Share

Bab 3

Author: Fransiscaroom
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah kegiatan makan siang di antara Reza dan Dina selesai, sang istri memutuskan untuk pulang dan berlalu keluar dari ruang kerja dari suami yang sangat dihormatinya itu.

Dengan rasa lega yang tampak dari senyuman merekah di bibirnya, Dina berujar dalam hati, "Aku yakin kalau Mas Reza bukan tipikal laki-laki yang mudah bosan dan akan mencari hiburan di luar sana. Dia tidak sama seperti laki-laki hidung belang yang tak bermoral."

Saat dirinya telah keluar dari gedung perusahaan, Dina melangkah menuju parkiran tempat mobilnya diparkir. Tanpa berlama-lama, ia segera memasuki kendaraan roda empat dan memutuskan untuk kembali ke rumah yang disinggahinya bersama Reza.

Perjalanan yang memakan waktu setengah jam itu membuat Dina tiba di tujuan pada pukul 13.45. Setelah memarkirkan mobilnya di garasi rumah, wanita dengan pikiran dan pribadi yang positif itu membereskan peralatan masak dan mencuci piring.

Dengan sedikit rasa lelah dan penat yang mulai menghampiri, ia juga mulai mengurus pesanan yang masuk dari toko online miliknya yang bergerak di bidang Custom Cake itu. Bersama dengan kesibukan, perhatian dan pikiran Dina tentang Reza pun teralihkan. Bahkan, ia juga mulai membuat sejumlah pesanan kue yang akan dikirim keesokan harinya.

-**-

Waktu terus bergulir. Langit yang semula ditemani oleh sinar matahari menghangatkan berangsur berubah menjadi langit hitam yang bertahtakan gemintang.

Kala itu, waktu menunjukkan pukul 17.30, saat bagi para pekerja kantor dan petingginya pulang dan melepas rasa lelah dengan mampir di kedai kopi terdekat atau hanya sekadar mencari makanan ringan untuk mengisi perut yang didera rasa lapar. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Reza dan Naffa.

Dua insan dengan status strata sosial yang berbeda itu memutuskan pulang bersama dengan menggunakan mobil pajero milik Reza. Sebelum mereka melajukan mobil menuju hotel terdekat, Reza terlebih dahulu mengirim pesan pada Dina. Ia menyatakan jika dirinya mungkin pulang larut dikarenakan adanya tambahan kerja lembur yang wajib diselesaikan.

Setelahnya, tanpa basa-basi, Reza pun melajukan mobil hitam kesayangannya itu sembari bertukar kata dengan Naffa, sekretaris sekaligus selingkuhan yang menurutnya jauh lebih menarik dan memahami dirinya dibanding Dina, sang istri sah.

Sekitar dua puluh menit kemudian, dua insan tanpa status resmi itu tiba di gedung apartemen yang dibeli oleh Reza dua bulan lalu tanpa sepengetahuan istrinya.

"TING.." Pintu elevator yang membawa keduanya terbuka, mempersilakan mereka untuk keluar mengingat balok tersebut sudah mendarat di lantai yang dituju.

"Malam ini, kita punya banyak waktu untuk bersenang-senang, sayang." Reza memeluk pinggang ramping Naffa seraya tersenyum nakal.

Naffa hanya bisa mengulas senyum senang. Yang ada di pikirannya saat ini hanya lah bermesraan dengan bosnya yang notabene merupakan pria beristri. Dalam hatinya, wanita berparas manis itu berujar, "Memang engga seharusnya aku sama Pak Reza seperti ini, tapi mau gimana lagi? Aku engga mungkin nolak tawaran ini karena dapat tambahan bonus."

Beberapa menit kemudian, pasangan tersebut tiba di unit apartement berukuran studio milik Reza dengan interior vintage-minimalis. Tanpa menunda waktu, keduanya langsung bercumbu panas di kamar. Tak ada satu pun jarak di antara mereka tatkala keduanya bertukar hasrat ketika menanggalkan pakaian masing-masing.

Dari cumbuan-cumbuan itu, terdengar desahan-desahan kecil dari bibir merah Naffa yang sensual. Setelahnya, Reza yang sudah dikuasai nafsu benar-benar tak lagi memikirkan resiko ke depan melakukan penyatuan tubuh dengan wanita yang selalu membangkitkan gairahnya di tempat kerja. Pada situasi tersebut, erangan mereka berdua saling bersahutan di sela penyampaian gairah yang terjadi.

Sekitar hitungan menit kemudian, Reza mencapai puncaknya dan merebahkan tubuhnga di sisi kiri Naffa. Kala itu, sang wanita tersenyum, menatap atasannya yang terlihat lelah dan berkata, "Kamu hebat, Mas."

"Kamu juga sama, Naf." Reza berujar sembari memeluk tubuh mungil Naffa dari samping dan memejamkan kedua matanya.

Naffa pun menyandarkan kepalanya pada dada bidang laki-laki itu dan menanggapi, "Tapi, kalau istrimu tahu tentang kita gimana? Kamu engga takut?"

"Takut? Buat apa? Palingan dia marah, terus minta aku buat jauhin kamu." Reza mengusap wajah wanita yang menjabat sebagai sekretarisnya itu sembari meremehkan istrinya.

Menerima perlakuan lembut tersebut, Naffa mengulas senyum simpul. Rupanya, ada rasa senang dalam hatinya saat mendengat tanggapan dari laki-laki yang kerap menyentuh dirinya ini. Bahkan, di dalam benaknya, mulai muncul harapan jika suatu hari Reza mungkin saja menceraikan istri sahnya untuk bisa bersanding dengannya.

Oleh sebab itu, Naffa memastikan, "Mas, kalau dia tahu tentang kita, akankah kamu menyingkirkannya untukku?"

Reza mengulum senyum saat mendengar pertanyaan yang meluncur dari bibir manis Naffa. Ia pun menanggapi, "Akan ada masa itu, tapi bukan sekarang."

Dalam hitungan detik, senyuman di bibir wanita bertubuh sintal itu memudar. Sepertinya, pikirannya mulai dikuasai oleh ambisi untuk merebut laki-laki yang sedang mendekapnya itu dari istri sahnya. "Tapi, kita engga mungkin terus kucing-kucingan begini, Mas. Aku juga takut kalau tertangkap basah suatu hari," timpalnya lalu mengerucutkan bibir.

Reza yang masih mendekap Naffa mengusap surai cokelat gelap milik sang sekretaris dan meyakinkan, "Kamu tenang saja. Istriku bukan tipikal wanita yang mudah curiga meski terlihat tegas di luar. Yang penting, kita nikmati waktu-waktu bersama jika sempat."

Mendengar hal itu, kekesalan di hati Naffa tak kunjung pudar. Ia malah menggerutu dalam hati, "Aku tunggu hari dimana istri dari Pak Reza tersingkir. Jika tidak, aku yang akan bergerak sendiri."

-**-

Sementara itu, di sisi lain, Dina yang sedang berbaring di atas kasur di kamarnya tak dapat menutup mata dengan nyaman. Setiap kali ia berusaha untuk terlelap, selalu saja ada pikiran negatif tentang suaminya yang berdatangan.

"Mas Reza? Kamu kok sampai tengah malam gini belum juga pulang? Meski aku paham dia menunaikan tugas lembur, tapi entah mengapa, aku merasa dia memang sengaja tak pulang karena ada urusan lain. Perasaanku terus mengatakan akan hal itu meski berulang kali ku tepis." Dina berujar dalam hatinya.

Lalu, dengan berbalut piyama lengan pendek berwarna violet, Dina bangkit dari posisi rebah dan meraih ponselnya yang terletak di nakas sebelah kiri. Dengan rasa gundah, ia memeriksa aplikasi instant messaging yang menampilkan kontak sang suami.

"Tulisan terakhir dilihatnya empat jam yang lalu. Ditambah lagi, pesanku belum juga terbaca dan dibalas olehnya. Apa Mas Reza sengaja mengabaikan pesanku? Atau memang terlalu banyak chat yang masuk di ponselnya hingga pesanku tergeser dan tak terlihat olehnya?" Dina kembali berujar dan bertanya-tanya dalam hatinya.

Kemudian, wanita dengan surai sebahu itu mengalihkan pandangannya dari ponsel dan menatap pada foto pernikahannya yang tergantung di dinding seberang, bersampingan dengan lemari pakaian berwarna putih gading.

"Aku mungkin tak bisa beranggapan tanpa bukti seperti ini. Apalagi, menuduh Mas Reza berlaku yang bukan-bukan, sama saja, aku menyakiti hatinya. Toh, dia juga bukan tipikal laki-laki mata keranjang yang gemar tebar pesona meski ia tampan dan memiliki kuasa." Dina berusaha berpikiran positif meski kecurigaan masih menyelimuti pikiran dan hatinya.

TO BE CONTINUED..

Related chapters

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 4

    Keesokan paginya, Dina dan Reza melangsungkan acara makan pagi seperti biasa. Awalnya, mereka tak bertukar kata dan lebih fokus pada hidangan ringan yang dimasak oleh Dina. Namun, beberapa menit berlalu, wanita dengan kepribadian mandiri dan kuat itu membuka topik obrolan. "Semalam, kamu pulang jam berapa, Mas?" tanya Dina sembari menyendokkan sayur lodeh ke piring dan mengaduknya dengan sisa nasi yang ada. "Jam dua belas kayanya." Reza mengira-ngira sambil melahap tempe dengan garpu yang digenggamnya dengan tangan kiri. Mendengar hal itu, Dina mulai mengingat waktu semalam, dimana dirinya menanti sang suami sekian lama namun tak kunjung hadir. Kala itu, ia sedang berada di kamar mandi untuk menuntaskan buang air kecil. Beberapa menit setelahnya, ia memeriksa ponsel yang menunjukkan waktu pukul setengah dua belas. Namun, di waktu sesudahnya, saat ia mulai memejamkan mata dan belum benar-benar terlelap, ia tak mendapati suara pintu dibuka, menandakan bahwa suaminya memasuki kamar.

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 5

    Reza PovAku yang kebingungan bercampur panik mau tidak mau menyerahkan kotak bekal yang masih utuh kepada Handi. Aku tahu bahwa apa yang dilakukan diriku ini terbilang tidak menghargai usaha istri, tapi akan lebih tidak menyenangkan jika aku membawa kotak bekal yang masih utuh saat sudah tiba di rumah. Lebih parahnya, istriku mengetahui jelas jika aku tak menyantap masakannya hingga tandas. "Lho, kok engga Bapak sendiri yang makan? Memang masakan Bu Dina engga enak?" Handi menanggapi ujaranku dengan tatapan penasaran tertuju ke arahku. "Saya sudah makan tadi di restoran. Bukan engga enak, tapi saya lupa kalau ada bekal yang dia bawakan." Aku memperjelas alasan mengapa diriku meminta Handi untuk melahap makan siang yang seh6arusnya diperuntukkan untukku itu. Mendengar alasan yang terlontar, Handi pun mengangguk, seolah memahami maksud yang ada di pikiranku. Lalu, ia berujar, "Oh gitu. Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi terlebih dahulu."Dalam beberapa detik, pegawaiku yang berku

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 6

    Sementara itu, di lain tempat, Dina sedang sibuk mengerjakan pesanan Custom Cake dari beberapa pelanggan setianya. Dengan mengenakan celemek berwarna cokelat muda, wanita bertubuh ramping dengan surai berwarna cokelat tua itu mengoleskan mentega putih pada adonan kue yang baru saja mendingin. Di saat mentega putih yang dioleskannya sudah hampir menutupi setengah dari adonan kue, ponselnya berdering. Secara perlahan, Dina menjeda kegiatannya, membersihkan kedua tangannya dengan serbet, dan mulai menjawab panggilan telepon yang masuk. "Iya, Mas Reza?" Dina menanggapi begitu mendengar suara bass milik suaminya yang sangat familiar. "Kamu nanti sore atau malam, ada acara engga?" Reza langsung bertanya guna memastikan jika jadwal istrinya kosong dan rencananya bisa berjalan dengan lancar, seperti yang diharapkannya. "Kayanya engga deh. Ada apa sih, Mas? Tumbenan kamu telepon menjelang sore begini." Dina masih merasa penasaran dengan maksud dari suaminya yang mendadak menelepon.

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 7

    Dina Pov Aku memang terbiasa melakukan percakapan basa-basi dengan laki-laki yang resmi menyandang teman hidupku ini. Akan tetapi, selama dua tahun pernikahan bersama dengan Mas Reza, baru kali ini ku dapati informasi yang tak sesuai dengan fakta yang aku ketahui secara jelas. Memang tak seharusnya aku mempermasalahkan tentang dirinya yang tak begitu ingat dengan lauk pada kotak bekal yang aku sediakan untuknya. Namun, apa yang baru saja dikatakan oleh Mas Reza membuat pikiranku yang semula tenang berubah menjadi penuh asumsi. Secara jelas, di pagi hari, sebelum melaksanakan santap pagi bersama, aku tak menyiapkan minyak dan wajan untuk menggoreng. Ayam, yang sehari sebelumnya sudah aku marinasi dengan campuran bumbu halus dan aneka rempah-rempah, justru dipanggang di atas pemanggangan. Selain itu, aku juga sempat membuatkan sambal kecap untuk melengkapi menu kesukaan suamiku itu. Namun, sepertinya, Mas Reza mulai tak memperhatikan detail apa yang aku lakukan untuknya. Hal y

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 8

    Naffa Pov Di kala diriku baru saja bersenda gurau dan menyapa beberapa teman lamaku saat berada di bangku SMA, aku berpamitan pada mereka semua untuk menuntaskan buang air kecil di toilet yang lokasinya berdekatan dengan pintu menuju ruang outdoor dari restoran steak Tenderlova. Namun, saat diriku akan menuju toilet, perhatianku tersita pada sosok laki-laki yang kemarin malam mencumbu diriku dengan panas. Laki-laki dengan kemeja formal dan wajahnya yang terlihat bimbang itu memusatkan perhatian pada buku menu yang dipegangnya. Di kala itu, aku juga melihat keberadaan istrinya yang pernah aku lihat saat sedang mengantarkan makan siang beberapa waktu lalu. Sepintas, aku menelisik wajah wanita yang dinikahi oleh bosku itu memang menarik meski tak mengenakan riasan berlebih, seperti yang aku lakukan sehari-hari. Akan tetapi, hal itu tak membuat diriku merasa minder atau tak nyaman. Aku justru melangkah, menghampirinya, dan menyapa, "Pak Reza di sini juga ternyata. Wah, kebetula

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 9

    Dina Pov "Mohon ditunggu pesanannya, Mas, Mbak," ucap waitress yang melayaniku dan Mas Reza dengan senyum ramah. Sebelum ia berlalu, ia menempelkan struk berisikan daftar menu yang sudah dipesan pada pojok kanan meja. Setelah pelayan muda itu berlalu, Mas Reza menyisir pandang ke sekitar. Mimik wajahnya yang tadinya terlihat tegang kini berubah lebih rileks. Tentu, hal itu sangat berbanding terbalik, terutama saat beberapa menit lalu sekretarisnya muncul dan menyapa diriku dan dirinya. Dari sana lah, beberapa asumsi kembali bermunculan di kepalaku tentang Mas Reza dan sekretarisnya di kantor. Pertama, jika memang mereka hanya bertindak sebagai partner kerja, semestinya tak ada masablah jika bertemu di luar kantor dan menyapa, selayaknya teman. Namun, reaksi yang ditunjukkan oleh suamiku itu lebih ke arah jika dirinya canggung dan panik. Apakah ada sesuatu yang disembunyikan oleh Mas Reza dariku? Kedua, apa mungkin Mas Reza merasa kurang nyaman dengan kehadiran sekretaris yan

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 10

    Setibanya di rumah, Dina dan Reza segera menapaki tangga menuju kamar untuk berganti pakaian dan melepas penat. Perasaan dari antara pasangan suami-istri itu bertolak belakang meski sudah melangsungkan acara makan malam singkat. Reza yang sudah berganti pakaian dengan piyama berwarna biru muda terus menatap pada punggung sang istri yang kini sibuk mengenakan krim wajah sambil bercermin. Di dalam hati dan pikirannya, ada rasa bersalah sekaligus takut jika suatu saat istrinya itu mengetahui hubungan gelapnya bersama Naffa. Sedangkan, Dina yang terlihat lebih santai tak begitu memikirkan tentang rasa curiganya terhadap reaksi Naffa dan suaminya saat berada di restoran sekitar dua jam lalu. Ia justru menatap lurus pada pantulan dirinya di cermin dan berujar dalam hati, "Aku harus lebih bijak dalam menyikapi masalah apa pun yang terjadi, baik itu dalam hal bisnis, maupun keluarga." "Din." Reza memanggil istrinya di saat keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Dina pun me

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 11

    Reza Pov "Aku berangkat dulu ya, Din," ucapku sambil mendaratkan kecupan lembut pada kening istriku. "Hati-hati di jalan ya, Mas." Dina berpesan sambil melambaikan tangan kanannya padaku dengan senyum manis terurai pada bibir merahnya. "Oh iya. Nanti, kamu mau dibawain apa?" Aku yang belum beranjak pergi dari hadapannya menawarkan sesuatu hal yang mungkin saja diperlukan. Meski ini hanya inisiatifku yang impulsif, hal ini juga merupakan saran yang aku dapat dari Defan untuk berlaku manis dan romantis pada istri sahku. "Apa ya?" Dina menatap dengan kening berkerut dan mulai berpikir. "Mie jawa atau mungkin camilan manis?" Aku memberikan pilihan untuk mempermudah dirinya dalam memutuskan akan membeli makanan atau sekadar makanan kecil. "Kalau martabak telur aja gimana?" Dina mulai memutuskan pilihannya dengan binar yang terpancar dari kedua mata bulatnya yang indah. "Wah, boleh banget. Itu kesukaan, Mas." Aku menjentikkan ibu jari dan jari telunjukku secara bersamaan

Latest chapter

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Part 66

    Naffa pov Aku dengan kedua mata berkaca-kaca mengeram jemari, berusaha menahan agar diri ini tidak meledakkan emosi setelah mendengar suara tawa dari suamiku sendiri. Di samping rasa kecewa yang hadir, aku juga berusaha untuk meredam amarah yang membuncah di dalam hatiku ini. Namun, aku tetap berusaha tenang, terutama saat aku melangkah dan meraih knop pintu kamar yang ditempati oleh Marni. "KRAK!" Dengan keberanian yang aku punyai, aku memutar knop pintu dan menangkap basah Reza yang tengah berbaring dengan kondisi bertelanjang dada, bersebelahan dengan Marni yang tubuhnya tertutup oleh selimut. "Eh, i-ibu!" Marni melebarkan saat dirinya berujar. Tersirat jelas oleh mimik wajahnya jika dia diliputi rasa takut sekaligus kaget. Mungkin, ia tak menyangka jika dirinya akan tertangkap basah olehku, sedang berduaan dengan Reza, laki-laki yang menyandang status sebagai suami sahku di mata hukum dan agama. Bersama dengan terkejutnya Marni, Reza yang semula berbaring menatapku den

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 65

    Marni Pov "Pijetin di bagian punggung ya, Mar. Rasanya pegel banget dari tadi siang," Mas Reza mulai membuka kemejanya dan menampakkan tubuh berisinya dengan otot-otot yang terawat dengan baik. Lalu, ia berbaring dengan posisi tengkurap. Hal tersebut membuat bibirku mengembangkan senyum lembut, menandakan jika diriku terkesan dan tertarik untuk menyentuh majikan laki-lakiku ini dengan intense. Lalu, aku mulai membalurkan minyak pada pinggang tersebut dengan lembut. Dengan kekuatan sedang, aku mulai memijat area bahu dan lengan bagian atas. Setelah beberapa menit, kedua tanganku beralih memijat pada area yang sedikit lebih rendah, sesekali aku meremas permukaan otot yang masih kencang dan sedikit keras ini. "Sesuai dugaan," ucap Mas Reza dengan senyum miring tersemat pada wajah tampannya. "Sesuai dugaan gimana, Mas?" Aku melayangkan pertanyaan sambil berkonsentrasi memijat pinggang tengah dengan kekuatan yang sama. "Sesuai dugaan kalau pijetanmu nyaman dan pas. Engga t

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 64

    Dina pov Sekitar lima belas menit kemudian, aku dan Khandra sudah berada dalam perjalanan menuju mall yang berlokasi di Surabaya Barat. Saat kami tiba, kami memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu, mengingat Khandra hanya memakan roti dan meminum segelas kopi di pagi hari. Berbeda dari biasanya, kami memilih restoran dengan nuansa vintage dan menu western rumahan yang harganya cukup ramah di kantong. Setelah memilih menu dalam beberapa menit, kami menanti sekitar kurang lebih, 45 menit. Di saat seluruh menu yang kami pesan datang, kami menikmatinya sambil bertukar kata dan cerita. "Gimana perasaanmu sekarang? beda atau sama seperti dulu?" Khandra bertanya padaku sambil memotong steak ikan dori di piringnya dengan pisau dan garpu. "Beda, Khan. Perasaanku sekarang lega dan bangga." Aku berterus terang pada lawan bicaraku itu. "Lega karena sudah sukses atau yang lain?" Khandra kembali melempar pertanyaan padaku. "Ya, dua-duanya, bisa dibilang. Soalnya, waktu awal

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 63

    Setelah selesai melangsungkan makan siang dengan manajer dan dua pegawai yang dikenalnya, Reza memutuskan untuk kembali ke ruang kerjanya. Hal pertama yang dilakukannya sebelum melanjutkan pekerjaan adalah memeriksa panel notifikasi yang terdapat di ponsel pintarnya. Naffa: Rez? Kamu engga laper? Maaf ya. Tadi pagi, aku terlalu berlebihan negur kamu.. Membaca tumpukan pesan itu, Reza hanya bisa memutar bola matanya malas. Maka dari itu, ia tak membalas pesan dari sang istri. Sengaja didiamkannya pesan-pesan yang membuat rasa kesalnya pada wanita itu semakin menebal. "Kamu pikir kamu siapa, Naf? Wanita baik-baik, hm? kalau kamu memang wanita baik-baik, kamu engga akan jadi orang ketiga di hubungan rumah tangga orang lain!" Reza mengeluh dalam hatinya. Lalu, ia keluar dari aplikasi Instant Messaging dan beralih pada aplikasi sosial media, Vetagram. Sekian menit menggulir layar yang menampilkan sejumlah foto dan video dari beberapa pengikutnya, perhatian Reza akhirnya te

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 62

    Reza pov "Iya, aku tahu kamu cuman ngobrol dan engga ngapa-ngapain sama si Marni, tapi aku engga suka sama caramu, Rez." Naffa kembali melayangkan protes padaku. "Kenapa? kamu cemburu sama seorang ART? Engga masuk akal kamu, Naf!" Aku menanggapi dengan tuduhan langsung karena sorot matanya menyatakan ketidakpercayaan padaku. "Iya, aku cemburu sama ART. Apalagi, kamu ngobrol sama Marni seintense barusan, seolah kamu sama dia engga ada batasan yang jelas!" Naffa menanggapi dengan nada bicaranya yang sedikit meninggi. Aku pun memutar bola mata malas. Hal tersebut menandakan jika aku tak ingin berdebat dengan wanita yang aku nikahi karena kondisi, bukan karena cinta yang tulus. Kemudian, aku langsung melangkah dan meninggalkan istriku dengan perut besarnya seorang diri. Sungguh, di tengah rasa kantuk yang mulai menggerayangi tubuh dan netra ini, aku tak ingin berdebat dengannya. Meski aku bisa saja melayani perdebatan itu, tapi akan lebih baik jika hal-hal sepele itu tak per

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 61

    Sementara itu, seiring berjalannya waktu, Reza dan Naffa menjalani rutinitas sebagai pasangan suami-istri seperti biasa. Namun, keseharian Reza dikala dirinya sedang senggang di rumah, mulai tergantikan dengan kesibukan dirinya melayani sang istri yang perutnya telah membesar. Kesibukan-kesibukan itu meliputi membelikan makanan di saat sang ibu hamil sedang ngidam, mengantar Naffa untuk melakukan check up USG, menemaninya jalan santai di pagi hari, dan tentunya menemani sang istri di malam hari hingga tertidur. Semua itu dilakukannya agar Naffa tak tertekan dan merasa stress. Menurut anjuran dokter, perasaan tertekan dan kesepian dapat mempengaruhi kesehatan janin. Maka dari itu, suka tidaknya, Reza sedikit terpaksa menjalankan kewajiban tersebut. Sebenarnya, ia cukup terganggu dengan rutinitas menemani dan merawat istri keduanya. Namun, ia tak dapat berkutik karena Naffa terus mengancam akan menyebarkan kasus perselingkuhan mereka di media massa. Namun, di sela rasa kesal da

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 60

    Sekitar pukul 20.30, mobil milik Khandra berhenti, tepat di depan pintu pagar rumah orang tua Dina. "BAG!" Bunyi pintu mobil ditutup terdengar oleh Dina dan juga sang empunya kendaraan. "Thank you ya, Khan, buat malam ini." Dina mengucapkan terima kasih dengan senyum kecil terukir di wajahnya. "Sama-sama, Din. Kamu jangan tidur kemalaman ya." Khandra menanggapi dan berpesan. "Iya, Khan. Kamu hati-hati ya di jalan. Aku masuk dulu." Dina berpesan sekaligus berpamitan. Di saat itu juga, Khandra mengangguk dan mulai melajukan mobilnya. Sementara, Dina dengan perasaan campur-aduk melangkah, melewati pagar, dan memasuki rumah. Ia tak pernah menyangka jika laki-laki yang sangat dihormati dan dianggapnya sebagai kakak itu memiliki rasa terhadap dirinya. "CKLEKK.." Dina membuka pintu dan memasuki kamarnya dengan beragam pikiran berlarian di kepalanya. Baginya, hari itu adalah hari yang tak terduga dan sangat mengejutkan. Sebelumnya, ia memang tahu dan mengenal sosok dari manta

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 59

    Dina pov Sesuai dengan yang sudah dijanjikan, Khandra menjemputku di pukul 16.30, persis. Setibanya di tujuan, kami pun bertukar cerita dengan beberapa topik dan air muka yang memancarkan ekspresi berbeda. "Aku juga engga pernah membayangkan kalau produkku bisa dipromosikan sama Arunika Febriani." Aku menyatakan rasa ketidakpercayaanku dan mengulas senyum bangga. "Berarti, produkmu memang menarik. Buktinya, selebgram kondang yang promosiin." Khandra berkomentar. "Tapi, aku merasa kalau ada yang sebarin info tentang produkku ke manajernya Arunika. Masa Anggika yang bocorin?" Aku mulai mencurigai salah satu teman dekatku yang berhati malaikat itu. "Memang kamu ada diskusi produk sama Anggika?" Khandra tak langsung menarik kesimpulan. Ia justru melempar pertanyaan lain padaku. "Ya ada. 'Kan, aku sebelum luncurin produk, ada diskusi sama dia, enaknya jual produk makanan atau minuman." Aku mengakui kebenarannya. end of pov -**- Merasa sedikit tergelitik dengan reaksi

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Bab 58

    Reza Pov Ancaman itu hanya mendapat respon diam dariku. Beberapa menit kemudian, aku mulai menikmati beberapa menu santap malam yang mayoritas dimasak oleh Naffa. Sedangkan, lodeh terong dengan warna kuah merah keoranyean yang aku lihat, sepertinya bukan buatan Naffa. "Hm, lodehnya enak. Kamu beli di mana ini, Naf?" aku menyesap dan merasakan kuah dari lodeh terong dan berkomentar. "Oh, ini buatan Marni, Rez. Kaya masakan di warteg ya." Naffa menanggapi dan ikut menambahkan lauk lodeh terong di piringnya yang masih tersisa nasi. "Iya, Naf. Jadi inget jaman waktu masih kuliah dulu, makan di warteg habis selesai kelas siang," tanggapku dengan senyum simpul. "Memang kamu doyan sama menu-menu di warteg, Rez?" Naffa bertanya padaku dengan kening berkerut. Aku menatapnya sekilas dan mengangguk pelan. Memang, aku tak sepenuhnya bercerita tentang diriku pada Naffa, terutama tentang hal-hal yang aku sukai. Jadi, selama aku mengenal dan menjalani hubungan gelap dengannya, ia ha

DMCA.com Protection Status