Pangeran Ming berlari ke sumber kekacauan dengan sebilah pedang di tangan. Dia menaiki Menara Pengawas untuk memeriksa apa yang terjadi di luar gerbang istana. Matanya membulat sempurna ketika melihat Pangeran Chi, adik yang telah dia cari-cari selama beberapa hari terakhir, berdiri dengan gagah di atas kuda dan memakai baju zirah berwarna emas. Dia mengacungkan tombaknya ke arah gerbang. Di belakangnya, Mao Lian diikat rantai dengan tubuh penuh luka, sungguh mengenaskan. “Jing Tian! Apakah kau masih mengingatku?” Pangeran Chi berseru jemawa. “Aku datang sebagai malaikat maut yang akan merenggut nyawamu!” Pangeran Chi tertawa terbahak-bahak. “Jing Haoyu, kau sungguh lancang!” Pangeran Ming berseru penuh penekanan. Pangeran Chi menghentikan tawanya, dia menoleh ke belakang, ribuan pasukan siap membantunya meratakan kekaisaran ini. “Bagaimana keadaan para wanita di dalam?” Pangeran Ming bertanya. “Menjawab, Yang Mulia. Para pelayan pria sudah membawa semua wanita berkumpul di sa
Hari mulai malam, gulita menyambar dengan cepat. Rombongan ekspedisi peneliti tanaman obat itu terus menjelajah pegunungan tanpa henti. Di tengah udara yang sejuk, Chu Xia merapatkan jaket tebalnya, wajahnya mendongak, mencari di mana bulan berada. “Sudah mau pukul tujuh,” dia menceletuk pelan.“Haruskah kita beristirahat di sini?” seorang pria dengan lembut bertanya padanya, sekaligus meminta pendapat rekan yang lain. Mereka sepakat beristirahat di tempat itu. Lokasinya cukup nyaman, ceruk dalam di sekitar bebatuan besar di tengah pegunungan, berhadapan langsung dengan tebing terjal yang menemani penjelajahan mereka sepanjang sore. “Chu Xia, kau haus?” seorang wanita tersenyum lebar, mengulurkan tangannya menggenggam botol minum yang terisi penuh. Dengan senyum tipis sebagai balasan, Chu Xia mengangguk menerima botol air itu, kemudian mengucapkan terima kasih. “Kamu sudah begitu populer dan berbakat, rupanya masih sudi ikut bersama kami melakukan penelitian tanaman obat.” wanit
Chu Xia beranjak dari ranjang yang keras, dia menepuk-nepuk pakaiannya yang sedikit berdebu dan …, kotor.Dia memasang ekspresi jijik saat mengedarkan pandangannya ke sudut-sudut ruangan remang itu. Dia berjongkok, jemarinya memungut pecahan mangkuk di lantai ruangan yang berserakan.Dia mencium aroma tak biasa dari mangkuk itu. “Racun yang sangat mematikan.” Gumamnya, kembali meletakkan pecahan mangkuk itu.“Nona! Nona!” seorang pelayan—sepertinya begitu, berjalan dengan buru-buru memasuki kamar yang lusuh itu. Dia memegang kedua pundak Chu Xia, memeriksanya dengan cemas.“Nona, syukurlah kau baik-baik saja!” pelayan itu menghela napas lega, tersenyum senang.Chu Xia menatapnya dengan bingung, “Kau …, siapa?” tanyanya dengan tidak pasti.Pertanyaan itu membuat pelayan di depannya melipat wajah dengan murung, “Nona …, apakah kau hilang ingatan setelah meneguk semangkuk racun?”“Meneguk semangkuk racun?” Chu Xia menatap pecahan mangkuk yang dia periksa beberapa saat lalu.Dia berusaha
“Pukul berapa ini?” tanya Yinlan. Dia duduk santai di atas ranjangnya yang keras itu, sekarang sudah berganti pakaian yang lebih baik. Dia berencana melakukan sesuatu untuk membalas perbuatan jahat Permaisuri padanya. Dari ingatan yang dia dapatkan, permaisuri itu bernama Xie Qingyan. Putri sah Adipati Xie. Dia memanfaatkan kenangan masa kecil Kaisar dan Xie Yinlan, adiknya sendiri, untuk masuk ke istana, dan merebut posisi Xie Yinlan sebagai permaisuri. Sungguh, karena dia bukan lagi Chu Xia, dan Xie Yinlan yang sekarang tidak sama lagi dengan yang dahulu, ia harus bisa membalikkan nasib buruk ini. “Sekarang pukul satu dini hari, Nona,” Jawab A-Yao. Xie Yinlan menatap pelayan wanita itu, “A-Yao, mulai saat ini, jangan memanggilku Nona lagi. Paling aku Selir Xian. Bisakah?” A-Yao membungkuk, “Baik, Selir Xian.” “Bagus. Sekarang, ikut aku melakukan sesuatu.” Xie Yinlan berdiri. Meski tinggal di istana ini selama berbulan-bulan, Xie Yinlan tetap tidak menghafal rutenya. Istana y
“Tabib Liu, kau masih di sini?” sapa orang yang baru masuk. Yinlan membuka mata dengan terkejut. Apakah ada orang lain di dalam gudang obat ini selain dirinya dan A-Yao? Dia merasakan tubuh A-Yao berkeringat dingin dan sedikit gemetar. Pelayan ini, pasti sudah sangat ketakutan.Beberapa langkah dari mereka, dua orang pria saling berhadapan, salah satunya memakai seragam resmi tabib kekaisaran, satunya lagi memakai seragam resmi pengawal kekaisaran. Tabib kekaisaran itu masih muda, bernama Liu Xingsheng. Meski muda, dia terkenal berwawasan luas dan berbakat, pernah menyembuhkan kaki ibu suri yang tulangnya patah. Pengawal Kekaisaran yang berinteraksi dengannya tampak menghormatinya. Liu Xingsheng tersenyum ramah, “Aku baru kembali dari pekerjaanku, meletakkan sisa bahan obat dan beberapa rekam medis.” Pengawal Kekaisaran itu mengangguk-angguk. “Tabib Liu, segeralah beristirahat.” Dia meninggalkannya di dalam ruangan obat. Liu Xingsheng mengangguk, matanya sedikit melirik ke arah je
Sudah pukul sebelas, tapi Xie Yinlan masih duduk di depan cermin. Dia menatap wajahnya yang dipolesi bedak dan sedikit perona pipi. Tampak cantik, mirip seperti Chu Xia dalam versi yang lebih muda. “Selir …,” A-Yao memberikan selembar kertas berwarna merah kepada Yinlan. Yinlan menatap bingung, dari ekspresinya saja, A-Yao sudah menebak bahwa Yinlan tidak tahu benda apa itu. “Ini adalah pewarna bibir, Selir. Kau bisa menempelkannya di bibirmu, maka warna merah ini akan menempel dan tahan lama.” A-Yao tersenyum, menyerahkan lembaran berwarna merah itu kepada Yinlan. Yinlan melakukan apa yang dikatakan oleh A-Yao. Ini memang mirip dengan lipstik, tapi dalam versi lebih kuno dan sederhana. “Apakah aku cantik?” Yinlan mendongak, menatap wajah A-Yao yang sudah berbinar bahagia. “Cantik sekali, Selir. Dengan kecantikanmu yang selalu tersembunyi ini, bukankah seharusnya posisi permaisuri itu adalah milikmu?” A-Yao sedikit tidak senang memikirkan bahwa Nona Besar Xie, Xie Qingyan telah
Saat ini, setelah perjamuan makan siang yang penuh drama itu, Xie Yinlan justru sedang dipusingkan oleh hal lain. Wanita-wanita penghibur yang diundang Kaisar pada perjamuan itu, kini berkumpul di depannya dengan raut wajah penuh permohonan. “Selir Xian, bisakah kamu mengajariku menarikan tarian Jenderal Besar yang Terluka dan Seorang Gadis yang Menyelamatkannya itu?” “Iya, benar! Aku juga mau. Tarian itu bagus sekali, sangat mengharukan, sungguh pertemuan dua insan yang sangat cocok. Selir Xian, dari mana kamu mempelajarinya?” Xie Yinlan menyeringai, “Itu aku mempelajarinya dari perbatasan. Sangat indah, kan?” Mereka mengangguk setuju, “Sungguh! Jika tarian ini sampai terlihat oleh orang-orang Rumah Lianhong, sudah dapat dipastikan akan populer dalam waktu dekat. Selir Xian, bisakah kau mengajari kami bagaimana cara melakukannya?” Rumah Lianhong adalah rumah hiburan paling terkenal dan paling mahal di Ibukota. Mereka juga berasal dari sana, dipesan khusus untuk bermain musik dan
Xie Yinlan berlari cepat hingga tiba di harem. Begitu melewati Istana Mingyue, Permaisuri yang juga merupakan kakaknya itu muncul menghalangi jalannya. Awalnya dia tidak tahu siapa orang ini. Tapi ingatan saat orang ini datang membawakan arak beracun untuk Xie Yinlan yang dulu, dia langsung mengingatnya. Apalagi begitu melihat gaun merah menyala yang dipenuhi manik-manik itu, Xie Yinlan berdecih, “Dasar udik, pakaianmu norak sekali,” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. Permaisuri Xie Qingyan berjalan ke arahnya dengan langkah anggun, senyum yang tak pudar dari wajah cantik dengan kulit putih pucat itu. “Adik, kau dari mana? Berani sekali baru pulang ke rumah saat hampir petang.” Xie Qingyan menyentuh bahunya pelan, lantas sentuhan kecil itu berubah menjadi mencengkeram sangat kuat. Yinlan melotot, segera menyingkirkan tangan lentik itu dari pundaknya. Dengan wajah kesal, dia menjawab, “Aku dari perjamuan makan siang Kekaisaran, Kakak.” Jawaban itu membuat Xie Qingyan men
Pangeran Ming berlari ke sumber kekacauan dengan sebilah pedang di tangan. Dia menaiki Menara Pengawas untuk memeriksa apa yang terjadi di luar gerbang istana. Matanya membulat sempurna ketika melihat Pangeran Chi, adik yang telah dia cari-cari selama beberapa hari terakhir, berdiri dengan gagah di atas kuda dan memakai baju zirah berwarna emas. Dia mengacungkan tombaknya ke arah gerbang. Di belakangnya, Mao Lian diikat rantai dengan tubuh penuh luka, sungguh mengenaskan. “Jing Tian! Apakah kau masih mengingatku?” Pangeran Chi berseru jemawa. “Aku datang sebagai malaikat maut yang akan merenggut nyawamu!” Pangeran Chi tertawa terbahak-bahak. “Jing Haoyu, kau sungguh lancang!” Pangeran Ming berseru penuh penekanan. Pangeran Chi menghentikan tawanya, dia menoleh ke belakang, ribuan pasukan siap membantunya meratakan kekaisaran ini. “Bagaimana keadaan para wanita di dalam?” Pangeran Ming bertanya. “Menjawab, Yang Mulia. Para pelayan pria sudah membawa semua wanita berkumpul di sa
Pukul dua belas malam, Yinlan masih duduk di tepi jendela kamarnya, A-Yao berlutut di depan meja sambil menyeduhkan teh. Sesekali dia menatap Yinlan yang terlihat sedang gelisah. Dia menuangkan teh ke dalam cangkir dan memberikannya pada Yinlan. Yinlan menoleh ke arahnya, tersenyum simpul. “Terima kasih.” “Yang Mulia, apakah sedang mengkhawatirkan sesuatu?” Yinlan menyeruput teh itu pelan-pelan, “Apakah kau ingat ini sudah hari ke berapa Jing Xuan pergi, A-Yao?”A-Yao berpikur sejenak, “Ini hari ke-24.” “Besok adalah satu bulan sejak reaksi racun itu datang. Sudah waktunya aku tiba di titik terlemah itu lagi.” Yinlan meletakkan cangkirnya di atas meja. A-Yao terdiam, kepalanya tertunduk dalam, dia sungguh tidak memiliki solusi atas permasalahan itu. Terlebih lagi, semua tabib yang pernah menyembuhkan Yinlan justru sedang tidak ada di istana. “Aku tahu Jing Xuan tidak akan kembali dalam waktu dekat. Satu bulan bahkan tidak cukup. Aku hanya berharap dia baik-baik saja dan pulang
Jing Xuan meronta, “Beraninya kau!” “Kenapa? Tidak rela rekanmu terbunuh? Sepertinya kedua tabib itu juga sudah sekarat. Jing Xuan, tak ada gunanya berbicara banyak untuk memohon pengampunan untuk mereka, kau juga akan segera mati.” Ye Qing tersenyum, “Atau kau mau menjadi budakku?” Jing Xuan membuang tatapannya dan meludah. Ye Qing menggeram, menampar pipi Jing Xuan dengan kuat sampai ujung bibirnya berdarah. “Tidak ada gunanya kau menghinaku, Bodoh!” “Aku keturunan Keluarga Jing, aku terlahir dengan kehormatan tinggi, bagaimana mungkin menjadi budak jenderal rendahan sepertimu?” Jing Xuan membalas senyuman liciknya dengan kalimat provokasi. “Tidak sudi.”Ye Qing menggeram, dia benci mendengar kalimat menyebalkan itu. Tangannya bergerak menyeka darah di ujung bibir Jing Xuan, “Kau akan mati jika tidak menjadi budakku, Jing Xuan. Kehormatanmu, akan menjadi milikku pada akhirnya.”“Ye Qing, dengar. Bantuan dari Ibukota akan segera datang. Dalam setengah hari, markasmu ini akan sege
Kedua mata Jing Xuan terbuka, melihat ruangan gelap yang ada di sekitarnya. Ruangan yang tampaknya luas, namun hanya ada satu lilin yang meneranginya. Lilin itu berada di atas meja, dan seseorang duduk di atas meja itu, memakai pakaian berwarna semerah darah, dengan rambut hitam panjang yang dibiarkan tergerai. Wanita itu menatap ke arahnya dan tahu kalau Jing Xuan sudah siuman. Jing Xuan mengatur napasnya yang berantakan, tangannya mengepal di balik ikatan rantai yang kokoh. “Ye Yunshang ….” Jing Xuan bergumam, “Tidak, seharusnya aku memanggilmu Ye Qing, putri tunggal Jenderal Ye yang sudah membantai keluarga ibuku. Aku tidak akan mengampunimu!”Wanita berusia empat puluh tahun itu tertawa, “Kau masih mengingat namaku, Jing Xuan? Kau ingat, nama keluarga yang pernah dibantai oleh ayahmu dua puluh lima tahun yang lalu.” “Ye Qing, apakah kau tidak salah melakukan balas dendam atas kehilangan yang tidak seberapa dengan penderitaan yang dialami ibuku karena keluargamu?” Jing Xuan men
Sore itu, setelah matahari tenggelam, A-Yao menemani Yinlan pergi ke Istana Dalam untuk mengunjungi Ibu Suri. Jin Pei meninggalkan Istana Guangping pukul empat sore, Pangeran Ming berbincang sedikit dengannya sebelum meninggalkan Istana Guangping. Pangeran Ming mengabarkan bahwa Ibu Suri sedikit merasa tidak sehat saat terakhir kali ia mengunjunginya. Pangeran Ming mengatakan itu hanya untuk memberitahu Yinlan bahwa Ibu Suri tidak akan datang menjenguknya dalam waktu dekat. Pada saat itu juga, Yinlan meminta pada A-Yao agar menyiapkan buah tangan dan pergi menjenguk ke Istana Dalam. Tepat saat malam tiba, Yinlan sudah berada di sana. Tandunya berhenti di depan Paviliun Qixuan, matanya sedikit menyipit melihat seorang pelayan wanita yang berjalan di antara koridor. “Yang Mulia, bukankah itu Zhu Yan?” A-Yao berbicara lebih dulu.Yinlan menoleh ke arahnya, “Kau juga melihatnya?” A-Yao mengangguk, “Dia jarang terlihat di Istana Guangping. Yang Mulia, mungkinkah dia berpaling dan mu
Jin Pei bergabung dengan Yinlan dan Pangeran Ming di paviliun kecil halaman belakang. Yinlan memberinya pelat Istana Guangping. “Saat ada urusan penting dan harus segera menemuiku, kau tunjukkan saja tanda pengenal ini kepada siapa pun yang menghalangi jalanmu.”Jin Pei tersenyum lebar dan menerimanya. “Terima kasih, Yang Mulia.” “Duduklah, yang disampingmu ini adik iparku, dia bukan orang luar, dia juga terlibat dengan masalah kita.” Jin Pei duduk dan mengangguk dengan patuh. Serta memulai percakapan pentingnya tanpa basa-basi. “Yang Mulia, sudah ada petunjuk tentang keberadaan Pangeran Chi. Saat ini kami masih berusaha mencarinya melalui petunjuk yang ditemukan.” Jin Pei terdiam sejenak sebelum melanjutkan penjelasannya. “Kami juga menemukan mayat Ni Chang terkubur kaki gunung belakang Istana Kekaisaran.” “Sungguh? Lokasinya sedekat itu?” Yinlan terkekeh, merasa tidak percaya, “Ning'er ini mempunyai kebiasaan buruk. Suka menimbun barang bukti di dalam tanah. Apakah dia berpiki
Istana Kekaisaran Jing. Yinlan duduk di paviliun kecil halaman belakang Istana Guangping. Di belakangnya, A-Yao berdiri menemaninya dengan patuh. Sesekali mendekati meja san menyeduhkan teh, lalu kembali lagi berdiri di belakangnya. Yinlan berkata, hari ini dia menunggu seorang tamu penting untuk datang. Namun, setelah menunggu di paviliun selama tiga puluh menit, belum ada tanda-tanda tamu itu datang. A-Yao kembali mendekatinya, bertanya cemas. “Yang Mulia, apakah kau tidak merasa lelah?” Yinlan menggeleng, kembali menyeruput teh. “Tapi kau sudah menunggu cukup lama. Tamu itu lancang sekali membuatmu menunggunya, Yang Mulia.” A-Yao merasa keberatan. “Kalau kau lelah berdiri, kau boleh duduk di depanku, A-Yao.” Yinlan menunjuk kursi di depannya. A-Yao diam, dia tentu bukan lelah, dia hanya mencoba membujuknya untuk beristirahat dan menunggu di dalam kamar saja.“Orang yang sedang kutunggu adalah Jin Pei. Dia belum memberi kabar sejak terakhir kali meninggalkan istana ini. Sepu
Tengah malam di tengah guyuran salju lebat, Jing Xuan melompat ke atas punggung kuda. Dengan panjang menemani perjalanannya. Di tengah kegelapan, dia berlari menerobos gerbang kota menuju kamp militer Pasukan Negara Shang untuk menangkap dan membunuh Jenderal Agung mereka. Setelah menyelidikinya, Jing Xuan tahu di dalam pasukan itu ada tiga orang jenderal yang memimpin. Bukan masalah untuk membunuh ketiga-tiganya. Dia menghentikan kuda di bawah pohon besar yang tak berdaun. Mengawasi dari jarak aman, menunggu celah kecil untuk masuk ke dalam. Sepuluh menit menunggu, Jing Xuan mendengar suara kaki kuda mendekat dari belakang. Jing Xuan berbalik dan memasang kuda-kuda kokoh untuk memastikannya. Dilihat jelas oleh matanya, tiga ekor kuda yang membawa ketiga teman seperjalananya. Jing Xuan mendengus, “Aku sudah bilang pada kalian untuk menunggu saja di benteng.” “Terlalu berbahaya meninggalkanmu sendirian, Yang Mulia.” Liu Xingsheng membela diri lebih dulu. Jing Xuan menatap tajam,
Dua hari kemudian, Negara Shang benar-benar menyerang Perbatasan Utara. Ratusan ribu pasukannya menunggu seratus meter di depan benteng tinggi Perbatasan Utara. Sebanyak lima ribu pasukan kavaleri milik Perbatasan Utara sudah bersiap di dalam benteng, dua ribu pasukan garnisun berjaga di atas benteng dengan anak panah dan busur sebagai senjata. Lima ribu sisanya berbaris rapi di belakang kavaleri. Jing Xuan berdiri dengan baju zirah berwarna perak, Jenderal Lvzhong berdiri di sampingnya. Shangguan Zhi, Xi Feng dan Liu Xingsheng berdiri di belakang mereka, siap dengan senjata masing-masing. Meski beladirinya tidak sekuat pengetahuan medis, mereka memiliki kemampuan untuk ikut serta berperang.“Bagaimana ini, Yang Mulia?” Jenderal Lvzhong mulai tegang. Melihat lautan manusia di bawah sana sungguh bukan main-main. Negara Shang memang berniat meratakan Perbatasan Utara dalam waktu singkat dengan pasukan sebanyak itu. Raut wajah Jing Xuan masih cukup tenang, Dia bahkan belum menyentuh