Syarif tidak langsung pulang setelah salat subuh, jika dia pulang awal maka Hayana akan menanyakan titipannya, tentu saja dia tidak mau istrinya kecewa. Sementara Hasan harus berputar-putar dulu di pusat kota hingga menemukan minimarket dua puluh empat jam, setelah masuk mini market, dia langsung mencari-cari rak pembalut berada, dia segera mencari merk yang dipesan Aina, membaca dengan teliti sesuai pesanannya, panjang 30 cm dan bersayap. Akhirnya setelah membaca dengan seksama dia menemukannya, daripada pusing bolak-balik, dia membeli sepuluh bungkus yang ukurannya paling besar. Setelah sampai rumah, dia segera masuk rumah Syarif yang sudah di dekorasi untuk tempat prosesi, dia dengan mudah menemukan kamar Aina yang tengah perawatan sebelum dirias pengantin. Hasan langsung mengetuk pintu, Hayana yang membukakan pintunya. "Bang Hasan? Kenapa ke sini? Pakaian dan perias pria sudah standby di rumah Fendi, acara akadnya jam sepuluh, tapi tamu undangan jam delapan sudah datang, Abang h
Ayuni bergegas ke kamar rias pengantin wanita di rumah Syarif, ternyata Aina sudah selesai dirias, di sana juga ada Bik Nur dan Hayana. Ketika melihat Aina, Ayuni sungguh terkejut, ternyata dia melihat wanita yang selama ini dia kenal dengan Naina, gadis cantik yang membuatkan terkagum-kagum."Kak Naina?" Aina tersenyum simpul melihat calon adik iparnya datang, dia memang sangat mengharapkan keluarga Hasan akan menghadiri pernikahannya selain Syarif tentunya."Ayuni? Kamu datang, Dek?" serunya dengan suara gembira."Apa benar ini kak Aina?" tanya Ayuni ragu-ragu, soalnya abangnya bilang dia kan menikah dengan Aina."Iya, sini, dek.""Benar, ini kak Aina?""Iya, maaf selama ini wajah kakak tidak seperti ini," ujar Aina, dia sendiri bingung mau menjelaskannya bagaimana dengan gadis ini."Tidak Ayuni sangka, ternyata kak Aina cantik sekali, jadi selama ini, bang Hasan pacaran dengan orang yang dekat denganku, tapi aku tidak sadar. Kenapa kakak menyembunyikan wajah cantik kakak? Secara w
Seusai acara pernikahannya, Hasan langsung membawa Aina ke kediaman pribadinya, dia tidak mau menunggu ataupun merepotkan Syarif lagi. Setelah acara makan siang bersama, acara pernikahan mereka juga sudah selesai, tinggal beberapa teman sekolah Hasan yaitu Zulkifli kakak Hayana yang seorang dokter bersama teman-teman SMA nya, mereka masih bercengkrama sekaligus reunian dengan Hasan di tenda depan rumah. Di/1/11 "Sebenarnya pesta pernikahan itu sebaiknya seperti ini, lebih intim, lebih akrab, tidak ada hingar bingar musik yang kadang membuat telinga mau pecah dan perut terasa mual," kata Hilman salah satu temannya. "Nah, besok pernikahan kamu bikin konsep kayak gini juga dong, Man," seru Dodi menanggapi. "Maunya sih? Cuma gue mau nikah sama siapa? Betinanya saja belum ada," ucap Hilman malas-malasab. "Eh, busyet ... Pantasan gak ada cewek yang mau sama elu, elu tu memperlakukan perempuan macam binatang saja, pakai disebut betina," timpal Zulkifli yang kini telah memiliki satu orang
Menjadi pengantin baru rasanya berbeda, terasa lebih bergairah dalam menjalani hidup, merasa di rumah ada yang menanti kehadiran kita, merasa ada yang dituju. Begitulah perasaan Hasan saat ini, walaupun belum juga melakukan malam pertama, tetapi perasaannya lebih hidup dan bersemangat. Hampir setiap hari dia memberi tanda silang pada kalendernya, ini sudah hari ke enam, berarti besok atau lusa, istri cantiknya sudah halal untuk di ninu-ninu. Memikirkan saja perasaannya sudah melayang jauh, tak terasa dia menjadi senyum-senyum sendiri, kadang kala sikapnya yang seperti ini menjadi bahan ledekan rekan kerjanya, tetapi dia tidak ambil pusing, dia hanya tersenyum ambigu dalam menanggapinya. Menjadi istri rumah tangga di saat usianya begitu belia tidak menghalangi Aina untuk menjadi istri yang cekatan dan terlatih, sejak masih usia sangat belia, dia sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, bahkan sudah terbiasa mengerjakan pekerjaaan kasar untuk mencari nafkah, hanya urusan sepu
”Abang gak perlu baca doa di buku doa itu, Abang akan baca doa di dalam hati, pakai bahasa Indonesia saja lebih afdol," bisik Hasan sambil menggigit pelan telinga istrinya dan membalik tubuh istrinya menghadapnya."Yang afdol itu ya pakai bahasa Arab, Bang ...."Hasan tidak memiliki kesabaran untuk meladeni ucapan istrinya, gak perlu banyak teori, yang penting praktek eksekusi. Dengan penuh gairah, dilumat bibir ranum Aina yang selalu menggodanya, semakin lama ciuman itu semakin panas dan liar, Aina megap-megap melayani ciuman liar suaminya, mereka hanya berhenti sebentar untuk menarik napas, terus melanjutkan aktivitas panas mereka.Hasan membimbing tangan Aina untuk melepaskan kancing baju dinasnya, membuat Aina kesulitan membuka kancingnya hingga terlepas dan terjatuh di lantai dengan suara bergerincing. Hasan tidak sabaran membuka baju daster pendek seksi yang dikenakan Aina, hingga merobeknya jadi dua.Aktivitas mereka secara alami terus meningkat suhu dan intensitasnya, hingga s
"Itu orangnya, Bos. Naik ojek," tunjuk Rian ketika melihat perempuan memakai celana jeans dan jaket Levis menaiki ojek dipunggungnya menyandang tas ransel. "Ayo ikuti ...." Mobil mereka mengikuti Aina hingga ke universitas, Aina langsung menuju ke aula Balairung, di sana formulir pendaftaran disediakan, banyak calon mahasiswa yang tengah mengambil formulir, mengingat tes UMPTN akan dilaksanakan. Agung melakukan perjalanan bisnis memantau perkebunannya di Sumatera, Riau dan Jambi. Dia benar-benar terkejut mendengar kabar jika Aina dan Hasan sudah menikah. Dia memang dasar lelaki keras kepala, baginya pernikahan mereka bukan akhir segalanya, mereka yang menikah masih bisa bercerai. Dan visi misi-nya sekarang adalah membuat suami istri itu bercerai. "Rian, kau pantau dari luar, ke mana wanita itu pergi," perintah Agung. Rian berjalan menyusuri ruang Balairung yang luas, dengan mudah dia melihat Aina di stand formulir tipe A, gadis itu membayar formulir dan bergegas keluar. Aina menca
Aina masih merasakan sakit di lututnya, namun dia harus menyiapkan makan malam untuk suaminya, dia hanya memasak tumisan dan sambal teri yang bahannya sudah tersedia di kulkas, selepas magrib, Hasan pulang dengan wajah kelelahan.Sehabis mandi, dia segera ke meja makan. Istrinya sudah menyiapkan makan malam."Maaf, Bang. Cuma bisa masak ini, tadi gak sempat belanja." Hasan memperhatikan hidangan di atas meja, tumis sawi dan sambal teri. Hasan mengambil makanan dengan semangat, karena memang sudah lapar."Gini saja sudah enak, bukan karena bahannya yang sederhana, tetapi masakan kamu memang selalu enak, apapun yang kamu masak."Aina tersenyum memdengar sanjungan dari suaminya, dia segera menuangkan segelas air ke hadapan suaminya."Kau jadi ke universitas?""Jadi.""Ngambil jurusan apa?""Pendidikan bahasa Inggris.""Pendidikan? Jadi mau jadi guru?""Ah, iya ... Aku ada membaca artikel parenting di majalah, kata ustazahnya profesi bagi wanita menikah yang tepat adalah guru, selain men
Setelah Hasan pergi kerja, Aina tidak tahu apa yang harus dilakukan di rumah seharian. Dia segera membuka-buka buku dan kumpulan soal-soal untuk menghadapi UMPTN. Hari sudah menunjukkan jam sepuluh pagi ketika bel rumahnya ada yang memencet. Dia yang tengah berada di lantai atas, tertatih-tatih menuruni tangga, membuka pintu dengan riang tanpa rasa curiga sedikitpun."Selamat pagi, Nona Aina?""Pak Agung? Kenapa ke sini?" Aina cukup terkejut, sepertinya pria yang menabraknya itu tidak cukup bertemu kemarin, dia merasa tidak nyaman dengan kedatangan lelaki lain di saat suaminya tidak di rumah."Saya datang membawakan tonik, minuman kesehatan agar Nona Aina cepat pulih, saya juga membawa minyak butbut kalau dioleskan ke luka akan cepat kering, ada juga multivitamin dan buah-buahan."Lelaki itu menyodorkan dua kantung plastik yang berisi barang-barang yang barusan di sebutkan."Tidak perlu seperti ini, Pak Agung. Luka saya hanya luka kecil, sebentar saja sudah sembuh.""Saya hanya meras
"Abang, apakah ibu kandung Abang sudah menghubungi?" tanya Ayuni Mereka akan segera kembali ke Jambi untuk melangsungkan pernikahan satu Minggu lagi. "Tidak, kau lihat ... Wanita itu hanya akan menuruti perkataan suaminya, mana mungkin dia mau membelaku, dari dulu seperti itu, dia bucin banget sama suaminya itu, sampai-sampai menelantarkan anak kandungnya sendiri." Fendi menatap langit dengan wajah datar dari jendela apartemennya, dia juga malas sebenarnya menemui wanita yang sudah melahirkannya itu, kalau bukan uwaknya yang menyuruh menemui ibu kandungnya, dia tidak akan pernah pergi ke sana, ke tempat yang selalu membuatnya traumatis tersebut. "Bagaimana dengan ayah kandung Abang? Apakah dia akan datang ke pernikahan kita?" "Lelaki itu tidak bisa diharapkan, apalagi kondisinya sekarang sedang dipenjara. Cukup saja dari pihakku keluarga uwakku dan keluarga Aina." Yah, sudah tiga tahun yang lalu Sardan ditangkap polisi karena mengedarkan narkoba, hukumannya juga tidak main-main,
Kurang dari dua puluh menit, kedua suami istri itu pulang dari sawah, bajunya sudah kotor terkena lumpur sawah. Melihat mobil bagus di halaman rumah mereka, Aminah begitu gugup dan panik."Siapa to lek, tamunya?""Ya, nggak tahu, Min. Dua orang laki-laki sama perempuan muda. Sepertinya mereka suami istri, atau pasangan kekasih, yang perempuan ayu banget, yang laki-laki juga bagus banget. Cepat temui mereka.""Badanku masih kotor Lek, aku mau besihkan badan dulu di belakang," ujar Mardi suami Minah.Mereka buru-buru membersihkan tubuh mereka, mengganti pakaiannya dengan pakaian yang menurut mereka layak.Dengan gugup, suami istri itu datang ke ruang tamu, mereka mendapati sepasang anak muda dengan gaya anak kota yang begitu klimis dan rapi yang sangat asing dipandangan mereka."Eh, ada tamu ... Monggo-monggo, maaf ini tamu dari mana ya?" ujar Mardi dengan gugup.Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangan pada Fendi yang dibalas Fendi dengan tatapan dingin. Tangan lelaki itu begitu kasar,
Lima tahun kemudian ....Aina bergegas keluar dari aula gedung Balairung kampus, wajahnya sangat sumringah, dia segera mencari keberadaan keluarganya. Di lihat kedua anaknya yang sangat imut itu berlari ke arahnya."Bunda ...."Aina menangkap dan memeluk kedua anak kembarnya dengan bahagia "Bunda ... Bunda tampak hebat dengan baju ini," kata Amira sambil memainkan rumbai yang menjuntai di bajunya."Ini namanya baju toga, bunda kita sudah jadi sarjana," ujar Ammar kepada adik kembarnya."Jadi ini yang dinamakan baju toga? Topinya sangat bagus," cicit Amira."Anak-anak ... Minggir dulu, ayah belum kebagian pelukan bunda kalian."Kedua anaknya melepaskan pelukan pada ibunya dengan cemberut, ayahnya memang begitu, selalu saja mendominasi bundanya dengan arogan."Ayah! Aku mau sama Bunda!" pekik Ammar."Iya, baru sebentar sama bunda," keluh Amira."Sudah, sana ikut nenek ... Itu nenek mau beli es krim loh," bujuk lelaki itu yang sukses membuat kedua anaknya berlari menghampiri neneknya."
Laura mendesah dengan kuat, menarik napas kuat-kuat. Kenangan berhubungan badan delapan tahun yang lalu masih menggema di telinganya, walaupun pandangannya kabur kala itu, tetapi telinganya masih nangkap suara desahan dan ceracauan dari bibir lelaki itu. "Hmmm, kamu tidak mandi?" Suara itu menyentak Laura, menyadarkannya dari lamunan yang tengah bermain dipikirannya. Lelaki itu sudah selesai mandi, memakai kaos oblong hitam dan celana training. Rambutnya yang basah tengah dikeringkan dengan handuk. Laura tergagap, dia begitu gugup karena mendapati lelaki asing tengah sekamar dengannya. "I ... Iya, saya mau mandi," sambarnya langsung menuju kamar mandi. "Saya mau keluar dulu, sebaiknya kau buka pakaianmu itu di sini, kebaya itu membuatmu ribet kayaknya, setengah jam lagi saya akan kembali," ujar Andika. Lelaki itu langsung keluar kamar, Laura yang tengah mematung memandang kepergian lelaki itu dibalik pintu bergegas membuka pakaian kebayanya dan buru-buru masuk kamar mandi, seten
Laura tidak bisa berkata-kata lagi, dia hanya memandang wajah anaknya dengan tatapan rumit, namun Arsen menatapnya dengan tatapan tajam, dengan mulut kecilnya anak itu menangih janji kepada ibunya dengan tegas seperti rentenir menangih hutang. "Mommy, penuhi Janjimu. Kata guru Arsen, seseorang itu yang dipegang omongannya, berani berjanji, harus bisa memenuhi." Semua orang terkesima mendengar perkataan Arsen, Andika sendiri berdiri dengan takjub, putranya ini ... Benar-benar cerdas dan bijaksana. Laura bingung mendengar permintaan anaknya yang tiba-tiba dan dikatakan di depan umum, dia melihay Dave meminta pembelaan, namun Dave malah mendukung Arsen. Situasi yang begitu canggung tidak bisa dihindari. Karena semua itu juga disaksikan oleh semua orang yang berada di sana. "Laura ... maukah kau menikah denganku? Demi Arsen, dia sangat membutuhkan seorang ayah," ujar Andika mendekati Laura. Laura hanya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa, ini terlalu mendadak. Dia menatap Dav
"Boy ... Perlu teman untuk bermain?" Arsen menghentikan kakinya yang akan menendang bola, beberapa saat dia terpaku menatap lelaki yang ada di hadapannya. Ouh? Is it a dream? Laura yang tengah menenggak minuman spontan tersedak, dia segera menyemburkan minuman yang berada di mulutnya. "DADDY !!" Setelah menyadari siapa yang berada di dekatnya, Arsen berteriak sekencangnya bahkan berlari sekencangnya menghampiri sosok lelaki yang kini tengah berlutut dengan satu kaki, ta ranselnya masih bersandar di bahunya. Keluarga Laras dan keluarga Dodi telah selesai pertemuannya, mereka mengantar orang tua Dodi ke halaman. Ketika mendengar jeritan Arsen yang begitu kencang, semua orang menoleh ke halaman samping di mana ada lapangan futsal. Dave terkejut melihat pemandangan tersebut, seorang lelaki yang telah membuatnya kuatir selama ini tengah memeluk cicitnya, bahkan bocah lelaki itu menangis tersedu-sedu dipelukan lelaki itu. Tanpa pikir panjang, Dave langsung menghampiri ayah dan ana
Kejutan demi kejutan membuat hidup Hasan dan Aina bertambah tambah rasanya, baru saja Dodi Rosadi, teman akrab Hasan ketika SMA dulu mengungkapkan lamaran kepada ibu dan pakdenya Laras di depan keluarga besar, hal itu tentu saja membuat Hasan memeluk temannya itu dengan erat. "Akhirnya kita sodaraan juga, Bro." "Ingat, tambah lagi satu kakaknya Aina, biarpun kakak sepupu, jadi jangan macam-macam kau ya?" ancam Dodi membuat semua orang tertawa. "Sayang, Fendi gak ada di momen indah seperti ini, harusnya kita punya formasi yang lengkap," ujar Syarif. "Iya, ini ayah. Member tugas kakak Aina kok begitu amat," Jawab Steven. "Aish, gak usah kuatir. Nanti Fendi kupanggil ke sini, dijamin besok pagi sudah ada di sini," jawab Dave sambil mencebikkan bibirnya Ayuni yang mendengar itu wajahnya langsung tersenyum sumringah, Duh ... Jadi ingat waktu momen pernikahan Steven dulu, saat itu ciuman pertamanya bersama kekasihnya itu. "Besok pernikahan akan digelar di mana?" tanya Nur kepada Lar
Lelaki itu buru-buru keluar dari pesawat yang membawanya hingga ke daerah ini, tempat yang dia tandangi hampir dua puluh tahun yang lalu, namun dia tidak akan lupa di mana alamat kakak kandungnya itu berada walau sang kakak kini sudah tiada. Dia sengaja mencari penerbangan paling pagi dari Singapura ke Jakarta, dilanjutkan dari Jakarta ke Jambi, karena memang belum ada penerbangan langsung dari Singapura ke Jambi.Dia tidak bisa menunda lagi untuk bertemu seseorang yang begitu penting dalam hidupnya, pertemuannya dengan Fendi tadi malam sungguh merupakan pertemuan yang sangat mengejutkan. Andika sebenarnya enggan bertemu secara pribadi dengan pemuda itu, jika Fendi tidak setengah memaksanya. Pemuda itu mengajaknya ke taman Merlion, duduk di bangku taman sambil memandangi patung kepala singa di hadapannya. "Senang bisa bertemu dengan orang yang saya kenal di negeri asing seperti ini," ujar Fendi mengawali percakapan."Sedang apa kamu di sini?" tanya Andika."Ada urusan bisnis. Pak D
"Good morning, Profesor." Sebuah sapaan bersahutan di dalam gedung itu ketika seseorang memakai kemeja putih dan celana bahan hitam datang menuju ke sebuah ruangan, kaca mata berbingkai emas yang bertengger di atas hidung lelaki itu menambah kesan dingin dan sulit untuk didekati."Morning," jawab lelaki itu singkat."In here, Prof," seru seseorang dengan seragam security menunjukkan jalan pada lelaki itu.Beberapa pria berjas hitam berjalan tegap di belakang lelaki itu, kaca mata hitam yang bertengger di setiap lelaki berjas hitam itu menambah seram penampilannya."Halo, profesor Andika Ibrahim Luthfi. Welcome, welcome," ujar seorang pria berkepala plontos memakai kemeja biru polos."Apa ini yang dimaksud dengan ruangan rahasia? Kenapa tidak terlihat rahasia sama sekali?" tanya lelaki itu dengan bahasa Inggris."Tentu rahasia yang dimaksud bukan rahasia tidak terlihat, semua ruangan ini adalah penyamaran, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalamnya.""Oke, tunjukkan aku."Pria b