Steven kembali di saat semua orang tengah makan malam, hanya Dito dan Fendi yang tidak ikut makan malam, Kedua bujangan itu sudah berpamitan dari sore untuk mengitari kota Bandung dan bersenang-senang ke mall atau ke gedung sate, mumpung masih berada di kota Bandung. Arsen yang terlihat letih seharian berjalan-jalan, meminta Bibi Mandy menemaninya tidur. "Apa Arsen sudah makan malam?" tanya Steven. "Tadi sore sudah makan di gerai ayam goreng, mungkin dia kecape'an, anak itu sangat atraktif dan bersemangat menaiki semua wahana," cerita Evi bersemangat, bagaimana dia tidak senang memiliki cucu yang begitu lucu. "Untung saja dia bisa tidak diperbolehkan naik halilintar karena tinggi badannya yang kurang," sambung Duke sambil tertawa. "Iya, nggak ada capek-capeknya anak itu," Evi menimpali sambil terkekeh. Laura hanya diam saja, dia cukup sedih tadi ingin menemani Arsen tidur tetapi Arsen malah ingin ditemani Bibi Mandy, dia sebenarnya maklum karena Bibi Mandy yang ada di samping A
Dave menyesap teh hangat buatan istrinya, sepertinya lelaki tua itu sangat lelah dan kehausan. Semua orang menatap Dave dengan pandangan cemas. Hasan bahkan menggenggam lengan Aina kuat, dia memang tidak ingat pernah making love dengan Laura, tetapi siapa yang tahu jika ada peristiwa yang tak terduga."Hasil tes DNA-nya sudah keluar. Ini Ayah tes langsung ke rumah sakit di Okinawa, Jepang. Orang kepercayaan Ayah yang membawanya ke sana."Semua orang menghela napas panjang, pantasan memeriksanya di Jepang? Makanya anak buahku tidak ada yang melacaknya, keluh Duke dalam hati.Dave membuka amplop itu, memperlihatkan isinya kepada semua orang, tulisan yang cukup kecil membuat semua orang mengernyit heran."Hasan bukan ayah kandung Arsen, prosentasenya sangat kecil, hanya 40%. Namun antara Arsen dan Hasan masih ada hubungan kekerabatan, entah itu saudara kandung atau saudara sepupu," ujar Dave.Hasan yang wajahnya sempat pucat menghela napas dengan lega, pegangan pada tangan Aina mengendur
Lima bulan kemudian .... Aina dan Hasan sudah kembali ke Jambi melakukan aktivitas seperti biasa, namun Aina sedikit lebih sibuk karena dia telah merenovasi warung baksonya menjadi lebih luas dan lebih apik. Laras sudah bekerja di warung bakso, dia tingga bersama dengan Anisa di kontrakan dekat warung bakso tersebut, warung bakso yang ada dua kamar tetap ditempati Ihsan dan Kamal. Sejak peristiwa tragis yang dialami istrinya di pulau Jawa itu, Hasan menjadi lebih protektif dan posesif terhadap istrinya. Tiap satu jam sekali pasti lelaki itu menelpon memastikan istrinya berada di mana. Walaupun ketika di kampus dia meminta Steven atau Kamal untuk mengawasi istrinya, bukan kenapa-kenapa, Hasan hanya trauma terhadap apa yang dialami Aina dulu. Aina sendiri tidak mengalami kendala apapun, dia tidak mengalami mimpi buruk atau trauma apapun sejauh ini, baginya ketika Hasan mau menerima kondisinya, akan menjadi obat mujarab bagi jiwanya, bisa menguatkan langkah hidup selanjutnya. Sejak La
Setelah beberapa kali mengikuti kajian di kampus, Aina mengutarakan keinginannya pada suaminya, tentu saja Hasan sangat senang menyambutnya."Kau ingin berjilbab, Sayang? Tentu saja Abang sangat mendukung. Abang sangat senang kau punya keinginan seperti ini, aurat itu memang harus ditutupi, selama ini Abang juga berkeinginan seperti itu, cuma melihat kesiapan kamu saja, Sayang ... Kalau perlu kau bercadar.""Semua butuh proses, Abang. Aku gak mau berjilbab atau bercadar hanya bertujuan menutupi aurat, kalau bisa melakukan itu karena diniatkan ibadah, jadi kalau sudah bercadar jangan sampai dibuka lagi, itu yang belum aku bisa, Bang.""Ya, kalau gitu berjilbab saja, tetapi jilbabnya yang lebar.""Iya, biarpun berjilbab lebar tetapi tetap masih bisa modis kok.""Ya, ayo ... Kita belanja di butik muslim."Hari Minggu sore mereka menyempatkan menyambangi butik yang menjual pakaian muslim, Hasan ikut membantu istrinya memilih pakaian yang cocok dipakai kuliah. Cukup banyak yang mereka beli
Kepergian yang mendadak Hasan dan Aina harus tertunda karena tidak mendapat tiket pesawat, apalagi akhir pekan seperti ini, yang tadinya mau berangkat pagi jadi tertunda siang.Pagi-pagi dia sudah mendapat telpon dari Anisa yang mengeluh tentang Laras. Kepala Aina hampir pecah memikirkan saudara tak tahu diri itu. Hasan yang baru pulang joggin di sekitar kompleks mendapati istrinya yang tengah ngomel-ngomel di telepon."Apa sih, Sayang? Pagi-pagi sudah ngomel-ngomel? Belum bikin sarapan?""Mana sempat? Itu Anisa mengeluh tentang Laras. Lama-lama gedek sama Jawir satu itu.""Memangnya masalahnya apa?""Dia sudah kupecat kemarin.""Kok dipecat?""Gimana gak dipecat? Semua pelangganku pada kabur. Dia melayani pelanggan kasar banget, bahkan ada yang dimaki-maki sama dimarah-marahin, kemarin pelanggan pada komplain sama aku. Sekarang dia memaksa Anisa untuk mengantar ke rumah kita, dia memaksa jadi pembantu di sini, tujuannya jelas banget mau deketin Abang."Hasan tersenyum melihat bibir c
Setelah mendapat pesan dari Aina, Steven tidak bisa berpikir lagi. Dia langsung mandi, bergegas berpakaian dan memasukkan beberapa pakaian dengan asal ke tas ransel. Dia segera menuju bandara dengan motor sport-nya. Beruntung dia masih mendapatkan tiket ke Jakarta pada penerbangan jam tujuh malam. Hari masih jam lima sore, masih ada dua jam lagi sebelum keberangkatan. Steven segera pulang untuk mengembalikan motornya dan kembali lagi ke bandara dengan menggunakan taksi. Satu jam menunggu sebelum pesawat take off membuatnya tidak sabaran, perasaannya sudah tidak karuan. Gelisah tidak menentu, apa yang akan dikatakan pada Melanie jika bertemu nanti? Di dalam pesawat, Steven hanya melamun menyesali diri, dia berkali-kali menghirup napas panjang dan berat. Apa bedanya dia dengan Agung? Sama-sama lelaki brengsek, namun mungkin dia lebih brengsek. Karena jejak kebrengsekannya tertinggal di rahim Melanie. Sementara Aina, ketika di rawat di rumah sakit, dokter langsung mengantisipasi dengan
Tak berapa lama pintu ruang ICU terbuka, muncullah sesosok lelaki berusia empat puluh tahun yang penampilannya masih seperti usia tiga puluh tahunan. "Abang, lelaki itu mirip banget sama Abang, kayak kakak adik kalian," bisik Aina di telinga suaminya. "Om Andi?" Hasan langsung menghampiri lelaki yang tengah berdiri mematung di tengah pintu, lelaki itu juga melangkah menghampiri Hasan, kedua tangannya terentang, menyambut pekikan keponakannya itu. "Hasan ... Kau sudah sebesar ini? Dulu terakhir ketemu kau masih kecil." "Kejadian itu sudah delapan belas tahun yang lalu, Om. Om Andi juga tidak berubah, masih muda dan gagah, selama ini Om kemana saja? Kenapa tidak pernah mengunjungi aku lagi sejak ibu meninggal?" Andika tersenyum penuh misteri, matanya menyiratkan kesedihan, hanya Andini saudara yang Andika punya setelah ibunya meninggal, namun saudaranya itu juga pergi dengan kasus yang sama seperti ibunya, harusnya Andika pergi mengunjungi keponakannya, masih ada Hasan dan Haris s
Setelah seharian mengelilingi daerah Ubud Bali, dengan membawa foto Melanie, Steven kembali lagi ke hotel. Usaha hari ini sungguh tidak membuahkan hasil, yang ada rasa lelah yang tak terkira. Entah kemana wanita itu pergi, lagipula Ubud kan daerahnya luas, haruskah Steven menyusuri setiap jengkal tanah di daerah ini? "Mel ... Di mana kau kini? Sekarang kurasakan rindu yang sangat dalam kepadamu Mel, maafkan aku ...." Steven hanya bisa mengeluh sambil mengamati langit-langit kamar. Terbayang malam pertama mereka ketika di Australia dulu, teriakan dan desahan Melanie sungguh membuatnya terhanyut dan kecanduan, hingga ketika wanita itu menghilang, dia seperti orang gila mencarinya ke mana-mana. Sekarang ketika mereka dipertemukan lagi, justru dia yang meninggalkan wanita itu dalam keadaan hamil pula, bukan karena kesalaha yang wanita itu lakukan, tetapi kesalahannya yang terlalu egois. Steven berpikir keras, dia tidak mungkin menemukan Melanie ditempat keramaian seperti tempat pencaria
"Abang, apakah ibu kandung Abang sudah menghubungi?" tanya Ayuni Mereka akan segera kembali ke Jambi untuk melangsungkan pernikahan satu Minggu lagi. "Tidak, kau lihat ... Wanita itu hanya akan menuruti perkataan suaminya, mana mungkin dia mau membelaku, dari dulu seperti itu, dia bucin banget sama suaminya itu, sampai-sampai menelantarkan anak kandungnya sendiri." Fendi menatap langit dengan wajah datar dari jendela apartemennya, dia juga malas sebenarnya menemui wanita yang sudah melahirkannya itu, kalau bukan uwaknya yang menyuruh menemui ibu kandungnya, dia tidak akan pernah pergi ke sana, ke tempat yang selalu membuatnya traumatis tersebut. "Bagaimana dengan ayah kandung Abang? Apakah dia akan datang ke pernikahan kita?" "Lelaki itu tidak bisa diharapkan, apalagi kondisinya sekarang sedang dipenjara. Cukup saja dari pihakku keluarga uwakku dan keluarga Aina." Yah, sudah tiga tahun yang lalu Sardan ditangkap polisi karena mengedarkan narkoba, hukumannya juga tidak main-main,
Kurang dari dua puluh menit, kedua suami istri itu pulang dari sawah, bajunya sudah kotor terkena lumpur sawah. Melihat mobil bagus di halaman rumah mereka, Aminah begitu gugup dan panik."Siapa to lek, tamunya?""Ya, nggak tahu, Min. Dua orang laki-laki sama perempuan muda. Sepertinya mereka suami istri, atau pasangan kekasih, yang perempuan ayu banget, yang laki-laki juga bagus banget. Cepat temui mereka.""Badanku masih kotor Lek, aku mau besihkan badan dulu di belakang," ujar Mardi suami Minah.Mereka buru-buru membersihkan tubuh mereka, mengganti pakaiannya dengan pakaian yang menurut mereka layak.Dengan gugup, suami istri itu datang ke ruang tamu, mereka mendapati sepasang anak muda dengan gaya anak kota yang begitu klimis dan rapi yang sangat asing dipandangan mereka."Eh, ada tamu ... Monggo-monggo, maaf ini tamu dari mana ya?" ujar Mardi dengan gugup.Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangan pada Fendi yang dibalas Fendi dengan tatapan dingin. Tangan lelaki itu begitu kasar,
Lima tahun kemudian ....Aina bergegas keluar dari aula gedung Balairung kampus, wajahnya sangat sumringah, dia segera mencari keberadaan keluarganya. Di lihat kedua anaknya yang sangat imut itu berlari ke arahnya."Bunda ...."Aina menangkap dan memeluk kedua anak kembarnya dengan bahagia "Bunda ... Bunda tampak hebat dengan baju ini," kata Amira sambil memainkan rumbai yang menjuntai di bajunya."Ini namanya baju toga, bunda kita sudah jadi sarjana," ujar Ammar kepada adik kembarnya."Jadi ini yang dinamakan baju toga? Topinya sangat bagus," cicit Amira."Anak-anak ... Minggir dulu, ayah belum kebagian pelukan bunda kalian."Kedua anaknya melepaskan pelukan pada ibunya dengan cemberut, ayahnya memang begitu, selalu saja mendominasi bundanya dengan arogan."Ayah! Aku mau sama Bunda!" pekik Ammar."Iya, baru sebentar sama bunda," keluh Amira."Sudah, sana ikut nenek ... Itu nenek mau beli es krim loh," bujuk lelaki itu yang sukses membuat kedua anaknya berlari menghampiri neneknya."
Laura mendesah dengan kuat, menarik napas kuat-kuat. Kenangan berhubungan badan delapan tahun yang lalu masih menggema di telinganya, walaupun pandangannya kabur kala itu, tetapi telinganya masih nangkap suara desahan dan ceracauan dari bibir lelaki itu. "Hmmm, kamu tidak mandi?" Suara itu menyentak Laura, menyadarkannya dari lamunan yang tengah bermain dipikirannya. Lelaki itu sudah selesai mandi, memakai kaos oblong hitam dan celana training. Rambutnya yang basah tengah dikeringkan dengan handuk. Laura tergagap, dia begitu gugup karena mendapati lelaki asing tengah sekamar dengannya. "I ... Iya, saya mau mandi," sambarnya langsung menuju kamar mandi. "Saya mau keluar dulu, sebaiknya kau buka pakaianmu itu di sini, kebaya itu membuatmu ribet kayaknya, setengah jam lagi saya akan kembali," ujar Andika. Lelaki itu langsung keluar kamar, Laura yang tengah mematung memandang kepergian lelaki itu dibalik pintu bergegas membuka pakaian kebayanya dan buru-buru masuk kamar mandi, seten
Laura tidak bisa berkata-kata lagi, dia hanya memandang wajah anaknya dengan tatapan rumit, namun Arsen menatapnya dengan tatapan tajam, dengan mulut kecilnya anak itu menangih janji kepada ibunya dengan tegas seperti rentenir menangih hutang. "Mommy, penuhi Janjimu. Kata guru Arsen, seseorang itu yang dipegang omongannya, berani berjanji, harus bisa memenuhi." Semua orang terkesima mendengar perkataan Arsen, Andika sendiri berdiri dengan takjub, putranya ini ... Benar-benar cerdas dan bijaksana. Laura bingung mendengar permintaan anaknya yang tiba-tiba dan dikatakan di depan umum, dia melihay Dave meminta pembelaan, namun Dave malah mendukung Arsen. Situasi yang begitu canggung tidak bisa dihindari. Karena semua itu juga disaksikan oleh semua orang yang berada di sana. "Laura ... maukah kau menikah denganku? Demi Arsen, dia sangat membutuhkan seorang ayah," ujar Andika mendekati Laura. Laura hanya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa, ini terlalu mendadak. Dia menatap Dav
"Boy ... Perlu teman untuk bermain?" Arsen menghentikan kakinya yang akan menendang bola, beberapa saat dia terpaku menatap lelaki yang ada di hadapannya. Ouh? Is it a dream? Laura yang tengah menenggak minuman spontan tersedak, dia segera menyemburkan minuman yang berada di mulutnya. "DADDY !!" Setelah menyadari siapa yang berada di dekatnya, Arsen berteriak sekencangnya bahkan berlari sekencangnya menghampiri sosok lelaki yang kini tengah berlutut dengan satu kaki, ta ranselnya masih bersandar di bahunya. Keluarga Laras dan keluarga Dodi telah selesai pertemuannya, mereka mengantar orang tua Dodi ke halaman. Ketika mendengar jeritan Arsen yang begitu kencang, semua orang menoleh ke halaman samping di mana ada lapangan futsal. Dave terkejut melihat pemandangan tersebut, seorang lelaki yang telah membuatnya kuatir selama ini tengah memeluk cicitnya, bahkan bocah lelaki itu menangis tersedu-sedu dipelukan lelaki itu. Tanpa pikir panjang, Dave langsung menghampiri ayah dan ana
Kejutan demi kejutan membuat hidup Hasan dan Aina bertambah tambah rasanya, baru saja Dodi Rosadi, teman akrab Hasan ketika SMA dulu mengungkapkan lamaran kepada ibu dan pakdenya Laras di depan keluarga besar, hal itu tentu saja membuat Hasan memeluk temannya itu dengan erat. "Akhirnya kita sodaraan juga, Bro." "Ingat, tambah lagi satu kakaknya Aina, biarpun kakak sepupu, jadi jangan macam-macam kau ya?" ancam Dodi membuat semua orang tertawa. "Sayang, Fendi gak ada di momen indah seperti ini, harusnya kita punya formasi yang lengkap," ujar Syarif. "Iya, ini ayah. Member tugas kakak Aina kok begitu amat," Jawab Steven. "Aish, gak usah kuatir. Nanti Fendi kupanggil ke sini, dijamin besok pagi sudah ada di sini," jawab Dave sambil mencebikkan bibirnya Ayuni yang mendengar itu wajahnya langsung tersenyum sumringah, Duh ... Jadi ingat waktu momen pernikahan Steven dulu, saat itu ciuman pertamanya bersama kekasihnya itu. "Besok pernikahan akan digelar di mana?" tanya Nur kepada Lar
Lelaki itu buru-buru keluar dari pesawat yang membawanya hingga ke daerah ini, tempat yang dia tandangi hampir dua puluh tahun yang lalu, namun dia tidak akan lupa di mana alamat kakak kandungnya itu berada walau sang kakak kini sudah tiada. Dia sengaja mencari penerbangan paling pagi dari Singapura ke Jakarta, dilanjutkan dari Jakarta ke Jambi, karena memang belum ada penerbangan langsung dari Singapura ke Jambi.Dia tidak bisa menunda lagi untuk bertemu seseorang yang begitu penting dalam hidupnya, pertemuannya dengan Fendi tadi malam sungguh merupakan pertemuan yang sangat mengejutkan. Andika sebenarnya enggan bertemu secara pribadi dengan pemuda itu, jika Fendi tidak setengah memaksanya. Pemuda itu mengajaknya ke taman Merlion, duduk di bangku taman sambil memandangi patung kepala singa di hadapannya. "Senang bisa bertemu dengan orang yang saya kenal di negeri asing seperti ini," ujar Fendi mengawali percakapan."Sedang apa kamu di sini?" tanya Andika."Ada urusan bisnis. Pak D
"Good morning, Profesor." Sebuah sapaan bersahutan di dalam gedung itu ketika seseorang memakai kemeja putih dan celana bahan hitam datang menuju ke sebuah ruangan, kaca mata berbingkai emas yang bertengger di atas hidung lelaki itu menambah kesan dingin dan sulit untuk didekati."Morning," jawab lelaki itu singkat."In here, Prof," seru seseorang dengan seragam security menunjukkan jalan pada lelaki itu.Beberapa pria berjas hitam berjalan tegap di belakang lelaki itu, kaca mata hitam yang bertengger di setiap lelaki berjas hitam itu menambah seram penampilannya."Halo, profesor Andika Ibrahim Luthfi. Welcome, welcome," ujar seorang pria berkepala plontos memakai kemeja biru polos."Apa ini yang dimaksud dengan ruangan rahasia? Kenapa tidak terlihat rahasia sama sekali?" tanya lelaki itu dengan bahasa Inggris."Tentu rahasia yang dimaksud bukan rahasia tidak terlihat, semua ruangan ini adalah penyamaran, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalamnya.""Oke, tunjukkan aku."Pria b