Di sela-sela makan malam, Mao Lian datang menjemputnya dengan berkata ada beberapa hal yang harus Jing Xuan periksa sekarang. Pengawal itu sempat menunggu hingga Jing Xuan menyelesaikan makannya. Mereka kemudian pergi sesaat setelahnya. Sebelum pergi, Yinlan memberikan kotak makanan berisi kue persik itu pada Mao Lian. Mao Lian mengintip isinya dengan senyum lebar, “Wah …, kue persik!” Yinlan mengangguk dan balas tersenyum, “Aku membelinya dari kedai yang berada di samping Penginapan Yuelai. Kue buatan mereka benar-benar enak.” “Kau yakin memberikannya padaku?” Mao Lian bertanya dengan nada sedikit khawatir, matanya melirik Jing Xuan yang tampak datar tak peduli. Yinlan tertawa, “Aku menawarkannya pada Yang Mulia. Tapi dia menolak dan mengatakan bahwa Kaisar tidak memakan makanan seperti ini. Jadi aku memberikannya padamu saja. Kudengar kau belum makan malam karena menungguinya di ruang baca, kan?”“Tentu saja, Selir. Terima kasih, aku memang agak lapar.” Jawab Mao Lian dengan w
Malam itu, Istana Mingyue dalam keadaan paling berantakan. Cangkir-cangkir, kandil dan kendi arak berserakan di lantai. Peralatan kecantikan, perhiasan, semuanya berserakan di tempat yang tidak seharusnya. Di antara ruangan kamar yang berantakan itu, Xie Qingyan duduk dengan kedua tangan terkepal. Dia menatap Ning'er dengan penuh emosi. Sementara Ning'er hanya bisa berlutut dengan kepala tertunduk. Terdiam membisu.“Tidak ada yang salah dengan darah Xie Yinlan. Kau yang terlalu lalai sehingga seseorang menukar darah itu, Ning'er. Pikirkanlah. Bagaimana Xi Feng bisa tetap hidup setelah terserang racun yang sama dengan Kaisar?” tanya Xie Qingyan. “Kau beruntung karena darah itu tidak berdampak apapun pada Yang Mulia. Bagaimana jika yang terjadi di luar kendali kita? Ning'er, kau harus menyadari kesalahanmu!” Xie Qingyan berdiri, berseru dengan penuh kebencian. Ning'er menjatuhkan kepalanya di lantai. “Hamba bersalah, Yang Mulia! Mohon berikan hukuman!” “Huh!” Xie Qingyan mengembusk
Pelayan meletakkan cangkir dan teko di atas meja. Teh dituangkan, uap samar-samar terlihat. Pengunjung berlalu-lalang, beberapa orang berkerumun di satu meja besar. Restoran ini tepat berhadapan dengan Istana Kekaisaran, menjadikannya tempat makan favorit para pejabat yang berkumpul setelah rapat rutin setiap pagi. Hal itu juga berlaku bagi siapa pun yang bekerja di Istana. Bahkan Pangeran Chi punya ruangan khusus di lantai tiga restoran ini, yang hanya dimiliki olehnya. Saat ini, Xi Feng dan Liu Xingsheng berada di salah satu dari belasan meja di lantai dua restoran ini. Pelayan tadi juga meletakkan teko dan cangkir di atas meja mereka. “Apa yang membuatmu begitu sibuk, Tabib Xi?” tanya Liu Xingsheng. Ketika tangannya bergerak mengambil teko berisi teh itu, Xi Feng menyodorkan cangkirnya lebih dekat, Liu Xingsheng tersenyum tipis. “Sejak kapan kau mengurusi diriku?” Xi Feng menatap malas. Liu Xingsheng meletakkan cangkir yang penuh ke depan Xi Feng. “Sejak kau berurusan dengan
Ketika Xie Yinlan sedang belajar menjahit di tepi kolam teratai kediamannya, Xie Qingyan datang dengan wajah angkuhnya. Beberapa pelayan baru yang sedang bekerja di luar kediaman tiba-tiba menyingkir. Mereka berbisik-bisik mengenai apa yang akan terjadi pada kedua orang yang diketahui sedang berselisih ini. Sejak kehadiran Xie Yinlan sebagai Selir Rong diketahui oleh publik, rumor bahwa Permaisuri tidak menyukainya mulai menyebar di kalangan pelayan istana. Mereka yang tahu bahwa Selir Rong adalah Selir Xian yang dulunya hanya dikurung di kediaman terpencil di harem mulai menyebarkan berita yang sedikit dilebih-lebihkan. Mereka yang menyangka Selir Rong adalah selir yang baru diangkat merasa bahwa dia lebih pantas dijadikan permaisuri. Rumor di kalangan pelayan istana itu sepertinya telah sampai di telinga Xie Qingyan. Apalagi pagi ini dia melihat Pengurus Etiket Lu membawa pergi banyak pelayan pria dan wanita ke Paviliun Hua Rong untuk dipekerjakan di sana. Dia mulai merasa posi
Setelah kejadian itu, Xie Yinlan tampaknya menderita demam. Dia memeluk tubuhnya di balik selimut tebal. Dia tidak berbicara dalam waktu yang lama. Di dalam kamarnya yang redup, dupa penenang menyala dan asapnya mengharumkan ruangan. Matanya terlihat sembap, dan dia tidak mau menunjukkan wajahnya pada siapa pun. Bahkan A-Yao, yang datang ke kamarnya untuk memberikan obat juga tidak dia pedulikan. Dia berpikir apa kesalahannya sampai Jing Xuan begitu tidak mau memercayainya. Berapa kali pun mau dijelaskan, Jing Xuan tetap menganggapnya telah mencelakai Permaisuri. Jing Xuan sama sekali tidak mau mengetahui bahwa Yinlan menceburkan diri untuk menyelamatkannya. Dan berakhir begitu malang. Mungkin saat ini Jing Xuan sedang berada di Istana Mingyue, merawat Xie Qingyan dengan sepenuh hati, dan sibuk melimpahkan semua kesalahan pada Xie Yinlan. Yinlan menghela napas panjang, ‘Kau memang tidak pernah menatapku sebagai wanita, Jing Xuan.’ “Selir, kau harus minum obat.” A-Yao membujukny
“Tabib Xi, kau sudah bangun?” Ning'er tersenyum dengan mata menyipit. Xi Feng membuka matanya yang masih terasa berat. Kepalanya berdenyut dan terasa menyakitkan, tangannya memijit pelan tengkuknya yang terasa sakit. “Apa yang terjadi padaku?” Xi Feng bertanya, sedikit meringis. Saat ini dia berada di suatu ruangan di suatu tempat yang sangat dia kenal, namun yang membuatnya keheranan, kenapa ada Ning'er di sini bersamanya?“Aku melihatmu pingsan di depan istana, Tabib Xi. Jadi aku bergegas membawamu pulang ke rumahmu. Kupikir telah terjadi sesuatu padamu.” Ning'er menjawab khawatir. “Ning'er, bagaimana kau bisa menemukanku?” Xi Feng bertanya lagi, kali ini dia menatap Ning'er dengan secercah harapan di balik sorot matanya yang sendu. Ning'er terdiam, “Aku sedang mencarimu, Tabib Xi. Kau punya janji pertemuan dengannya pagi ini, tapi kau tidak muncul. Sekarang sudah mau petang.” “Dengannya?” Xi Feng menaikkan sebelah alis. Siapa yang Ning'er sebut ‘dengannya’?.“Maksudku, Yang M
Matahari tumbang di sisi barat, cahaya senja yang indah menerpa permukaan kolam teratai sehingga membentuk warna keemasan yang menawan. Yinlan berlari kecil di tepi kolam sambil tertawa-tawa kecil, tangannya terangkat memegang sepucuk surat. Di belakangnya, A-Yao berlari mengejar sambil sesekali berseru, “Berhenti, Selir! Berikan suratnya padaku!” Tanpa keduanya sadari, Jing Xuan memerhatikan dari jauh, sekitar enam langkah dari Istana Mingyue, dia menyaksikan Xie Yinlan tertawa renyah dengan wajah bahagia itu. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Jing Xuan tiba-tiba tersenyum melihat keindahan itu.Ketika menyadari seseorang sedang mengamatinya dari jauh, Yinlan berhenti berlari, dan menoleh menatap arah sesuai intuisinya. Yinlan membeku di tempat, melihat pria itu berdiri menatapnya dari kejauhan dengan senyum tipis di bibirnya. “Dia tersenyum?” Yinlan bergumam. “Hap! Yeey!” A-Yao merampas lipatan kertas itu dari Yinlan. Dia melompat senang sambil tertawa renyah. “Ada apa,
Suara berderit terdengar pelan, langkah kaki terdengar menyusul sesaat kemudian. Diikuti seruan panggilan yang ditujukan pada seseorang. Ya. Liu Xingsheng.Dua orang ini sudah berjanji akan menemui Liu Xingsheng di Dapur Obat Balai Kesehatan Istana untuk mengambil obat milik rekannya yang sedang terluka. Namun setelah mengetuk pintu dan memanggil namanya berkali-kali, tetap tak ada orang yang menyahut dari dalam. Itu membuat mereka berpikir Liu Xingsheng sudah meninggalkan dapur obat menuju suatu tempat yang masih ada di Balai Kesehatan Istana. Sebelum meninggalkan ruangan ini, mereka berpapasan dengan salah satu rekan medis Liu Xingsheng, yang sepertinya dia tahu saat Liu Xingsheng memasuki ruangan ini dan belum melihatnya keluar. Karena itulah, kedua Pengawal Kekaisaran memutuskan untuk membuka pintu dapur obat atas izin tabib itu dan mencari sendiri Liu Xingsheng yang mungkin masih berada di sini dan tidak mendengar suara mereka. “Aneh sekali, kenapa ruangannya gelap?” salah
Istana Guangping menjadi sangat ramai lima tahun ke depan. Dua orang anak yang terlihat sangat mirip setiap hari berlarian di halamannya, saling mengejar, saling mencoba menjatuhkan. Satu anak adalah perempuan, dia memegang pedang kayu dan terus mengarahkannya pada si anak laki-laki sambil berkata, “Berhenti, penjahat!” Semenatra yang laki-laki tertawa riang, terus berkata bahwa si anak perempuan tidak akan bisa menangkapnya. Di dalam istana, Yinlan sedang sibuk menatap sejumlah tusuk rambut di atas meja. Bingung memilih mau pakai yang mana. “Bagaimana dengan ini?” Jing Xuan menunjukkan tusuk konde yang berwarna perak dengan batu giok putih yang indah. Yinlan menggeleng, “Aku rasa aku sudah memakai itu kemarin lusa.” “Tidak apa, pakai lagi saja.” Jing Xuan menguap, sudah satu jam dia berdiri di depan meja rias Yinlan, dan gadis itu masih belum menentukan akan memakai apa. “Aku pakai ini saja lah.” Yinlan mengambil tusuk rambut bunga rong yang pernah Jing Xuan berikan padanya du
A-Yao tampak kerepotan, menerima sejumlah hadiah dari tamu-tamu luar Ibukota yang menghadiri pernikahan terbesar di seluruh Kekaisaran Jing ini. “A-Yao, sampaikan ucapan selamatku pada Permaisuri, ya?” terlihat Nona Kelima Jiang tersenyum ramah sambil menyerahkan sebuah kotak kayu besar. A-Yao mengangguk sambil tersenyum, “Terima kasih sudah datang.” Mao Lian berdiri di dekat pintu sambil menatapnya dengan tatapan remeh, “Kau tampak sibuk, A-Yao.” A-Yao mendengus sambil menatap tajam ke arahnya, “Dari pada diam menjadi pagar seperti itu, lebih baik kau membantuku.” Mao Lian terkekeh lalu menghampirinya. Sebelum mulai membantu, dia mendekatkan mulutnya ke telinga A-Yao dan berbisik, “Baru saja Yang Mulia memberkati pernikahan untukku, A-Yao. Apakah kau terkejut?” A-Yao terdiam kaku, matanya membulat sempurna, berkedip beberapa kali. “Be-benarkah? Bagaimana mungkin,” A-Yao menyeringai tipis, mencoba mengendalikan perasaannya yang tidak karuan. Dia membatin, ‘Diberkati pernikahan?
Yinlan merebahkan tubuhnya di ranjang, Jing Xuan menjadikan pahanya sebagai bantal. Tangannya bergerak mengusap pelan helai rambut panjangnya. Aroma wangi ini, Jing Xuan sangat merindukannya. Sejak baru tiba sore lalu, Yinlan sama sekali tak mau melepaskannya. Dia selalu tersenyum dan berkata harus selalu bersama untuk menebus hari-hari saat berpisah. “A-Yin, berapa bulan lagi sampai hari kelahirannya?” tanya Jing Xuan, memecah keheningan. “Hm …,” Yinlan berpikir sejenak, “Ini sudah lama memasuki bulan ke-tujuh. Sebentar lagi bulan ke-delapan.” “Sebentar lagi, ya ….” Jing Xuan menghela napas, “Tapi dua bulan lagi sangat lama.”“Jika melewatinya bersama-sama, harusnya tidak terlalu lama.” Yinlan tersenyum lebar sampai matanya menyipit. “A-Yin, aku tidak bisa menepati janjiku untuk menikahimu di ujung musim dingin.” Jing Xuan menunduk merasa bersalah. Yinlan menepuk punggung tangannya, “Kita menikah di awal musim semi saja. Bukankah itu bagus?” “Apakah menurutmu begitu?” Yinlan
Dua minggu kemudian. Kabar mengenai kepulangan Jing Xuan telah tiba di Istana. Semua orang menyambutnya di depan gerbang istana, termasuk Yinlan dan Ibu Suri. Kabar peperangan dengan Negara Shang yang mendadak itu juga telah sampai di Ibukota sejak dua minggu lalu. Para warga merasa bersyukur saat tahu sang Kaisar berada di sana untuk meredakan kekacauan. Kini, mereka sudah berkumpul di tepian jalan untuk menyambut Kaisar mereka. Melempar bunga dengan wajah tersenyum lebar, sambil memanjatkan do’a dan pujian untuk pahlawan nomor satu itu. Jing Xuan hanya menaiki seekor kuda hitam, tidak ada tandu atau kereta kuda yang mewah yang menemaninya. Di belakangnya hanya ada dua orang tabib, dan sepuluh orang prajurit yang mengantar kepergiannya. Itu sungguh hanya kepulangan sederhana yang tidak disiapkan secara khusus. Namun semua orang justru merasa senang untuknya dan mengucapkan beribu-ribu kata syukur. Jing Xuan juga secara khusus turun dari kudanya dan menggendong anak-anak usia tig
Kamp Militer Perbatasan Utara. Jing Xuan duduk tegak di kursi, wajahnya sangat serius. Dia sedang membaca sebuah buku. Buku medis kuno yang Shangguan Yan bawa dari ruang bawah tanah beracun milik Ye Qing di Tingzhou. Dalam buku itu, tertulis bahwa Teratai Hitam bukanlah racun. Melainkan sejenis obat mujarab yang bisa membentuk ketangguhan fisik luar biasa, obat yang bisa menetralisir semua jenis racun yang tumbuh di dunia ini. Obat itu memberikan efek samping yang cukup kejam bagi pemakainya. Semua gejala menyakitkan yang Yinlan alami setiap bulan itu adalah efek sampingnya. Dan selamanya tidak bisa dihilangkan. Dalam setiap bulan, akan selalu ada hari di mana tubuh itu sendiri tiba di titik terlemahnya. Jing Xuan menggeram, “Kenapa aku tidak mengalami siklus bulanan ini juga? Padahal aku jelas-jelas meminumnya, kan?” Xi Feng menghela napas, “Yang Mulia, Teratai Hitam yang kau minum itu hanya semangkuk penawar racun saja, bukan lagi jenis obat yang sama. Permaisuri meminum selur
Satu minggu kemudian, Selir Agung Qin ditemukan di Prefektur Barat Ibukota. Jubah kekaisarannya entah hilang ke mana, semua perhiasan emas yang melekat di tubuhnya juga telah raib. Pangeran Ming menggunakan kereta kuda untuk membawanya kembali ke Istana. Sepanjang perjalanan, Selir Agung tidak mengeluarkan sepatah kata pun meski Pangeran Ming berada tepat di depannya. Pangeran Ming tidak berharap wanita itu akan bertanya tentang kenapa dia ditangkap, atau mau membawanya ke mana. Dia berpikir wanita ini akan menanyakan keadaan putranya. Namun keduanya sama sekali tidak terdengar keluar dari mulutnya. Pangeran Ming menghela napas, dia mengeluarkan sapu tangan dengan bordir lambang Keluarga Jing miliknya. Lalu dia meletakkannya di atas paha Selir Agung dan berkata, “Sekalah kotoran di wajahmu. Haoyu tidak akan suka melihatnya.” Selir Agung tersenyum tipis, “Aku bahkan tidak pantas mengambil barang milik Keluarga Jing kalian.”“Memang benar …, lagi pula, untuk apa kau memedulikan pen
Yu adalah marga sebenarnya Selir Agung Qin. Pangeran Ming menatap punggungnya, “Ibumu bahkan tidak memedulikan nasibmu, Haoyu.” Ruangan penjara itu semakin senyap, Pangeran Chi mengangkat kepala, lantas terkekeh pelan, “Kau tidak berhak menilai hubungan ibu dan anak di antara kami, Jing Tian.”“Satu hari setelah tindakan bodohmu, aku terus mencari keberadaan Selir Agung Qin di mana pun. Dia melarikan diri, bersembunyi di suatu tempat menunggu kesempatan pergi dari Ibukota yang sudah seperti neraka baginya ini. Tanpa memedulikan putranya.” Pangeran Ming diam sejenak. Dia menunggu Pangeran Chi berbalik dan menatapnya sebelum dia melanjutkan perkataan yang kian lama semakin menyakitkan itu. Namun Pangeran Chi tidak sebaik hati itu untuk mendengarkan penjelasannya. Dia tampak tidak begitu peduli dengan apa yang ibunya lakukan padanya. “Jing Haoyu.” Pangeran Ming menggeram dengan tangan mengepal. “Apa? Kau mau berkata bahwa aku ditelantarkan? Hah, kau juga tidak berhak.” Pangeran Mi
Pangeran Ming menutup rapat pintu Istana Guangping, sebelum meninggalkan tempat itu, dia menghela napas pelan. “Yang Mulia, Biro Pusat Keamanan dan Kementerian Hukum sudah menunggu.” pengawalnya melaporkan. “Ada berapa orang yang terlibat dalam pemberontakan itu?” tanya Pangeran Ming, langkahnya dengan cepat meninggalkan Istana Guangping. “Kementerian Ritus dan Adipati Wei terlibat. Mereka bersekongkol mengadakan pernikahan palsu agar Tuan Muda Wei tidak dicurigai. Dia yang membantu Pangeran Chi menculik Tuan Muda Ouyang dari Suzhou untuk dicuri identitasnya.” “Nona Kelima Jiang mengalami depresi karena pernikahannya ternyata tidak sungguh-sungguh. Selir Agung Qin melarikan diri. Sementara waktu, dia mungkin masih berada di Ibukota karena semua gerbang telah ditutup sejak hari pemberontakan.” Pangeran Ming mengangguk-angguk, menerima semua laporan itu dengan cepat. “Jangan pernah membuka gerbang itu sebelum Selir Agung ditemukan. Berikan kompensasi atas kerugian yang dialami Nona
BRUK! Jing Xuan meringis, tersungkur beberapa meter dari lokasi pertarungan. Pedangnya terlepas dari genggaman, berkelontang. Dia kembali berdiri dengan tubuh bergetar. Tangannya bergerak menyeka ujung bibir yang masih menyisakan jejak darah. Sudah lama dia tidak mengeluarkan banyak kekuatan. Tubuhnya terkejut menerima hantaman demi hantaman, terlebih, Ye Qing lebih berpengalaman, jelas lebih kuat berkali-kali lipat darinya. Jing Xuan memungut pedangnya. Memasang kuda-kuda kokoh, dia harus bisa segera mengakhirinya. Seseorang masih menunggunya dengan cemas. Shangguan Yan berteriak kencang, tubuhnya melesat cepat, melompat ke udara dengan Pedang Baijiu yang sudah berlumuran darah meski belum membunuh satu orang pun. Ye Qing mendengus, “Bocah merepotkan. Pergi kau ke neraka!” Shangguan Yan menyeringai, Liu Xingsheng melemparkan tombak Jing Xuan yang sebelumnya dibuang oleh Ye Qing. Dengan langkah halus, Shangguan Yan menjejakkan kakinya pada tombak yang masih melesat itu. Tangan