Hari yang dijanjikan oleh Dewi Naga Emas akhirnya tiba. Cahaya pagi di Lembah Naga Emas terasa sejuk, mengalirkan semangat baru dalam diri Qian Feng. Tubuhnya, yang dulu hangus oleh api, kini pulih sepenuhnya berkat ramuan dari lembah itu. Ia berdiri dengan penuh energi, siap untuk kembali ke Negeri Assassin.Dengan antusiasme yang tak bisa disembunyikan, Qian Feng memandangi Cincin Dimensi yang berkilau di jemarinya. Berkat cincin itu, perjalanan menuju Negeri Assassin jauh lebih cepat dan mudah. Ia tak perlu lagi bergantung pada peta dari Master Zhuge Liang seperti yang direncanakan sebelumnya. Dalam sekejap, lanskap lembah berganti menjadi pemandangan Negeri Assassin, tanah yang dulu ia tinggalkan dalam keadaan porak poranda."Kita gunakan saja Cincin Dimensi ini, Dewi Naga Emas ... perjalanan akanlebih cepat!"ucap Qian Feng"Kamu masih memiliki Cincin Dimensi? Apa bisa membawaku dan Tiga pendekar lembah Naga Emas ke sana sekaligus?" tanya Xiu Juan."Bisa, Dewi ... tapi kita masuk
Dewi Naga Emas bergerak dalam diam, selalu berada di balik bayang-bayang, menjaga agar kehadirannya tidak terlalu mencolok di Negeri Assassin. Ia tahu betul bahwa kehadirannya di tanah asing ini bisa memancing kecurigaan, terutama dari Master Assassin yang, meskipun bersahabat dengan Qian Feng, tetap merupakan sosok yang sulit dipercaya sepenuhnya.Malam di Kota Assassin dingin, diterangi hanya oleh lentera-lentera yang bergoyang tertiup angin, dan keheningan yang menyelimuti jalan-jalan berbatu. Di sebuah penginapan terpencil, Dewi Naga Emas dan tiga pendekar setianya—Suma Hai, We Tian, dan Zhang Yi—beristirahat, tapi kewaspadaan mereka tak pernah lengah. Mereka berada di jantung negeri musuh, dan setiap gerakan harus diperhitungkan dengan cermat.Dari balik jendela kamar penginapan, Dewi Naga Emas mengamati hiruk-pikuk Kota Assassin yang tengah mempersiapkan Festival Naga. Keramaian perlahan mulai terasa. Para penduduk bekerja keras untuk menghias kota, sementara pasukan Master Assa
Malam Festival Naga tiba dengan gemuruh kembang api dan sorak-sorai rakyat Negeri Assassin yang memenuhi jalanan kota. Lentera-lentera naga raksasa mengapung di udara, menghiasi langit yang sebelumnya kelam dengan warna merah dan emas. Seakan-akan penderitaan dan kehancuran yang baru saja menimpa negeri ini tak lebih dari bayangan masa lalu, tertutupi oleh euforia perayaan. Musik dan tarian menghidupkan suasana, menciptakan ilusi bahwa semua sudah kembali normal.Di balik keramaian, Putri Qian Feng berdiri di balkon paviliun tempatnya menginap, mengenakan jubah hitam yang membuatnya tak dikenali. Wajahnya serius, pikirannya terfokus pada misi berbahaya yang sebentar lagi akan dijalani. Di belakangnya, Dewi Naga Emas dan tiga pendekarnya—Suma Hai, We Tian, dan Zhang Yi—bersiap dalam bayang-bayang. Para penjaga Pegunungan Abadi, yang terkenal sebagai prajurit tak terkalahkan, telah turun dari gunung untuk ikut serta dalam festival, meninggalkan puncak Pegunungan Abadi yang berangin sepi
Pertarungan berlangsung sengit. Suma Hai, We Tian, dan Zhang Yi bertarung dengan segala kemampuan mereka, namun Master Bela Diri tetap unggul dalam kecepatan dan kekuatan. Setiap serangan dari pendekar Lembah Naga Emas berhasil ditangkis, dan keadaan mulai terlihat suram.Namun, tepat saat Master Bela Diri hendak melancarkan serangan pamungkas, Dewi Naga Emas melangkah maju dengan tenang. "Cukup," katanya. Suaranya tenang, tapi penuh dengan kekuatan. Dengan gerakan kilat, ia menyerang menggunakan teknik rahasia yang telah lama ia sembunyikan. Dalam sekejap, aura energi melingkupi tubuhnya, dan Master Bela Diri yang semula tak tergoyahkan terlihat mundur beberapa langkah, terkejut oleh kekuatan Dewi Naga Emas yang tak diduganya.“Aku tak akan menyerahkan kitab ini begitu saja,” kata Master Bela Diri, meskipun jelas ia mulai kelelahan.“Kami tidak meminta,” balas Dewi Naga Emas dengan senyum tipis. "Kami akan mengambilnya."Master Bela Diri mundur beberapa langkah, napasnya mulai berat.
Malam semakin larut, sementara Festival Naga di Kota Assassin masih bergemuruh dengan keriuhan. Di balik tawa dan sorak-sorai, Qian Feng bersama Dewi Naga Emas, Suma Hai, We Tian, dan Zhang Yi menyelinap ke jalan-jalan belakang kota. Langkah-langkah mereka ringan dan cepat, membaur sempurna dengan bayang-bayang di bawah sinar lentera merah yang menggantung di sepanjang jalan.Qian Feng menggenggam Kitab Assassin Immortal erat-erat, merasakan denyut kekuatan di dalamnya seolah kitab itu hidup, merespons sentuhannya. Aura dari kitab itu seakan membakar tangannya, bukan karena panas, tetapi karena kekuatan dahsyat yang terpendam di dalamnya. Ia bisa merasakan energinya sendiri mulai bergolak, seolah dipanggil oleh ajaran-ajaran kultivasi kuno yang terpatri di lembaran-lembaran kitab tersebut."Kita perlu tempat aman untuk mempelajari isi kitab ini," bisik We Tian, tatapannya tajam memindai sekeliling.Dewi Naga Emas mengangguk pelan, matanya tetap fokus pada jalan yang mereka lalui. "Aku
Putri Qian Feng duduk bersila di paviliun tersembunyi di Lembah Naga Emas, Kitab Assassin Immortal terbuka di pangkuannya. Aura dari kitab itu berdenyut pelan, seolah bernafas bersama alam sekitar, membawa energi kuno yang seakan memanggil jiwa para pendekar yang telah lama mati. Di sampingnya, Dewi Naga Emas berdiri dengan tenang, mengawasi setiap gerakannya dengan penuh perhatian. Meski Qian Feng telah terbiasa dengan seni bela diri Negeri Assassin, jurus-jurus yang tertera dalam kitab ini berbeda—lebih mendalam, lebih mematikan, dan memerlukan penguasaan energi dalam yang luar biasa.Dewi Naga Emas, dengan keahliannya yang tak tertandingi, menjadi pembimbingnya dalam perjalanan mempelajari delapan jurus rahasia Kitab Assassin Immortal. Setiap jurus menuntut ketelitian dan disiplin yang tinggi, namun di balik teknik yang mematikan ini juga tersimpan bahaya besar bagi mereka yang tidak mampu menguasainya.Jurus Bayangan MematikanJurus pertama mengajarkan cara bergerak secepat bayang
"Sudah saatnya aku mencari Ryu Zhen!" ucap Putri Qian Feng setelah berhasil menuntaskan seluruh jurus bela diri di dalam Kitab Assassin Immortal yang membuatnya mendapat julukan baru yaitu Dewi assassin."Kamu yakin, Qian Feng? Ryu Zhen bukan Kultivator sembarangan ... kamu harus benar-benar menguasai ilmu dari Kitab Assassin Immortal ini agar mampu menandingi kehebatan Pendekar Naga Emas itu!" ujar Xiu Jian."Kak Jian, aku sudah yakin telah menguasai dengan sempurna Kitab Assassin Immortal, jadi aku harus menantang duel pria pembunuh itu!""Baiklah ... aku akan mendukungmu! Kemana kau akan mencari si Ryu Zhen itu?" tanya Dewi Naga Emas."Heavenly Nirvana."*****Dalam perjalanannya menuju Negeri Heavenly Nirvana, Qian Feng dan Dewi Naga Emas menyadari bahwa pencarian mereka akan lebih rumit dari yang mereka bayangkan. Setelah berhasil merampungkan jurus-jurus sakti dalam Kitab Assassin Immortal, Qian Feng kini dikenal sebagai Dewi Assassin, seorang ahli bela diri yang tak tertandingi
Saat Qian Feng dan Dewi Naga Emas berdiri di hadapan Gerbang Kekekalan, atmosfer di sekitar mereka seolah menahan napas, menyaksikan dua sosok kuat yang mencoba menembus batas antara dunia fana dan alam abadi. Dewi Naga Emas mengangguk ke arah Qian Feng, menyiratkan ketenangan yang dalam, meski hatinya turut berdebar.“Sudah siap, Feng?” tanya Dewi Naga Emas dengan suara rendah tapi penuh keyakinan.Qian Feng, dengan mata tajam yang dipenuhi tekad, balas mengangguk. “Jika ini satu-satunya jalan untuk mendapatkan kekuatan sejati, aku siap menghadapi apa pun di sisi lain gerbang ini.”Mereka saling berpandangan sejenak sebelum menggabungkan energi mereka, melafalkan mantra kuno yang tertulis di Kitab Assassin Immortal. Cahaya mistis menyelimuti mereka, dan tanpa disadari, tubuh mereka melayang, memasuki portal menuju alam kekekalan.Di dimensi yang dipenuhi arus energi murni dan pemandangan yang tak terlukiskan, mereka melihat makhluk-makhluk abadi yang tampak samar, seakan mengamati da
Kemenangan besar yang diraih Negeri Ming tidak serta merta membuat negeri ini aman. Raja Dunia Persilatan yang mulai melihat kelemahan Negeri Ming mulai bergerak untuk menguasai Negeri Ming sehingga Negeri Ming akhirnya terbagi menjadi lima daerah kekuasaan yaitu :Dewa Racun Utara/Zhao Yun : Raja Dunia Persilatan Distrik Utara MingPendekar Pedang Barat/Chen Tian : Raja Dunia Persilatan Distrik Barat MingDewi Naga Timur/Liu Yin : Ratu Dunia Persilatan Distrik Timur MingPendekar Mabuk Selatan/Zhao Long : Raja Dunia Persilatan Distrik Selatan MingKaisar Bela Diri Pusat/Huang Ming : Raja Dunia Persilatan Distrik Pusat MingZhou Shen yang akhirnya memilih Sasha untuk menjadi pasangan hidupnya, kembali ke Eternity Nirvana bersama cinta sejatinya, membawa dendam membara di hati Dewi Naga Emas.Kepergian Zhou Shen ke Eternity Nirvana inilah yang membuat Negeri Ming terbagi menjadi lima kekuasaan besar yang dipimpin oleh masing-masing Raja Dunia Persilatan.Putri Qian Feng akhirnya memaafk
Kekalahan Naga Shankar adalah pukulan telak bagi Khan Agung. Sang raja Mongol, yang dikenal sebagai penguasa tak terkalahkan, berdiri di atas medan perang yang kini mulai berbalik melawan dirinya. Namun, amarahnya tidak surut. Dengan tatapan penuh kebencian, dia mengangkat tangannya ke langit, melafalkan mantra kuno yang menggema seperti gemuruh badai."Aku tidak akan kalah di tangan kalian, manusia lemah!" serunya, suaranya mengguncang bumi. Dari balik langit yang mulai memerah, aura hitam pekat berkumpul di sekeliling tubuh Khan Agung. Di kejauhan, sosok naga berwarna hitam legam dengan mata merah membara muncul dari balik awan.“Naga Hitam Tiamat!” seru Sasha dengan kengerian di wajahnya.Semua pasukan Ming dan Eternity Nirvana terpaku, termasuk Zhou Shen. Naga itu tidak hanya besar tapi ia adalah legenda, makhluk purba yang dianggap sebagai perwujudan kehancuran.“Zhou Shen, kita harus menghentikannya sebelum dia menghancurkan semuanya!” seru Kalindra, pedangnya menyala dengan kek
Saat pertarungan memuncak, medan perang menjadi ajang pertunjukan kekuatan yang melampaui batas manusia. Naga Shankar, raksasa hitam yang kini mengamuk, menyerang pasukan Ming tanpa henti. Kepakan sayapnya menciptakan badai yang menggulingkan barisan pertahanan, sementara api birunya membakar segala yang disentuhnya.Zhou Shen berdiri di hadapan Zhang Ming. Nafas mereka berat, masing-masing menggenggam senjata dengan penuh kebencian. "Kau mengkhianati segalanya, Zhang Ming. Aku akan memastikan kau tidak melangkah lebih jauh!""Pengkhianatan?" Zhang Ming terkekeh, suaranya penuh ejekan. "Aku melakukan apa yang harus kulakukan untuk bertahan hidup. Kau hanya anak kecil yang terjebak dalam masa lalu. Lihatlah siapa yang menjadi pemenang sekarang!"Zhang Ming meluncur ke depan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Pedangnya, yang berselimut aura kegelapan, menebas ke arah Zhou Shen. Namun, Zhou Shen, dengan reflek yang terlatih selama bertahun-tahun, menangkis serangan itu denga
Di tengah kemegahan Istana Mongol, Khan Agung duduk di atas takhta emasnya, wajahnya gelap seperti badai yang mengancam. Suara dentang lonceng perang bergema di seluruh aula, menandakan bahwa amarah sang raja telah mencapai puncaknya.“Shanxi tidak boleh berdiri setelah ini!” bentak Khan Agung, suaranya menggema keras. “Aku tidak akan membiarkan Negeri Ming memandang rendah kekaisaranku. Siapkan Naga Shankar. Kita akan menyapu Shanxi hingga menjadi abu!”Di hadapan Khan Agung, Ryu Zhen berdiri dengan kepala tertunduk, meskipun matanya memancarkan api dendam. Kekalahan di Shanxi telah menghancurkan egonya, tetapi itu juga membakar tekadnya untuk membuktikan bahwa ia adalah pendekar sejati.“Aku akan menuntaskan semuanya,” katanya lirih namun penuh keyakinan. “Aku akan menghancurkan Zhou Shen dan saudara kembarku. Dendam lama ini akan berakhir di medan perang berikutnya.”*****Kota Shanxi kembali dilanda kekacauan saat ribuan pasukan Mongol menyerbu di bawah naungan malam. Namun, yang
“Aku tidak akan lupa penghinaan ini, Ryu Zhin,” gumamnya dengan nada berapi-api, matanya membara penuh tekad. “Kita akan bertemu lagi, dan kali itu kau tidak akan selamat!”Di sisi lain, kemenangan ini tidak dirayakan dengan gegap gempita. Zhou Shen memimpin para pasukan naga yang masih utuh untuk mengevakuasi Shanxi dari kerusakan lebih lanjut. Sasha dan Kalindra, meskipun memimpin dengan karisma luar biasa, menyadari bahwa medan perang ini hanya sebagian kecil dari ancaman besar yang sedang berkembang.Zhou Shen berjalan mendekati Zixuan yang kini duduk di punggung Meraharani yang terluka. Naga merah itu mengerang pelan, napasnya berat, namun tatapannya tetap tajam. Zixuan memandang Zhou Shen dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.“Kau datang tepat waktu, seperti biasanya,” ujar Zixuan, mencoba tersenyum meski wajahnya memucat.“Kau bertahan lebih lama dari yang kuduga,” balas Zhou Shen, suaranya tenang namun penuh penghargaan. “Tidak mudah melawan naga emas dan Ryu Zhen.”Zixuan me
Setelah berhasil mendapatkan Nagarium dan menyegel perjanjian damai antara Heaven Eden dan Eternity Nirvana, Queen Savitri merasa utangnya kepada Zhou Shen tak akan terbalas dengan mudah. Di dalam hati, dia tahu ada rasa yang lebih dalam—sebuah cinta yang perlahan tumbuh terhadap Pendekar Naga Putih itu.Namun, Zhou Shen tetap memandang lurus pada tujuannya. Dia harus menemukan Paman Zhang, pria yang kini terungkap sebagai pembunuh orang tuanya. Kebencian yang membara di dalam dirinya membuatnya menolak untuk menyerah pada perasaan apa pun, termasuk cinta.Di aula besar kerajaan, Queen Savitri memanggil Zhou Shen dan menyerahkan Artefak Naga Waktu, sebuah artefak kuno yang mampu membuka portal waktu dan mengembalikan Zhou Shen ke masanya. "Dengan ini," ujar Savitri, suaranya bergetar, "kau bisa kembali dan menghadapi takdirmu di masa depan. Aku ingin kau tahu, Zhou Shen, aku akan selalu mendukungmu."Namun, Zhou Shen mengejutkan semua orang dengan keputusannya. "Aku tak bisa kembali s
Langit Shanxi memerah oleh api dan energi yang melesat dari pertarungan sengit antara naga merah Meraharani dan naga emas yang dikendarai Ryu Zhen. Namun, kekuatan gabungan naga Mongolia dan kehebatan Ryu Zhen perlahan memukul mundur para penjaga Shanxi. Meraharani terluka parah, sayapnya compang-camping, dan Arlang terempas ke tanah dengan raungan lemah.Zixuan berdiri di punggung Meraharani yang limbung, darah mengalir dari luka di lengannya. Napasnya berat, namun matanya tetap menatap Ryu Zhen yang bersiap mengakhiri perlawanan mereka."Ini akhirnya, Putri Zixuan," ujar Ryu Zhen, mengangkat pedangnya yang bercahaya emas. "Shanxi akan jatuh, dan kau akan menyaksikan kehancurannya!"Namun, sebelum pedangnya terayun, langit mendadak terbelah oleh kilatan cahaya putih. Dari celah dimensi yang terbuka di tengah angkasa, seekor naga putih raksasa muncul. Ia bergerak dengan kecepatan luar biasa, seperti bayangan yang tak dapat dilacak. Dengan raungan yang mengguncang bumi, naga itu mengha
Pemanah menarik busur mereka, api membara di ujung panah. Ketika pasukan musuh mendekat, aba-aba diberikan, dan panah-panah itu dilepaskan, melesat seperti hujan meteor ke arah barisan depan Mongolia. Suara panah menghantam perisai dan tubuh terdengar nyaring, namun pasukan musuh terus maju, tidak terhentikan.Di sisi lain, Zixuan mengeluarkan sesuatu dari kantong kecil di ikat pinggangnya—sebuah kristal berwarna biru kehijauan. Itu adalah Artefak Jiwa Langit, peninggalan kuno yang mampu memanggil kekuatan besar, tetapi dengan harga yang mahal."Aku tidak punya pilihan lain," gumamnya. Ia mengangkat kristal itu tinggi-tinggi, memusatkan energinya. Angin di sekitar Zixuan berputar kencang, rambutnya melayang, dan suara gemuruh datang dari dalam kristal itu. Cahaya biru terang meledak, menarik perhatian semua orang, termasuk Darjikhun.Di kejauhan, salah satu naga penjaga, seekor naga putih dengan tubuh yang ramping dan gerakan anggun, mendekati Zixuan. Namanya Arlang, naga angin yang d
Pertarungan di langit Shanxi dimulai dengan ledakan besar. Meraharani menerjang dengan kekuatan yang luar biasa, mulutnya terbuka, menyemburkan api merah menyala yang menembus langit kelabu. Naga hitam Mongolia menghindar dengan manuver tajam, sayapnya yang besar menciptakan pusaran angin yang membuat debu dan batu kecil beterbangan di bawah. Raungan mereka menggema, memenuhi udara dengan ketegangan dan kengerian.Di atas tembok kota, para pemanah Shanxi bersiap, busur mereka terangkat, ujung panah mengarah ke naga Mongolia. Perwira yang memimpin mereka, seorang pria dengan wajah keras dan mata tajam, berteriak, "Tunggu aba-aba dari Tuan Putri! Jangan tembak sebelum waktunya!"Di alun-alun, Zixuan memejamkan matanya sesaat, menghubungkan pikirannya dengan Meraharani. Ia tidak hanya memanggil naga itu, tetapi juga menyatukan tekad mereka. Suara Meraharani menggema dalam benaknya, tenang namun penuh kekuatan."Aku bersamamu, Zixuan. Kita tidak akan kalah."Di langit, naga hitam meluncur