“Selir, apakah kau lupa tentang obat-obatanmu?” A-Yao bertanya pelan sambil sesekali melirik Mao Lian yang berjalan di belakang mereka. “Aku sengaja melupakannya. Ada hal yang lebih penting dari obat-obatan itu, A-Yao.” Yinlan memperhatikan jalanan dengan serius. Dia tidak melepaskan pandangannya dari orang-orang yang berjalan melewatinya. “Apakah itu tentang Ye Yunshang?” Xie Yinlan mengangguk, “Memang sangat mencurigakan jika Ning'er muncul bersamaan dengan hilangnya master sekte terpencil di dunia persilatan. Mungkin dia merubah wajahnya agar tidak ada yang mengenalinya. Atau saat masih hidup dia punya kebiasaan seperti Nona Kedua, yang selalu menutupi wajahnya dengan cadar. Tapi fakta bahwa kamar itu terkunci saat aku baru tiba dan Ning'er sudah berada di dalamnya, itu menjelaskan bahwa dia bisa melakukan hal yang mustahil bisa dilakukan oleh wanita biasa seperti kita, A-Yao. Bisa saja dia memang Ye Yunshang itu.” “Tapi untuk apa kita mencari tahu tentangnya?” A-Yao masih tida
Ketika malam yang gelap menghembuskan angin musim gugur yang dingin ke dalam kamar Xie Qingyan melalui jendela yang separuh terbuka itu, Jing Xuan membuka matanya dan merasakan hawa dingin yang luar biasa. Dia menatap persekitaran yang remang, dan seorang wanita yang terbaring tenang di sampingnya. Setelah menyadari apa yang terjadi, dia membulatkan mata tak percaya. “Bagaimana mungkin aku tertidur di kamar Permaisuri?” gumamnya dalam hati. Dia bergegas segera turun dari ranjang itu, sebelumnya dia sempat menutup jendela yang separuh terbuka. Dan memastikan Xie Qingyan tidak kedinginan selama tidurnya. “Yang Mulia.” Mao Lian membungkuk begitu melihat majikannya keluar dari Istana Mingyue. “Apakah kau berjaga di sini sepanjang malam?” tanya Jing Xuan. Mao Lian mengangguk, “Aku berpikir Yang Mulia akan terbangun tengah malam. Jadi aku menunggu di sini.” Keduanya berjalan meninggalkan Istana Mingyue. Jing Xuan memegangi kepalanya yang terasa berdenyut, wajahnya sedikit meringis, s
Satu jam telah berlalu, Xie Yinlan mencabut jarum-jarum yang menancap di titik-titik tubuh Jing Xuan. Pucuk jarum itu berubah menjadi hitam pekat setelah dicabut. “Ini adalah bekas racun yang didetoksifikasi.” Yinlan menunjukkannya pada Mao Lian. “Bagaimana keadaanmu, Yang Mulia?” tanya Mao Lian. Jing Xuan menyeka bibirnya yang berdarah. Dia menghela napas panjang, “Aku sudah lebih baik.” Mao Lian tersenyum lebar, ini adalah hal menggembirakan. “Ingat, Yang Mulia. Kau tidak boleh melupakan segala pantanganmu. Atau pengobatan ini akan gagal. Sekali sudah gagal, tidak ada pengobatan apa pun lagi yang bisa menyembuhkanmu meski pun aku sudah menemukan penawarnya.”“Kau cerewet sekali.” Jing Xuan berdiri dengan tertatih, keringat membasahi pakaiannya, Mao Lian bergegas membantunya berdiri. “Yang Mulia, bolehkah aku meminta izin keluar?” Xie Yinlan menyeringai lebar, menatap dari balik satir saat Jing Xuan sedang berganti pakaian. “Untuk apa lagi?” Jing Xuan menggeram dengan suara re
Setelah matahari tenggelam, aktivitas Ibukota semakin ramai. Selain rumah bordil dan balai perjudian, beberapa kedai minuman baru terbuka, dan restoran-restoran yang menyediakan tempat hiburan mulai dipadati pengunjung. Xie Yinlan dan A-Yao berjalan di antara kerumunan orang ramai itu. A-Yao menenteng banyak sekali barang, termasuk sebuah kotak mewah yang dihiasi ukiran berwarna keemasan. “Kita sudah terlambat, Selir.” A-Yao mengeluh sambil sesekali memperbaiki posisi barang bawaannya. Yinlan tersenyum lebar, “Karena itulah aku membelikannya beberapa makanan enak. Kudengar siapa pun akan terhibur jika diberikan makanan enak saat sedang kesal.” “Maksudmu, hal sepele semacam itu juga bisa membuat Kaisar tidak marah karena kau pulang terlambat?” tampaknya A-Yao meragukan ide ini. “Tentu saja tidak. Aku akan memarahinya lebih dulu jika dia berani marah-marah di depanku. Karena hal yang paling harus dia hindari saat ini adalah marah-marah. Aku tak akan bertanggung jawab jika tubuhnya
“Bagaimana keadaanmu sekarang, Yang Mulia?” Yinlan bertanya lembut sambil menatapnya. Jing Xuan mengamati ekspresi wajahnya di bawah cahaya lilin yang redup, dia menangkap sorot mata serius dari ekspresi lembut itu. Raut wajahnya tampak kesal setelah menyadari bahwa mungkin Yinlan hanya menganggapnya tak lebih dari sekadar pasien. “Yang Mulia? Kau merasa tak nyaman?” Yinlan memajukan wajahnya sedikit sehingga dia mampu merasakan hembusan napasnya yang hangat di tengah udara yang dingin. Jing Xuan mendengus, menjauhkan wajahnya dari sana. “Aku baik-baik saja.” Yinlan menatapnya kesal, ‘Dasar bermuka dua.’ Tak lama, A-Yao datang dengan nampan berisi teko dan gelas. Dia juga menyajikan teh-nya di depan Kaisar dan Xie Yinlan. Dalam hati, dia mungkin sedang bersyukur. Setelah beberapa penderitaan yang Yinlan rasakan saat memiliki gelar Selir Xian, semua itu berakhir setelah dia mendapatkan gelar barunya Selir Rong. “Yang Mulia. Selir Rong terlambat pulang karena memikirkanmu. Dia b
Di sela-sela makan malam, Mao Lian datang menjemputnya dengan berkata ada beberapa hal yang harus Jing Xuan periksa sekarang. Pengawal itu sempat menunggu hingga Jing Xuan menyelesaikan makannya. Mereka kemudian pergi sesaat setelahnya. Sebelum pergi, Yinlan memberikan kotak makanan berisi kue persik itu pada Mao Lian. Mao Lian mengintip isinya dengan senyum lebar, “Wah …, kue persik!” Yinlan mengangguk dan balas tersenyum, “Aku membelinya dari kedai yang berada di samping Penginapan Yuelai. Kue buatan mereka benar-benar enak.” “Kau yakin memberikannya padaku?” Mao Lian bertanya dengan nada sedikit khawatir, matanya melirik Jing Xuan yang tampak datar tak peduli. Yinlan tertawa, “Aku menawarkannya pada Yang Mulia. Tapi dia menolak dan mengatakan bahwa Kaisar tidak memakan makanan seperti ini. Jadi aku memberikannya padamu saja. Kudengar kau belum makan malam karena menungguinya di ruang baca, kan?”“Tentu saja, Selir. Terima kasih, aku memang agak lapar.” Jawab Mao Lian dengan w
Malam itu, Istana Mingyue dalam keadaan paling berantakan. Cangkir-cangkir, kandil dan kendi arak berserakan di lantai. Peralatan kecantikan, perhiasan, semuanya berserakan di tempat yang tidak seharusnya. Di antara ruangan kamar yang berantakan itu, Xie Qingyan duduk dengan kedua tangan terkepal. Dia menatap Ning'er dengan penuh emosi. Sementara Ning'er hanya bisa berlutut dengan kepala tertunduk. Terdiam membisu.“Tidak ada yang salah dengan darah Xie Yinlan. Kau yang terlalu lalai sehingga seseorang menukar darah itu, Ning'er. Pikirkanlah. Bagaimana Xi Feng bisa tetap hidup setelah terserang racun yang sama dengan Kaisar?” tanya Xie Qingyan. “Kau beruntung karena darah itu tidak berdampak apapun pada Yang Mulia. Bagaimana jika yang terjadi di luar kendali kita? Ning'er, kau harus menyadari kesalahanmu!” Xie Qingyan berdiri, berseru dengan penuh kebencian. Ning'er menjatuhkan kepalanya di lantai. “Hamba bersalah, Yang Mulia! Mohon berikan hukuman!” “Huh!” Xie Qingyan mengembusk
Pelayan meletakkan cangkir dan teko di atas meja. Teh dituangkan, uap samar-samar terlihat. Pengunjung berlalu-lalang, beberapa orang berkerumun di satu meja besar. Restoran ini tepat berhadapan dengan Istana Kekaisaran, menjadikannya tempat makan favorit para pejabat yang berkumpul setelah rapat rutin setiap pagi. Hal itu juga berlaku bagi siapa pun yang bekerja di Istana. Bahkan Pangeran Chi punya ruangan khusus di lantai tiga restoran ini, yang hanya dimiliki olehnya. Saat ini, Xi Feng dan Liu Xingsheng berada di salah satu dari belasan meja di lantai dua restoran ini. Pelayan tadi juga meletakkan teko dan cangkir di atas meja mereka. “Apa yang membuatmu begitu sibuk, Tabib Xi?” tanya Liu Xingsheng. Ketika tangannya bergerak mengambil teko berisi teh itu, Xi Feng menyodorkan cangkirnya lebih dekat, Liu Xingsheng tersenyum tipis. “Sejak kapan kau mengurusi diriku?” Xi Feng menatap malas. Liu Xingsheng meletakkan cangkir yang penuh ke depan Xi Feng. “Sejak kau berurusan dengan
Istana Guangping menjadi sangat ramai lima tahun ke depan. Dua orang anak yang terlihat sangat mirip setiap hari berlarian di halamannya, saling mengejar, saling mencoba menjatuhkan. Satu anak adalah perempuan, dia memegang pedang kayu dan terus mengarahkannya pada si anak laki-laki sambil berkata, “Berhenti, penjahat!” Semenatra yang laki-laki tertawa riang, terus berkata bahwa si anak perempuan tidak akan bisa menangkapnya. Di dalam istana, Yinlan sedang sibuk menatap sejumlah tusuk rambut di atas meja. Bingung memilih mau pakai yang mana. “Bagaimana dengan ini?” Jing Xuan menunjukkan tusuk konde yang berwarna perak dengan batu giok putih yang indah. Yinlan menggeleng, “Aku rasa aku sudah memakai itu kemarin lusa.” “Tidak apa, pakai lagi saja.” Jing Xuan menguap, sudah satu jam dia berdiri di depan meja rias Yinlan, dan gadis itu masih belum menentukan akan memakai apa. “Aku pakai ini saja lah.” Yinlan mengambil tusuk rambut bunga rong yang pernah Jing Xuan berikan padanya du
A-Yao tampak kerepotan, menerima sejumlah hadiah dari tamu-tamu luar Ibukota yang menghadiri pernikahan terbesar di seluruh Kekaisaran Jing ini. “A-Yao, sampaikan ucapan selamatku pada Permaisuri, ya?” terlihat Nona Kelima Jiang tersenyum ramah sambil menyerahkan sebuah kotak kayu besar. A-Yao mengangguk sambil tersenyum, “Terima kasih sudah datang.” Mao Lian berdiri di dekat pintu sambil menatapnya dengan tatapan remeh, “Kau tampak sibuk, A-Yao.” A-Yao mendengus sambil menatap tajam ke arahnya, “Dari pada diam menjadi pagar seperti itu, lebih baik kau membantuku.” Mao Lian terkekeh lalu menghampirinya. Sebelum mulai membantu, dia mendekatkan mulutnya ke telinga A-Yao dan berbisik, “Baru saja Yang Mulia memberkati pernikahan untukku, A-Yao. Apakah kau terkejut?” A-Yao terdiam kaku, matanya membulat sempurna, berkedip beberapa kali. “Be-benarkah? Bagaimana mungkin,” A-Yao menyeringai tipis, mencoba mengendalikan perasaannya yang tidak karuan. Dia membatin, ‘Diberkati pernikahan?
Yinlan merebahkan tubuhnya di ranjang, Jing Xuan menjadikan pahanya sebagai bantal. Tangannya bergerak mengusap pelan helai rambut panjangnya. Aroma wangi ini, Jing Xuan sangat merindukannya. Sejak baru tiba sore lalu, Yinlan sama sekali tak mau melepaskannya. Dia selalu tersenyum dan berkata harus selalu bersama untuk menebus hari-hari saat berpisah. “A-Yin, berapa bulan lagi sampai hari kelahirannya?” tanya Jing Xuan, memecah keheningan. “Hm …,” Yinlan berpikir sejenak, “Ini sudah lama memasuki bulan ke-tujuh. Sebentar lagi bulan ke-delapan.” “Sebentar lagi, ya ….” Jing Xuan menghela napas, “Tapi dua bulan lagi sangat lama.”“Jika melewatinya bersama-sama, harusnya tidak terlalu lama.” Yinlan tersenyum lebar sampai matanya menyipit. “A-Yin, aku tidak bisa menepati janjiku untuk menikahimu di ujung musim dingin.” Jing Xuan menunduk merasa bersalah. Yinlan menepuk punggung tangannya, “Kita menikah di awal musim semi saja. Bukankah itu bagus?” “Apakah menurutmu begitu?” Yinlan
Dua minggu kemudian. Kabar mengenai kepulangan Jing Xuan telah tiba di Istana. Semua orang menyambutnya di depan gerbang istana, termasuk Yinlan dan Ibu Suri. Kabar peperangan dengan Negara Shang yang mendadak itu juga telah sampai di Ibukota sejak dua minggu lalu. Para warga merasa bersyukur saat tahu sang Kaisar berada di sana untuk meredakan kekacauan. Kini, mereka sudah berkumpul di tepian jalan untuk menyambut Kaisar mereka. Melempar bunga dengan wajah tersenyum lebar, sambil memanjatkan do’a dan pujian untuk pahlawan nomor satu itu. Jing Xuan hanya menaiki seekor kuda hitam, tidak ada tandu atau kereta kuda yang mewah yang menemaninya. Di belakangnya hanya ada dua orang tabib, dan sepuluh orang prajurit yang mengantar kepergiannya. Itu sungguh hanya kepulangan sederhana yang tidak disiapkan secara khusus. Namun semua orang justru merasa senang untuknya dan mengucapkan beribu-ribu kata syukur. Jing Xuan juga secara khusus turun dari kudanya dan menggendong anak-anak usia tig
Kamp Militer Perbatasan Utara. Jing Xuan duduk tegak di kursi, wajahnya sangat serius. Dia sedang membaca sebuah buku. Buku medis kuno yang Shangguan Yan bawa dari ruang bawah tanah beracun milik Ye Qing di Tingzhou. Dalam buku itu, tertulis bahwa Teratai Hitam bukanlah racun. Melainkan sejenis obat mujarab yang bisa membentuk ketangguhan fisik luar biasa, obat yang bisa menetralisir semua jenis racun yang tumbuh di dunia ini. Obat itu memberikan efek samping yang cukup kejam bagi pemakainya. Semua gejala menyakitkan yang Yinlan alami setiap bulan itu adalah efek sampingnya. Dan selamanya tidak bisa dihilangkan. Dalam setiap bulan, akan selalu ada hari di mana tubuh itu sendiri tiba di titik terlemahnya. Jing Xuan menggeram, “Kenapa aku tidak mengalami siklus bulanan ini juga? Padahal aku jelas-jelas meminumnya, kan?” Xi Feng menghela napas, “Yang Mulia, Teratai Hitam yang kau minum itu hanya semangkuk penawar racun saja, bukan lagi jenis obat yang sama. Permaisuri meminum selur
Satu minggu kemudian, Selir Agung Qin ditemukan di Prefektur Barat Ibukota. Jubah kekaisarannya entah hilang ke mana, semua perhiasan emas yang melekat di tubuhnya juga telah raib. Pangeran Ming menggunakan kereta kuda untuk membawanya kembali ke Istana. Sepanjang perjalanan, Selir Agung tidak mengeluarkan sepatah kata pun meski Pangeran Ming berada tepat di depannya. Pangeran Ming tidak berharap wanita itu akan bertanya tentang kenapa dia ditangkap, atau mau membawanya ke mana. Dia berpikir wanita ini akan menanyakan keadaan putranya. Namun keduanya sama sekali tidak terdengar keluar dari mulutnya. Pangeran Ming menghela napas, dia mengeluarkan sapu tangan dengan bordir lambang Keluarga Jing miliknya. Lalu dia meletakkannya di atas paha Selir Agung dan berkata, “Sekalah kotoran di wajahmu. Haoyu tidak akan suka melihatnya.” Selir Agung tersenyum tipis, “Aku bahkan tidak pantas mengambil barang milik Keluarga Jing kalian.”“Memang benar …, lagi pula, untuk apa kau memedulikan pen
Yu adalah marga sebenarnya Selir Agung Qin. Pangeran Ming menatap punggungnya, “Ibumu bahkan tidak memedulikan nasibmu, Haoyu.” Ruangan penjara itu semakin senyap, Pangeran Chi mengangkat kepala, lantas terkekeh pelan, “Kau tidak berhak menilai hubungan ibu dan anak di antara kami, Jing Tian.”“Satu hari setelah tindakan bodohmu, aku terus mencari keberadaan Selir Agung Qin di mana pun. Dia melarikan diri, bersembunyi di suatu tempat menunggu kesempatan pergi dari Ibukota yang sudah seperti neraka baginya ini. Tanpa memedulikan putranya.” Pangeran Ming diam sejenak. Dia menunggu Pangeran Chi berbalik dan menatapnya sebelum dia melanjutkan perkataan yang kian lama semakin menyakitkan itu. Namun Pangeran Chi tidak sebaik hati itu untuk mendengarkan penjelasannya. Dia tampak tidak begitu peduli dengan apa yang ibunya lakukan padanya. “Jing Haoyu.” Pangeran Ming menggeram dengan tangan mengepal. “Apa? Kau mau berkata bahwa aku ditelantarkan? Hah, kau juga tidak berhak.” Pangeran Mi
Pangeran Ming menutup rapat pintu Istana Guangping, sebelum meninggalkan tempat itu, dia menghela napas pelan. “Yang Mulia, Biro Pusat Keamanan dan Kementerian Hukum sudah menunggu.” pengawalnya melaporkan. “Ada berapa orang yang terlibat dalam pemberontakan itu?” tanya Pangeran Ming, langkahnya dengan cepat meninggalkan Istana Guangping. “Kementerian Ritus dan Adipati Wei terlibat. Mereka bersekongkol mengadakan pernikahan palsu agar Tuan Muda Wei tidak dicurigai. Dia yang membantu Pangeran Chi menculik Tuan Muda Ouyang dari Suzhou untuk dicuri identitasnya.” “Nona Kelima Jiang mengalami depresi karena pernikahannya ternyata tidak sungguh-sungguh. Selir Agung Qin melarikan diri. Sementara waktu, dia mungkin masih berada di Ibukota karena semua gerbang telah ditutup sejak hari pemberontakan.” Pangeran Ming mengangguk-angguk, menerima semua laporan itu dengan cepat. “Jangan pernah membuka gerbang itu sebelum Selir Agung ditemukan. Berikan kompensasi atas kerugian yang dialami Nona
BRUK! Jing Xuan meringis, tersungkur beberapa meter dari lokasi pertarungan. Pedangnya terlepas dari genggaman, berkelontang. Dia kembali berdiri dengan tubuh bergetar. Tangannya bergerak menyeka ujung bibir yang masih menyisakan jejak darah. Sudah lama dia tidak mengeluarkan banyak kekuatan. Tubuhnya terkejut menerima hantaman demi hantaman, terlebih, Ye Qing lebih berpengalaman, jelas lebih kuat berkali-kali lipat darinya. Jing Xuan memungut pedangnya. Memasang kuda-kuda kokoh, dia harus bisa segera mengakhirinya. Seseorang masih menunggunya dengan cemas. Shangguan Yan berteriak kencang, tubuhnya melesat cepat, melompat ke udara dengan Pedang Baijiu yang sudah berlumuran darah meski belum membunuh satu orang pun. Ye Qing mendengus, “Bocah merepotkan. Pergi kau ke neraka!” Shangguan Yan menyeringai, Liu Xingsheng melemparkan tombak Jing Xuan yang sebelumnya dibuang oleh Ye Qing. Dengan langkah halus, Shangguan Yan menjejakkan kakinya pada tombak yang masih melesat itu. Tangan