Zhao Xueyan memejamkan mata sejenak. Ia bisa merasakan getaran jujur dari suara Hei Long, namun hatinya… masih beku."Aku mengerti, tapi maaf … aku tidak punya ruang untuk siapa pun di hatiku saat ini," ucapnya tenang.Putra Mahkota terdiam. Wajahnya menegang sejenak, lalu mengangguk perlahan. "Aku tidak akan memaksamu. Tapi jika suatu hari kau butuh tempat bersandar, aku akan ada."Zhao Xueyan menatapnya sejenak. Bukan dengan kebencian atau penolakan kasar, tapi dengan jarak yang sulit dijangkau.Di hatinya, hanya satu nama yang mampu menggetarkan benteng beku itu—Tian Ming.Tanpa berkata apa-apa lagi, Zhao Xueyan melangkah pergi, meninggalkan putra mahkota dalam diam. Langkahnya ringan, tapi ada badai yang tersembunyi dalam hatinya. Masa depan masih panjang, dan pikirannya belum selesai menelusuri teka-teki yang jauh lebih besar dari sekadar perasaan cinta.****Beberapa hari kemudian, suasana Balairung Kekaisaran sangat hening dan tegang. Para pejabat tinggi, para pengawal, dan ban
Beberapa hari setelah eksekusi hukuman penggal terhadap Selir Yu, Pangeran Kedua Feng Shui, dan para pejabat pengkhianat, suasana di Kekaisaran Heifeng kembali tenang. Bahkan seluruh prajurit yang ikut berkhianat juga telah dihukum. Bahkan mata-mata dari bangsa iblis telah dimusnahkan.Prajurit-prajurit elit milik kaisar Hei Zhang berpencar dan benar-benar dilakukan pembersihan besar-besaran. Angin musim semi bertiup lembut, membawa aroma bunga dari taman istana. Burung-burung kembali bernyanyi, seolah menyambut babak baru dalam sejarah Kekaisaran.Di pelataran utama istana, Zhao Xueyan dan Kaisar Tian Ming berdiri berhadapan dengan Kaisar Hei Zhang dan Putra Mahkota Hei Long. Wajah mereka menunjukkan ketegasan, namun juga sedikit keteduhan dari rasa perpisahan yang akan segera terjadi."Aku dan Xueyan akan segera berangkat," ucap Tian Ming tenang. "Ada banyak hal yang harus kami urus di luar Heifeng. Bangsa iblis belum sepenuhnya bergerak, tapi bayangan mereka sudah menyebar di sel
Langit di atas Benua Yunzhu tampak kelam, namun dua cahaya tajam melintas di antara awan-awan pekat. Satu berasal dari kilauan sisik seekor naga putih megah yang anggun dan bersinar seperti salju di musim semi. Satu lagi berasal dari naga hitam besar, dengan sayap lebar dan sorot mata tajam seperti malam yang tak berujung.Zhao Xueyan berdiri di atas punggung naga hitamnya, angin meniup rambutnya ke belakang, wajahnya datar namun matanya memandangi daratan yang makin dekat di bawah mereka — Kekaisaran Tianyang, jantung Benua Yunzhu.Tak jauh darinya, di atas naga putih, Kaisar Tian Ming menoleh dan tersenyum kecil melihat Zhao Xueyan menatap kagum ke arah naga putih yang ditungganginya.Begitu kaki mereka menyentuh tanah Tianyang dan kedua naga mengepak turun dengan anggun, Zhao Xueyan menghela napas pelan.“Aku tidak menyangka,” ucapnya pelan, menoleh ke arah Tian Ming. “Kalau seorang kaisar sepertimu punya naga putih seagung itu.”Tian Ming melirik padanya, lalu menyunggingkan senyu
Keempatnya berjalan perlahan memasuki istana Tianyang yang megah. Barisan pelayan mengenakan pakaian seragam warna putih bersih berdiri di sepanjang jalan masuk, menunduk dengan penuh hormat. Aroma bunga plum dan rempah khas Yunzhu menguar dari taman-taman kecil yang tertata rapi di sisi jalan.Langkah kaisar Tian Ming begitu mantap, namun tenang. Zhao Xueyan berjalan di sampingnya, mengenakan jubah sederhana berwarna biru gelap, kontras dengan aura tenangnya yang menyembunyikan kecerdasan dan kekuatan. Di belakang mereka, Wu Liang berjalan gagah sementara Niuniu sesekali mengedarkan pandangan dengan kagum, namun tetap menjaga sikap.“Tempat ini benar-benar indah,” gumam Niuniu yang masih didengar oleh Wu Liang. “Kau harus terbiasa dengan tempat ini nanti. Karena, sebentar lagi ….” Wu Liang tidak melanjutkan ucapannya, karena takut dengan Zhao Xueyan. Sebelum mereka mencapai aula dalam istana, sebuah suara langkah yang cepat menggema dari arah dalam. Pintu samping terbuka, dan munc
Para pelayan menatap tak berkedip saat Zhao Xueyan duduk di depan cermin bundar, wajahnya yang sudah cantik kini semakin memukau dengan sentuhan riasan sederhana. Rambutnya ditata anggun, sebagian disanggul dengan sisir giok yang diberikan oleh Niuniu, sisanya dibiarkan terurai lembut di bahu.“Nona benar-benar cantik sekali," bisik salah satu pelayan nyaris tanpa suara."Bagai dewi turun dari langit," balas pelayan lainnya, mata berbinar.Namun, suara pelan Zhao Xueyan yang berdehem membuat mereka semua tersadar. Serentak, mereka menundukkan kepala mereka, wajah memerah karena merasa terlalu larut dalam kekaguman.Niuniu yang duduk tak jauh dari tempat tidur hanya terkekeh geli melihat semua itu."Sudah biasa, nona kami memang selalu bikin orang melongo," ujarnya santai.Zhao Xueyan menoleh pelan ke arah Niuniu, lalu menatap salah satu pelayan."Tolong, antar pelayanku untuk beristirahat juga," katanya lembut namun tegas.Pelayan yang ditunjuk terkejut sejenak, lalu buru-buru menundu
Zhao Xueyan melangkah masuk ke aula perjamuan dengan anggun, diikuti oleh Niuniu yang setia berada satu langkah di belakangnya. Denting suara lonceng lembut yang dibunyikan pelayan mengiringi kehadiran mereka, mengalihkan perhatian seluruh hadirin yang tengah berbicara dan bersenda gurau. Suasana sontak menjadi sunyi.Para pejabat, jenderal, dan bangsawan yang sudah duduk rapi di sisi kiri dan kanan meja panjang seketika menoleh. Tatapan mereka serempak tertuju pada sosok wanita muda yang melangkah perlahan ke dalam aula. Wajah-wajah para pejabat menegang. Beberapa di antara mereka bahkan tak bisa menyembunyikan keterkejutan. Mulut setengah terbuka, mata membulat, seolah mereka sedang menyaksikan dewi langit turun ke dunia fana."Siapa itu?" bisik seorang jenderal kepada rekannya."Tak pernah kulihat sebelumnya ... tapi dia ....""Teramat cantik ...." sahut pejabat lainnya pelan, tak sadar dirinya bergumam.Ibu Suri Gao yang duduk di sisi kiri kaisar Tian Ming juga ikut terpaku. Mata
Setelah jamuan makan malam yang berlangsung dengan suasana penuh kehati-hatian dan diam-diam, para pejabat dan jenderal Kekaisaran Tianyang mulai beranjak dari aula perjamuan menuju Balairung Kekaisaran. Di sanalah pertemuan penting akan berlangsung, membahas rencana besar untuk menghadapi bangsa iblis yang kini telah secara terang-terangan menyatakan perang. Aura di sekeliling balairung dipenuhi tekanan, sorot mata para jenderal tegang dan penuh fokus, sementara langkah-langkah kaki mereka bergema di lantai marmer yang dingin.Kaisar Tian Ming berjalan paling depan dengan jubah kebesarannya berkibar lembut di belakang. Di sisi kanan dan kirinya, para jenderal dan pejabat tinggi mengikuti dengan sikap penuh hormat. Begitu mereka semua telah berada di dalam balairung yang luas dengan tiang-tiang kokoh menjulang, para pelayan segera menutup pintu besar dan suasana hening menyelimuti tempat itu.Baru saja salah satu jenderal, seorang pria bertubuh kekar bernama Jenderal Ru Yan, membuka
Rapat perang berlangsung dalam balairung Kekaisaran Tianyang yang megah, cahaya lentera memantul di permukaan lantai batu giok dan menggambarkan betapa seriusnya pertemuan malam itu. Di tengah meja panjang itu, Kaisar Tian Ming duduk tegak dengan tatapan penuh wibawa. Di sisi kirinya duduk Zhao Xueyan, tenang dan elegan seperti biasa, namun mata cemerlangnya tajam menelaah setiap informasi yang masuk.Seorang prajurit elit melangkah maju, membungkuk hormat lalu menggelar gulungan kain berisi laporan."Kami telah memeriksa seluruh wilayah barat dan utara sesuai perintah Paduka," ujarnya tegas. "Hasilnya, kami menemukan lima portal gelap yang terbuka, tiga di antaranya berada dekat permukiman. Dari pengamatan kami, portal itu aktif sepanjang malam dan menjadi jalur masuk bangsa iblis."Ruang balairung menjadi senyap. Suara detak jantung seakan bisa terdengar."Kami juga menemukan beberapa bekas pertempuran kecil antara pasukan penjaga perbatasan dengan para iblis. Korban di pihak kita
Zhao Xueyan melangkah cepat, gaunnya berkibar tertiup angin pagi. Wajahnya yang biasanya tegas kini diliputi emosi yang campur aduk—marah, kecewa, sedih. Ia melewati para pelayan yang membungkuk memberikan hormat, tapi ia tak menyahut. Di koridor luar, Wu Liang dan Yu Qie—yang sejak tadi masih penasaran—hanya bisa saling melirik ketika melihat sosok Zhao Xueyan berjalan dengan pandangan kosong. Wajahnya merah, bibirnya sedikit gemetar, dan sorot matanya penuh luka.Wu Liang mengangkat alis, berbisik pada Yu Qie, "Ada apa itu?"Yu Qie menelan ludah. “Kelihatannya … tidak baik.”Keduanya menoleh ke arah pintu ruang kerja sang kaisar. Ada rasa khawatir dan ragu di wajah mereka. Namun akhirnya, mereka memutuskan masuk kembali setelah mengetuk perlahan.“Yang Mulia .…” ucap Wu Liang pelan sambil sedikit membungkuk, diikuti Yu Qie yang ikut menunduk hormat.Begitu pintu tertutup di belakang mereka, suasana ruang kerja benar-benar berubah. Tidak lagi penuh wibawa, tapi berat dan muram. Di b
Tian Ming melangkah lebih dekat, setiap langkahnya terasa berat, membawa gelombang tekanan yang membuat dedaunan bergetar. Ia berdiri di antara mereka, meraih tangan Zhao Xueyan dan menariknya ke belakangnya.“Kau mungkin lupa, tapi Zhao Xueyan yang ini bukan milikmu lagi. Bahkan ... mungkin tidak pernah,” suara Tian Ming rendah, penuh amarah yang ditahan.“Apa maksudmu Kaisar Tian Ming? Tentu dia pernah menjadi milikku, karena dia mantan istriku,” sarkas Kaisar Zheng Yu. Kaisar Tian Ming mendengkus. “Kau bahkan tidak tahu apa-apa tentang Zhao Xueyan. Jadi berhentilah berharap, karena dari awal dia hanya milikku.” Zhao Xueyan berdiri diam di belakangnya, matanya mengeras namun tetap tenang.Zheng Yu menatap keduanya, ekspresinya gelap. Namun ia akhirnya mengendurkan genggamannya dan tersenyum miring.“Kita lihat saja, apakah perasaan yang pernah ada ... benar-benar telah mati.”Tanpa menunggu jawaban, Zheng Yu berbalik pergi. Matanya tajam, menyiratkan kebencian dan obsesi pada Zhao
Di dalam paviliun timur yang hangat dan harum oleh wangi teh, para pelayan berdiri rapi dengan kepala menunduk. Niuniu dengan sigap menuangkan teh ke dalam cangkir porselen di depan Jenderal Zhao Yun.“Silakan, Jenderal,” ucap Niuniu dengan sopan.Zhao Yun menerima cangkir itu, menatap pelayan muda tersebut sejenak, lalu mengangguk dalam.“Niuniu! Terima kasih karena telah menjaga Xueyan,” ucapnya, tulus.Niuniu buru-buru menggeleng, wajahnya sedikit merah. “Jenderal Zhao ... bukan saya yang menjaga nona, justru nona yang melindungi saya. Berkali-kali.”Zhao Yun melirik putrinya, senyumnya tipis dan hangat. “Ya ... itu memang sifatnya sejak kecil.”Zhao Xueyan duduk dengan anggun di sisi ayahnya, menatap wajah yang sangat dirindukannya itu. Suaranya lembut saat bertanya, “Ayah ... kenapa Ibu tidak ikut bersamamu? Bagaimana kabarnya?”Jenderal Zhao Yun menghela napas pelan, matanya menerawang sejenak. “Ibumu ... tidak bisa melakukan perjalanan jauh. Belakangan ini tubuhnya mudah lelah.
Setelah para tamu dan jenderal keluar satu per satu dari Balairung Kekaisaran, Zhao Xueyan berdiri dari kursinya dan berjalan cepat menghampiri seorang pria paruh baya yang berdiri tenang di dekat tiang batu. Matanya yang biasanya dingin kini terlihat hangat.“Ayah .…” panggilnya pelan namun penuh rindu.Jenderal Zhao Yun menoleh dan menatap putrinya dengan senyum tipis. “Xueyan.”Zhao Xueyan langsung menunduk memberi hormat, tapi sang ayah menahan gerakannya dan menepuk ringan pundaknya.“Sudah, tak perlu formal padaku.”“Terima kasih … karena Ayah masih hidup dan sehat. Aku benar-benar lega,” gumam Zhao Xueyan dengan suara bergetar.Zhao Yun tertawa kecil. “Kau pikir aku akan mati semudah itu? Ayahmu ini dilatih di medan perang, bukan taman bunga.”Zhao Xueyan tersenyum, matanya sedikit berkaca-kaca.“Ayah, bagaimana kalau ikut aku ke paviliun timur? Aku punya kamar lebih di sana, lebih nyaman daripada barak istana.”Zhao Yun mengangguk. “Baiklah, kalau itu membuatmu tenang.”Namun
Suasana Balairung Kekaisaran Tianyang kini dipenuhi ketegangan yang kental. Para jenderal duduk berjajar, mata mereka fokus ke arah peta besar yang terbentang di atas meja kayu panjang. Di sisi kanan dan kiri, para utusan dari Kekaisaran Changhai, Zhengtang, dan Heifeng turut hadir, masing-masing mengenakan jubah resmi mereka, wajah-wajah serius menggambarkan urgensi situasi.Kaisar Tian Ming duduk di kursi utama, mata tajamnya menatap peta yang menunjukkan lima titik portal iblis. Empat di antaranya telah disegel oleh pasukan elit Tianyang.Seorang jenderal berdiri, melapor dengan nada tegas.“Yang Mulia, empat portal telah berhasil kami segel. Namun ... satu portal terakhir berada di Lembah Hujan Darah, dan saat ini lembah tersebut telah sepenuhnya dikuasai oleh bangsa iblis. Mereka menjadikan tempat itu markas utama mereka.”“Lembah Hujan Darah .…” gumam kaisar Tian Ming. “Bukan tempat yang mudah untuk ditembus.”Semua mata tertuju padanya, menanti keputusan. Tapi tiba-tiba, sebuah
Setelah jamuan makan selesai dan musik pelan berhenti mengalun, para pejabat dan jenderal satu per satu bangkit dari tempat duduk mereka. Mereka mulai bergerak menuju Balairung Kekaisaran Tianyang, tempat diadakannya rapat militer untuk membahas strategi pertahanan terhadap serangan dari utara.Zhao Xueyan berdiri anggun, mengikuti langkah para pria tersebut tanpa ragu. Tapi baru beberapa langkah, langkahnya dihentikan oleh suara nyaring yang penuh sindiran."Eh, mau ke mana, Nona Zhao?" tanya Nona Xiao Zhen sambil menyipitkan mata."Balairung Kekaisaran bukan tempat jalan-jalan, apalagi untuk seorang wanita," tambah Nona Lin dengan senyum mengejek."Benar," sela Nona Yu. "Kau itu hanya seorang gadis dari desa yang kebetulan dibawa masuk ke istana oleh Yang Mulia. Jangan pikir hanya karena makanan tadi enak, kau bisa ikut campur dalam urusan negara."Beberapa gadis bangsawan lainnya tertawa pelan, menutup mulut dengan kipas sambil saling menatap penuh kemenangan.“Memang benar, ya! Se
Setelah para tamu duduk di tempat masing-masing, suasana aula utama Kekaisaran Tianyang terasa lebih hangat. Pelayan-pelayan berdiri berjajar, menyajikan anggur dalam cawan giok bening dan piring-piring indah berisi hidangan yang baru saja diangkat dari dapur istana.Di tengah aula, musik lembut mulai mengalun. Para penari istana dengan kostum anggun berwarna merah muda dan emas menari mengikuti irama, mempercantik suasana.Namun tak lama, wajah para tamu, pejabat, jenderal, bangsawan, termasuk kaisar Tian Ming dan Ibu Suri Gao, mulai menunjukkan ekspresi heran. Bukan karena tarian, melainkan makanan yang tersaji di hadapan mereka.“Makanan apa ini?” tanya salah satu pejabat tua sambil menatap bingung ke arah piringnya.“Mengapa bentuknya seperti ini … tidak seperti hidangan kekaisaran biasanya,” gumam seorang gadis bangsawan.Di hadapan mereka tersaji ayam teriyaki dengan saus kental yang harum, kentang goreng tipis garing seperti lidi emas, salad sayur segar dengan saus creamy dari
Langkah kaki rombongan bangsawan dan pejabat istana terdengar beriringan saat mereka berjalan menuju aula utama Kekaisaran Tianyang. Dentingan perhiasan dan suara bisik-bisik para nona bangsawan menggema di sepanjang koridor, diselimuti rasa penasaran dan juga … sindiran.Di barisan belakang, Nona Xiao Zhen menyibak lengan bajunya dengan angkuh, lalu berbisik cukup keras agar bisa didengar oleh para pengikutnya.“Huh, kita lihat saja nanti,” ujarnya sambil mendengus, “Apa yang bisa dilakukan seorang gadis yang hanya dipungut oleh kaisar?”Nona Yu terkekeh, “Apalagi dia menerima tantangan kita untuk ikut serta dalam dekorasi aula. Apa dia pikir bermain-main di taman obat membuatnya tahu cara menghias aula kekaisaran?”Nona Lin menambahkan dengan suara mencibir, “Mungkin dia akan menggantung gulungan ramuan di langit-langit! Ha!” Nona Shen menambahkan. “Kau benar! Kali ini gadis desa itu akan tahu tempatnya di mana. Hanya seorang gadis desa ingin menjadi Phoenix. Sungguh malang sekali!
Saat semua tamu resmi telah tiba dan turun dari kereta serta kuda masing-masing, suara gong pelan menggema menandakan penyambutan dimulai secara resmi. Para pejabat, bangsawan, serta jenderal dari Kekaisaran Tianyang serempak membungkuk hormat ke arah tamu-tamu agung dari tiga Kekaisaran: Changhai, Heifeng, dan Zhengtang.“Selamat datang di kekaisaran Tianyang, Benua Yunzhu!” Dengan gerakan penuh wibawa, perwakilan dari tiga Kekaisaran itu pun membalas dengan hormat yang sama, penuh kesopanan dan kebesaran.Di tengah deretan para tokoh penting itu, tatapan Jenderal Zhao Yun tak pernah lepas dari putrinya. Ia tersenyum tipis, matanya menyiratkan kelegaan dan bangga yang mendalam.‘Xueyan-ku … syukurlah kau baik-baik saja. Lebih dari itu .…’ batinnya, nyaris menahan diri agar tidak langsung memeluk gadis kecil yang kini menjelma menjadi sosok yang luar biasa kuat dan anggun.Zhao Xueyan berdiri tenang di samping para petinggi, hanfu biru berhiaskan motif awan dan bunga salju berkibar