Beranda / Fantasi / Dewi Kultivator Langit / 144. KEANEHAN DI ISTANA

Share

144. KEANEHAN DI ISTANA

Penulis: Zhu Phi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-28 23:51:58

Malam itu, setelah pertempuran singkat dengan Liu Mei, Xian Ling duduk di kamarnya yang luas namun terasa dingin. Wangi dupa lembut tercium, tetapi tak cukup menenangkan pikirannya yang terus bergolak. Tirai sutra yang tergantung di jendela bergoyang lembut tertiup angin malam, memantulkan bayangan redup di lantai marmer. Namun, pikirannya tak pernah lepas dari satu pertanyaan besar baginya, mengapa Raja Shang Fu begitu bersikeras memintanya datang ke Kerajaan Ching?

Di luar pintu, Sakuntala Dewa berdiri dalam diam, mengenakan jubah gelap yang membaur dengan kegelapan malam. Pendekar misterius itu selalu berada dalam bayang-bayang Xian Ling, bukan hanya sebagai pelindung, tetapi juga sebagai tangan yang akan bergerak jika ada bahaya yang mengancam. Ia sudah bersumpah setia akan menjaga dan melindungi Putri Xian Ling.

Setelah memastikan semua pelayan istana sudah pergi, Sakuntala melangkah masuk ke kamar Xian Ling tanpa suara. Matanya yang tajam menatap Xian Ling dengan penuh arti, seb
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin misterius
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dewi Kultivator Langit   145. MENGATUR STRATEGI

    Paginya, Xian Ling memilih pakaian sederhana berwarna krem dengan sedikit bordir bunga teratai, sesuatu yang tampak anggun namun tidak mencolok. Ia tahu Raja Shang Fu menyukai wanita yang penuh sopan santun, dan pagi ini ia akan bermain peran sebagai keponakan yang penuh hormat.Saat ia memasuki ruang pertemuan pribadi Raja Shang Fu, wangi kayu cendana menyambutnya, bercampur dengan aroma teh hangat yang disiapkan di meja. Raja Shang Fu duduk di kursinya dengan sikap santai, jubah merahnya memancarkan wibawa seorang pemimpin, tetapi matanya tetap penuh perhitungan."Ah, Ling'er. Kau datang tepat waktu," ucapnya dengan senyum yang tampak hangat, meskipun Xian Ling tahu di balik senyuman itu ada sorotan tajam yang terus mengamatinya.Xian Ling membalas dengan senyuman kecil, melangkah anggun dan duduk di hadapannya. "Paman, kau sangat baik menjamuku dengan segala kemewahan ini. Tapi, terus terang, aku merasa tidak enak hati. Rasanya terlalu berlebihan hanya untukku."Raja Shang Fu terta

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Dewi Kultivator Langit   146. TANTANGAN XIAO YIN

    Langit sore yang berwarna jingga keemasan menyelimuti taman bunga plum istana. Hembusan angin membawa wangi bunga yang lembut, sementara suara gemericik air dari kolam kecil di tengah taman menambah suasana yang menenangkan. Xian Ling melangkah anggun di antara bunga-bunga merah, mengikuti undangan Pangeran Shang Chi untuk menghadiri perjamuan kecil di paviliun taman.Saat ia tiba, sebuah pemandangan yang penuh ironi menyambutnya. Pangeran Shang Chi, dengan sikap santai namun penuh wibawa, duduk di tengah paviliun yang dihiasi lentera merah. Di sampingnya, seorang wanita muda dengan wajah menawan dan pakaian sutra berwarna ungu duduk sambil memetik guzheng—alat musik tradisional yang suara senarnya terdengar halus namun penuh kekuatan."Putri Shui Ling, selamat datang," sapa Shang Chi dengan senyum hangat. "Izinkan aku memperkenalkan Xiao Yin, salah satu seniman terbaik di Negeri Ching. Ia memiliki bakat luar biasa dalam musik dan puisi."Xian Ling mengangguk sopan, meskipun matanya m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Dewi Kultivator Langit   147. TANTANGAN UNTUK PUTRI MAHKOTA

    Malam telah larut, tetapi Istana Ching tetap berdenyut dalam keheningan yang sarat rahasia. Angin dingin berembus melalui lorong-lorong panjang, membawa aroma dupa yang terbakar. Cahaya redup dari lentera-lentera kertas bergetar, menciptakan bayang-bayang yang menari di sepanjang dinding batu yang dingin. Di kejauhan, suara langkah kaki para pelayan terdengar samar, sesekali diiringi bisikan yang menyelinap dalam gelap.Di dalam kediamannya, Xian Ling duduk bersila di atas kasur sutra merah darah. Matanya terpejam, tetapi pikirannya terus berputar, menganalisis setiap detail pertemuannya dengan Pangeran Shang Chi dan Xiao Yin. Apakah perjamuan tadi benar-benar hanya sekadar hiburan, atau ada jebakan yang tersembunyi di balik keramahan itu?Tiba-tiba, suara halus terdengar. Pintu geser kayu meluncur perlahan, nyaris tanpa suara, namun Xian Ling tahu siapa yang datang bahkan sebelum melihatnya.“Sakuntala.”Dari bayangan, seorang pria bertubuh tegap muncul, jubah gelap membalut tubuhnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Dewi Kultivator Langit   148. SIASAT KOTOR LIU MEI

    Xian Ling mengepalkan tangannya erat, merasakan dinginnya udara yang menyelusup ke dalam kulitnya. Jadi ini rencana mereka. Membuatnya bertarung, membiarkan dirinya terluka, atau lebih buruk… terbunuh di dalam arena. Napasnya tetap stabil, meskipun di dalam dadanya, gelombang amarah dan kewaspadaan saling bertarung.Namun, di wajahnya, tidak ada ketegangan yang terlihat. Sebaliknya, ia menampilkan senyum tipis, seolah tantangan ini hanyalah angin lalu.“Apa Raja Shang Fu mengetahuinya?” tanyanya, suaranya tenang tetapi penuh kehati-hatian.Di hadapannya, Shang Chi bersandar santai di kursinya, tangannya memainkan cawan emas berisi anggur merah. Ia tersenyum seakan semua ini hanyalah permainan kecil.“Tentu saja... apa kami berani mengujimu kalau belum mendapat persetujuan dari Ayah?” jawabnya dengan nada ringan.Xian Ling menatapnya tajam. Cahaya lilin di ruangan itu memantulkan bayangan samar di matanya yang tajam. Ternyata pamannya yang berpura-pura baik ini sedang menjebaknya di li

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Dewi Kultivator Langit   149. TURNAMEN GLADIATOR

    Fajar menyingsing di atas Istana Ching, menyelimuti halaman luas yang telah disulap menjadi arena pertarungan. Bendera berkibar, genderang perang ditabuh, dan di atas tribun kehormatan, Raja Shang Fu duduk dengan anggun, didampingi oleh Perdana Menteri Liu Shan dan Pangeran Shang Chi.Xian Ling berdiri di tengah arena, mengenakan jubah tempur berwarna hitam dengan sulaman emas yang melambangkan statusnya. Mata para bangsawan dan rakyat tertuju padanya, sebagian menatap dengan rasa ingin tahu, sebagian lagi dengan harapan ia akan gagal.Di sudut tribun, Liu Mei tersenyum miring, puas melihat Putri Mahkota berdiri di tengah perangkap yang telah ia siapkan.Liu Mei akhirnya mengetahui jelas identitas Xian Ling, yang membuatnya lebih semangat untuk menyingkirkan Putri Mahkota ini."Hari ini akan menjadi akhir dari arogansimu, Xian Ling."Seorang jenderal tua berdiri di tengah arena, mengangkat tangan dan mengumumkan, "Turnamen gladiator kerajaan akan segera dimulai! Pertarungan ini akan m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Dewi Kultivator Langit   150. TANTANGAN XIAO YIN - II

    Malam menyelimuti Istana Ching dengan keheningan yang menegangkan. Xian Ling berdiri di beranda kamarnya, memandang bulan yang menggantung rendah di langit. Hatinya masih berdegup cepat setelah pertarungan siang tadi. Itu bukan sekadar tantangan kekuatan, melainkan percobaan pembunuhan yang dikemas dalam turnamen kerajaan."Sakuntala, kau melihat sesuatu?" Xian Ling bertanya tanpa menoleh.Dari balik bayangan, Sakuntala Dewa muncul dengan langkah ringan. "Aku mengikuti Liu Mei setelah turnamen. Dia bertemu dengan seseorang yang mencurigakan di paviliun belakang. Seorang lelaki bertopeng. Dari cara bicaranya, ia tampak seperti orang yang biasa memberi perintah, bukan menerima."Xian Ling menyipitkan mata. "Itu berarti ada dalang di balik ini semua. Dan aku curiga bukan hanya Liu Mei yang terlibat."Sakuntala mengangguk. "Pangeran Shang Chi juga mencurigakan. Aku melihatnya berbicara diam-diam dengan Perdana Menteri Liu Shan setelah pertandingan. Wajahnya tampak tidak senang."Xian Ling

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Dewi Kultivator Langit   151. RENCANA PANGERAN SHANG CHI

    Xian Ling berdiri tegak, tubuhnya kaku seperti baja, tetapi sorot matanya tetap tenang. Cahaya lentera bergoyang pelan, menyoroti wajahnya yang tak menunjukkan sedikit pun ketakutan. Udara dalam ruang arsip terasa lembap, aroma kertas tua dan tinta memenuhi hidungnya. Di sampingnya, Sakuntala Dewa tampak lebih waspada. Jemarinya yang lentik sudah melingkari gagang belati di balik lengan bajunya, siap menerjang kapan saja. Pintu berderit pelan saat Pangeran Shang Chi melangkah masuk. Gerakannya tenang, nyaris santai, seakan ruangan ini adalah miliknya. Dengan satu gerakan ringan, ia menutup pintu di belakangnya, membiarkan keheningan yang menekan merayap masuk. "Pangeran Shang Chi," Xian Ling menyapa, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. "Aku hanya ingin tahu lebih banyak tentang sejarah keluarga istana. Sayangnya, aku menemukan sesuatu yang lebih menarik." Shang Chi tersenyum tipis, senyuman yang sulit dibaca. "Aku selalu mengagumi kecerdasanmu, Putri. Sayang sekali, keingintahuan t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Dewi Kultivator Langit   152. BANTUAN JENDERAL WU HAN

    Malam merayap perlahan di atas langit istana, melukis bayangan pekat yang menjalar di lorong-lorong panjang. Udara dingin berbisik melewati celah jendela berukir naga, membawa serta aroma kayu gaharu yang terbakar di lentera-lentera besar. Wangi samar bunga plum yang mulai bermekaran di taman dalam terseret angin malam, bercampur dengan keheningan yang seolah mengandung rahasia.Xian Ling melangkah nyaris tanpa suara di atas lantai batu yang dingin. Jubah sutranya yang panjang menyapu lembut permukaan itu, bergelayut mengikuti setiap gerakan tubuhnya yang luwes. Cahaya remang dari obor di dinding menyoroti siluetnya, menampakkan sorot matanya yang tajam dan penuh kehati-hatian.Di balik salah satu pilar marmer, Sakuntala Dewa bersembunyi, tubuhnya menyatu dengan bayangan yang menari-nari akibat nyala api yang goyah. Mata elangnya mengamati setiap sudut, mencari tanda-tanda bahaya yang mungkin mengintai dalam keheningan. Nafasnya teratur, meskipun ketegangan menggantung di udara. Ia su

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01

Bab terbaru

  • Dewi Kultivator Langit   165. XIAN LING VS CHANDANI

    Xian Ling menarik napas dalam-dalam, merasakan udara malam yang dingin menusuk paru-parunya. Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena kelelahan, tetapi juga ketegangan yang masih menggantung di antara mereka. Di sekelilingnya, reruntuhan kota tua berdiri sebagai saksi bisu pertarungan sengit yang baru saja terjadi. Cahaya bulan memantulkan kilauan redup dari bilah pedang mereka, yang masih menghangat oleh energi qi yang belum sepenuhnya mereda.Chandani menatap Xian Ling dengan sorot mata tajam, seolah mencari sesuatu di balik keteguhan putri mahkota itu. Tiba-tiba, ia mengangkat pedangnya lagi, mengayunkannya dalam gerakan halus namun membawa gelombang energi tajam. Xian Ling merasakan hembusan kekuatan yang membelah udara dan segera mengangkat pedangnya untuk menangkis."Kau masih punya tenaga untuk melawan?" tanya Chandani, suaranya tenang namun penuh tantangan."Aku tidak akan mundur," jawab Xian Ling tegas, matanya berkilat dengan tekad.TRANG!Benturan kali ini jauh lebih dahsyat.

  • Dewi Kultivator Langit   164. PUTRI KERAJAAN SEMBILAN NAGA

    Xian Ling merasakan denyut panas di nadinya. Udara di sekitarnya bergetar oleh energi yang dikeluarkan Chandani. Wanita itu berdiri anggun dengan pedangnya, seolah medan pertempuran adalah panggung tariannya. Mata tajamnya bersinar di bawah cahaya bulan, penuh dengan misteri dan keyakinan mutlak. Xian Ling sadar kalau wanita di hadapannya ini bukan sekedar pendekar biasa karena ia merasakan aura keanggunan dari pemimpin Sekte Bayangan Selatan ini.Tanpa peringatan, Chandani melesat. Gerakannya secepat kilat, hampir mustahil diikuti mata biasa. Xian Ling hanya sempat menangkis tebasan pertama dengan pedangnya, sebelum serangkaian serangan cepat menghujani pertahanannya secara beruntun. Dentang logam beradu memenuhi udara. Setiap gerakan Chandani adalah perpaduan antara kekuatan dan keindahan, bagaikan angin malam yang membawa maut.Xian Ling mundur selangkah, kemudian memutar pedangnya dalam gerakan melingkar. Sebuah gelombang energi biru meledak dari ujung bilahnya, menerpa Chandani y

  • Dewi Kultivator Langit   163. SEKTE BAYANGAN SELATAN

    Xian Ling melangkah menjauh dari dermaga, jejak kakinya nyaris tanpa suara di atas batu-batu yang dingin. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma garam dan dupa yang terbakar di kuil-kuil sepanjang jalan. Namun, semakin jauh ia melangkah, udara di sekitarnya berubah—menjadi lebih berat, seolah menyimpan sesuatu yang tak terlihat. Kota Naga Sakti bukanlah kota biasa karena di balik gemerlap lentera dan keramaian, bayang-bayang tersembunyi mengintai, menunggu saat yang tepat untuk menyergap.Gedung-gedung batu tua menjulang di kedua sisi jalan utama. Pilar-pilar besar dihiasi ukiran naga yang berkelok, sisiknya terasa hampir hidup saat terkena pantulan cahaya obor. Mata naga yang terukir di sana seakan mengikuti langkah mereka, menilai, menghakimi, atau mungkin memberi peringatan.Di sisi Xian Ling, Sun Wu Long berjalan dengan langkah mantap. Tatapannya tajam, menyapu setiap sudut jalan seperti seorang pemburu yang waspada. Sementara itu, Sakuntala Dewa, dengan wajah tenang, membisik

  • Dewi Kultivator Langit   162. MISTERI BENUA SELATAN

    Fajar baru saja menyingsing ketika langit mulai berubah warna jingga keemasan. Di atas dek kapal dagang yang berayun perlahan, Xian Ling, Sun Wu Long, dan Sakuntala Dewa menatap cakrawala yang dipenuhi awan tipis, seolah alam pun menyambut kedatangan mereka. Di dermaga Benua Selatan, aroma rempah yang kuat bercampur dengan semilir garam dari lautan, mengisi udara yang panas dan lembab. Suara riuh pedagang yang sedang membongkar muatan terdengar jelas, seakan setiap langkah mereka menulis kisah baru di atas lantai kayu dermaga.Perjalanan dengan kapal dagang selama seminggu penuh tidak membuat mereka kelelahan, melainkan tampak rasa penasaran di wajah mereka terutama Putri Xian Ling yang sangat antusias dengan Benua Selatan ini.Mereka melangkah dengan penuh kewaspadaan ke jantung pelabuhan. Di sana, bangunan-bangunan batu tua berdiri megah, bayangannya menari di antara siluet pepohonan tropis yang rimbun. Suasana yang awalnya tampak tenang itu segera berubah ketika seorang pria tua be

  • Dewi Kultivator Langit   161. MENUJU BENUA SELATAN

    Dengan tekad yang menyala-nyala, Xian Ling, Sun Wu Long, dan Sakuntala Dewa memacu kuda-kuda mereka menyusuri jalan berkerikil menuju pelabuhan terdekat. Para pengawal istana telah diperintahkan pulang ke Istana Benua Timur tanpa Putri Mahkota.Angin malam menyapu lembut, menyelinap di antara helai rambut dan jubah mereka, seakan membisikkan janji petualangan yang tak terelakkan. Di balik gemerisik dedaunan dan bisikan angin, mereka tahu bahwa bayang-bayang masa lalu masih mengintai—mata-mata dari Istana Benua Timur telah diberi perintah untuk mengembalikan Xian Ling. Mereka menembus rimbunnya hutan di perbatasan Negeri Ching. Aroma tanah basah dan dedaunan yang lembap menyatu dalam udara yang dingin. Tanpa diduga, segerombolan pemburu bayaran muncul dari balik semak belukar. Pakaian hitam mereka kontras dengan keheningan hutan, dan kilatan senjata yang tergenggam erat menciptakan kilasan bayangan menyeramkan di antara pepohonan. Di tengah lingkaran itu, seorang pria bertubuh kekar de

  • Dewi Kultivator Langit   160. INFORMASI SUN WU LONG

    Sun Wu Long telah menghabiskan seminggu di Negeri Ching, membantu Raja Shang Fu menumpas pemberontakan yang mengguncang negeri itu. Selama itu, ia menyaksikan darah yang tertumpah, pengkhianatan yang merajalela, dan ketakutan yang menghantui setiap sudut istana. Udara dipenuhi aroma besi dan abu, dan suara jeritan masih terngiang di telinganya. Namun, setelah pertempuran berakhir dan ketertiban dipulihkan, ia dan Xian Ling memutuskan untuk kembali ke Istana Benua Timur.Di gerbang utama istana, Raja Shang Fu dan Pangeran Shang Chi berdiri dengan ekspresi kaku, sorot mata mereka tak bisa menyembunyikan ketegangan yang masih tersisa. Udara pagi itu terasa berat, meski matahari bersinar cerah, seakan berusaha menghapus jejak kekacauan yang baru saja berlalu.Xian Ling duduk tegap di atas kudanya, memandangi Raja Shang Fu tanpa ekspresi. Matanya yang dingin menyiratkan keteguhan hati. Tak ada salam perpisahan, tak ada kata-kata penghormatan, hanya tatapan yang penuh ketegasan. Baginya, Ne

  • Dewi Kultivator Langit   159. KULTIVATOR RANAH NASCENT SOUL

    “Bersiaplah!” teriak Xian Ling, suaranya menggema di antara reruntuhan yang terbakar. Ia menghunus belatinya dengan gerakan presisi, matanya menyala penuh tekad, seakan menjadi pembawa ajal bagi musuh-musuh yang berani menghalangi mereka. Pertempuran yang semula tampak mendekati akhir seketika berubah menjadi kekacauan total. Wu Han melompat ke samping, menghindari serangan tombak yang hampir menembus dadanya. Ia berputar cepat, pedangnya menebas tanpa ragu, darah musuh mengalir di tanah yang telah berkarat oleh pertempuran. Xian Ling dan Sakuntala Dewa bergerak dalam harmoni, saling menutupi, mengapit musuh, dan melancarkan serangan bertubi-tubi. Setiap tebasan, setiap langkah, seolah telah dirancang sempurna, memotong habis pertahanan lawan yang jumlahnya jauh lebih banyak. Dentingan pedang beradu, raungan perang menggema, dan bisikan mantra terdengar bagaikan senandung kematian yang menusuk hingga ke sumsum tulang. Bau darah bercampur dengan asap kebakaran memenuhi udara, membua

  • Dewi Kultivator Langit   158. PASUKAN ELITE KULTIVATOR EMAS

    Di balik asap dan bara yang masih menyelimuti medan pertempuran, Liu Shan mundur perlahan. Langkahnya terasa berat seakan setiap jejak di atas kerikil yang terbakar membawa kenangan pahit kekalahan. Wajahnya masih tersungging senyum sinis meskipun mata itu menyimpan keputusasaan. "Kalian mungkin menang di sini, tetapi ingatlah, perang belum selesai," bisiknya seraya tatapannya menembus asap. Di depannya, Wu Han berdiri dengan pandangan tajam bak elang mengamati mangsanya. "Tidak, perang ini berakhir malam ini," tegasnya dengan suara yang menggelegar, seolah seluruh ruang bergema oleh tekadnya. Tanpa menunggu jawaban, Wu Han melesat ke depan. Pedangnya memantulkan kilatan cahaya dari kobaran api di sekitarnya, menari-nari seperti bayangan maut yang siap menghantam. Liu Shan, yang jelas sudah lelah dan kehilangan tenaga, mencoba menangkis serangan itu. Namun, tangannya yang bergetar gagal menghentikan kecepatan serangan. Dengan satu gerakan lincah dan penuh presisi, Wu Han menyayat bah

  • Dewi Kultivator Langit   157. MENGHADAPI JENDERAL ZHAO

    Wu Han memutar pedangnya dengan lincah, gerakannya bak tarian maut di tengah kegelapan ruang bawah tanah. Mata tajamnya tak pernah lepas dari Liu Shan, yang menyeringai penuh keangkuhan seolah kemenangan sudah menjadi miliknya. Di belakang, lorong sempit yang gelap menyimpan bayang-bayang prajurit yang semakin mendekat; setiap langkah mereka, dentuman sepatu besi, menggema memecah keheningan, membuat lantai batu yang dingin bergetar di bawah tekanan kekuatan yang mendekat.Shang Chi, meski tubuhnya terasa lemah dan setiap ototnya seolah menolak bergerak, bangkit perlahan. Wajahnya menyala dengan semangat perlawanan yang membara, seperti bara api di tengah kegelapan malam. "Aku harap kau punya rencana, Wu Han," ucapnya dengan suara bergetar, namun penuh keyakinan, sembari merenggangkan otot-otot yang kaku bak benih yang siap tumbuh kembali.Wu Han hanya tersenyum tipis dan menjawab dengan nada yang dingin dan tegas, "Kita harus bertahan cukup lama." Suaranya seolah menggantung di udara,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status