Beranda / Fantasi / Dewi Kultivator Langit / 150. TANTANGAN XIAO YIN - II

Share

150. TANTANGAN XIAO YIN - II

Penulis: Zhu Phi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-31 21:37:43

Malam menyelimuti Istana Ching dengan keheningan yang menegangkan. Xian Ling berdiri di beranda kamarnya, memandang bulan yang menggantung rendah di langit. Hatinya masih berdegup cepat setelah pertarungan siang tadi. Itu bukan sekadar tantangan kekuatan, melainkan percobaan pembunuhan yang dikemas dalam turnamen kerajaan.

"Sakuntala, kau melihat sesuatu?" Xian Ling bertanya tanpa menoleh.

Dari balik bayangan, Sakuntala Dewa muncul dengan langkah ringan. "Aku mengikuti Liu Mei setelah turnamen. Dia bertemu dengan seseorang yang mencurigakan di paviliun belakang. Seorang lelaki bertopeng. Dari cara bicaranya, ia tampak seperti orang yang biasa memberi perintah, bukan menerima."

Xian Ling menyipitkan mata. "Itu berarti ada dalang di balik ini semua. Dan aku curiga bukan hanya Liu Mei yang terlibat."

Sakuntala mengangguk. "Pangeran Shang Chi juga mencurigakan. Aku melihatnya berbicara diam-diam dengan Perdana Menteri Liu Shan setelah pertandingan. Wajahnya tampak tidak senang."

Xian Ling
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dewi Kultivator Langit   151. RENCANA PANGERAN SHANG CHI

    Xian Ling berdiri tegak, tubuhnya kaku seperti baja, tetapi sorot matanya tetap tenang. Cahaya lentera bergoyang pelan, menyoroti wajahnya yang tak menunjukkan sedikit pun ketakutan. Udara dalam ruang arsip terasa lembap, aroma kertas tua dan tinta memenuhi hidungnya. Di sampingnya, Sakuntala Dewa tampak lebih waspada. Jemarinya yang lentik sudah melingkari gagang belati di balik lengan bajunya, siap menerjang kapan saja. Pintu berderit pelan saat Pangeran Shang Chi melangkah masuk. Gerakannya tenang, nyaris santai, seakan ruangan ini adalah miliknya. Dengan satu gerakan ringan, ia menutup pintu di belakangnya, membiarkan keheningan yang menekan merayap masuk. "Pangeran Shang Chi," Xian Ling menyapa, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. "Aku hanya ingin tahu lebih banyak tentang sejarah keluarga istana. Sayangnya, aku menemukan sesuatu yang lebih menarik." Shang Chi tersenyum tipis, senyuman yang sulit dibaca. "Aku selalu mengagumi kecerdasanmu, Putri. Sayang sekali, keingintahuan t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Dewi Kultivator Langit   152. BANTUAN JENDERAL WU HAN

    Malam merayap perlahan di atas langit istana, melukis bayangan pekat yang menjalar di lorong-lorong panjang. Udara dingin berbisik melewati celah jendela berukir naga, membawa serta aroma kayu gaharu yang terbakar di lentera-lentera besar. Wangi samar bunga plum yang mulai bermekaran di taman dalam terseret angin malam, bercampur dengan keheningan yang seolah mengandung rahasia.Xian Ling melangkah nyaris tanpa suara di atas lantai batu yang dingin. Jubah sutranya yang panjang menyapu lembut permukaan itu, bergelayut mengikuti setiap gerakan tubuhnya yang luwes. Cahaya remang dari obor di dinding menyoroti siluetnya, menampakkan sorot matanya yang tajam dan penuh kehati-hatian.Di balik salah satu pilar marmer, Sakuntala Dewa bersembunyi, tubuhnya menyatu dengan bayangan yang menari-nari akibat nyala api yang goyah. Mata elangnya mengamati setiap sudut, mencari tanda-tanda bahaya yang mungkin mengintai dalam keheningan. Nafasnya teratur, meskipun ketegangan menggantung di udara. Ia su

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Dewi Kultivator Langit   153. SIASAT JENDERAL WU HAN

    Malam masih menyelimuti langit istana dengan pekatnya, sementara keheningan semakin menebal di sekitar halaman bambu tempat Xian Ling, Shang Chi, dan Sakuntala Dewa berdiri berhadapan dengan Jenderal Wu Han. Tatapan tajam Wu Han tak beranjak dari Xian Ling, menimbang kata-kata sang putri yang penuh keberanian. Dalam kegelapan malam, nyala lentera yang redup memantulkan kilatan di mata jenderal itu, mencerminkan pemikiran yang sulit ditebak. "Kau berani," akhirnya Wu Han berkata dengan nada datar. "Tapi keberanian saja tidak cukup. Liu Shan adalah pria licik yang telah lama merancang perebutan kekuasaan ini. Jika kita ingin menjatuhkannya, kita harus lebih licik dari dirinya." Xian Ling mengangguk. "Itulah sebabnya aku membutuhkanmu, Jenderal. Kau lebih mengenalnya daripada siapa pun. Kau tahu kebiasaan dan kelemahannya. Jika kita bergerak dengan tepat, kita bisa membuatnya jatuh ke dalam perangkapnya sendiri." Wu Han terdiam sesaat. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang sulit di

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Dewi Kultivator Langit   154. KETAHUAN

    Dalam bayang-bayang istana Ching, lorong-lorong panjang menjulang sunyi, diterangi lentera redup yang memancarkan cahaya temaram. Udara dingin merayap di antara pilar-pilar megah, menyusup ke setiap celah seperti desisan ular yang mengintai mangsanya. Suara langkah-langkah halus bergema samar, hampir menyatu dengan hembusan angin malam. Sosok bertudung menyelinap, tubuhnya bergerak lincah di antara bayangan, nyaris tak terlihat.Ia adalah mata-mata Liu Shan, seorang pengawal bayangan yang telah lama menanamkan dirinya di lingkaran kekuasaan. Malam ini, ia bukan sekadar mendengar bisikan biasa—ia telah mencuri percakapan antara Xian Ling, Shang Chi, Wu Han, dan Sakuntala Dewa. Setiap kata yang ia dengar mengukuhkan satu hal: pengkhianatan sedang bersemi di jantung istana.Kembali ke ruang rahasia di kediaman Liu Shan, pengawal itu berlutut di atas lantai kayu yang dingin, napasnya tertahan. Aroma dupa cendana memenuhi ruangan, bercampur dengan hawa tegang yang menggantung di udara.“Yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Dewi Kultivator Langit   155. KEPUTUSAN JENDERAL WU HAN

    Di dalam kamar rahasia yang remang-remang, cahaya lilin-lilin kecil menari di permukaan dinding batu, menciptakan bayangan yang bergetar seperti nyala api di tengah badai. Aroma kayu cendana yang terbakar samar memenuhi udara, tetapi bagi Xian Ling, bau itu terasa seperti asap dari rencana yang mulai terbakar perlahan. Ia berdiri dengan tubuh tegang, tatapannya tak lepas dari Sakuntala Dewa yang duduk di hadapannya. Mata perempuan itu tenang, nyaris tak terbaca, seolah dirinya adalah samudra yang tak terusik angin ribut. "Ia bilang akan berada di sini sebelum tengah malam," gumam Xian Ling, suaranya nyaris tenggelam dalam dentingan jemarinya yang mengetuk meja kayu dengan ritme gelisah. Sakuntala Dewa hanya mengangkat alis sedikit sebelum menjawab, suaranya sehalus embusan angin di antara bambu. "Mungkin ia sudah ditangkap." Ia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya menggantung seperti pedang yang siap jatuh. "Atau lebih buruk, ia telah berkhianat." Xian Ling mengepalkan tan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Dewi Kultivator Langit   156. MEMBEBASKAN PANGERAN SHANG CHI

    Pintu ruang bawah tanah berderit pelan, seakan mengisyaratkan rahasia yang lama terkubur. Wu Han menahan napasnya, hati berdegup kencang di tengah kegelapan yang pekat. Ketika sinar redup dari lentera memantul di lantai batu yang dingin, bayangan Liu Shan terhampar panjang, menari di antara kerikil yang basah. Dengan langkah yang terukur dan penuh kewaspadaan, Wu Han memasuki ruangan tersebut. Matanya yang tajam menelusuri setiap sudut hingga akhirnya tertuju pada Shang Chi yang tergantung dengan rantai besi, terjepit dalam posisi yang menyiksa. Wajah Shang Chi dipenuhi bekas darah kering, seolah menghiasinya dengan aura keteguhan yang tak mudah pudar, meski luka menganga seolah berbisik tentang penderitaan yang telah dialaminya. Di sudut ruangan, Liu Shan berbalik, menatap Wu Han dengan mata yang menyipit penuh kecurigaan. Suaranya tenang namun menyimpan ancaman, "Wu Han, akhirnya kau memilih sisi yang mana?" Wu Han hanya membalas dengan senyum tipis yang sarat arti, "Aku selalu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Dewi Kultivator Langit   157. MENGHADAPI JENDERAL ZHAO

    Wu Han memutar pedangnya dengan lincah, gerakannya bak tarian maut di tengah kegelapan ruang bawah tanah. Mata tajamnya tak pernah lepas dari Liu Shan, yang menyeringai penuh keangkuhan seolah kemenangan sudah menjadi miliknya. Di belakang, lorong sempit yang gelap menyimpan bayang-bayang prajurit yang semakin mendekat; setiap langkah mereka, dentuman sepatu besi, menggema memecah keheningan, membuat lantai batu yang dingin bergetar di bawah tekanan kekuatan yang mendekat.Shang Chi, meski tubuhnya terasa lemah dan setiap ototnya seolah menolak bergerak, bangkit perlahan. Wajahnya menyala dengan semangat perlawanan yang membara, seperti bara api di tengah kegelapan malam. "Aku harap kau punya rencana, Wu Han," ucapnya dengan suara bergetar, namun penuh keyakinan, sembari merenggangkan otot-otot yang kaku bak benih yang siap tumbuh kembali.Wu Han hanya tersenyum tipis dan menjawab dengan nada yang dingin dan tegas, "Kita harus bertahan cukup lama." Suaranya seolah menggantung di udara,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Dewi Kultivator Langit   158. PASUKAN ELITE KULTIVATOR EMAS

    Di balik asap dan bara yang masih menyelimuti medan pertempuran, Liu Shan mundur perlahan. Langkahnya terasa berat seakan setiap jejak di atas kerikil yang terbakar membawa kenangan pahit kekalahan. Wajahnya masih tersungging senyum sinis meskipun mata itu menyimpan keputusasaan. "Kalian mungkin menang di sini, tetapi ingatlah, perang belum selesai," bisiknya seraya tatapannya menembus asap. Di depannya, Wu Han berdiri dengan pandangan tajam bak elang mengamati mangsanya. "Tidak, perang ini berakhir malam ini," tegasnya dengan suara yang menggelegar, seolah seluruh ruang bergema oleh tekadnya. Tanpa menunggu jawaban, Wu Han melesat ke depan. Pedangnya memantulkan kilatan cahaya dari kobaran api di sekitarnya, menari-nari seperti bayangan maut yang siap menghantam. Liu Shan, yang jelas sudah lelah dan kehilangan tenaga, mencoba menangkis serangan itu. Namun, tangannya yang bergetar gagal menghentikan kecepatan serangan. Dengan satu gerakan lincah dan penuh presisi, Wu Han menyayat bah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02

Bab terbaru

  • Dewi Kultivator Langit   165. XIAN LING VS CHANDANI

    Xian Ling menarik napas dalam-dalam, merasakan udara malam yang dingin menusuk paru-parunya. Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena kelelahan, tetapi juga ketegangan yang masih menggantung di antara mereka. Di sekelilingnya, reruntuhan kota tua berdiri sebagai saksi bisu pertarungan sengit yang baru saja terjadi. Cahaya bulan memantulkan kilauan redup dari bilah pedang mereka, yang masih menghangat oleh energi qi yang belum sepenuhnya mereda.Chandani menatap Xian Ling dengan sorot mata tajam, seolah mencari sesuatu di balik keteguhan putri mahkota itu. Tiba-tiba, ia mengangkat pedangnya lagi, mengayunkannya dalam gerakan halus namun membawa gelombang energi tajam. Xian Ling merasakan hembusan kekuatan yang membelah udara dan segera mengangkat pedangnya untuk menangkis."Kau masih punya tenaga untuk melawan?" tanya Chandani, suaranya tenang namun penuh tantangan."Aku tidak akan mundur," jawab Xian Ling tegas, matanya berkilat dengan tekad.TRANG!Benturan kali ini jauh lebih dahsyat.

  • Dewi Kultivator Langit   164. PUTRI KERAJAAN SEMBILAN NAGA

    Xian Ling merasakan denyut panas di nadinya. Udara di sekitarnya bergetar oleh energi yang dikeluarkan Chandani. Wanita itu berdiri anggun dengan pedangnya, seolah medan pertempuran adalah panggung tariannya. Mata tajamnya bersinar di bawah cahaya bulan, penuh dengan misteri dan keyakinan mutlak. Xian Ling sadar kalau wanita di hadapannya ini bukan sekedar pendekar biasa karena ia merasakan aura keanggunan dari pemimpin Sekte Bayangan Selatan ini.Tanpa peringatan, Chandani melesat. Gerakannya secepat kilat, hampir mustahil diikuti mata biasa. Xian Ling hanya sempat menangkis tebasan pertama dengan pedangnya, sebelum serangkaian serangan cepat menghujani pertahanannya secara beruntun. Dentang logam beradu memenuhi udara. Setiap gerakan Chandani adalah perpaduan antara kekuatan dan keindahan, bagaikan angin malam yang membawa maut.Xian Ling mundur selangkah, kemudian memutar pedangnya dalam gerakan melingkar. Sebuah gelombang energi biru meledak dari ujung bilahnya, menerpa Chandani y

  • Dewi Kultivator Langit   163. SEKTE BAYANGAN SELATAN

    Xian Ling melangkah menjauh dari dermaga, jejak kakinya nyaris tanpa suara di atas batu-batu yang dingin. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma garam dan dupa yang terbakar di kuil-kuil sepanjang jalan. Namun, semakin jauh ia melangkah, udara di sekitarnya berubah—menjadi lebih berat, seolah menyimpan sesuatu yang tak terlihat. Kota Naga Sakti bukanlah kota biasa karena di balik gemerlap lentera dan keramaian, bayang-bayang tersembunyi mengintai, menunggu saat yang tepat untuk menyergap.Gedung-gedung batu tua menjulang di kedua sisi jalan utama. Pilar-pilar besar dihiasi ukiran naga yang berkelok, sisiknya terasa hampir hidup saat terkena pantulan cahaya obor. Mata naga yang terukir di sana seakan mengikuti langkah mereka, menilai, menghakimi, atau mungkin memberi peringatan.Di sisi Xian Ling, Sun Wu Long berjalan dengan langkah mantap. Tatapannya tajam, menyapu setiap sudut jalan seperti seorang pemburu yang waspada. Sementara itu, Sakuntala Dewa, dengan wajah tenang, membisik

  • Dewi Kultivator Langit   162. MISTERI BENUA SELATAN

    Fajar baru saja menyingsing ketika langit mulai berubah warna jingga keemasan. Di atas dek kapal dagang yang berayun perlahan, Xian Ling, Sun Wu Long, dan Sakuntala Dewa menatap cakrawala yang dipenuhi awan tipis, seolah alam pun menyambut kedatangan mereka. Di dermaga Benua Selatan, aroma rempah yang kuat bercampur dengan semilir garam dari lautan, mengisi udara yang panas dan lembab. Suara riuh pedagang yang sedang membongkar muatan terdengar jelas, seakan setiap langkah mereka menulis kisah baru di atas lantai kayu dermaga.Perjalanan dengan kapal dagang selama seminggu penuh tidak membuat mereka kelelahan, melainkan tampak rasa penasaran di wajah mereka terutama Putri Xian Ling yang sangat antusias dengan Benua Selatan ini.Mereka melangkah dengan penuh kewaspadaan ke jantung pelabuhan. Di sana, bangunan-bangunan batu tua berdiri megah, bayangannya menari di antara siluet pepohonan tropis yang rimbun. Suasana yang awalnya tampak tenang itu segera berubah ketika seorang pria tua be

  • Dewi Kultivator Langit   161. MENUJU BENUA SELATAN

    Dengan tekad yang menyala-nyala, Xian Ling, Sun Wu Long, dan Sakuntala Dewa memacu kuda-kuda mereka menyusuri jalan berkerikil menuju pelabuhan terdekat. Para pengawal istana telah diperintahkan pulang ke Istana Benua Timur tanpa Putri Mahkota.Angin malam menyapu lembut, menyelinap di antara helai rambut dan jubah mereka, seakan membisikkan janji petualangan yang tak terelakkan. Di balik gemerisik dedaunan dan bisikan angin, mereka tahu bahwa bayang-bayang masa lalu masih mengintai—mata-mata dari Istana Benua Timur telah diberi perintah untuk mengembalikan Xian Ling. Mereka menembus rimbunnya hutan di perbatasan Negeri Ching. Aroma tanah basah dan dedaunan yang lembap menyatu dalam udara yang dingin. Tanpa diduga, segerombolan pemburu bayaran muncul dari balik semak belukar. Pakaian hitam mereka kontras dengan keheningan hutan, dan kilatan senjata yang tergenggam erat menciptakan kilasan bayangan menyeramkan di antara pepohonan. Di tengah lingkaran itu, seorang pria bertubuh kekar de

  • Dewi Kultivator Langit   160. INFORMASI SUN WU LONG

    Sun Wu Long telah menghabiskan seminggu di Negeri Ching, membantu Raja Shang Fu menumpas pemberontakan yang mengguncang negeri itu. Selama itu, ia menyaksikan darah yang tertumpah, pengkhianatan yang merajalela, dan ketakutan yang menghantui setiap sudut istana. Udara dipenuhi aroma besi dan abu, dan suara jeritan masih terngiang di telinganya. Namun, setelah pertempuran berakhir dan ketertiban dipulihkan, ia dan Xian Ling memutuskan untuk kembali ke Istana Benua Timur.Di gerbang utama istana, Raja Shang Fu dan Pangeran Shang Chi berdiri dengan ekspresi kaku, sorot mata mereka tak bisa menyembunyikan ketegangan yang masih tersisa. Udara pagi itu terasa berat, meski matahari bersinar cerah, seakan berusaha menghapus jejak kekacauan yang baru saja berlalu.Xian Ling duduk tegap di atas kudanya, memandangi Raja Shang Fu tanpa ekspresi. Matanya yang dingin menyiratkan keteguhan hati. Tak ada salam perpisahan, tak ada kata-kata penghormatan, hanya tatapan yang penuh ketegasan. Baginya, Ne

  • Dewi Kultivator Langit   159. KULTIVATOR RANAH NASCENT SOUL

    “Bersiaplah!” teriak Xian Ling, suaranya menggema di antara reruntuhan yang terbakar. Ia menghunus belatinya dengan gerakan presisi, matanya menyala penuh tekad, seakan menjadi pembawa ajal bagi musuh-musuh yang berani menghalangi mereka. Pertempuran yang semula tampak mendekati akhir seketika berubah menjadi kekacauan total. Wu Han melompat ke samping, menghindari serangan tombak yang hampir menembus dadanya. Ia berputar cepat, pedangnya menebas tanpa ragu, darah musuh mengalir di tanah yang telah berkarat oleh pertempuran. Xian Ling dan Sakuntala Dewa bergerak dalam harmoni, saling menutupi, mengapit musuh, dan melancarkan serangan bertubi-tubi. Setiap tebasan, setiap langkah, seolah telah dirancang sempurna, memotong habis pertahanan lawan yang jumlahnya jauh lebih banyak. Dentingan pedang beradu, raungan perang menggema, dan bisikan mantra terdengar bagaikan senandung kematian yang menusuk hingga ke sumsum tulang. Bau darah bercampur dengan asap kebakaran memenuhi udara, membua

  • Dewi Kultivator Langit   158. PASUKAN ELITE KULTIVATOR EMAS

    Di balik asap dan bara yang masih menyelimuti medan pertempuran, Liu Shan mundur perlahan. Langkahnya terasa berat seakan setiap jejak di atas kerikil yang terbakar membawa kenangan pahit kekalahan. Wajahnya masih tersungging senyum sinis meskipun mata itu menyimpan keputusasaan. "Kalian mungkin menang di sini, tetapi ingatlah, perang belum selesai," bisiknya seraya tatapannya menembus asap. Di depannya, Wu Han berdiri dengan pandangan tajam bak elang mengamati mangsanya. "Tidak, perang ini berakhir malam ini," tegasnya dengan suara yang menggelegar, seolah seluruh ruang bergema oleh tekadnya. Tanpa menunggu jawaban, Wu Han melesat ke depan. Pedangnya memantulkan kilatan cahaya dari kobaran api di sekitarnya, menari-nari seperti bayangan maut yang siap menghantam. Liu Shan, yang jelas sudah lelah dan kehilangan tenaga, mencoba menangkis serangan itu. Namun, tangannya yang bergetar gagal menghentikan kecepatan serangan. Dengan satu gerakan lincah dan penuh presisi, Wu Han menyayat bah

  • Dewi Kultivator Langit   157. MENGHADAPI JENDERAL ZHAO

    Wu Han memutar pedangnya dengan lincah, gerakannya bak tarian maut di tengah kegelapan ruang bawah tanah. Mata tajamnya tak pernah lepas dari Liu Shan, yang menyeringai penuh keangkuhan seolah kemenangan sudah menjadi miliknya. Di belakang, lorong sempit yang gelap menyimpan bayang-bayang prajurit yang semakin mendekat; setiap langkah mereka, dentuman sepatu besi, menggema memecah keheningan, membuat lantai batu yang dingin bergetar di bawah tekanan kekuatan yang mendekat.Shang Chi, meski tubuhnya terasa lemah dan setiap ototnya seolah menolak bergerak, bangkit perlahan. Wajahnya menyala dengan semangat perlawanan yang membara, seperti bara api di tengah kegelapan malam. "Aku harap kau punya rencana, Wu Han," ucapnya dengan suara bergetar, namun penuh keyakinan, sembari merenggangkan otot-otot yang kaku bak benih yang siap tumbuh kembali.Wu Han hanya tersenyum tipis dan menjawab dengan nada yang dingin dan tegas, "Kita harus bertahan cukup lama." Suaranya seolah menggantung di udara,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status