Saat cahaya terang dari pusaran cahaya itu menghilang, Zhou Shen dan Serenity mendapati diri mereka berdiri di sebuah tempat yang berbeda—bukan lagi di kuil kuno Pulau Melayang, tetapi di sebuah ruang yang luas dan megah, dikelilingi oleh pilar-pilar emas yang menjulang tinggi ke langit-langit yang tak terlihat. Lantai di bawah kaki mereka terbuat dari batu berwarna perak, memantulkan bayangan mereka dengan kejelasan yang nyaris sempurna. Di udara, aroma bunga-bunga mistis dan embun pagi yang segar menyapa indra penciuman mereka, memberikan rasa nyaman namun juga membangkitkan kewaspadaan. "Di mana kita?" bisik Serenity, matanya berkeliling dengan hati-hati, mencoba memahami lingkungan asing ini. Ruangan itu tampak kosong, tetapi kehadiran sesuatu yang besar dan kuno terasa memenuhi setiap sudutnya. Zhou Shen merasakan getaran halus di tanah di bawah kakinya. "Aku tidak tahu pasti, tetapi tempat ini... sepertinya merupakan bagian terdalam dari Pulau Melayang. Mungkin ini adalah jant
Zhou Shen dan Serenity menuruni tangga yang muncul dari lantai perak, setiap langkah terasa berat meski tubuh mereka masih dibalut energi ringan yang ada di Pulau Melayang. Tangga itu tampak tak berujung, berkelok menuju kedalaman yang gelap, diterangi hanya oleh cahaya lembut dari dinding yang berkilauan seperti kristal. Suara langkah kaki mereka bergema di sepanjang lorong, seolah ada sesuatu yang tak terlihat menanti mereka di bawah sana.Mereka akhirnya tiba di dasar, di hadapan sebuah pintu batu besar yang dihiasi dengan ukiran naga. Setiap sisik naga pada ukiran itu tampak hidup, berdenyut dengan energi qi yang berputar-putar. Zhou Shen merasakan getaran halus di ujung jarinya saat ia menyentuh pintu itu, seolah-olah energi di baliknya sedang mengamati mereka."Ini pasti ruang rahasia yang disebutkan oleh Penjaga Naga," bisik Serenity dengan mata penuh kekaguman.Zhou Shen mengangguk, mencoba menenangkan debar jantungnya. "Kita harus berhati-hati. Sesuatu yang besar dan kuat pas
Kekhawatiran Zhou Shen tentang kembalinya Tiamat menjadi kenyataan ketika hutan di sisi timur kerajaan hancur akibat amukan Naga Tiamat."Bagaimana bisa Tiamat muncul kembali? Seharusnya dia sudah aman di tempatnya semula!" seru Zhou Shen dengan cemas."Apakah kamu bisa menangani ini, Zhou Shen?" tanya Serenity."Jangan khawatir! Aku akan mengatasinya!" Zhou Shen menjawab dengan penuh keyakinan."Hati-hati, Zhou Shen!" pesan Putri Serenity dengan wajah penuh kecemasan.Ketika Zhou Shen melihat wajah Serenity, ia teringat pada Sasha yang cantik. Serenity memiliki mata biru, sama seperti Sasha, wanita yang ia cintai. Namun, hingga kini Sasha masih belum kembali ke Kerajaan Eternity Nirvana.Zhou Shen mengetahui hal ini ketika Kalindra datang ke Kota Ming Yin untuk meminta bantuannya mencari Sasha, yang menurut penglihatan Penyihir Naga telah terseret ke masa jutaan tahun silam akibat pusaran energi waktu.Xiu Juan, atau Dewi Naga Emas, telah menyetujui jika Zhou Shen ingin menjadikan Sa
Zhou Shen menatap Sasha, hatinya dilanda kebingungan dan kecemasan. Sasha yang berdiri di depannya kini bukanlah wanita yang ia kenal—auranya terasa begitu berbeda, lebih kuat, lebih mengancam. Namun, di balik perubahan ini, Zhou Shen masih bisa merasakan jejak kasih sayang yang pernah mereka bagi, tersembunyi di balik lapisan kekuatan yang kini menyelimutinya.Naga Tiamat, meski terluka, mengeluarkan raungan rendah yang mengguncang bumi. Naga itu tampak ragu, seolah menyadari bahwa ada ancaman lain selain Zhou Shen. Mata merah Tiamat beralih dari Zhou Shen ke Sasha, seolah-olah naga itu tahu bahwa musuh baru telah muncul. Tanpa peringatan, Tiamat mengepakkan sayapnya, menciptakan badai debu dan angin yang membuat Zhou Shen harus melindungi matanya.Di tengah kekacauan itu, Sasha melangkah maju. Udara di sekelilingnya berubah, suhu tiba-tiba turun drastis, membuat dedaunan beku dalam sekejap. Suara langkahnya terdengar tegas, seperti bunyi lonceng kematian yang menghantam hati Zhou Sh
Zhou Shen berdiri di hadapan Sasha, jantungnya berdebar-debar dalam keheningan yang mencekam. Udara di sekitar mereka membeku, mengkristal dalam kepingan es yang melayang-layang, menciptakan pemandangan yang sekaligus indah dan menakutkan. Di balik sorot mata Sasha yang kini begitu asing, Zhou Shen masih bisa menangkap bayangan wanita yang dulu ia cintai—bayangan yang kini terselubung dalam kekuatan yang tak terbayangkan. Sasha, yang dulu penuh kehangatan, kini memancarkan aura dingin yang meresap hingga ke tulang. Gerakannya lembut namun pasti, seolah tiap langkahnya mengukir takdir yang tak bisa dihindari. Zhou Shen mencoba meraih tangannya, namun sesuatu dalam dirinya menahan—ketakutan bahwa sentuhannya akan merusak keseimbangan rapuh yang kini menghubungkan mereka. "Zhou Shen..." suara Sasha terdengar seperti gema jauh, seperti nyanyian angin di atas pegunungan es. "Dunia ini telah berubah, begitu juga aku. Tapi perasaanku padamu tak pernah pudar." Zhou Shen merasakan hatinya d
Zhou Shen membuka matanya di hamparan padang rumput yang tak berujung, lembut dan hijau di bawah langit biru. Di sampingnya, Serenity terbaring dengan mata setengah terbuka, tampak sama terjaga dari mimpi.“Apakah aku benar-benar bermimpi barusan? Apakah Sasha benar-benar muncul?” Zhou Shen bertanya, kebingungan mendalam di wajahnya. Semua yang terjadi terasa sangat nyata, seperti ilusi yang tak bisa diabaikan.Serenity mulai bergerak, terbangun dengan gerakan lembut yang hampir tak berbunyi. Matanya juga menyiratkan kebingungan saat mendapati dirinya tidur berduaan dengan Zhou Shen di atas padang rumput yang hijau.“Apakah kita ketiduran sepanjang perjalanan?” Zhou Shen bertanya, matanya masih menunjukkan keheranan yang mendalam.“Mungkin kelelahan kita membuat kita tertidur di padang rumput ini,” jawab Serenity dengan nada tenang. “Kenapa kau menanyakan hal ini?”“Masih jauh ya dari istana kerajaan dan hutan tempat Tiamat muncul?” tanya Zhou Shen, suaranya penuh rasa ingin tahu.“Ki
Di bawah langit berwarna ungu keemasan yang memayungi alam Eternity Nirvana, Serenity menatap Zhou Shen dengan kilau mata birunya yang menyimpan rahasia masa depan. Angin sepoi-sepoi membawa aroma embun pagi dan menyapu rambut panjang Serenity, seolah alam sendiri ingin mengantar pesan penting."Kita kembali ke Dragon City untuk sementara, Zhou Shen," ujarnya, suaranya jernih seperti lonceng kristal yang berdenting di udara. "Aku ingin berbicara dengan Tetua Klan Naga, yang bisa membaca takdir dari angin dan bintang-bintang, tentang apa yang kau katakan tadi."Zhou Shen menatap Serenity, matanya berkilat dengan keingintahuan. "Apakah Tetua Klan Naga mampu mencegah kehancuran yang akan datang, Serenity?"Serenity menggeleng pelan, rambutnya yang hitam sehalus sutra melambai lembut. "Aku tak tahu. Tapi kita harus bertanya. Aku juga ingin meminta izin untuk membunuh Naga Tiamat sebelum ia membangunkan amarahnya dan menghancurkan kerajaan ini."Zhou Shen mengangguk, pandangannya menerawan
Putri Serenity berdiri di tepi balkon istananya, cahaya bulan yang redup memantulkan bayangan lembut di atas kulitnya yang pucat. Hatinya bergolak dengan harapan dan keraguan yang berbaur. Kehadiran Pendekar Naga Legendaris adalah kesempatan yang tidak akan disia-siakan, namun harga yang harus dibayar begitu tinggi.Sejak lahir, racun mengalir dalam darahnya, membelit hidupnya dalam kesakitan yang tiada henti. Menurut cerita para tetua Klan Naga, hanya energi dari Pendekar Naga Legendaris yang mampu menetralkan racun ini, namun ada syarat yang tak terelakkan: ia harus menyerahkan kesuciannya kepada pendekar tersebut. Energi yang begitu kuat hanya bisa ditransfer melalui hubungan badan, cara satu-satunya yang aman untuk menyembuhkan dirinya."Apakah dia mau melakukannya denganku?" Serenity bergumam pelan, angin malam membawa kata-katanya yang mengambang di udara. "Tubuhku penuh racun. Bagaimana jika dia menolak? Bagaimana jika dia takut?"Pikirannya terombang-ambing di antara harapan d
Kemenangan besar yang diraih Negeri Ming tidak serta merta membuat negeri ini aman. Raja Dunia Persilatan yang mulai melihat kelemahan Negeri Ming mulai bergerak untuk menguasai Negeri Ming sehingga Negeri Ming akhirnya terbagi menjadi lima daerah kekuasaan yaitu :Dewa Racun Utara/Zhao Yun : Raja Dunia Persilatan Distrik Utara MingPendekar Pedang Barat/Chen Tian : Raja Dunia Persilatan Distrik Barat MingDewi Naga Timur/Liu Yin : Ratu Dunia Persilatan Distrik Timur MingPendekar Mabuk Selatan/Zhao Long : Raja Dunia Persilatan Distrik Selatan MingKaisar Bela Diri Pusat/Huang Ming : Raja Dunia Persilatan Distrik Pusat MingZhou Shen yang akhirnya memilih Sasha untuk menjadi pasangan hidupnya, kembali ke Eternity Nirvana bersama cinta sejatinya, membawa dendam membara di hati Dewi Naga Emas.Kepergian Zhou Shen ke Eternity Nirvana inilah yang membuat Negeri Ming terbagi menjadi lima kekuasaan besar yang dipimpin oleh masing-masing Raja Dunia Persilatan.Putri Qian Feng akhirnya memaafk
Kekalahan Naga Shankar adalah pukulan telak bagi Khan Agung. Sang raja Mongol, yang dikenal sebagai penguasa tak terkalahkan, berdiri di atas medan perang yang kini mulai berbalik melawan dirinya. Namun, amarahnya tidak surut. Dengan tatapan penuh kebencian, dia mengangkat tangannya ke langit, melafalkan mantra kuno yang menggema seperti gemuruh badai."Aku tidak akan kalah di tangan kalian, manusia lemah!" serunya, suaranya mengguncang bumi. Dari balik langit yang mulai memerah, aura hitam pekat berkumpul di sekeliling tubuh Khan Agung. Di kejauhan, sosok naga berwarna hitam legam dengan mata merah membara muncul dari balik awan.“Naga Hitam Tiamat!” seru Sasha dengan kengerian di wajahnya.Semua pasukan Ming dan Eternity Nirvana terpaku, termasuk Zhou Shen. Naga itu tidak hanya besar tapi ia adalah legenda, makhluk purba yang dianggap sebagai perwujudan kehancuran.“Zhou Shen, kita harus menghentikannya sebelum dia menghancurkan semuanya!” seru Kalindra, pedangnya menyala dengan kek
Saat pertarungan memuncak, medan perang menjadi ajang pertunjukan kekuatan yang melampaui batas manusia. Naga Shankar, raksasa hitam yang kini mengamuk, menyerang pasukan Ming tanpa henti. Kepakan sayapnya menciptakan badai yang menggulingkan barisan pertahanan, sementara api birunya membakar segala yang disentuhnya.Zhou Shen berdiri di hadapan Zhang Ming. Nafas mereka berat, masing-masing menggenggam senjata dengan penuh kebencian. "Kau mengkhianati segalanya, Zhang Ming. Aku akan memastikan kau tidak melangkah lebih jauh!""Pengkhianatan?" Zhang Ming terkekeh, suaranya penuh ejekan. "Aku melakukan apa yang harus kulakukan untuk bertahan hidup. Kau hanya anak kecil yang terjebak dalam masa lalu. Lihatlah siapa yang menjadi pemenang sekarang!"Zhang Ming meluncur ke depan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Pedangnya, yang berselimut aura kegelapan, menebas ke arah Zhou Shen. Namun, Zhou Shen, dengan reflek yang terlatih selama bertahun-tahun, menangkis serangan itu denga
Di tengah kemegahan Istana Mongol, Khan Agung duduk di atas takhta emasnya, wajahnya gelap seperti badai yang mengancam. Suara dentang lonceng perang bergema di seluruh aula, menandakan bahwa amarah sang raja telah mencapai puncaknya.“Shanxi tidak boleh berdiri setelah ini!” bentak Khan Agung, suaranya menggema keras. “Aku tidak akan membiarkan Negeri Ming memandang rendah kekaisaranku. Siapkan Naga Shankar. Kita akan menyapu Shanxi hingga menjadi abu!”Di hadapan Khan Agung, Ryu Zhen berdiri dengan kepala tertunduk, meskipun matanya memancarkan api dendam. Kekalahan di Shanxi telah menghancurkan egonya, tetapi itu juga membakar tekadnya untuk membuktikan bahwa ia adalah pendekar sejati.“Aku akan menuntaskan semuanya,” katanya lirih namun penuh keyakinan. “Aku akan menghancurkan Zhou Shen dan saudara kembarku. Dendam lama ini akan berakhir di medan perang berikutnya.”*****Kota Shanxi kembali dilanda kekacauan saat ribuan pasukan Mongol menyerbu di bawah naungan malam. Namun, yang
“Aku tidak akan lupa penghinaan ini, Ryu Zhin,” gumamnya dengan nada berapi-api, matanya membara penuh tekad. “Kita akan bertemu lagi, dan kali itu kau tidak akan selamat!”Di sisi lain, kemenangan ini tidak dirayakan dengan gegap gempita. Zhou Shen memimpin para pasukan naga yang masih utuh untuk mengevakuasi Shanxi dari kerusakan lebih lanjut. Sasha dan Kalindra, meskipun memimpin dengan karisma luar biasa, menyadari bahwa medan perang ini hanya sebagian kecil dari ancaman besar yang sedang berkembang.Zhou Shen berjalan mendekati Zixuan yang kini duduk di punggung Meraharani yang terluka. Naga merah itu mengerang pelan, napasnya berat, namun tatapannya tetap tajam. Zixuan memandang Zhou Shen dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.“Kau datang tepat waktu, seperti biasanya,” ujar Zixuan, mencoba tersenyum meski wajahnya memucat.“Kau bertahan lebih lama dari yang kuduga,” balas Zhou Shen, suaranya tenang namun penuh penghargaan. “Tidak mudah melawan naga emas dan Ryu Zhen.”Zixuan me
Setelah berhasil mendapatkan Nagarium dan menyegel perjanjian damai antara Heaven Eden dan Eternity Nirvana, Queen Savitri merasa utangnya kepada Zhou Shen tak akan terbalas dengan mudah. Di dalam hati, dia tahu ada rasa yang lebih dalam—sebuah cinta yang perlahan tumbuh terhadap Pendekar Naga Putih itu.Namun, Zhou Shen tetap memandang lurus pada tujuannya. Dia harus menemukan Paman Zhang, pria yang kini terungkap sebagai pembunuh orang tuanya. Kebencian yang membara di dalam dirinya membuatnya menolak untuk menyerah pada perasaan apa pun, termasuk cinta.Di aula besar kerajaan, Queen Savitri memanggil Zhou Shen dan menyerahkan Artefak Naga Waktu, sebuah artefak kuno yang mampu membuka portal waktu dan mengembalikan Zhou Shen ke masanya. "Dengan ini," ujar Savitri, suaranya bergetar, "kau bisa kembali dan menghadapi takdirmu di masa depan. Aku ingin kau tahu, Zhou Shen, aku akan selalu mendukungmu."Namun, Zhou Shen mengejutkan semua orang dengan keputusannya. "Aku tak bisa kembali s
Langit Shanxi memerah oleh api dan energi yang melesat dari pertarungan sengit antara naga merah Meraharani dan naga emas yang dikendarai Ryu Zhen. Namun, kekuatan gabungan naga Mongolia dan kehebatan Ryu Zhen perlahan memukul mundur para penjaga Shanxi. Meraharani terluka parah, sayapnya compang-camping, dan Arlang terempas ke tanah dengan raungan lemah.Zixuan berdiri di punggung Meraharani yang limbung, darah mengalir dari luka di lengannya. Napasnya berat, namun matanya tetap menatap Ryu Zhen yang bersiap mengakhiri perlawanan mereka."Ini akhirnya, Putri Zixuan," ujar Ryu Zhen, mengangkat pedangnya yang bercahaya emas. "Shanxi akan jatuh, dan kau akan menyaksikan kehancurannya!"Namun, sebelum pedangnya terayun, langit mendadak terbelah oleh kilatan cahaya putih. Dari celah dimensi yang terbuka di tengah angkasa, seekor naga putih raksasa muncul. Ia bergerak dengan kecepatan luar biasa, seperti bayangan yang tak dapat dilacak. Dengan raungan yang mengguncang bumi, naga itu mengha
Pemanah menarik busur mereka, api membara di ujung panah. Ketika pasukan musuh mendekat, aba-aba diberikan, dan panah-panah itu dilepaskan, melesat seperti hujan meteor ke arah barisan depan Mongolia. Suara panah menghantam perisai dan tubuh terdengar nyaring, namun pasukan musuh terus maju, tidak terhentikan.Di sisi lain, Zixuan mengeluarkan sesuatu dari kantong kecil di ikat pinggangnya—sebuah kristal berwarna biru kehijauan. Itu adalah Artefak Jiwa Langit, peninggalan kuno yang mampu memanggil kekuatan besar, tetapi dengan harga yang mahal."Aku tidak punya pilihan lain," gumamnya. Ia mengangkat kristal itu tinggi-tinggi, memusatkan energinya. Angin di sekitar Zixuan berputar kencang, rambutnya melayang, dan suara gemuruh datang dari dalam kristal itu. Cahaya biru terang meledak, menarik perhatian semua orang, termasuk Darjikhun.Di kejauhan, salah satu naga penjaga, seekor naga putih dengan tubuh yang ramping dan gerakan anggun, mendekati Zixuan. Namanya Arlang, naga angin yang d
Pertarungan di langit Shanxi dimulai dengan ledakan besar. Meraharani menerjang dengan kekuatan yang luar biasa, mulutnya terbuka, menyemburkan api merah menyala yang menembus langit kelabu. Naga hitam Mongolia menghindar dengan manuver tajam, sayapnya yang besar menciptakan pusaran angin yang membuat debu dan batu kecil beterbangan di bawah. Raungan mereka menggema, memenuhi udara dengan ketegangan dan kengerian.Di atas tembok kota, para pemanah Shanxi bersiap, busur mereka terangkat, ujung panah mengarah ke naga Mongolia. Perwira yang memimpin mereka, seorang pria dengan wajah keras dan mata tajam, berteriak, "Tunggu aba-aba dari Tuan Putri! Jangan tembak sebelum waktunya!"Di alun-alun, Zixuan memejamkan matanya sesaat, menghubungkan pikirannya dengan Meraharani. Ia tidak hanya memanggil naga itu, tetapi juga menyatukan tekad mereka. Suara Meraharani menggema dalam benaknya, tenang namun penuh kekuatan."Aku bersamamu, Zixuan. Kita tidak akan kalah."Di langit, naga hitam meluncur