Malam itu, Aaron dan ILHAM bertekad untuk menemui guru mereka, Ustadz Abdullah. Sejak kejadian malam sebelumnya, di mana mereka dihantui oleh bayangan hitam dan suara bisikan misterius, mereka merasa perlu mendapatkan petunjuk lebih lanjut tentang cara menghadapi kekuatan gelap yang semakin sering mengganggu mereka. Aaron, sebagai kakak, merasakan tanggung jawab besar untuk melindungi adiknya dan memastikan mereka tetap kuat dalam menghadapi segala ancaman.
Setelah melafalkan doa perlindungan, mereka berdua keluar dari rumah. Malam itu terasa lebih mencekam dari biasanya. Angin malam yang dingin menyusup ke tulang, membawa serta aroma lembap dari dedaunan yang berjatuhan di sepanjang jalan. Jalanan menuju rumah Ustadz Abdullah cukup sepi, hanya diterangi oleh beberapa lampu jalan yang redup. Namun, kesunyian malam itu tiba-tiba dipecahkan oleh suara jeritan mengerikan yang berasal dari sebuah rumah di ujung jalan.
Aaron dan ILHAM langsung berhenti. "Kak, kamu dengar itu?" bisik ILHAM dengan wajah pucat.
Aaron mengangguk, matanya terarah ke arah rumah yang tampak tua dan suram, tempat suara jeritan itu berasal. "Iya, suara itu datang dari sana. Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres," jawabnya dengan nada waspada.
Mereka berdua memutuskan untuk mendekati rumah itu, meski rasa takut mulai merayap di benak mereka. Ketika semakin dekat, mereka bisa melihat sekelompok warga berkumpul di depan rumah, wajah-wajah mereka dipenuhi ketakutan dan bisikan-bisikan samar terdengar di antara mereka.
"Kenapa orang tuanya tidak segera memanggil bantuan? Kasihan sekali anak itu," seorang wanita paruh baya berbisik kepada tetangganya.
"Mereka bilang, gadis itu kerasukan sejak tadi sore," jawab tetangganya dengan suara bergetar. "Aku dengar ini semua karena pesugihan yang dilakukan pesaing bisnis ayahnya. Mereka menjadikan dia tumbal agar bisnis mereka sukses."
Aaron dan ILHAM saling bertukar pandang. ILHAM merasa ada sesuatu yang mendorongnya untuk ikut campur, meskipun tubuhnya gemetar. Aaron, yang selalu lebih tenang, mengangguk kepada adiknya, mengisyaratkan bahwa mereka perlu memeriksa keadaan lebih lanjut.
Mereka mendekati seorang pria tua yang berdiri di dekat pagar rumah. "Pak, apa yang sebenarnya terjadi di sini?" tanya Aaron dengan sopan.
Pria tua itu menoleh, wajahnya pucat dan matanya tampak lelah. "Anak perempuan di dalam rumah itu... dia kerasukan. Orang tuanya tidak tahu harus bagaimana. Mereka sudah memanggil dukun, tapi tak ada yang berhasil. Ada yang bilang ini akibat pesugihan dari pesaing bisnis ayahnya. Mereka tega menjadikan gadis itu tumbal," jawabnya dengan suara rendah.
ILHAM merasa hatinya tersayat mendengar kisah itu. "Apa kami bisa membantu, Pak?" tanyanya tanpa ragu.
Pria tua itu menatap mereka berdua dengan curiga, namun kemudian melihat ke dalam mata mereka yang penuh dengan niat tulus. "Jika kalian merasa mampu, silakan. Tapi hati-hati, Nak. Banyak yang sudah mencoba, tapi malah terjerat oleh kekuatan jahat itu."
Aaron dan ILHAM saling mengangguk, lalu dengan langkah hati-hati mereka mendekati pintu rumah. Dari dalam rumah, terdengar jeritan perempuan muda yang semakin memilukan. Suaranya bercampur dengan raungan penuh kesakitan, seolah-olah ada kekuatan lain yang sedang menguasai tubuhnya.
Mereka memasuki rumah itu dengan perasaan was-was. Di dalam, ruang tamu yang biasanya tenang berubah menjadi tempat penuh ketegangan. Ayah gadis itu berdiri di sudut ruangan, wajahnya dipenuhi kesedihan dan keputusasaan. Di tengah ruangan, seorang gadis muda tergeletak di lantai, tubuhnya bergetar hebat dan matanya terbelalak kosong. Mulutnya mengeluarkan suara yang tidak manusiawi, seperti jeritan dari kedalaman neraka.
Aaron segera melangkah maju, mendekati gadis itu. ILHAM mengikuti dari belakang, memegang tasbih di tangannya dengan erat. "Pak, izinkan kami mencoba membantu," kata Aaron kepada ayah gadis itu.
Pria itu menatap mereka dengan harapan yang nyaris pudar, lalu mengangguk pelan. "Tolonglah anak saya... Saya mohon..."
Aaron berlutut di sebelah gadis itu dan mulai melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Suara jeritan gadis itu semakin keras, tubuhnya bergetar lebih hebat, seolah ada sesuatu yang mencoba melawan bacaan Aaron. ILHAM, yang berada di sisi lain, ikut melafalkan doa-doa yang diajarkan oleh guru mereka.
Tiba-tiba, gadis itu berhenti berteriak dan hanya mengeluarkan desahan pelan, tubuhnya menjadi kaku. Matanya yang kosong menatap langsung ke arah Aaron, dan dalam sekejap, sebuah senyum jahat muncul di wajahnya. "Kalian tidak akan bisa mengalahkanku," suara yang keluar dari mulutnya bukan suara gadis itu, tetapi suara yang dalam dan mengerikan.
Aaron tidak gentar. Dia menguatkan hatinya dan terus melafalkan ayat-ayat suci dengan lebih lantang. ILHAM pun menambah intensitas doanya, memfokuskan seluruh pikirannya untuk mengusir entitas jahat yang merasuki tubuh gadis itu.
Suasana di dalam ruangan menjadi semakin menakutkan. Angin dingin tiba-tiba berhembus dari jendela yang tertutup, membuat lilin-lilin di ruangan itu berkedip-kedip. Wajah gadis itu berubah-ubah, kadang terlihat seperti wajah iblis dengan mata merah menyala, kadang kembali seperti wajah aslinya yang penuh kepedihan.
ILHAM merasakan kekuatan jahat itu mulai melemah, namun entitas tersebut masih bertahan keras. "Aaron, kita hampir berhasil!" teriaknya dengan penuh semangat.
Aaron tidak berhenti, dia terus melafalkan ayat Kursi dengan seluruh keyakinannya. Gadis itu menjerit sekali lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya, sebelum akhirnya tubuhnya terkulai lemas. Ruangan itu menjadi hening, hanya terdengar suara napas gadis itu yang terengah-engah.
Ayah gadis itu segera berlari mendekat, memeluk anaknya yang kini tampak kelelahan. "Terima kasih... Terima kasih banyak..." ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Aaron dan ILHAM berdiri, tubuh mereka dipenuhi keringat dingin. Mereka merasa lega namun juga lelah setelah pertempuran batin yang mereka hadapi. Aaron menoleh ke arah ayah gadis itu. "Pak, sebaiknya anak bapak dijaga dengan lebih baik. Jangan biarkan energi negatif mendekat lagi. Dan teruslah berdoa, karena itu adalah pelindung terkuat," nasihatnya.
Ayah gadis itu mengangguk penuh rasa syukur. "Saya akan lakukan, Nak. Saya akan menjaga anak saya dengan lebih baik."
Setelah memastikan gadis itu aman, Aaron dan ILHAM melanjutkan perjalanan mereka ke rumah Ustadz Abdullah. Mereka berdua merasa bahwa pengalaman yang baru saja mereka alami bukanlah kebetulan. Kekuatan jahat yang mereka hadapi mungkin hanyalah sebagian kecil dari apa yang menanti mereka di masa depan.
Malam semakin larut ketika mereka tiba di rumah Ustadz Abdullah. Ustadz Abdullah menyambut mereka dengan senyum tenang, meskipun matanya menunjukkan bahwa dia sudah mengetahui apa yang baru saja terjadi.
"Kalian berdua sudah melakukan hal yang benar. Tapi ingatlah, semakin kalian terlibat dalam dunia ini, semakin banyak rintangan yang akan kalian hadapi," kata Ustadz Abdullah bijak.
Aaron dan ILHAM mendengarkan dengan penuh perhatian. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai, dan apa yang mereka hadapi malam itu hanyalah permulaan. Namun, mereka juga tahu bahwa dengan bantuan dari guru mereka dan kekuatan doa, mereka akan mampu menghadapi apa pun yang datang. Mereka berdua siap untuk melanjutkan perjalanan ini, apapun risikonya.
Malam semakin larut ketika Aaron dan ILHAM duduk di hadapan Ustadz Abdullah, hati mereka masih dipenuhi ketegangan dari peristiwa yang baru saja terjadi. Ruangan tempat mereka berada dipenuhi dengan suasana tenang, namun ada perasaan mendalam bahwa sesuatu yang lebih besar menanti di depan mereka.Ustadz Abdullah memandang keduanya dengan tatapan tajam namun penuh kebijaksanaan. "Kalian berdua telah menghadapi sesuatu yang tidak bisa dianggap remeh. Kekuatan yang kalian usir tadi bukan hanya sekadar entitas biasa. Pesugihan semacam itu memiliki akar yang kuat, dan biasanya mereka tidak akan menyerah begitu saja."Aaron mengangguk pelan, mencoba mencerna setiap kata gurunya. Namun, ILHAM yang duduk di sampingnya tampak gelisah. "Ustadz, bagaimana jika mereka kembali? Bagaimana jika kami tidak cukup kuat untuk menghadapi mereka lagi?" tanyanya dengan suara bergetar.Ustadz Abdullah tersenyum lembut, "Keberanian, ILHAM, bukan berarti tidak merasa takut. Keberanian adalah kemampuan untuk
Malam itu, setelah berminggu-minggu menjalani latihan dan mempelajari ilmu-ilmu baru dari Ustadz Abdullah, Aaron dan ILHAM merasakan bahwa insting mereka semakin tajam. Setiap latihan yang mereka lakukan membuat mereka lebih peka terhadap energi di sekitar mereka. Aaron mulai bisa merasakan keberadaan entitas jahat dari jarak jauh, sementara ILHAM, yang dulu sering ketakutan, kini mulai bisa mengendalikan rasa takutnya dan mengubahnya menjadi kekuatan.Namun, meskipun mereka terus berlatih dan memperkuat diri, ada perasaan yang mengganjal di hati Aaron. Perasaan bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi, dan itu berhubungan dengan gadis yang mereka tolong beberapa waktu lalu.Malam itu, setelah melaksanakan dzikir dan doa bersama ILHAM, Aaron merasa sangat lelah. Dia memutuskan untuk tidur lebih awal. Namun, dalam tidurnya, dia mulai bermimpi. Mimpi itu terasa sangat nyata, seolah-olah dia benar-benar mengalami setiap kejadian yang terlihat.Dalam mimpinya, Aaron melihat gadis yang mere
Aaron dan ILHAM berjalan menyusuri jalan setapak yang dikelilingi oleh pepohonan rindang. Udara pagi itu masih segar, dengan embun yang belum sepenuhnya menguap dari dedaunan. Keduanya tetap diam sejenak, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka setelah perpisahan yang hangat dengan keluarga Hendra Wijaya. Mereka tahu bahwa apa yang telah mereka alami adalah bagian dari perjalanan yang lebih besar, dan sekarang waktunya untuk melaporkan semua kejadian kepada guru mereka, Ustadz Abdullah.Sesampainya di rumah sederhana tempat Ustadz Abdullah tinggal, Aaron mengetuk pintu kayu yang telah lama usang. Tak lama kemudian, pintu itu dibuka, memperlihatkan sosok Ustadz Abdullah yang tersenyum lembut melihat murid-muridnya berdiri di depan pintu.“Assalamu’alaikum, Ustadz,” sapa Aaron dan ILHAM serempak.“Wa’alaikumsalam, anak-anak,” jawab Ustadz Abdullah sambil mengisyaratkan agar mereka masuk. “Bagaimana perjalanan kalian? Apa yang telah kalian temui di luar sana?”Setelah mereka duduk,
Malam itu, sebelum Aaron dan ILHAM berangkat menuju rumah gadis yang mereka tolong, Ustadz Abdullah memanggil mereka untuk menerima beberapa benda yang akan membantu dalam misi mereka. Ustadz Abdullah berdiri di depan mereka dengan tasbih di tangan, sebuah tasbih yang telah didoakan dengan doa-doa khusus."Ini bukan hanya sekadar tasbih biasa," ujar Ustadz Abdullah, suaranya lembut namun penuh kekuatan. "Setiap butiran tasbih ini telah didoakan dengan dzikir yang kuat, dan akan menjadi tameng kalian dari energi negatif yang kalian hadapi."Aaron dan ILHAM mengambil tasbih itu dengan penuh rasa syukur. Namun, Ustadz Abdullah belum selesai. Dia mengeluarkan beberapa benda lain dari kotak kayu tua yang tampak kuno."Kaling gigi naga," Ustadz Abdullah menyerahkan sebuah benda kecil berbentuk taring yang diikat dengan tali hitam. "Ini adalah peninggalan dari leluhur kita, dipercaya memiliki kekuatan untuk menundukkan energi jahat yang berusaha melukai kalian."Aaron memegang kaling gigi na
Malam semakin larut saat Aaron dan ILHAM menyelesaikan tugas mereka. Harjo, sang dukun yang telah lama bergelimang dalam dunia kegelapan, terbaring di depan mereka, lemah dan tak berdaya. Dengan napas terengah-engah, Harjo menatap mereka dengan mata penuh kebencian, tetapi juga kelelahan. Aaron dan ILHAM tahu bahwa di dalam diri Harjo masih ada sedikit kemanusiaan yang bisa diselamatkan.Aaron melangkah mendekat, berdiri di hadapan Harjo. "Harjo, kita sudah memutuskan ikatanmu dengan pesugihan ini. Kau tahu bahwa kekuatan ini bukanlah milikmu yang sejati. Kau telah membiarkan dirimu dikuasai oleh setan dan iblis. Tapi, masih ada kesempatan untukmu kembali ke jalan yang benar."ILHAM, yang biasanya lebih pendiam, juga berbicara dengan tegas. "Gunakan ilmu yang kau miliki untuk menolong sesama, bukan untuk menyakiti atau memperkaya diri sendiri dengan cara yang salah. Setiap manusia diberi pilihan dalam hidup ini. Kau masih punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya."Harjo, yang semul
Pada suatu sore yang tenang, ketika gadis itu sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang lebih baik, ayah gadis itu memutuskan untuk memperkenalkan dirinya dan putrinya secara resmi kepada Aaron dan ILHAM. Mereka berkumpul di ruang tamu, dengan secangkir teh hangat di atas meja."Aaron, ILHAM. Aku melupakan sesuatu, Namaku Hendra Wijaya dan anakku Bernama Widya Ningsih" kata pak wijaya dengan senyum tipisnya, Aaron dan ILHAM ikut senyum sambil mengangguk menunduk menandakan iya. Beberapa hari setelah kejadian mencekam yang menimpa keluarga Hendra Wijaya, suasana di rumah itu mulai kembali tenang. Aaron dan ILHAM, yang sejak awal terlibat dalam penyelamatan Widya Ningsih dari belenggu pesugihan, terus tinggal di rumah tersebut. Mereka memastikan bahwa Widya benar-benar pulih dari trauma fisik dan mental yang ia alami. Setiap hari, mereka membantu Hendra dalam merawat putrinya, dengan perasaan tanggung jawab yang besar.Hendra memulai percakapan dengan suara lembut namun penuh ketul
Setelah beberapa hari berlalu, Aaron dan ILHAM merasa bahwa perjalanan mereka ke rumah Hendra Wijaya dan pelaporan kepada Ustadz Abdullah telah membawa mereka lebih dekat pada tujuan mereka. Namun, ketenangan mereka tidak bertahan lama. Sebuah berita buruk segera datang, membuat mereka kembali menghadapi situasi yang menegangkan.Pada pagi hari yang tenang, ketika matahari baru saja muncul di balik horizon, Aaron dan ILHAM menerima pesan mendesak dari Pak Harjo. Pesan tersebut dikirim melalui salah satu dari beberapa perewangan yang pernah menjadi pengikut Harjo, yang sekarang tampaknya bekerja sama dengan mereka dalam misi untuk melawan kejahatan. Pesan itu tiba melalui seorang utusan berbadan manusia, namun dengan wajah yang tampak sedikit tidak biasa, seolah-olah ada sesuatu yang lebih dari sekadar manusia biasa.Pak Harjo, mantan dukun sakti yang sekarang telah memeluk Islam sepenuhnya, telah melakukan perubahan besar dalam hidupnya. Setelah pertemuannya dengan Aaron dan ILHAM, di
Setelah perjuangan panjang, Aaron dan ILHAM akhirnya tiba di rumah keluarga Prabowo. Mereka disambut dengan penuh rasa syukur dan rasa terima kasih yang mendalam. Bapak Prabowo, kepala keluarga yang tampak serius namun penuh rasa terima kasih, menyambut mereka dengan tangan terbuka. “Kalian telah melakukan sesuatu yang sangat luar biasa untuk kami. Kami tidak tahu bagaimana kami bisa membalas budi kalian,” kata Bapak Prabowo sambil menggenggam tangan Aaron dan ILHAM.Putri, anak perempuan mereka, yang kini telah pulih sepenuhnya, juga mengungkapkan rasa terima kasihnya. “Terima kasih banyak atas semua bantuan dan dukungan kalian. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku tanpa kalian,” ujarnya dengan mata yang penuh rasa syukur.Bapak Prabowo kemudian memperkenalkan anggota keluarganya. “Ini istri saya, Ibu Sari,” Bapak Prabowo menunjuk seorang wanita dengan senyum hangat, “dan ini anak-anak kami, Budi dan Lani.”Ibu Sari menyambut mereka dengan senyuman lembut, sementara Budi dan L