Shangguan Yan berdiri dengan putus asa di tengah gelapnya malam. Salju turun beberapa saat setelah matahari tenggelam. Shangguan Yan melangkah gontai berusaha keluar dari hutan gelap itu. Namun keadaan itu membuatnya kesulitan melihat medan di sekitarnya. Dia tidak tahu ada apa di hadapannya, dan seperti apa kondisi jalan yang akan dilaluinya. Belum lagi, angin kencang dan guguran salju mulai membuat seluruh pandangan dipenuhi kabut putih yang dinginnya menusuk tulang. Shangguan Yan mulai kehilangan staminanya setelah berjalan beberapa saat. Dia berlindung di dalam ceruk yang ada di hutan. Dia terbatuk pelan, cuaca tiba-tiba berubah menjadi sangat buruk di hutan itu. Shangguan Yan hanya bisa meringkuk di dalam ceruk itu hingga badai salju mereda. Namun hingga beberapa jam ke depan, salju tidak mereda. Shangguan Yan mulai mengkhawatirkan Xi Feng yang sendirian di luar sana. “Aku tidak bisa mencari Xi Feng jika keadaannya terus seperti ini.” Shangguan Yan menghela napas pasrah. T
Shangguan Yan membuka matanya, sedikit menyipit beradaptasi dengan cahaya yang masuk melalui celah ceruk itu. Dia membulatkan mata terkejut, ternyata jalan menurun yang dituruninya semalam bukanlah jurang. Melainkan sebuah padang rumput luas, yang kini semuanya tertutup oleh salju. Di Hutan Nanzhou, tempat seperti ini hanya ada satu, berada di sisi barat kota. Dia bisa menyusuri tepian padang rumput ini untuk tiba di gerbang barat dan masuk kembali ke kota. Dia berjalan terseok-seok meninggalkan ceruk itu. Berjalan lurus menuju barat. Lukanya terasa nyeri, lengan kanannya tak bisa diangkat lagi, dia berjalan dengan pedangnya sebagai tongkat untuk membantu menyeimbangkan tubuhnya. “Aku harus meninggalkan hutan ini sebelum kehabisan napas. Sialan …, aku tidak mau mati di tempat seperti ini.” Shangguan Yan mendengus, napasnya tersengal, uap dingin muncul setiap kali dia membuang napasnya. Matahari semakin meninggi, Shangguan Yan berhasil meninggalkan hutan itu setelah berja
Shangguan Zhi terdiam mematung melihat Liu Xingsheng ada di dalam toko obatnya. Pria Itu bahkan sudah bersiap-siap melakukan perjalanan jauh. Napasnya tersengal dan dia berkeringat di tengah cuaca sedingin ini. Shangguan Zhi langsung menyimpulkan, pria ini berlari ke toko obatnya begitu mendapat informasi tentang Shangguan Yan. Shangguan Zhi menatapnya, tersenyum tipis, “Apa kau tidak berniat membunuhnya?” Liu Xingsheng terkejut mendengar pertanyaan semacam itu, dia menerobos masuk di bawah tatapan pelayan Shangguan Zhi yang sejak tadi diam mengamati. Shangguan Zhi melipat lengan di depan dada. “Kau punya banyak motif untuk menghabisinya, dan ini adalah kesempatan yang bagus bagimu, kan?” Liu Xingsheng menyambar lengan Shangguan Zhi dan menariknya hingga telapak tangan Shangguan Zhi menempel di dadanya. Liu Xingsheng menatap Shangguan Zhi dengan tatapan tajam. Seolah tatapan itu sudah mengunci seluruh pergerakannya, Shangguan Zhi bergeming dengan ekspresi datar. “Rasakanlah, Sh
Xie Yinlan memandangi matahari terbenam di atas bukit yang tinggi ini. Dia termenung, memikirkan banyak hal.Saat sore hari, halaman luas di belakang Kuil Leluhur Kekaisaran sangat indah. Tumpukan salju tak terlalu banyak, ada ruang yang luas sebelum jurang landai di depan sana. Xie Yinlan sering menghabiskan waktu di tempat ini saat sore hari, menatap matahari terbenam, sesekali menghitung waktu hingga hari di mana dia bertemu Jing Xuan lagi. Napasnya berhembus pelan, “Aku sungguh berharap dia tidak berubah hingga saat itu tiba,” gumamnya. A-Yao mendelik, menatap penuh tanya pada Yinlan yang melamun di sampingnya. Matanya tampak menatap sejauh mata memandang. A-Yao merasa iba padanya. A-Yao tersenyum, berusaha menghiburnya, “Selir …, bukankah besok adalah waktu pengobatan berikutnya?” Yinlan menatap ke arahnya, “Eh?” “Kau bisa bertemu Yang Mulia Kaisar, bukan? Besok adalah waktunya.” A-Yao tersenyum lebar hingga matanya menyipit. Yinlan tersenyum simpul, “Dia tidak mungkin men
Malam itu, mereka habiskan untuk melihat bintang di belakang kuil. Yinlan bersandar di bahu Jing Xuan dengan nyaman. Jing Xuan menyelimutinya dengan jubah yang ia pakai. “Yang Mulia, kita harus segera pulang.” Mao Lian datang untuk mengingatkannya. Jing Xuan menyuruh Mao Lian diam dengan meletakkan telunjuknya di depan bibir. Dia melirik Xie Yinlan yang memejamkan mata dengan tenang. Mao Lian membungkuk kemudian meninggalkan keduanya. Dia memasuki dapur, membantu A-Yao membersihkan sisa-sisa makan malam tadi. “Tuan Mao, bukankah kalian sudah harus kembali ke Istana?” A-Yao menatapnya yang bergabung ke dapur. Mao Lian menghembuskan napas, “Yang Mulia belum mau meninggalkan Selir.” A-Yao tersenyum, “Aku tidak menyangka hubungan mereka akan berkembang sejauh ini.” “Betul, kan? Aku juga merasa seperti itu.” ***“Yang Mulia …,” Yinlan memanggilnya. “Hm.” Jing Xuan bergumam. “Apakah …, kau menyukainya?” tanya Yinlan, sedikit ragu. Jing Xuan menunduk, menatapnya yang masih bersand
Mao Lian memasuki ruang baca, langkahnya terhenti di depan Jing Xuan yang masih sibuk mengurusi pekerjaan. Dia menautkan kedua tangannya, memberi salam. “Apa yang kau temukan?” tanya Jing Xuan. Dia meletakkan kuasnya, menutup dokumen yang terakhir. Kemudian berdiri, menuju meja lain dan menyuruh Mao Lian duduk di sana. Mao Lian mendekati meja itu, menuangkan teh yang sudah tersedia. Kemudian, dia menghela napas perlahan, “Menurutku, Selir Rong itu hanya sedang mengkhawatirkanmu saja, Yang Mulia.” Jing Xuan menatap tak mengerti, “Apa yang kau maksud itu?” Kedua ujung bibirnya tertarik ke atas, Mao Lian menunjukkan raut wajah menyebalkannya, “Habisnya, penjaga kuil selalu melihatnya keluar dari kamar malam-malam, dia banyak menghabiskan waktu tidurnya untuk merenung di belakang kuil sambil memandangi bintang-bintang. Dia sangat tidak takut kedinginan, Yang Mulia. Oleh karena itu, kupikir dia melakukannya karena merindukanmu yang tak bisa ditemuinya terlalu sering.” Jing Xuan menden
Istana Mingyue tampak lebih senyap dari biasanya. Xie Qingyan duduk di paviliun kecil di tengah taman bunga yang luas. Satu set alat lukis berada di depannya. Tangannya yang lembut memegang kuas. Seorang pelayan suka rela menggilingkan tinta. Salju berguguran, angin bertiup lembut memainkan anak rambutnya. Xie Qingyan menjalani kehidupan yang sangat tenang sejak Xie Yinlan tidak ada di Paviliun Hua Rong. Ning'er memasuki paviliun itu, dia membungkuk takzim, memberi salam. “Yang Mulia, mereka mengatakan Xi Feng sudah dalam perjalanan kembali ke Ibu Kota.” Ning'er melaporkan.Dengan tenang, Xie Qingyan meletakkan kuasnya di tempat kuas, dia menerima uluran sapu tangan dari salah satu pelayan wanita yang menemaninya. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, dia menyeka tangannya dengan sapu tangan itu. “Kirim dua orang untuk menunggunya di Bingzhou. Saat dia melewati Bingzhou, suruh dua orang itu menahannya selama beberapa hari, selagi kau merencang rencana untuk membawanya masuk ke Ib
Toko Obat Qiuyue Cabang Nanzhou. Liu Xingsheng menghentikan kudanya di depan gerbang tinggi dengan dua penjaga di masing-masing sisi itu. Ada banyak orang yang berlalu-lalang melewati gerbang tinggi yang terbuka lebar itu. Sampai saat ini, Liu Xingsheng baru menyadarinya, bahwa Shangguan Zhi sudah sangat sukses dan kaya dengan bisnis pengobatannya. Lebih dari dua puluh tabib keliling di dunia persilatan yang menggunakan resep obatnya untuk mengobati pasien mereka. Salah seorang dari empat penjaga itu mendekat, dengan ramah menawarkan agar kudanya disimpan di tempat penitipan kuda milik toko obat mereka. Setelah menyerahkan kuda pada penjaga itu, Liu Xingsheng berbaur dengan pelanggan lain, memasuki toko obat. Setelah melewati gerbang itu, aula luas terhampar, meja panjang di sisi kiri dipenuhi orang-orang yang membeli obat. Jejeran meja dan kursi-kursi yang mengelilinginya tertata rapi di sepanjang sisi kiri aula.Beberapa pasien menunggu obatnya sambil minum teh, atau sedang be
Jing Xuan turun dari kereta kuda. Mao Lian membawa sebuah kotak berisi sesuatu yang sepertinya berharga. Kereta kuda itu berhenti tepat di depan Kediaman Adipati Xie yang masih dipenuhi kain berwarna putih di setiap sudutnya. Membuat warga-warga rendahan yang melintas refleks menjatuhkan lutut demi menunjukkan perasaan hormat mereka pada Kaisar. Jing Xuan mengedarkan pandangannya di jalanan, wajah datarnya berubah menjadi senyum ramah yang menyenangkan—dia memang telah banyak berubah setelah mengenal Yinlan lebih dekat. “Berdirilah.” Jing Xuan melangkahkan kakinya di gerbang Kediaman Adipati Xie. Yang ternyata, pemilik rumah itu sudah keluar dari kediaman demi mendengar keributan di luar bahwa Kaisar datang untuk berkunjung. “Yang Mulia, selamat datang.” Mereka segera berlutut dan menautkan kedua tangan untuk mengucapkan salam penghormatan. Jing Xuan buru-buru menyentuh siku mereka dan meminta agar berdiri, “Ibu Mertua, Ayah Mertua, tidak perlu begitu formal.” Keduanya saling m
Shangguan Yan berdiri di depan gedung utama Balai Opera Jiulu. Kedua tangannya mengepal, raut wajahnya datar dan serius. Seorang pelayan pria mendekatinya, “Tuan Muda, apakah kau membutuhkan sesuatu yang baru?” pelayan itu berbisik. Dia bernama Jin Pei. Salah satu informan yang dipekerjakan Shangguan Yan dan menjadi satu-satunya orang yang paling dipercayainya. Dia sangat ahli menyelinap tanpa jejak dan memiliki teknik beladiri yang hebat. Dia memutuskan untuk menyatakan sumpah setia pada Shangguan Yan sejak Shangguan Yan menyelamatkan nyawanya dari jebakan mematikan kelompok seniman beladiri aliran sesat. Orang ini dulunya juga pernah hampir dibunuh Liu Xingsheng, tapi nyawanya selamat setelah Shangguan Yan menyatakan sumpah setia padanya dan bersedia bersembunyi di Balai Opera Jiulu di bawah pengawasan Liu Xingsheng untuk bekerja sama dengannya. Dalam arti, Jin Pei menganggap nyawa yang dimilikinya ini adalah milik Shangguan Yan karena telah diselamatkan dua kali dari kematian.
Xi Feng mengangguk setuju. “Sejak dulu, Shangguan Zhi hanyalah nona keluarga kaya yang manja dan bergantung pada pelayannya. Sedangkan aku dan Liu Xingsheng sudah terbiasa hidup sendiri dan tidak pernah bergantung pada siapa pun, termasuk keluarga.”“Bukankah Tabib Liu itu orang kaya, ya?” Xi Feng juga mengangguk, “Ayahnya bupati di Nanzhou. Liu Yanran, adik Liu Xingsheng dianugerahi gelar Xianzhu (Putri Kabupaten) setelah ayahnya berjasa mempertahankan Heyang dari suku bar-bar di prefektur selatan Nanzhou.” “Tapi Liu Xingsheng sudah tinggal bersama Biksu Baiyuan sejak usianya lima tahun. Dia mempelajari banyak teknik pengobatan, hingga jimat dan ramalan dari Biksu Baiyuan.” “Sementara Biksu Baiyuan mengadopsi seorang anak perempuan yang usianya lebih tua dari Liu Xingsheng. Anak perempuan itu Ye Yunshang. Kudengar dia sudah tidak diasuh Biksu Baiyuan lagi sejak Liu Xingsheng belajar di sana.”“Lalu aku hanya seorang pengembara Dunia Persilatan yang tak memiliki rumah. Biksu Baiyua
Mao Lian mengangguk, “Sepanjang perjalanan, kami berhenti di banyak tempat. Yang pertama kami datangi tepat setelah Ning'er kabur dari Biro Pusat Keamanan adalah Rumah Lianhong.”“Kami mendapatkan kesaksian dari Nona Mu Dan. Yang mengatakan ada seorang pria aneh yang datang tepat saat terjadi kebakaran di Biro Pusat Keamanan.”“Pria itu meminta tolong padanya untuk dipinjamkan surat jalan atas namanya, dia berkata akan pergi ke Tingzhou.” “Lalu kami melakukan perjalanan menuju Tingzhou. Bertemu lima saksi lain yang melihat pria muda, atau wanita paruh baya, bahkan seorang nenek tua yang datang ke tempat-tempat tertentu sesuai perkiraan waktu kami.” “Xi Feng berkata kalau Penyihir Hitam selalu menyamar menjadi orang lain sepanjang jalan. Jadi kami mengikuti petunjuk itu, mencurigai nenek tua, wanita paruh baya, hingga seorang pria muda yang datang di waktu yang sesuai dengan perkiraan kami.”“Ternyata dugaan itu tepat. Nenek tua muncul setelah kami kehilangan wanita paruh baya. Juga
bab 156Tepat setelah rapat pagi dibubarkan, Jing Xuan kembali ke Istana Guanping untuk menemui dua tamu yang sudah ia undang. Di belakangnya, Mao Lian san Xi Feng tampak mengikuti. Masih memakai pakaian ringkas yang nyaman dikenakan saat bepergian. Sepertinya, mereka berdua langsung bertemu Jing Xuan yang dalam perjalanan menuju Aula Pertemuan untuk rapat pagi. Lalu merundingkan hasil perjalanan mereka bersama beberapa menteri yang terlibat. Sebelum itu, Jing Xuan mengutus bawahannya untuk mengirim pesan pada Shangguan Yan dan Shangguan Zhi untuk membicarakan hasil perundingan itu. Setelah mengetahui identitas asli Ning'er, yang merupakan seorang master bela diri tingkat tinggi dari sebuah sekte terpencil yang misterius bernama Ye Yunshang, yang juga sekaligus seorang Penyihir Hitam yang keberadaannya selalu dipertanyakan, Jing Xuan merasa harus melibatkan orang-orang yang terlibat dengan masa lalunya untuk menggali lebih banyak petunjuk. Seperti mengapa Ye Yunshang memiliki den
Matahari telah tenggelam. Kereta kuda itu kembali merangkak di jalanan Ibu Kota. Suasana di dalamnya sangat senyap, Yinlan sibuk memakan kue persik yang dibelinya di kedai itu. “A-Yin.” Jing Xuan memanggilnya dengan suara pelan. Yinlan menjawabnya hanya dengan gumaman. Terlihat sekali tidak ingin diganggu dengan kesenangannya. Jing Xuan menatapnya lamat-lamat. ‘Dia menggemaskan saat sedang lahap makan.’ “Ada apa?” Yinlan balas menatapnya, mulutnya masih penuh dengan kue persik. Jing Xuan mengulas senyum tipis. “Kamu mau pergi ke mana setelah ini?” Yinlan menelan makanannya, “Ke mana lagi? Kita tidak langsung pulang?” “Awalnya memang sepakat pulang setelah matahari tenggelam. Tapi sepanjang sore aku tidak menemanimu keliling ke mana pun. A-Yin, aku minta maaf atas kekacauan yang dibuat adikku. Acara jalan-jalanmu jadi tidak berjalan lancar. Jadi, aku ingin menemanimu di luar lebih lama lagi.” Jing Xuan memasang raut penuh rasa bersalah. Yinlan menyeringai, “Aku s
Terlihat, Pangeran Chi berdiri dengan kondisi terkejut. Menyentuh pipinya yang merah, menatap pria tiba-tiba datang menamparnya. “Apa-apaan kau!” Pangeran Chi berseru marah. Matanya membulat sempurna begitu menyadari kalau pria ini adalah kakaknya, Kaisar Kekaisaran Jing. “Ka-Kakak …?” Pangeran Chi bungkam seketika. Wanita opera yang duduk di atas paha Pangeran Chi menundukkan kepala, bahunya bergetar, seolah takut diterkam oleh pria yang dipanggil Kakak oleh pria yang bersamanya. Tanpa mengatakan apa pun, dengan raut wajah menahan marah, Jing Xuan menyeret adiknya keluar dari gedung itu. Nyonya Zhao terlihat bingung kenapa pengusaha dari Yangzhou ini keluar lagi sebelum operanya dimulai. Yinlan bergegas menyusul. Jing Xuan memasukkan Pangeran Chi ke dalam kereta kuda, bersiap menginterogasinya di dalam sana. Saat A-Yao hendak membantu Yinlan naik ke dalam, Yinlan mengangkat tangannya, “Biarkan mereka mengobrol dulu, A-Yao. Lebih baik kita berkeliling di dekat sini sambil men
Beruntung, hari ini Balai Opera Jiulu sedang memiliki opera besar. Orang-orang di pinggir jalan membicarakannya. Bahwa itu adalah karangan Guru Bai Hua dari kelompok opera besar di Kota Qingzhou. Bai Hua datang ke Ibu Kota bersama tiga orang muridnya atas undangan Kekaisaran pada saat acara perayaan tahun baru beberapa hari yang lalu. Tapi insiden itu membuat penampilan mereka dibatalkan begitu saja. Ada banyak warga yang menyayangkan kegagalan itu.Jadi, pengelola Balai Opera Jiulu mengundang mereka untuk tampil atas izin pejabat pemerintah. Biaya pun ditanggung pemerintah untuk menebus pembatalan yang tiba-tiba itu. Mereka dijadwalkan akan tampil sore ini hingga malam hari di panggung opera utama Balai Jiulu. Meski banyak yang menyayangkan karena Shangguan Yan tidak berpartisipasi dalam pertunjukan besar ini, mereka tetap menantikannya dengan antusias. Kereta kuda berhenti di depan Balai Opera Jiulu, A-Yao membuka tirai di pintu, kepalanya melongok ke dalam, “Yang Mulia, apakah
Ketika hari semakin siang, hujan salju berhenti, menyisakan kesiur angin yang dingin menusuk kulit dan langit berwarna abu-abu yang suram. Jing Xuan duduk di dekat jendela, Yinlan berada di pangkuannya. Jing Xuan memeluknya dengan erat, mengusir hawa dingin ini. “A-Yin, apakah kau sungguh tidak merindukan orang tuamu?” Jing Xuan tiba-tiba menceletuk. Memilih untuk membahas hal yang selama ini selalu ia hindari. Yinlan tidak memberikan jawaban, menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jing Xuan, terlihat menghela napas pelan. “Maksudku adalah, kita akan menikah, tapi kau tidak pernah memintaku untuk datang kepada mereka untuk meminta restu. A-Yin, apakah hubunganmu dengan mereka baik-baik saja?” Jing Xuan bertanya lebih lembut. Ia takut pembahasan ini ternyata melukai hati Yinlan. Jika mengingat hubungan Yinlan dengan Qingyan yang memang tidak pernah akur, Jing Xuan tiba-tiba saja menebak kalau Yinlan memang tidak dekat dengan keluarganya. “Jing Xuan …, kamu mengetahuinya lebih ba