Hari kedua UMPTN, Aina langsung mengambil uang di tabungannya untuk modal membuka warung bakso. Setelah tes, dia beserta ketiga temannya itu menyambangi rumah almarhum pak Karyo untuk membayar kontrakan warung, ternyata istri pak Karyo benar-benar tengah sakit dan membutuhkan uang. Istri pak Karyo mengontrakan warung itu lima juta satu tahun dan langsung disanggupi oleh Aina."Lima juta itu kebanyakan, Ai. Untung ukuran warung kecil seperti itu layaknya cuma tidak juta," protes Kamal."Tidak apa-apa Kamal, kasihan istri pak Karyo itu tengah butuh biaya untuk berobat. Semoga berkah usaha kita ya," jawab Aina dengan perasaan terharu.Mendengar itu, teman-temannya tidak berani protes lagi, Aina memang selalu seperti itu dari dulu, dia lebih mengedepankan kemanusiaan dan kedermawanan daripada sekedar keuntungan."Sudah kau perinci modal yang lain?" tanyanya lagi pada Kamal."Iya, ini untuk membeli perlengkapan dua juta, membeli kulkas dua juta, membeli bahan baku satu juta.""Jadi totaln
Kesibukan Aina membuka warung bakso dengan teman-temannya tanpa terasa sudah berlangsung dua Minggu, malam Minggu dan hari Minggu merupakan puncaknya pelanggan datang dan di hari itu otomatis Aina tidak bisa membantu teman-temannya karena suaminya juga libur bekerja.Akhirnya Aina berterus terang dengan ketiga temannya itu bahwa dia sudah menikah, hal itu mengejutkan teman-temannya, mereka penasaran Aina menikah dengan siapa sehingga Aina berjanji suatu saat dia akan mengajak suaminya bertandang ke kedai mereka. Karena memang situasinya seperti itu, mereka justru yang melarang Aina membantu mereka jika Aina harus mengabaikan suaminya. Karena memang berasal dari kampung yang sama, persahabatan mereka terjalin begitu erat, mereka berkomitmen untuk tidak ada rahasia diantara mereka, akhirnya Aina bisa menceritakan tentang kisah hidupnya dengan mereka bertiga dan sahabatnya itu juga akan merahasiakan apapun permasalahan mereka. Hasan sendiri tidak tahu aktivitas istrinya bahkan tidak menc
Dalam ospek tiga hari ini, Aina berusaha tidak menonjolkan diri, namun penampilannya yang menonjol selalu mudah ditemukan. Setalah pertemuannya dengan Dimas waktu itu, dia tidak melihat pemuda itu lagi, sebenarnya dia merasa bersalah padanya, namun setidaknya dia lega tidak bertemu lagi, dia tidak akan membuat pemuda itu mengharapkannya lagi.Danu masih juga mencari-cari perhatiannya, membuat senior cewek nampak gerah dan cemburu dengan Aina. Beberapa kali Aina terus mereka bulli bahkan mereka ancam."Kenapa kau, ha? Kau mau sok kecantikan ya? Tidak usah kau belagak kecentilan mencari perhatian cowok seenior ya?" ujar senior cewek yang cukup disegani.Aina hanya diam saja, dia sendiri heran di mana letak dia kecentilan, dia bahkan diam saja tanpa banyak ulah. Hanya saja beberapa senior cowok datang memberinya perhatian, itu bukan salah dia."Jawab kau, kenapa diam saja?" hardik gadis itu dengan marah, dia sangat marah karena Danu selalu saja mendekati Aina."Liza! Ada apa ini? Kau mau
Hari Minggu ini Hasan mengajak Aina jalan ke mall, Aina tentu sangat senang, karena selama mereka menikah belum pernah ke mall hanya sekedar jalan-jalan, paling mereka hanya belanja bulanan kebutuhan sehari-hari. Hasan sengaja meluangkan hari ini, karena Jumat kemarin baru menerima tunjangan jabatan yang nominalnya lumayan untuk memanjakan istri cantiknya."Kita ke mana dulu, Bang?" ujar Aina sambil bergelayut manja di lengan kekar suaminya."Kita membeli kebutuhan kuliah Aina," jawab lelaki itu sambil mengusap kepala istrinya itu dengan sayang."Kebutuhan kuliah? Aku sudah membelinya kemarin, buku, pena, kertas HVS, semua sudah kubeli." "Itu peralatan kuliah, kita akan membeli kebutuhan, kebutuhan itu banyak, terutama baju untuk kuliah, kau tidak mungkin ke kampus hanya memakai baju itu-itu saja, beli tas sandang yang bisa menampung laptop dan memiliki mantel parasut agar tidak terkena air hujan dalamnya, nah tas itu lagi trend sekarang. Membeli sepatu, celana, masih banyak lagi lah
Setelah selesai belanja, Hasan menitipkan semua belanjaannya ke penitipan barang. Dia berjalan menggandeng Aina menuju restoran di lantai atas, sebelum sampai restoran, langkahnya berhenti di toko ponsel, lelaki itu menarik tangan istrinya menuju toko tersebut."Mau apa ke sini, Bang?""Mau lihat-lihat HP.""Bukankah Abang sudah punya HP?""Iya, tetapi sekarang ada HP yang memiliki fitur kamera dan bisa untuk internetan."Setelah menanyakan barang yang di maksud kepada pelayan toko, pelayan itu segera memberikan beberapa produk yang mereka jual."Ini produk terbaru, Pak. Namanya Blackbarry, bisa mengirim pesan dan bisa membuat grup obrolan, fitur kameranya juga bagus.""Kau mau, Sayang?" tanya Hasan dengan tatapan sayang pada istrinya."Untuk apa aku HP? Bukankah Abang baru membelikanku HP belum lama in?" "Iya, tapi HP ini sangat bagus, Abang bermaksud membelikanku." "Bang, tidak usah pemborosan, aku sudah punya HP.""Apa bisa tukar tambah di sini?' tanya Hasan pada penjual."Bisa,
"Apa maksudmu?" Aina mengernyitkan dahi, memandang Reni dengan tajam."Gak usah belagak kau, aku pikir kau anak orang kaya, huh tahunya? Kau hanya anak kampung dari SMA desa terpencil di Kuala Tungkal, kenapa setelah datang ke Jambi lagakmu macam orang kaya dan gedongan, wajarlah ... Kan ada om-om yang menjadikanmu simpanan. Senang kau ya? Memakai semua barang bermerk dari pemberian suami orang?" ujar Reni dengan nada yang betul-betul menghina. Sudut bibir Renata melengkung sempurna, dia tidak perlu berkoar-koar membuka aib gadis ini, cukup Reni si bodoh yang selalu dibawah kendalinya yang bergerak, mulut gadis itu selalu tajam seperti sembilu, mendapat mangsa yang bisa diperolok-olok membuatnya bertambah ganas dalam menyerang."Maaf, aku tidak banyak waktu meladeni omonganmu yang tidak jelas ini. Aku harus pergi!" hardik Aina sambil menepiskan tangannya dengan kuat.Tangan Reni sudah bisa dihempaskannya, namun bukan Reni jika tidak bertindak lebih agresif, dari zaman SMA dulu Aina s
Setelah jam setengah sepuluh, Aina pergi ke kampus, urusan warung masih di serahkan pada Anisa, karena gadis itu jadwal kuliahnya jam satu siang. Ketika sampai pelataran kampus, waktu masih ada setengah jam sebelum masuk, Aina mencari bangku santai di dekat lorong penghubung antar gedung. Lorong ini juga menghubungkan ke ruangan para dosen.Ketika Aina duduk, suasana tampak sepi, sepertinya yang masuk kelas pagi belum ada yang keluar walaupun ada beberapa mahasiswa yang melintas, tetapi sepertinya anak jurusan lain sehingga tidak mengenalnya.Tiba-tiba terdengar notifikasi di HP-nya berbunyi, gadis itu segera mengambilnya di tas, dibukanya aplikasi pesan di masanger.(Sayang)Aina tersenyum melihat satu kata yang tertera di layar, suaminya itu ... Benar-benar bucin.(Iya, Bang) balasnya.(Abang kangen) Tuh kan ... Baru dua jam pisah, dah bilang kangen.(Kita gak ketemu baru dua jam, gak usah ngegombal kangen)(Jangankan dua jam, semenit saja sudah kangen)Aina tidak tahan tertawa mel
Aina tidak bisa mengatakan apa-apa, dia hanya tercengang melihat dosen tampan itu memintanya menjadi PJ. "Bagaimana, Ai? Apakah kau bersedia?" "Eh?" Aina tersadar ketika mendengar perkataan Steven kedua kalinya "Anu, itu ... Dari mana bapak tahu kalau saya punya HP Blackbarry?" "Aku melihatnya kau memainkannya tadi. Kau jadi PJ tugas sekarang, oke?" "Maaf, Pak. Tidak bisa, cari yang lain saja," ujar Aina malas. Kenapa pula dosen ini main perintah saja tanpa mempertimbangkan dia bersedia atau tidak. "Tapi yang lain gak punya BBM?" "Kan ada ketua tingkat, biasanya yang mengurusi seperti ini kating, Pak," elak Aina. "Saya sudah bilang, di kelas ini hanya kamu yang punya BBM. Sudah diputuskan ya, PJ nya kamu." "Pak, saya tidak bisa. Saya takut lalai, saya banyak kegiatan, Pak." "Kegiatan apa sih? Sok sibuk banget," celetuk seorang mahasiswi yang gagal jadi PJ tadi. "Iya, ih." "Yah, sibuk apalagi, kalau gak sibuk ngelayanin om-om senang." Sepertinya komentar teman-temannya