"Ditunggu saja, yah, Bu, untuk kesadaran Pak Kemalnya, nanti kalau ada apa-apa pihak suster akan memberitahukan pada saya." Sonya menjelaskan pada Asha tentang situasi Kemal saat ini. "Tapi, semua tanda vital aman dan saya harap semuanya baik-baik saja.""Terima kasih, Dok," ucap Asha sembari tersenyum."Iya, kalau begitu saya permisi dulu." Sonya pamit sembari menatap Awan dan memberikan isyarat pada Awan untuk keluar dari sana. Sonya tidak suka berlama-lama di sana apalagi dari tadi Miska terus saja memperhatikan dirinya dan Awan, seolah mencari tahu apa yang terjadi antara dirinya dan Awan."Dok ...," panggil Miska saat Sonya sudah berada diluar ruangan recovery. "Iya ... ada yang bisa saya bantu?" tanya Sonya ketus, muak rasanya melihat Miska berada disekitarnya. Lonte kecil ini benar-benar membuat Sonya kesal, wajah dan cara Miska berbicara benar-benar membuat Sonya muak. Wajah Miska seolah menunjukkan wajah sebagai seorang wanita
“Sonya …,” panggil Awan di parkiran, setelah Awan meminta Sonya meninggalkan Miska. Awan sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan Sonya. “Hmm ….” Sonya mengambil kunci mobilnya dari dalam tas tanpa mengalihkan pandangannya. Rasa cemburu dan kesal masih membakar dirinya. “Mau pulang?” tanya Awan.“Hmm …,” jawab Sonya sambil membuka pintu mobilnya dan melemparkan semua bawaannya ke jok belakang mobilnya tanpa melihat Awan sama sekali.“Mau bareng?” tanya Awan lagi,“Hmm ….” Sonya kembali hanya berdehem dan menutup pintu belakang mobilnya dengan keras, dia sama sekali tidak peduli jika merusak mobilnya. Kesal.“Mau boba?” tanya Awan lagi yang paham kalau Sonya sedang kesal dan marah entah pada Miska, Emir atau dirinya. Intinya wanita cantik di hadapannya itu sedang marah.Sonya menghela napasnya dan melepaskan pegangannya di gagang pintu mobil, dengan kesal ia menatap Awan. “Mana boba-nya?”
"Sonya ... Sonya ...," panggil Awan sembari mengejar Sonya yang sudah berlari lumayan jauh di depannya, Awan bahkan tidak habis pikir bagaimana caranya Sonya bisa berlari sekencang itu dengan menggunakan sepatu hak tinggi yang ia kenakan. "Tunggu.""Apa?" tanya Sonya sembari menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya melewati bahu. "Apa, Wan? Aku buru-buru, kamu nggak denger tadi perawat bilang apa?" tanya Sonya kesal karena Awan menghambat dirinya untuk mendatangi ruangan Sekar."Aku denger, tapi ...." Awan mengangkat ponselnya, untuk menunjukkan chat dari Eka. "aku nggak bisa nemenin kamu, ada operasi sesar yang harus aku urus.""Eka mana? Bukannya sekarang jadwal Lidya? Kalau sekaranh jadwal Lidya, yah, Eka yang urus. Bukan kamu," ucap Sonya kesal bukan main, kenapa pula harus Awan yang melakukan tindakan, padahal jam kerja Awan sudah habis."Eka sakit, Sonya. Dia muntah-muntah karena salah makan," ungkap Awan."Sahabat kamu itu,
“Saya mohon Sonya, saya mohon …,” isak Isan sembari bersimpuh di kaki Sonya. Meangis dan terisak akan nasibnya yang harus mengambil jalan segila ini. Merelakan istrinya untuk beristirahat dengan tenang dan damai, dengan resiko dirinya dihantui perasaan bersalah seumur hidupnya hingga ajal menjemput.“Pak, berdiri, Pak …,” pinta Sonya sembari menangis tersedu-sedu dan berjongkok berusaha mengangkat tubuh Isan yang lebih besar dari dirinya. “Berdiri, Pak … Sonya mohon.”“Saya … saya juga nggak mau kaya gini, tapi, tapi … saya nggak tega liat istri saya terbaring tak sadarkan diri dan dari hari ke hari bagian belakang tubuhnya makin banyak ruam karena terlalu lama berbaring …,” isak Isan sembari berdiri dan menangis sejadi-jadinya meluapkan semua kesedihan yang ia pendam, berharap setelah ini rasa sesaknya hilang dan rasa bersalahnya berkurang.“Pak ….”“Saya … saya, Dok.” Isan menunjuk dadanya dengan jemari yang bergetar hebat menahan emosinya, “saya yang lakuin itu se
"Emir ... Emir," panggil Parwati."Iya, Bu ... kenapa?" tanya Emir sembari mengalihkan pandangannya dari bertumpuk-tumpuk berkas dari proyeknya yang goal karena Miska mau melayani Freddy dan Tanu secara sekaligus. Bahkan, Tanu seperti ketagihan dengan layanan Miska, dan berharap bisa menggunakannya lagi."Kamu nggak jemput Sonya?" tanya Parwati penasaran, kenapa anaknya ini tidak menjemput istrinya padahal hari sudah menunjukkan pukul 21.00 malam. Parawati yang masih memegang adat timur yang sangat kental, merasa aneh bila ada istri yang tidak ada saat suaminya di rumah."Sonya?" tanya Emir sembari melirik jam dinding di sampingnya, untuk apa dia menjemput Sonya, seingatnya istrinya itu membawa mobil pribadi dan sudah biasa pulang malam bahkan subuh sendiri."Iya ... Sonya, kamu sangka siapa? Ingat Sonya itu istri kamu, Emir, harus kamu urus dengan benar." Parwati memperingatkan Emir. "Tapi, Sonya bawa kendaraan pribadi, Bu. Kalau aku je
Emir berjalan ke arah garasi mobilnya, dengan cepat ia membuka pintu rumahnya. Saat ia mendorong pagar rumahnya dia di kagetkan dengan sesosok wanita yang sedang berdiri di depannya."Miska!?" seru Emir kaget karena melihat Miska yang datang ke sana, sesuatu hal yang tidak Emir sangka sama sekali, untuk apa Miska ke sana."Emir ... Papa aku habis operasi," bisik Miska sembari melemparkan tubuhnya ke pelukkan Emir.Emir yang kaget hanya bisa mengangkat tangannya dan memaki kelakuan Miska yang tidak tahu situasi didalam hatinya, bagaiamana kalau Ibunya melihat dirinya sedang memeluk wanita lain, sedangkan baru beberapa menit yang lalu ia mendapatkan wejangan mengenai betapa pentingnya kesetiaan? Astaga ... bisa habis dia di maki nanti."Miska ... lepas, kalau dilihat Ibu aku gimana?" tanya Emir panik, sembari mendorong tubuh Miska menjauh dari tubuhnya."Emir ... aku hanya kangen sama kamu, kamu nggak kangen sama aku? Istri kamu juga nggak ada di rumah, kan?" tanya
"Aku nggak mau pulang?" ucap Sonya sambil melihat rumahnya dengan lesu."Mau ke mana jadinya?" Awan menghentikan motornya sembari mengusap kaki Sonya pelan. "Dingin kaki kamu, Sonya.""Iya, aku pakai rok ini, kena angin malam, yah, dingin, Wan," jawab Sonya sembari menyentuh punggung tangan Awan. "aku nggak mau pulang."Awan meraih tangan Sonya dan menggengam dan menarik ke arah bibirnya, "Masih sedih?" Awan mengecupi punggung tangan Sonya selembut mungkin.Sonya terisak pelan dan mengangguk, "Aku beneran nggak tau harus ngapain, Wan. Aku hampa ...."Awan terus mengecupi tangan Sonya, "Ada aku.""Aku nggak mau pulang, Wan," isak Sonya sembari membenturkan keningnya pelan ke punggung Awan, seketika itu juga wangi tubuh Awan menggelitik Sonya membuat Sonya merasa sedikit tenang. "Mau ke rumah aku?" tanya Awan sembari mengelus-elus punggung tangan Sonya pelan. "Kamu mau nginap di rumah?"Sonya menghela napas pelan
“Hah!? Maksudnya apa!?” seru Sonya yang kaget mendengar kalimat bernada tuduhan pada dirinya, siapa yang berani menuduhnya melonte? Siapa yang melonte? Otaknya masih waras dan harga dirinya yang tinggi tidak akan mungkin mengizinkan dirinya melakukan pekerjaan seperti itu.Seketika itu juga Sonya merasakan tubuhnya dibalik dan membuat dirinya menatap orang yang melontarkan kata-kata kasar tadi, siapa lagi kalau bukan suami sintingnya, Emir.“Kamu ngomong ngaco, yah!?” seru Sonya sembari mendorong dada Emir sekeras mungkin dengan tangannya yang sedang memegang gelas.“Ngaco? Aku ngaco kata kamu?” tanya Emir sembari merebut gelas Sonya dan melemparkannya sembarang hingga membuat suara gaduh dan pecahan kaca berserakkan ke mana-mana.“Emir!? Sinting kamu, maksud kamu apa lempar-lempar gelas, hah!? Mau bikin gaduh? Mau bikin ibu bangun?” tanya Sonya kaget, Sonya dengan cepat berjalan menjauh dari pecahan gelas yang sudah luluh lantah di lantai. Bahkan
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan