Sonya meliukkan lidahnya di bagian pucuk kejantanan Awan, kepalanya bergerak maju dan mundur sampai mendengar suara erangan Awan. Sesekali Sonya merasakan rambutnya ditarik lembut oleh Awan sebagai tanda kalau Awan ingin Sonya memasukkan lebih banyak lagi batang kenikmatannya."Sonya ... terus," bisik Awan sambil menggerakkan pinggulnya, memaksa Sonya menerima seluruh miliknya. Matanya menutup menikmati setiap kecupan, jilatan hingga elusan yang Sonya berikan pada dirinya. Rasa nikmat menjalar dari batang kenikmatan Awan hingga keseluruh tubuhnya, menyeret Awan dalam kenikmatan yang menjeratnya dan memaksa Awan untuk meminta lebih banyak lagi dari Sonya. Sial ... Sonya sangat ahli memanjakan dirinya menggunakan bibirnya.Awan menundukkan kepalanya hingga melihat wajah Sonya yang sedang memanjakan dirinya, birahinya tercambuk saat melihat Sonya yang bergerak sensual maju dan mundur, tangan Awan bergerak merapikan rambut Sonya agar ia dapat melihat lebih jelas bibir Sonya yang penuh de
Sonya mengalungkan tangannya di leher Awan, bibir terus merasakan kehangatan bibir Awan yang seolah melumatnya dan menenggelamkan dirinya ke dalam lembah kenikmatan. Sonya mengangkat pinggulnya meraih kenikmatan dari sentuhan jemari Awan yang terus melesaknya di dalam tubuhnya dan menyeretnya dalam letupan gairah yang membuat Sonya merasakan pelepasannya untuk pertama kalinya hari ini. Napas Awan tercekat ia ingin lebih banyak menyentuh Sonya, ia ingin tubuhnya menyentuh langsung setiap inci tubuh Sonya yang hangat dan menggairahkan. Ia ingin menyusuri setiap lekuk tubuh Sonya dengan jemarinya, memberikan kenikmatan pada wanita itu sambil meraih kenikmatannya sendiri. "Awan ... ampun ... ak— ah ...." Wajah Sonya memerah akibat menahan rasa panas yang ia timbulkan dari dalam tubuhnya, rasa panas karena manehan ledakkan gairah yang ia rasakan akibat gerakkan erotis Awan yang memanjakan setiap inci ceruk kenikmatan miliknya. "Aku keluar ... aku ...." Sonya masih merasakan pahanya ber
"Awan jangan ditarik," pekik Sonya marah saat merasakan kakinya ditarik sedangkan dirinya sadang sibuk mengeringkan rambutnya yang basah."Aku mau pasangin sepatu," ucap Awan yang berlutut kemudian memasangkan sepatu Sonya, senyumnya mengembang saat sepatu pilihannya sudah terpasang sempurna di kaki Sonya. "Awan ...," bisik Sonya saat melihat lelaki itu mengecup kakinya pelan, "jangan aneh-aneh aku udah telat," lanjut Sonya sambil menyimpan hairdryer miliknya dan memeriksa kembali make upnya. "Aku telat.""Iya ... tau, kamu telat nanti aku anter ke rumah sakit," ucap Awan sambil kembali mengecup kaki Sonya pelan. "Jangan dikecupin terus nanti aku makin telat," bisik Sonya yang kesal karena gara-gara Awan memergokinya di kamar mandi dan berakhir dengan dirinya menggelinjang penuh kepuasan di bathtub ia akan terlambat bekerja. "Salah siapa kamu telat?" tanya Awan sambil berdiri dan mengambil semua barang-barang miliknya, sesungguhnya dirinya juga tidak tenang karena ia pasti akan dim
"Jadi, dia dipanggil karena mukul Sean?" tanya Awan sambil memarkirkan mobil di parkiran mobil rumah sakit."Iya." Sonya akhirnya menceritakan semuanya sepanjang perjalanan dengan suara selembut mungkin agar Awan tidak meledakkan amarahnya. Entah kenapa melihat Awan yang jarang marah dan tiba-tiba marah membuat Sonya takut."Pasti Sean babak belur," bisik Awan sambil mematikan mesin mobilnya dan membenturkan pelan dahinya ke setir mobil. Tiba-tiba saja ia merasakan rasa lelah yang teramat sangat saat mengetahui kalau Haikal membuat ulah di sekolahnya. Memiliki anak berusia 10 tahun itu memang sangat memusingkan kepalanya, beberapa kali dia ingin menyerah dan kabur melarikan diri sejauh mungkin tapi, entah mengapa ia selalu kembali dan merindukan tatapan nakal Haikal dan senyuman manis Hana, seolah itu semua sudah menyihir dirinya agar patuh pada si kembar."Nggak babak belur kayanya, anak kecil pukul-pukulan nggak bakal sampai sebegitunya, Wan." Sonya mencoba menenangkan Awan sambil m
Sonya yang baru saja selesai melakukan operasi apendix pada anak terduduk di ruangan ICU anak menunggu anak tersebut bangun atau takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Dia diam di sana sambil mengecek rekam medis pasien lainnya yang akan di operasi di sore hari."Dok ...." Sonya mengalihkan pandangannya dan mendapati Intan yang sedang berdiri di sampingnya, "Kamu jaga di sini?" Sonya menyerahkan rekam medisnya pada penata anestesi yang ada di sampingnya."Nanti kamu tanya tentang alergi, tekanan darah dan berapa berat badannya juga jangan lupa apakah pasien memiliki gigi berlubang, tolong ditanya," pinta Sonya."Baik Dok, nanti saya juga akan cek apakah pasien sudah berpuasa dengan baik," jawab Surya penata anestesinya. "Kalau dia nggak puasa lagi, mending nggak usah operasi hari ini, batalin aja dan minta dokter bedah reschedule, saya nggak mau ambil resiko dan sebagai pembelajarannya juga buat pasiennya, bengal banget itu pasien dari kemarin makan terus dengan alasan kel
Sonya dan Intan terus berbincang sampai seorang suster menyela obrolan mereka. "Maaf, Dokter Sonya, pasien sudah bangun."Sonya mengangguk dan berjalan meninggalkan Intan, ia langsung mendatangi anak yang tadi baru saja ia operasi. Senyuman Sonya membuat orang-orang di sekitanya membalas dengan penuh hormat. "Udah bangun, jangan tidur lagi, yah. Paksa bangun, emang boboknya enak tapi, bangun yah, Dik." Sonya menepuk-nepuk tangan anak kecil itu sambil memperhatikan kondisi pasien, mencek segala sesuatunya hingga ia yakin kalau anak itu dalam kondisi terbaiknya. "Dik, jangan tidur, ayo ... bangun," pinta Sonya lagi yang sadar kalah mata pasiennya itu terlihat akan menutup kembali."Dek, bangun ... dengerin kata Dokternya," ucap seorang wanita paruh baya yang Sonya yakini adalah Ibu pasien."Tenang, Bu, aku liat semuanya normal dan lagi Adeknya udah bangun. Semuanya aman, yah," ucap Sonya sambil melihat sekelilingnya. "Jadi, bisa masuk kamar?" tanya wanita paruh baya itu."Iya, bisa ..
Suara langkah kaki, orang berjalan, anak-anak kecil berlari, suara orang makan lalu bercakap-cakap berpadu dengan suara denting suara sendok dan garpu yang terdengar dengan jelas di kuping Intan seolah menyadarkan dirinya kalau dia sudah duduk selama 20 menit saling berhadapan dengan pria tampan yang sudah merengut nyawa kakaknya dan memorak-morandakan kehidupan keluarganya.Seandainya peristiwa ini terjadi setahun yang lalu mungkin saat ini Awan sudah habis ia tendangi dan maki. Rasanya semua kutukan dan makian yang ada dimuka bumi ini pantas Intan sematkan pada Awan."Mau diam sampai kapan? Aku banyak kerjaan," ucap Intan memecahkan keheningan di antara mereka berdua. "kamu tahu, kan, aku kerja apa?"Intan melihat jam tangan sambil berdecak kesal karena menghilangkan 20 menit waktu berharganya dengan saling tatap dengan Awan. Oke ... memang lelaki itu cukup tampan dan mempesona tapi, dia tidak ada cita-cita menatap wajah itu lama-lama karena dia harus menahan keinginan mencakar waja
"Sonya itu bodoh!""Tarik ucapan itu, Intan." Awan meradang mendengar perkataan Intan, kurang ajar sekali Intan sampai mengatakan Sonya bodoh, kalau dirinya yang disebut bodoh itu tidak masalah tapi, kalau Sonya itu masalah!"Aku cuman bilang kenyataan aja, kok," ucap Intan santai sambil membalas tatapan Awan, sekarang dia tahu kelemahan Awan adalah Sonya, usik Sonya makan Awan akan murka. Semudah itu."Kamu maunya apa? Aku sudah bilang dan meminta sama kamu jangan usik Sonya! Bagian mana yang nggak kamu pahami dari perkataan aku? Butuh aku ngomong pakai bahasa lain selain bahasa Indonesia?" hardik Awan yang kesal dengan Intan, dia benci orang-orang yang mengusik Sonya. Dia hanya ingin Sonya berbahagia saat menikah dengan dirinya, hidup dengan tenang dan damai. Tanpa meribetkan dan memusingkan apa pun juga."Aku nggak usik Dokter Sonya, aku nggak berani usik Dokter Sonya. Dia wanita baik yang sayangnya jatuh cinta pada pria berengsek kaya kamu!" sentak Intan sambil menunjuk wajah Awan