"Hei ...."Sonya mengerjapkan matanya saat mendengar suara panggilan yang membangunkannya, "Hei."Suara Sonya yang serak terdengar sensual di kuping Awan, ia suka mendengar sambil melihat muka bantal Sonya yang menurutnya menggemaskan. "Maap aku kelamaan," bisik Awan sambil mengecup bibir Sonya dan melirik Hana yang sedang tertidur memeluk Sonya. "Nggak apa-apa, jam berapa ini?" tanya Sonya sambil mengucek matanya, ia merasa kalau dirinya sudah tidur sangat lama. Setelah ia dan Hana menangis, Hana tidak mau melepaskan pelukkannya hingga akhirnya Sonya berinisiatif untuk membawa Hana ke kamar tidur. Sonya mencoba menenangkan Hana yang terus menangis di dadanya hingga akhirnya mereka berdua tertidur di kamar."Jam setengah sembilan," sahut Awan sambil merapikan anak-anak rambut Sonya agar ia bisa melihat wajah cantik wanita itu. "Kamu lama banget cari makannya, Wan," bisik Sonya sambil meraih tangan Awan dan mengecup ujung jarinya, andai tidak ada Hana di sana mungkin saat ini Sonya
"Kamu yakin nggak butuh aku?" tanya Awan sambil melihat Sonya yang hilir mudik di hadapannya dengan hanya mengenakan pakaian dalam berwarna hitam yang membuat Awan ingin menarik pakaiannya dan memenjarakan tubuh Sonya di bawahnya."Nggak," jawab Sonya sambil membungkuk mencari pakaian yang paling sesuai untuk ia kenakan."So ...." Awan menggigit tangannya sendiri saat melihat bokong Sonya yang kencang terarah pada dirinya, Awan bersumpah seandainya Sonya saat ini mengenakan sepatu hak tinggi mungkin wanita itu sudah terdorong ke dinding dan habis oleh dirinya. Awan menarik selimut dan menekan selangkanya lalu mengalihkan pandangan matanya, bisa gila bila ia terus memandangi Sonya. "Wan ... Awan," panggil Sonya."Ap-apa!!" pekik Awan kaget saat mendapati Sonya sudah ada di sampingnya dan pandangan matanya disuguhkan belakan payudara Sonya yang tampak menakjubkan."Ampun, kamu kenapa?" tanya Sonya kaget mendengar teriakan Awan, spontan ia menjauhi Awan, "kamu kaya lihat hantu.""Iya, h
"Kamu anggap saya apa?" tanya Sonya sambil mencoba untuk menahan emosinya, tadi dia sudah kelepasan dan keluar kata Jin Tomang dan Sonya tidak mau keluar lagi kata-kata lainnya yang bisa membuat semua orang di ruangan itu sesak napas."Seingat saya Ibu ini calon istri Pak Awan," ucap Gina.Sonya menyadari kalau dirinya terlalu terbawa emosi sehingga ia lupa kalau saat ini statusnya belum menikah dengan Awan, sial … lagi-lagi emosi menyelimuti dirinya hingga ia lupa hal yang sangat penting. “Tapi, saya sudah menjadi Ibu Haikal, dari awal saya bersama Awan saya sudah menganggap Haikal anak saya dan lagi ….” Sonya memutar otaknya agar saat ini masalah kembali fokus pada Haikal bukan pada statusnya, hatinya sakit dan marah saat mengetahui Haikal diejek sampai sebegitunya oleh Sean!“Apakah karena Ibu Haikal sudah meninggal saat berjuang melahirkan Haikal dan Hana ke dunia ini maka Haikal pantas diejek seperti itu? Ayolah … bukan kemauan Haikal kalau Ibu kandungnya meninggal akibat berjua
"Tapi ...." Haikal protes karena dia merasa tidak bersalah sama sekali, ayolah ... yang pertama kali membuat ulah adalah Sean, andai anak itu tidak menghinanya mungkin dia tidak memukulnya.Sonya menepuk punggung tangan Haikal dan memberikan sorot mata 'percaya sama aku' pada Haikal. "Kamu Mommy hukum karena memukul orang, Mommy tidak suka kamu melakukan kekerasan jadi, Mommy hukum kamu dengan memutuskan sambungan wifi, uang jajan kamu Mommy potong dan kamu dilarang keluar rumah kecuali ke sekolah." "Baik," jawan Haikal pasrah."Sekarang minta maaf pada Sean karena kamu sudah memukul dia bukan karena kamu membela diri akibat ucapan dia yang menyakiti hati kamu," pinta Sonya lagi, "Mommy nggak suka kekerasan."Haikal mengerucutkan bibirnya karena kesal, argh ... Sonya dan Awan sama saja selalu memberikan hukuma yang membuat dirinya kesal. "Tapi, dia bilang aku nggak punya Ibu dan dia selalu bilang itu setiap hari, berulang-ulang.""Haikal, Mami minta kamu untuk meminta maaf karena tel
Sonya melambaikan tangannya dan tersenyum memyebalkan pada Vivi yang saat ini mengacuhkan dirinya sambil berjalan ke arah parkiran mobil bersama Gina, sedangkan Sean sudah kembali ke kelas. "Tante," panggil Haikal sambil menarik-narik ujung blouse Sonya. Sonya menoleh ke bawah dan mendapati wajah Haikal yang menatapnya polos, entah kenapa sorot mata Haikal terlihat lebih lembut dan memuja dirinya mirip seperti Awan. "Iya, Sayang ada apa?""Tante tadi kenapa bela Haikal?" tanya Haikal sambil menarik pegangan tas ranselnya bergerak kikuk karena saat ini perasaannya bercampur aduk. Ada rasa kesal karena menerima hukuman dari Sonya, rasa malu karena sudah membuat ulah, rasa senang karena Sonya membelanya habis-habisan dan ada rasa bangga karena Sonya ternyata mampu untuk membungkam Vivi dan Sean yang sombong. Semua perasaan itu tercampur menjadi satu hingga membuat Haikal sadar kalau Sonya menyayangi dirinya tanpa syarat.Sonya berjongkok dan mensejajarkan pandangannya dengan Haikal, ta
"Udah?" tanya Hana saat melihat Haikal masuk kelas dan duduk di belakang. "Selesai dengan gemilang, dia ...." Haikal menunjuk Sean yang sedang berbicara dengan kawan-kawannya sambil mencuri-curi pandangan ke arah Hana dan Haikal, "udah minta maaf.""Kok bisa?" tanya Hana takjub, bagaimana caranya seorang Sean yang sangat angkuh, menyebalkan dan pencari perhatian bisa meminta maaf pada Haikal, bahkan pada awalnya Hana yakin kalau Haikal yang akan kena hukuman dari sekolah dan meminta maaf pada Sean. "Kamu nggak bikin ulah?"Haikal menggeleng dan tersenyum, dari bibirnya meluncur kata-kata yang menceritakan bagaiaman Sonya bisa mengeluarkan Haikal dari masalah bersama Sean dan betapa takjubnya Haikal dengan tindakan Sonya yang membelanya habis-habisan tadi di ruangan Gina. Selama Haikal bercerita Hana hanya bisa membulatkan matanya dan sesekali memekik kegirangan, Haikal tahu kalau Hana sangat bahagia mendengar semuanya dan Haikal yakin Hana pun mulai merasakan rasa sayang dari Sonya
"Jangan lari Hana, Haikal," panggil Awan sambil memasukkan ponsel ke dalam sakunya. Awan kaget saat melihat tangan Sonya mengusap punggung tangannya, "kenapa? Kamu mau apa?""Sini ponselnya biar aku aja yang bawa," ucap Sonya sambil mengambil ponsel Awan dan memasukkan ke dalam tasnya, "sini dompet sama kuncinya, kayanya sesak banget kalau kamu simpen di saku celana kamu yang udah sempit makin sempit kamu masukin semua benda-benda itu." Awan menyerahkan semua barang bawaannya ke tangan Sonya, "Sekarang kayanya hidup aku bakal lebih simple dan damai.""Emang dulu hidup kamu penuh huru hara?" tanya Sonya sambil berjalan di samping Awan dan menggandeng tangan Awan. "Wah, dulu aku kalau jalan sama anak-anak barang bawaan kaya mau naik gunung. Semua dibawa dan kalau perlu lemari diseret kayanya," kenang Awan saat-saat dirinya mengurus si kembar sendirian. Repot."Sekarang si kembar udah gede, lihat mereka udah bisa lari," ucap Sonya sambil menunjuk Haikal dan Hana yang sudah berlari ke a
"Dan Cinderella hidup bahagia selamanya," ucap Sonya sambil menutup buku cerita yang diminta Hana bacakam sebagai pengantar tidurnya bersama Haikal."Ceritanya nggak seru, harusnya Cinderella-nya marahin ibu tiri dan sodara-sodaranya itu. Mereka jahat, kaya Sean," cerocos Haikal yang tidak suka cerita Cinderella yang menurutnya sangat tidak masuk akal dan terlalu menyebalkan. Haikal yanh kesal hanya bisa berbarinh di samping Sonya dan memeluk tubuh wanita itu dengan erat menyusupkan wajahnya ke samping dada Sonya yang hangat.Sonya melirik Haikal sambil berguman di dalam hati, "Ampun, jelmaan Daddy-nya banget, hobinya ngedusel di sana. Bedanya Daddy-nya hobi ngedusel sambil ngelus kaki."Sedetik kemudian ia terkesiap saat kakinya diusap Hana, "Eh ... iya, Hana.""Jangan didenger. Haikal emang suka gitu, dia nggak suka cerita princess dia lebih suka cerita Captain America," ucap Hana sambil menjulurkan lidahnya ke arah Haikal yang mengintip Hana dari balik dada Sonya. Tangan Hana deng
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan