Setelah Hasan pergi kerja, Aina tidak tahu apa yang harus dilakukan di rumah seharian. Dia segera membuka-buka buku dan kumpulan soal-soal untuk menghadapi UMPTN. Hari sudah menunjukkan jam sepuluh pagi ketika bel rumahnya ada yang memencet. Dia yang tengah berada di lantai atas, tertatih-tatih menuruni tangga, membuka pintu dengan riang tanpa rasa curiga sedikitpun."Selamat pagi, Nona Aina?""Pak Agung? Kenapa ke sini?" Aina cukup terkejut, sepertinya pria yang menabraknya itu tidak cukup bertemu kemarin, dia merasa tidak nyaman dengan kedatangan lelaki lain di saat suaminya tidak di rumah."Saya datang membawakan tonik, minuman kesehatan agar Nona Aina cepat pulih, saya juga membawa minyak butbut kalau dioleskan ke luka akan cepat kering, ada juga multivitamin dan buah-buahan."Lelaki itu menyodorkan dua kantung plastik yang berisi barang-barang yang barusan di sebutkan."Tidak perlu seperti ini, Pak Agung. Luka saya hanya luka kecil, sebentar saja sudah sembuh.""Saya hanya meras
Sudah lebih dari satu Minggu, Agung tidak menemui Aina, hal itu membuat wanita muda itu lega, dia mungkin terlalu berlebihan dalam berpikir, bisa jadi lelaki itu memang tulus hanya sekedar bertanggung jawab atas kecelakaan itu. Aina bermaksud memberitahukan kedatangan Agung jika lelaki itu menemuinya kembali kepada Hasan, namun setelah beberapa hari lelaki itu tidak menampakkan batang hidungnya, gadis itu mengabaikan memberitahu hal itu. Dia hanya tidak ingin suaminya itu kuatir, lelaki itu sudah banyak pekerjaan dan banyak pikiran tentang perusahaan dan hutang-hutangnya, Aina tidak ingin membebani tentang masalah yang dianggapnya sepele.Luka di kaki Aina juga tidak parah dan cepat sembuh, gadis itu hanya menghabiskan waktunya di rumah untuk mempersiapkan ujian masuk universitas negeri.Hari ini Jum'at sore, Hasan sudah pulang dari jam empat tadi. Aina masih sibuk berkutat mempelajari soal-soal di buku diktatnya, dia sampai lupa mandi menyambut suaminya, karena dia memang sedang dat
Ketika mereka akan naik ke eskalator, langkah ketiga wanita itu terhenti melihat pemandangan di depannya. Mereka melihat lelaki yang sangat mereka kenal, bahkan sangat, sangat dikenal, tengah turun dari eskalator sambil menggandeng tangan seorang wanita keduanya bercengkrama bahkan tertawa gembira.Wanita di sebelah lelaki itu memakai autfit selutut warna biru muda dipadukan dengan blazer hitam, membuat penampilannya serasi dengan lelaki berbaju kemeja kotak-kotak warna biru. Mereka seperti pasangan yang tengah berkencan jika orang tidak mengetahui status pria itu. Jarak Aina sekitar sepuluh meter dari mereka, melihat pemandangan itu seolah kaki Aina membeku. Hayana dan Ayuni yang juga melihat semua itu tercengang tidak percaya, Ayuni bahkan sudah mengeluarkan taring darah mudanya untuk mendamprat Abang kebanggaannya itu."Hati-hati berjalan, kenapa wanita suka sekali menyusahkan diri dengan memakai sepatu hak tinggi seperti ini? Memangnya tidak sakit dibawa berjalan?" ujar Hasan sam
Aina duduk di deret ke tiga bersama Hayana dan Ayuni di gedung bioskop, suara bioskop yang kuat dan menggema, serta lampu yang padam hanya menyisakan cahaya dari layar film, membuat suasana hening, hanya terdengar musik dan dialog dari film tersebut. Ayuni sudah membeli dua popcorn ukuran jumbo dan minuman botol tiga buah. Mereka menikmati film dengan khusuk dan tenang. Hanya Aina yang dengan susah payah berkonsentrasi pada jalan cerita film di depannya. Bagaimana mau konsentrasi menonton jika suasana hatinya sedang seperti ini. Bayangan Hasan menggandeng tangan wanita itu sukses menyita seluruh pikirannya. Hayana yang mengerti keadaan kakak ipar di sampingnya menghela napas berat, ingin menghibur gadis itu, tetapi dia tidak tahu harus berkata apa. Aina berusaha mengalihkan perhatiannya pada cerita film, dia mencoba berkonsentrasi penuh. Dia ketinggalan konsentrasi di adegan-adegan awal, namun ketika ditilik cerita film ini cukup seru. "Ini yang istrinya siapa? Wanita bercadar itu
Aina menghela napas kuat, dia mentralisir degupan jantungnya dan menahan amarahnya, entah kenapa kemarahan yang sudah mereda dari tadi, melihat laki-laki ini muncul kembali."Sudah pulang, Bang?" tanyanya dengan suara datar, tanpa kemesraan dan tanpa kelembuta seperti biasanya "Dari mana? Jam segini baru pulang!" dengus lelaki itu, tanpa menoleh ke arahnya."Dari rumah kak Hayana," jawabnya singkat dan beringsut menuju tangga.Namun sebelum melangkah, langkahnya dihentikan dengan suara dingin lelaki itu lagi."Kanapa telponmu tidak aktif-aktif? Aku sudah menelponmu dari tadi. Untuk apa dibelikan handphone kalau gak bisa ditelpon!""Oh, tadi HP memang sengaja kumatikan ketika nonton film.""Aku sudah menunggumu dari jam tiga sore, aku di sini kayak orang bego, tahu?""Oh ya? Kenapa Abang pulang cepat? Bukankah tadi pagi bilangnya mau pulang malam lagi? Aku sengaja pulang malam, biar gak kayak orang bego di rumah sendirian.""Kenapa HP nya dimatikan?""Entahlah, mungkin aku masih belum
Hasan menyugar rambutnya dengan perasaan kesal, kenapa dia harus kesal? Bukankah apa yang dibilang istrinya memang benar apa yang dia ajarkan? Aina gadis yang cerdas, dia tidak perlu melampiaskan amarahnya melihat sesuatu yang tidak pantas yang dilakukan suaminya di depan matanya, dia akan mencari celah, agar lelaki itu sadar dengan sendirinya. Hasan tahu jika istrinya itu wanita yang cerdas, dia awalnya tertarik dengan Aina juga karena kecerdasannya itu, bukan karena wajah cantiknya, karena saat itu Aina berpenampilan jelek. Perasaan bersalah menghantuinya, namun rasa gengsi membuatnya tidak serta merta meminta maaf pada istrinya. Hasan berjalan mondar-mandir tidak jelas di ruang tamu, dia perlu menenangkan diri untuk menjernihkan pikirannya, segera dia ambil kunci mobil di atas nakas, dia segera keluar, membuka pintu pagar dan menyalakan mesin mobil.Aina yang mendengar mesin mobil menyala, beringsut mengintip dari jendela kamar, dia melihat mobil suaminya meninggalkan rumah, pagar
Aina bangun terlambat, dia memang sengaja terlambat karena memang tidak salat subuh. Dia mendengar suara adzan, cuma matanya sulit terbuka, entah kenapa dia merasa nyaman tertidur, sehingga malas untuk membuka mata. Namun ketika teringat hari ini tes UMPTN, dia segera membuka mata, terpampang dihadapannya sosok tampan yang membuat hatinya teraduk-aduk tadi malam. Mata lelaki itu terpejam dengan lelap, suara dengkuran halusnya sesekali terdengar seperti musik yang melenakan. Tubuh atasnya yang telanjang menyiratkan kehangatan, lengan kekarnya merengkuh tubuh mungil Aina yang tenggelam sepenuhnya didekapannya. Pantasan tidurnya begitu nyaman, ternyata dia berada dipelukan lelaki ini. Sejak menikah dengannya, pelukan lelaki ini menjadi candu yang melenakan, jika tidak dipeluk, dia akan kesulitan tidur.Diusapnya wajah lelaki tampan di hadapannya, pipinya mulus dengan bulu halus yang rajin dicukurnya, hidungnya mancung, bibirnya tipis berwarna merah, kelopak matanya besar dengan fitur wa
Aina berangkat ke kampus diantar oleh Hasan, tetapi lelaki itu tidak turun dari mobil. Dia hanya mencium tangan suaminya di dalam mobil, lelaki itu tak lupa mengecup keningnya dengan sayang."Aku turun dulu, Bang.""Iya, semoga ujiannya sukses, Sayang.""Makasih, Bang.""Jam berapa selesainya?""Jam sebelas siang.""Abang jemput ya?""Gak usah, Bang. Biar nanti aku pulang naik ojek saja.""Ya, sudah. Nanti jangan lupa telpon Abang kalau sudah sampai rumah ya?""Iya, assalamualaikum.""Walaikumsalam."Gadis itu turun dari mobil dan berjalan mencari gedung tempatnya ujian, berada di gedung peternakan. Dia berjalan dengan santai karena waktu ujian juga masih lima belas menit lagi. Wajahnya yang cantik dan berjalan dengan anggun, menarik perhatian beberapa orang, apalagi dia turun dari mobil Ford Ranger, membuat beberapa orang berspekulasi jika gadis ini adalah anak orang kaya.Ketika sampai gedung peternakan, dia sedikit kebingungan mencari ruangan tempatnya ujian. Beberapa anak muda mem