Xiu Juan memandang sosok wanita di hadapannya—Qian Feng, Assassin Immortal yang terluka parah dan hampir kehilangan kesadaran. Luka-luka bakar mengerikan menutupi sebagian besar tubuhnya, napasnya tersengal-sengal. Xiu Juan tahu, jika mereka tidak bertindak cepat, Qian Feng mungkin tidak akan bertahan lebih lama. Tanpa ragu, Dewi Naga Emas berlutut di sampingnya. "Aku akan mencoba menyelamatkan hidupnya," katanya pelan kepada Suma Hai dan Wei Tian yang berdiri berjaga. "Jaga lingkungan sekitar. Kita tidak tahu bahaya apa lagi yang ada di sini." Tangannya bergerak cekatan, merogoh kantong kecil yang tersembunyi di balik jubah emasnya. Di dalamnya ada beberapa butiran pil obat berwarna hijau keemasan, yang dipersiapkan khusus untuk keadaan darurat seperti ini. Xiu Juan menghancurkan salah satu pil dengan telapak tangannya, lalu meniupkan bubuknya ke luka bakar Qian Feng. Bau herbal yang kuat segera memenuhi udara, melawan aroma abu dan darah di sekitar mereka. “Aku akan memulihkan al
Ryu Zhen berdiri di atas tebing, memandangi kehancuran yang telah ditinggalkannya di belakang. Negeri Assassin yang megah kini hanya puing dan reruntuhan. Hatinya dipenuhi dengan perasaan yang tidak pernah ia duga akan muncul yaitu penyesalan. Di satu sisi, ia tahu bahwa menggunakan Jurus Immortal Penghancur adalah satu-satunya cara untuk membebaskan dirinya dari bahaya saat itu, tetapi ia tidak pernah bermaksud menghancurkan seluruh negeri. Dan lebih dari itu, ia tidak pernah membayangkan bahwa kehancuran tersebut akan melibatkan Qian Feng—seseorang yang perlahan-lahan mulai mengisi ruang dalam hatinya.Qian Feng. Putri Assassin yang kuat dan berani. Bayangan wajahnya muncul lagi di benak Ryu Zhen, membuat dadanya terasa berat."Kenapa aku harus melakukan itu?" gerutunya, menggigit bibirnya. “Dia tidak pantas mendapatkan ini. Dia tidak tahu apa yang terjadi.”Tentu saja, Qian Feng tidak akan memaafkannya. Dia akan memburu Ryu Zhen sampai ke ujung dunia untuk membalas dendam atas keha
Ryu Zhen melanjutkan perjalanannya melintasi padang rumput yang luas, di mana angin berdesir lembut dan rumput bergoyang seolah menyambut kehadirannya. Setiap langkah yang diambilnya membawa harapan baru, meskipun bayangan kehancuran Negeri Assassin terus menghantuinya.Setelah beberapa hari berkelana, akhirnya dia menemukan pintu masuk ke Hutan Nomaden. Pemandangan di depannya sungguh menakjubkan. Pohon-pohon raksasa menjulang tinggi, dan sinar matahari menyaring melalui dedaunan, menciptakan pola cahaya yang menari di tanah. Namun, ada aura misterius yang menyelimuti hutan ini, membuat Ryu Zhen merasa terombang-ambing antara rasa ingin tahu dan ketakutan."Apakah ini tempatnya?" Ryu Zhen berbisik kepada dirinya sendiri. "Di sinilah aku akan menemukan Roh Naga Emas kembali."Setiap langkah membawa Ryu Zhen lebih dalam ke dalam hutan. Suara-suara alam—gemerisik dedaunan, kicauan burung, dan suara gemericik air—menemani langkahnya. Namun, di tengah keindahan itu, ia merasakan keteganga
Ryu Zhen melangkah semakin jauh ke dalam Hutan Nomaden, diiringi gema suara Naga Emas yang masih terngiang di pikirannya. Ujian pertama menanti, dan meskipun dia tidak tahu apa bentuknya, hatinya sudah penuh tekad. Saat ia memasuki lembah yang lebih gelap di dalam hutan, bayang-bayang pepohonan semakin pekat, menutupi sinar matahari.Di tengah ketenangan itu, tiba-tiba suara derap langkah terdengar di belakangnya. Ryu Zhen segera berbalik, bersiap menghadapi ancaman. Namun, yang dilihatnya bukan musuh, melainkan bayangan samar yang sangat dikenalinya—Qian Feng."Qian Feng?" Ryu Zhen tertegun, menatap sosok wanita muda yang berdiri beberapa meter darinya. Wajahnya pucat, tetapi tatapan matanya penuh dengan kebencian dan kesedihan. "Bagaimana mungkin...?""Tidak ada tempat untuk bersembunyi dariku, Ryu Zhen," Qian Feng berkata dingin, suaranya gemetar oleh kemarahan yang tertahan. "Aku tahu apa yang telah kau lakukan. Kau menghancurkan negeriku. Kau membunuh orang-orangku."Ryu Zhen ter
Ryu Zhen tidak menjawab dengan kata-kata, tetapi sorot matanya menunjukkan tekad yang tak tergoyahkan. Dia tahu bahwa ujian berikutnya akan jauh lebih sulit. Namun, demi menemukan kembali dirinya yang sejati dan mendapatkan kekuatan untuk melindungi yang tersisa, dia siap menghadapi apa pun.Dengan langkah mantap, Ryu Zhen melanjutkan perjalanannya melalui Hutan Nomaden, menuju ujian kedua yang penuh tantangan. Di hatinya, ada doa sunyi untuk Qian Feng—bukan hanya untuk keselamatannya, tetapi agar suatu hari dia bisa memahami bahwa Ryu Zhen telah berubah.Ryu Zhen melangkah lebih dalam ke Hutan Nomaden, setiap jejak langkahnya diselimuti oleh kesunyian hutan yang mencekam. Pepohonan tinggi menjulang dengan daun-daun yang menggugurkan bayangan kelam di sekelilingnya. Suara-suara aneh dari makhluk-makhluk yang tak terlihat menggema samar di kejauhan, menambah suasana mistis yang mengelilinginya.“Apa yang akan terjadi selanjutnya?” gumamnya pelan, tangan kanannya menggenggam gagang peda
Ryu Zhen terus berjalan menyusuri Hutan Nomaden, hatinya penuh kegelisahan. Keputusan yang ia buat membawa penyesalan yang mendalam, terlebih ketika bayangan Qian Feng—Putri Assassin yang kini mungkin membencinya—menghantui pikirannya. Ia sudah tahu bahwa Qian Feng akan mati-matian memburunya. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Cinta yang mulai tumbuh di hatinya hanya akan menjadi sumber kelemahan jika ia terus menuruti perasaan itu. Tidak ada pilihan lain. Ia harus mendapatkan kekuatan Naga Emas untuk menebus kesalahannya dan memperkuat tubuhnya sebelum menghadapi segalanya.Suasana hutan mulai berubah. Kabut tebal mengelilinginya, dan udara semakin dingin, membuat setiap napas yang dihembuskan Ryu Zhen terlihat seperti asap tipis. Ia merasakan energi kuat di sekitarnya—tidak salah lagi, ini adalah tempat tinggal Naga Emas yang legendaris.Gemuruh terdengar dari kejauhan, disertai suara gemeretak ranting yang patah. Ryu Zhen merapatkan jubahnya dan mempercepat langkahnya. Tak lama, makhl
Cahaya remang-remang dari obor yang tertancap di dinding paviliun memantulkan bayangan lembut di sekeliling ruangan. Aroma herbal yang tajam memenuhi udara, menyelimuti tubuh Qian Feng yang terbaring diam di atas ranjang kayu. Kulitnya yang dulu melepuh oleh api, kini mulus, seolah waktu menghapus setiap luka. Sentuhan angin lembah yang sejuk melintasi ruangan, membawa keharuman bunga liar yang tumbuh subur di Lembah Naga Emas.Selama tiga hari, Xiu Juan telah merawat Qian Feng dengan keahlian medisnya. Setiap malam, dia dengan telaten meramu obat dari tanaman yang hanya tumbuh di lembah ini, mencampurkannya dalam mangkuk batu, mengoleskannya lembut pada kulit Qian Feng. Perlahan-lahan, luka yang sebelumnya menganga, kini menghilang tanpa bekas, menyisakan kulit baru yang lembut dan segar.Ketika akhirnya Qian Feng membuka matanya, dunia terasa asing. Cahaya yang masuk dari jendela terasa lembut, dan aroma bunga yang menenangkan menyelimuti sekitarnya. Tidak ada lagi rasa perih atau n
Qian Feng menyerap kata-kata Dewi Naga Emas, merasakan berat dari apa yang akan dihadapinya. Kitab Assassin Immortal, yang hanya sedikit orang pernah mendengar, apalagi melihat, kini menjadi tujuannya. Namun, ia sadar, kekuatan dalam dirinya—meski besar—belum cukup untuk menghadapi sang Master Bela Diri yang menjaga kitab itu.“Kalau begitu, apa rencanamu?” Qian Feng bertanya, matanya tertuju tajam pada Dewi Naga Emas. Ia tahu tak ada waktu untuk keraguan. Kekuatan yang ia butuhkan tak hanya untuk memperbaiki kesalahannya, tapi juga untuk menghadapi bahaya yang mungkin lebih besar dari sekadar dendam pribadi.Dewi Naga Emas tersenyum tipis, mengangkat bahunya dengan sikap santai namun bijaksana. "Kita tidak bisa menyerang langsung. Master Bela Diri Pegunungan Abadi memiliki pengikut yang setia dan daerah kekuasaannya dipenuhi dengan jebakan-jebakan yang bahkan kau, dengan semua kekuatanmu, tak akan bisa menembus tanpa strategi yang matang."Qian Feng mengangguk, menyadari betapa penti
Kemenangan besar yang diraih Negeri Ming tidak serta merta membuat negeri ini aman. Raja Dunia Persilatan yang mulai melihat kelemahan Negeri Ming mulai bergerak untuk menguasai Negeri Ming sehingga Negeri Ming akhirnya terbagi menjadi lima daerah kekuasaan yaitu :Dewa Racun Utara/Zhao Yun : Raja Dunia Persilatan Distrik Utara MingPendekar Pedang Barat/Chen Tian : Raja Dunia Persilatan Distrik Barat MingDewi Naga Timur/Liu Yin : Ratu Dunia Persilatan Distrik Timur MingPendekar Mabuk Selatan/Zhao Long : Raja Dunia Persilatan Distrik Selatan MingKaisar Bela Diri Pusat/Huang Ming : Raja Dunia Persilatan Distrik Pusat MingZhou Shen yang akhirnya memilih Sasha untuk menjadi pasangan hidupnya, kembali ke Eternity Nirvana bersama cinta sejatinya, membawa dendam membara di hati Dewi Naga Emas.Kepergian Zhou Shen ke Eternity Nirvana inilah yang membuat Negeri Ming terbagi menjadi lima kekuasaan besar yang dipimpin oleh masing-masing Raja Dunia Persilatan.Putri Qian Feng akhirnya memaafk
Kekalahan Naga Shankar adalah pukulan telak bagi Khan Agung. Sang raja Mongol, yang dikenal sebagai penguasa tak terkalahkan, berdiri di atas medan perang yang kini mulai berbalik melawan dirinya. Namun, amarahnya tidak surut. Dengan tatapan penuh kebencian, dia mengangkat tangannya ke langit, melafalkan mantra kuno yang menggema seperti gemuruh badai."Aku tidak akan kalah di tangan kalian, manusia lemah!" serunya, suaranya mengguncang bumi. Dari balik langit yang mulai memerah, aura hitam pekat berkumpul di sekeliling tubuh Khan Agung. Di kejauhan, sosok naga berwarna hitam legam dengan mata merah membara muncul dari balik awan.“Naga Hitam Tiamat!” seru Sasha dengan kengerian di wajahnya.Semua pasukan Ming dan Eternity Nirvana terpaku, termasuk Zhou Shen. Naga itu tidak hanya besar tapi ia adalah legenda, makhluk purba yang dianggap sebagai perwujudan kehancuran.“Zhou Shen, kita harus menghentikannya sebelum dia menghancurkan semuanya!” seru Kalindra, pedangnya menyala dengan kek
Saat pertarungan memuncak, medan perang menjadi ajang pertunjukan kekuatan yang melampaui batas manusia. Naga Shankar, raksasa hitam yang kini mengamuk, menyerang pasukan Ming tanpa henti. Kepakan sayapnya menciptakan badai yang menggulingkan barisan pertahanan, sementara api birunya membakar segala yang disentuhnya.Zhou Shen berdiri di hadapan Zhang Ming. Nafas mereka berat, masing-masing menggenggam senjata dengan penuh kebencian. "Kau mengkhianati segalanya, Zhang Ming. Aku akan memastikan kau tidak melangkah lebih jauh!""Pengkhianatan?" Zhang Ming terkekeh, suaranya penuh ejekan. "Aku melakukan apa yang harus kulakukan untuk bertahan hidup. Kau hanya anak kecil yang terjebak dalam masa lalu. Lihatlah siapa yang menjadi pemenang sekarang!"Zhang Ming meluncur ke depan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Pedangnya, yang berselimut aura kegelapan, menebas ke arah Zhou Shen. Namun, Zhou Shen, dengan reflek yang terlatih selama bertahun-tahun, menangkis serangan itu denga
Di tengah kemegahan Istana Mongol, Khan Agung duduk di atas takhta emasnya, wajahnya gelap seperti badai yang mengancam. Suara dentang lonceng perang bergema di seluruh aula, menandakan bahwa amarah sang raja telah mencapai puncaknya.“Shanxi tidak boleh berdiri setelah ini!” bentak Khan Agung, suaranya menggema keras. “Aku tidak akan membiarkan Negeri Ming memandang rendah kekaisaranku. Siapkan Naga Shankar. Kita akan menyapu Shanxi hingga menjadi abu!”Di hadapan Khan Agung, Ryu Zhen berdiri dengan kepala tertunduk, meskipun matanya memancarkan api dendam. Kekalahan di Shanxi telah menghancurkan egonya, tetapi itu juga membakar tekadnya untuk membuktikan bahwa ia adalah pendekar sejati.“Aku akan menuntaskan semuanya,” katanya lirih namun penuh keyakinan. “Aku akan menghancurkan Zhou Shen dan saudara kembarku. Dendam lama ini akan berakhir di medan perang berikutnya.”*****Kota Shanxi kembali dilanda kekacauan saat ribuan pasukan Mongol menyerbu di bawah naungan malam. Namun, yang
“Aku tidak akan lupa penghinaan ini, Ryu Zhin,” gumamnya dengan nada berapi-api, matanya membara penuh tekad. “Kita akan bertemu lagi, dan kali itu kau tidak akan selamat!”Di sisi lain, kemenangan ini tidak dirayakan dengan gegap gempita. Zhou Shen memimpin para pasukan naga yang masih utuh untuk mengevakuasi Shanxi dari kerusakan lebih lanjut. Sasha dan Kalindra, meskipun memimpin dengan karisma luar biasa, menyadari bahwa medan perang ini hanya sebagian kecil dari ancaman besar yang sedang berkembang.Zhou Shen berjalan mendekati Zixuan yang kini duduk di punggung Meraharani yang terluka. Naga merah itu mengerang pelan, napasnya berat, namun tatapannya tetap tajam. Zixuan memandang Zhou Shen dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.“Kau datang tepat waktu, seperti biasanya,” ujar Zixuan, mencoba tersenyum meski wajahnya memucat.“Kau bertahan lebih lama dari yang kuduga,” balas Zhou Shen, suaranya tenang namun penuh penghargaan. “Tidak mudah melawan naga emas dan Ryu Zhen.”Zixuan me
Setelah berhasil mendapatkan Nagarium dan menyegel perjanjian damai antara Heaven Eden dan Eternity Nirvana, Queen Savitri merasa utangnya kepada Zhou Shen tak akan terbalas dengan mudah. Di dalam hati, dia tahu ada rasa yang lebih dalam—sebuah cinta yang perlahan tumbuh terhadap Pendekar Naga Putih itu.Namun, Zhou Shen tetap memandang lurus pada tujuannya. Dia harus menemukan Paman Zhang, pria yang kini terungkap sebagai pembunuh orang tuanya. Kebencian yang membara di dalam dirinya membuatnya menolak untuk menyerah pada perasaan apa pun, termasuk cinta.Di aula besar kerajaan, Queen Savitri memanggil Zhou Shen dan menyerahkan Artefak Naga Waktu, sebuah artefak kuno yang mampu membuka portal waktu dan mengembalikan Zhou Shen ke masanya. "Dengan ini," ujar Savitri, suaranya bergetar, "kau bisa kembali dan menghadapi takdirmu di masa depan. Aku ingin kau tahu, Zhou Shen, aku akan selalu mendukungmu."Namun, Zhou Shen mengejutkan semua orang dengan keputusannya. "Aku tak bisa kembali s
Langit Shanxi memerah oleh api dan energi yang melesat dari pertarungan sengit antara naga merah Meraharani dan naga emas yang dikendarai Ryu Zhen. Namun, kekuatan gabungan naga Mongolia dan kehebatan Ryu Zhen perlahan memukul mundur para penjaga Shanxi. Meraharani terluka parah, sayapnya compang-camping, dan Arlang terempas ke tanah dengan raungan lemah.Zixuan berdiri di punggung Meraharani yang limbung, darah mengalir dari luka di lengannya. Napasnya berat, namun matanya tetap menatap Ryu Zhen yang bersiap mengakhiri perlawanan mereka."Ini akhirnya, Putri Zixuan," ujar Ryu Zhen, mengangkat pedangnya yang bercahaya emas. "Shanxi akan jatuh, dan kau akan menyaksikan kehancurannya!"Namun, sebelum pedangnya terayun, langit mendadak terbelah oleh kilatan cahaya putih. Dari celah dimensi yang terbuka di tengah angkasa, seekor naga putih raksasa muncul. Ia bergerak dengan kecepatan luar biasa, seperti bayangan yang tak dapat dilacak. Dengan raungan yang mengguncang bumi, naga itu mengha
Pemanah menarik busur mereka, api membara di ujung panah. Ketika pasukan musuh mendekat, aba-aba diberikan, dan panah-panah itu dilepaskan, melesat seperti hujan meteor ke arah barisan depan Mongolia. Suara panah menghantam perisai dan tubuh terdengar nyaring, namun pasukan musuh terus maju, tidak terhentikan.Di sisi lain, Zixuan mengeluarkan sesuatu dari kantong kecil di ikat pinggangnya—sebuah kristal berwarna biru kehijauan. Itu adalah Artefak Jiwa Langit, peninggalan kuno yang mampu memanggil kekuatan besar, tetapi dengan harga yang mahal."Aku tidak punya pilihan lain," gumamnya. Ia mengangkat kristal itu tinggi-tinggi, memusatkan energinya. Angin di sekitar Zixuan berputar kencang, rambutnya melayang, dan suara gemuruh datang dari dalam kristal itu. Cahaya biru terang meledak, menarik perhatian semua orang, termasuk Darjikhun.Di kejauhan, salah satu naga penjaga, seekor naga putih dengan tubuh yang ramping dan gerakan anggun, mendekati Zixuan. Namanya Arlang, naga angin yang d
Pertarungan di langit Shanxi dimulai dengan ledakan besar. Meraharani menerjang dengan kekuatan yang luar biasa, mulutnya terbuka, menyemburkan api merah menyala yang menembus langit kelabu. Naga hitam Mongolia menghindar dengan manuver tajam, sayapnya yang besar menciptakan pusaran angin yang membuat debu dan batu kecil beterbangan di bawah. Raungan mereka menggema, memenuhi udara dengan ketegangan dan kengerian.Di atas tembok kota, para pemanah Shanxi bersiap, busur mereka terangkat, ujung panah mengarah ke naga Mongolia. Perwira yang memimpin mereka, seorang pria dengan wajah keras dan mata tajam, berteriak, "Tunggu aba-aba dari Tuan Putri! Jangan tembak sebelum waktunya!"Di alun-alun, Zixuan memejamkan matanya sesaat, menghubungkan pikirannya dengan Meraharani. Ia tidak hanya memanggil naga itu, tetapi juga menyatukan tekad mereka. Suara Meraharani menggema dalam benaknya, tenang namun penuh kekuatan."Aku bersamamu, Zixuan. Kita tidak akan kalah."Di langit, naga hitam meluncur