuat kedua anaknya berlari menghampiri neneknya."
Laura mendesah dengan kuat, menarik napas kuat-kuat. Kenangan berhubungan badan delapan tahun yang lalu masih menggema di telinganya, walaupun pandangannya kabur kala itu, tetapi telinganya masih nangkap suara desahan dan ceracauan dari bibir lelaki itu. "Hmmm, kamu tidak mandi?" Suara itu menyentak Laura, menyadarkannya dari lamunan yang tengah bermain dipikirannya. Lelaki itu sudah selesai mandi, memakai kaos oblong hitam dan celana training. Rambutnya yang basah tengah dikeringkan dengan handuk. Laura tergagap, dia begitu gugup karena mendapati lelaki asing tengah sekamar dengannya. "I ... Iya, saya mau mandi," sambarnya langsung menuju kamar mandi. "Saya mau keluar dulu, sebaiknya kau buka pakaianmu itu di sini, kebaya itu membuatmu ribet kayaknya, setengah jam lagi saya akan kembali," ujar Andika. Lelaki itu langsung keluar kamar, Laura yang tengah mematung memandang kepergian lelaki itu dibalik pintu bergegas membuka pakaian kebayanya dan buru-buru masuk kamar mandi, seten
Laura tidak bisa berkata-kata lagi, dia hanya memandang wajah anaknya dengan tatapan rumit, namun Arsen menatapnya dengan tatapan tajam, dengan mulut kecilnya anak itu menangih janji kepada ibunya dengan tegas seperti rentenir menangih hutang. "Mommy, penuhi Janjimu. Kata guru Arsen, seseorang itu yang dipegang omongannya, berani berjanji, harus bisa memenuhi." Semua orang terkesima mendengar perkataan Arsen, Andika sendiri berdiri dengan takjub, putranya ini ... Benar-benar cerdas dan bijaksana. Laura bingung mendengar permintaan anaknya yang tiba-tiba dan dikatakan di depan umum, dia melihay Dave meminta pembelaan, namun Dave malah mendukung Arsen. Situasi yang begitu canggung tidak bisa dihindari. Karena semua itu juga disaksikan oleh semua orang yang berada di sana. "Laura ... maukah kau menikah denganku? Demi Arsen, dia sangat membutuhkan seorang ayah," ujar Andika mendekati Laura. Laura hanya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa, ini terlalu mendadak. Dia menatap Dav
"Boy ... Perlu teman untuk bermain?" Arsen menghentikan kakinya yang akan menendang bola, beberapa saat dia terpaku menatap lelaki yang ada di hadapannya. Ouh? Is it a dream? Laura yang tengah menenggak minuman spontan tersedak, dia segera menyemburkan minuman yang berada di mulutnya. "DADDY !!" Setelah menyadari siapa yang berada di dekatnya, Arsen berteriak sekencangnya bahkan berlari sekencangnya menghampiri sosok lelaki yang kini tengah berlutut dengan satu kaki, ta ranselnya masih bersandar di bahunya. Keluarga Laras dan keluarga Dodi telah selesai pertemuannya, mereka mengantar orang tua Dodi ke halaman. Ketika mendengar jeritan Arsen yang begitu kencang, semua orang menoleh ke halaman samping di mana ada lapangan futsal. Dave terkejut melihat pemandangan tersebut, seorang lelaki yang telah membuatnya kuatir selama ini tengah memeluk cicitnya, bahkan bocah lelaki itu menangis tersedu-sedu dipelukan lelaki itu. Tanpa pikir panjang, Dave langsung menghampiri ayah dan ana
Kejutan demi kejutan membuat hidup Hasan dan Aina bertambah tambah rasanya, baru saja Dodi Rosadi, teman akrab Hasan ketika SMA dulu mengungkapkan lamaran kepada ibu dan pakdenya Laras di depan keluarga besar, hal itu tentu saja membuat Hasan memeluk temannya itu dengan erat. "Akhirnya kita sodaraan juga, Bro." "Ingat, tambah lagi satu kakaknya Aina, biarpun kakak sepupu, jadi jangan macam-macam kau ya?" ancam Dodi membuat semua orang tertawa. "Sayang, Fendi gak ada di momen indah seperti ini, harusnya kita punya formasi yang lengkap," ujar Syarif. "Iya, ini ayah. Member tugas kakak Aina kok begitu amat," Jawab Steven. "Aish, gak usah kuatir. Nanti Fendi kupanggil ke sini, dijamin besok pagi sudah ada di sini," jawab Dave sambil mencebikkan bibirnya Ayuni yang mendengar itu wajahnya langsung tersenyum sumringah, Duh ... Jadi ingat waktu momen pernikahan Steven dulu, saat itu ciuman pertamanya bersama kekasihnya itu. "Besok pernikahan akan digelar di mana?" tanya Nur kepada Lar
Lelaki itu buru-buru keluar dari pesawat yang membawanya hingga ke daerah ini, tempat yang dia tandangi hampir dua puluh tahun yang lalu, namun dia tidak akan lupa di mana alamat kakak kandungnya itu berada walau sang kakak kini sudah tiada. Dia sengaja mencari penerbangan paling pagi dari Singapura ke Jakarta, dilanjutkan dari Jakarta ke Jambi, karena memang belum ada penerbangan langsung dari Singapura ke Jambi.Dia tidak bisa menunda lagi untuk bertemu seseorang yang begitu penting dalam hidupnya, pertemuannya dengan Fendi tadi malam sungguh merupakan pertemuan yang sangat mengejutkan. Andika sebenarnya enggan bertemu secara pribadi dengan pemuda itu, jika Fendi tidak setengah memaksanya. Pemuda itu mengajaknya ke taman Merlion, duduk di bangku taman sambil memandangi patung kepala singa di hadapannya. "Senang bisa bertemu dengan orang yang saya kenal di negeri asing seperti ini," ujar Fendi mengawali percakapan."Sedang apa kamu di sini?" tanya Andika."Ada urusan bisnis. Pak D
"Good morning, Profesor." Sebuah sapaan bersahutan di dalam gedung itu ketika seseorang memakai kemeja putih dan celana bahan hitam datang menuju ke sebuah ruangan, kaca mata berbingkai emas yang bertengger di atas hidung lelaki itu menambah kesan dingin dan sulit untuk didekati."Morning," jawab lelaki itu singkat."In here, Prof," seru seseorang dengan seragam security menunjukkan jalan pada lelaki itu.Beberapa pria berjas hitam berjalan tegap di belakang lelaki itu, kaca mata hitam yang bertengger di setiap lelaki berjas hitam itu menambah seram penampilannya."Halo, profesor Andika Ibrahim Luthfi. Welcome, welcome," ujar seorang pria berkepala plontos memakai kemeja biru polos."Apa ini yang dimaksud dengan ruangan rahasia? Kenapa tidak terlihat rahasia sama sekali?" tanya lelaki itu dengan bahasa Inggris."Tentu rahasia yang dimaksud bukan rahasia tidak terlihat, semua ruangan ini adalah penyamaran, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalamnya.""Oke, tunjukkan aku."Pria b