"Dokter Sonya." Bana terlihat berlari mendekati Sonya setelah selesai melakukan operasi darurat tadi. "Iya," jawab Sonya sambil menghentikan langkahnya, "ada apa? Kalau soal tanggung jawab pasien di dalam ada Surya, nanti kalau ada apa-apa Surya bakal kabarin saya on call.""Oh, bukan ... saya hanya mau meminta maaf karena sudah mengnyangsikan kemampuan Dokter," ucap Bana jujur karena ia memang sedikit waswas saat Sonya melakukan cricoid pressure, tapi, Bana kaget saat Sonya mampu melakukannya dengan baik bahkan sangat presisi hingga tidak menimbulkan dampak apa pun.Sonya mengangkat tangannya seolah merasa semuanya tidak penting. Bukan masalah baru kalau banyak orang yang menyangsikan kinerja anestesi wanita. "Is oke, Anda juga bagus tadi, kerja Anda cepat dan tepat." Bana tersenyum mendengar perkataan Sonya, rasanya menyenangkan dipuji oleh wanita secantik Sonya. "Ah ... kamu sudah dapat undangan?""Undangan pernikahan Dokter Irwan?" tanya Sonya yang sadar kalau tadi pagi ia melih
"Maaf, kami orang tua Hana dan Haikal tadi saya ditelepon Miss Gina katanya saya diminta untuk datang ke sekolah," ucap Awan sesaat ia sampai di depan meja tamu salah satu sekolah internasional di kota Bandung. Sonya melihat sekelilingnya dan sadar kalau Awan benar-benar memberikan yang terbaik untuk kedua anak kembarnya, Sonya yakin biaya yang dikeluarkan Awan tidak sedikit untuk uang bulanan dua anak kembar itu. Sekolah itu lumayan jauh dari tempat mereka tinggal namun bisa di akses dengan tol agar bisa sampai dengan cepat. "Oh, Miss Gina sudah menunggu di ruang guru," ucap lelaki yang mengenakan pakaian serba hitam yang Sonya yakin dia adalah salah satu keamanan di sana.Lelaki itu mengeluarkan kartu aksesnya dan membuka pintu masuk ke dalam sekolah. Awan dan Sonya diajak masuk ke dalam melewati beberapa ruang dan beberapa tempat cuci tangan dan ruangan yang sangat luas di mana kanan dan kirinya terdapat lapangan bola yang langsung menghadap jalan raya. "Sonya ayo," ajak Awan sam
"Sebentar, jadi anak saya ini menjual kunci jawaban?" tanya Awan yang tiba-tiba merasakan rasa berat bercampur migrain di bagian kepalanya. Tuhan ... kenapa anak-anaknya ini selalu membuat onar dan masalah, tidak bisakah mereka lebih manis? Seketika itu juga Awan melirik Hana yang hanya bisa melihat ujung sepatunya tanpa berani membalas tatapan Awan, Awan hanya berusaha menenangkan diri untuk tidak memukul bokong Hana dan memarahi anak perempuannya itu. "Iya Pak, lebih tepatnya dia menjual jawaban yang ia buat kepada teman-teman sekelasnya," terang Gina."Gimana caranya? Bukannya itu bakal ketahuan?" tanya Sonya yang bingung bagaimana cara pendistribusian kunci jawabannya kalau ternyata Hana mengerjakan terlebih dahulu jawabannya. "Ini mata pelajaran apa?""Math," jawab Gina pelan, ia sadar kalau Hana adalah murid yang cerdas dan banyak akal. Mudah bagi anak itu untuk mengerjakan ulangan matematika dengan sangat cepat. Gina menyerahkan lembar jawaban ke tangan Sonya."Math? Lalu gim
"Daddy, Hana ke kelas dulu buat bawa barang Hana, yah. Nanti sekalian Hana panggil Haikal," ucap Hana sesaat mereka keluar dari ruang guru."Iya kamu panggil Haikal dan cepat kembali lagi ke sini, kita pulang." Sonya mengelus rambut Hana pelan, tapi, anak itu menjauhkan kepalanya dari tangan Sonya. Sorot mata nakalnya berubah menjadi sorot mata tidak suka pada Sonya."Hana ngomong ama Daddy, kok jadi Tante yang jawab." Hana menggembungkan pipinya karena masih merasa tidak suka dengan kehadiran Sonya. "Ngapain Tante di sini?" tanya Hana lagi yang kaget saat melihat kedatangan Sonya ke sekolahnya padahal ia hanya mengharapkan Awan atau Aira yang datang ke sana."Hana, kamu ambil tas kamu dan panggil Haikal. Kita pulang," pinta Awan sambil berkacak pinggang. "Sekarang!""Baik, Daddy," cicit Hana pelan sambil berjalan meninggalkan Sonya dan Awan dengan berlari kecil, dia takut dengan amukkan Awan yang sudah sangat melagenda untuk dirinya dan Haikal.Sonya melihat gadis kecil itu berlari k
“Ngapain sih, Tante harus ikut ke sekolah Hana?” tanya Hana saat ia dan Sonya sedang duduk di sofa ruang tamu.Sonya melirik Hana yang sedang memakan popcorn dan melihat layar TV, anak kecil itu sedang berusaha untuk mengabaikan Sonya namun, melontarkan pertanyaan yang membuat Sonya ingin meremas wajahnya. “Emang kamu nggak suka Tante ke sekolah kamu?” tanya Sonya sambil mengambil pop corn dari mangkuk yang Hana pegang dan sontak membuat Hana mengerucutkan bibirnya kesal.“Tante nggak perlu tahu perasaan aku, aku kan hanya tanya ke Tante, Tante ngapain ke sekolah aku? Padahal yang ditelepon dan dipanggil kan, Daddy bukan Tante.” Hana memasukkan beberapa butir jagung popcorn dengan wajah dingin.Sonya hampir saja tersedak saat melihat wajah Hana yang menyebalkan, mirip seperti Awan saat meninggalkan dirinya di Gunung Kidul. Like father like daughter.“Kamu tanya Daddy kamu kenapa dia ke rumah sakit dan minta Tante ke sekolah kamu,” jawab Sonya mencoba untuk santai sambil mengambil pop
“Maksud Tante? Janu di surga sama Mama?” tanya Hana dengan suara tercekat, ia tahu Ibunya sudah meninggal. Aira dan Awan selalu bercerita kalau Mamanya bukan seenaknya meninggalkan Hana dan Haikal, tapi, Mamanya meninggalkannya karena ingin mereka berdua hidup dan Mamanya berjuang bertaruh nyawa untuk menyelamatkan mereka berdua, yang artinya Hana dan Haikal harus bisa menjaga dirinya demi Mamanya.“Iya Sayang, Janu di surga sama Mama kamu dan ….” Sonya berusaha untuk mencari kata yang mudah dan gampang dicerna anak seusia Hana.“Apa? Dan apa Tante?” isak Hana yang tiba-tiba merasa sedih karena tidak bisa mendapatkan kasih sayang seorang Ibu dari semenjak bayi dan ia selalu iri dengan teman-temannya yang selalu pulang dijemput oleh ibunya sedangkan dia hanya dijemput oleh Aira atau Awan.“Dan dia di jaga sama Mama kamu, jadi, kamu dan Haikal ….” Sonya mengusap pipi putih Hana, dan mencium keningnya dengan bibir yang bergetar karena menahan tangis, “Tante yang jaga di sini, boleh?”“Ma
"Hei ...."Sonya mengerjapkan matanya saat mendengar suara panggilan yang membangunkannya, "Hei."Suara Sonya yang serak terdengar sensual di kuping Awan, ia suka mendengar sambil melihat muka bantal Sonya yang menurutnya menggemaskan. "Maap aku kelamaan," bisik Awan sambil mengecup bibir Sonya dan melirik Hana yang sedang tertidur memeluk Sonya. "Nggak apa-apa, jam berapa ini?" tanya Sonya sambil mengucek matanya, ia merasa kalau dirinya sudah tidur sangat lama. Setelah ia dan Hana menangis, Hana tidak mau melepaskan pelukkannya hingga akhirnya Sonya berinisiatif untuk membawa Hana ke kamar tidur. Sonya mencoba menenangkan Hana yang terus menangis di dadanya hingga akhirnya mereka berdua tertidur di kamar."Jam setengah sembilan," sahut Awan sambil merapikan anak-anak rambut Sonya agar ia bisa melihat wajah cantik wanita itu. "Kamu lama banget cari makannya, Wan," bisik Sonya sambil meraih tangan Awan dan mengecup ujung jarinya, andai tidak ada Hana di sana mungkin saat ini Sonya
"Kamu yakin nggak butuh aku?" tanya Awan sambil melihat Sonya yang hilir mudik di hadapannya dengan hanya mengenakan pakaian dalam berwarna hitam yang membuat Awan ingin menarik pakaiannya dan memenjarakan tubuh Sonya di bawahnya."Nggak," jawab Sonya sambil membungkuk mencari pakaian yang paling sesuai untuk ia kenakan."So ...." Awan menggigit tangannya sendiri saat melihat bokong Sonya yang kencang terarah pada dirinya, Awan bersumpah seandainya Sonya saat ini mengenakan sepatu hak tinggi mungkin wanita itu sudah terdorong ke dinding dan habis oleh dirinya. Awan menarik selimut dan menekan selangkanya lalu mengalihkan pandangan matanya, bisa gila bila ia terus memandangi Sonya. "Wan ... Awan," panggil Sonya."Ap-apa!!" pekik Awan kaget saat mendapati Sonya sudah ada di sampingnya dan pandangan matanya disuguhkan belakan payudara Sonya yang tampak menakjubkan."Ampun, kamu kenapa?" tanya Sonya kaget mendengar teriakan Awan, spontan ia menjauhi Awan, "kamu kaya lihat hantu.""Iya, h
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan